Disclaimer:

Naruto: Masashi Kishimoto

Ben-To: Asaura

.

.

.

Genre: romance

Rating: T

Pairing: Naruto x Shaga

Fic request for Ahfa

.

.

.

Rabu, 9 Januari 2019

.

.

.

Sekuel Proklamasi Cinta Malaikat Pirang

.

.

.

Bersamamu, Hidupku Sempurna

By Hikasya

.

.

.

Chapter 1. Awal pacaran

.

.

.

Tidak disangka impiannya berhasil juga. Namikaze Naruto telah mendapatkan gadis bunga kantin yaitu Ayame Shaga.

Sore yang indah, di taman sekolah, sepasang insan sedang bercengkerama. Mereka duduk berjauhan sembari memandang gedung sekolah yang begitu megah bak kastil - maklum sekolah ini banyak dipenuhi anak-anak konglomerat dan penjabat.

Dalam diam yang tak berujung, mereka tidak sekalipun memandang atau berbicara. Malu-malu kucing. Gugup setengah mati.

Tanpa mereka sadari, sudah banyak Paparazzi yang meliput mereka. Mata-mata sudah memotret kisah mereka yang sangat manis ini.

Karena tidak merasa nyaman, Naruto memutuskan untuk mengeluarkan suaranya. Walaupun terbata-bata, yang penting apa yang dirasakannya saat ini, bisa tersampaikan pada Shaga.

"Hmmm ... Sha-Shaga," ucap Naruto yang melirik ke arah lain. Tangannya sibuk menggaruk-garuk kepalanya yang memang terasa gatal.

"Y-Ya, Na-Naruto. A-Ada apa?" sahut Shaga yang juga terbata-bata. Ia menundukkan kepalanya sembari mengepalkan tangannya untuk menyembunyikan kegugupan.

"Ke-Kepalaku gatal nih."

"Hah? Te-Terus kenapa?"

"Sha-Shampo apa yang bagus untuk menghilangkan gatal?"

"Hmmm ... Sha-Shampo apa ya? Aaah, aku tidak tahu."

"Shampo yang bagus itu adalah cintamu, Shaga, yang bisa menyembuhkan gatal di kepalaku."

Naruto menoleh lalu menunjukkan cengirannya yang lebar. Shaga terpana dengan dua pipi yang memerah karena merasa aneh dengan gombal receh yang dilontarkan Naruto. Tapi, hal itu cukup membuatnya senang.

"Ah. Kamu tidak pandai menggombal, lebih baik jangan dilakukan," ingat Shaga yang tersenyum.

"Aku ingin mencoba menjadi orang yang berbeda," kata Naruto yang menggaruk-garuk kepalanya lagi. "Tidak enak juga kalau kita diam-diaman seperti ini sejak dua jam yang lalu."

"Habisnya tidak ada yang bisa kita bicarakan lagi sejak kamu menembakku tadi siang di kantin."

"Hehehe. Tapi, kamu senang, kan jadi pacarku?"

"Senang sekali."

"Kalau begitu, aku harap kita selalu bersama. Oh iya, aku berencana akan membantumu masuk sekolah lagi. Bagaimana, Shaga? Apa kamu mau masuk ke sekolah yang sama denganku?"

Naruto menatap wajah Shaga dengan serius. Shaga terkesiap. Setelah itu, Shaga menggeleng pelan.

"Tidak usah repot-repot. Aku tidak mau memberatkan orang lain. Biarlah aku tetap bekerja di kantin dan membantu Ibuku. Aku..."

Belum sempat, Shaga meneruskan perkataannya, Naruto memotongnya.

"Aku bukan orang lain. Aku adalah orang terdekatmu sekarang. Aku mencintaimu. Aku tulus ingin membantumu untuk masuk sekolah lagi. Shaga, aku mohon ... Terimalah tawaranku ini. Semua biaya sekolahmu, biar aku yang menanggungnya," ujar Naruto seraya menggenggam tangan Shaga dengan erat.

Shaga terkesima dengan mata yang berkaca-kaca. "Benarkah itu? Tapi, bagaimana kalau orang tuamu mengetahuinya?"

"Aku sudah membicarakannya pada orang tuaku. Kamu tidak usah takut. Orang tuaku yang akan membantumu untuk bisa masuk ke sekolah ini. Kan, kepala sekolah ini adalah Kakekku yang genit."

Saat membicarakan tentang Kakeknya, Jiraiya, Naruto langsung in-feel. Wajah Naruto menjadi sewot ketika membayangkan wajah Jiraiya yang akan berubah menjadi aneh kalau bertemu dengan seorang gadis berdada besar seperti Shaga. Naruto tidak sanggup membayangkannya jika Shaga berhadapan langsung dengan Jiraiya yang notabene suka dengan daun muda.

Naruto menggeleng untuk menepis bayangan Jiraiya yang tertawa terkekeh dengan wajah mesum. Ia lebih fokus untuk berbicara dengan pujaan hatinya.

"Bagaimana, Shaga? Kamu mau, kan, masuk sekolah lagi?"

Sekali lagi, Naruto mengulang perkataan yang sama. Shaga terdiam, berpikir untuk beberapa saat.

Pepohonan bergoyang-goyang karena banyak orang yang memanjat di atasnya. Ada yang memotret, meneropong, berpikir, bertengkar, menangis, marah, kecewa, dan berbagai kegiatan lainnya. Mereka adalah penghuni sekolah yang merasa tidak suka karena Shaga berpacaran dengan cucu kepala sekolah.

Berita tentang proklamasi cinta Naruto yang telah disiarkan di kantin, tadi siang, telah menyebar sampai ke seluruh sekolah. Para guru laki-laki yang mengagumi Shaga, sangat syok saat mendengar berita itu. Bahkan ada yang langsung mendapatkan serangan jantung tiba-tiba lalu dibawa langsung ke lembah hitam.

"Ah, iri rasanya melihat mereka berdua seperti itu," Haruno Sakura menggigit-gigit rumput saking kesalnya.

"Kapan ya aku bisa seperti itu? Dapat proklamasi cinta dari orang yang aku sukai," Yamanaka Ino menangis frustasi.

"Aku senang melihat mereka," Hyuga Hinata tersenyum manis sambil berjongkok di antara Sakura dan Ino.

"Hei, kenapa Naruto malah memilih gadis itu menjadi pacarnya sih?" Ten Ten merengut.

"Tidak usah protes begitu dong," Nara Shikamaru menguap panjang. "Huaaam, ngantuk. Pulang yuk! Sudah sore. Ngapain juga kalian mengintip orang yang sedang berpacaran? Buang-buang waktu saja!"

Laki-laki berambut hitam yang diikat menyerupai buah Nenas, langsung melenggang pergi. Teman-temannya tidak mempedulikannya, tapi mereka tetap lebih memilih untuk mengintip Naruto dan Shaga yang kini sedang berdiri sembari bergandengan tangan.

"Langit yang menjadi saksi atas kisah cinta ini. Proklamasi cintaku telah disetujui oleh Shaga yang kini berdiri di sampingku. Aku berharap proklamasi cinta ini tetap abadi hingga sisa waktuku," Naruto melihat ke kertas putih yang berisikan ungkapan hatinya.

Shaga sudah membaca isi kertas putih itu, dan tersenyum ketika mendengar perkataan Naruto yang terkesan puitis. "Kamu memang aneh ya, Naruto."

"Aneh kenapa?"

"Kata-katamu begitu puitis."

"Oh. Entahlah. Aku suka berbicara dengan alam sekitar kalau sedang merasa senang."

"Aku baru tahu soal itu."

"Hehehe. Kita pulang yuk! Sudah sore nih."

"Ayo!"

"Aku yang akan mengantarmu pulang."

"Terima kasih, Naruto."

Shaga bahagia sekali. Naruto menarik tangannya dengan lembut. Tangan kiri Naruto sibuk menggenggam tali tas, sedangkan tangan kanannya juga sibuk menggenggam tangan Shaga. Gadis berambut pirang itu tak pernah berhenti tersenyum selama berjalan bersama Naruto.

Bersamamu, hidupku sempurna, Shaga. Walaupun hidupku serba ada, tapi aku merasa ada kekurangannya. Kini aku mengetahuinya bahwa kesempurnaan itu adalah cinta sejati seorang gadis. Lalu gadis beruntung yang telah berlabuh di hatiku adalah kamu.

Ungkapan hati Naruto mengalun merdu seiring para penguntit bergegas bubar dari acara mata-mata.

.

.

.

"Jadi, di sini ya rumahmu?"

Naruto memandang tidak percaya sebuah bangunan kayu yang menyerupai gubuk, yang berada di dekat pinggiran kota Konoha. Sebuah kawasan perumahan warga-warga biasa yang mayoritas adalah tunawisma dan pengamen jalanan.

"Ya. Aku tinggal di sini."

Dengan perasaan yang bahagia, Shaga menarik Naruto untuk masuk ke rumahnya. Mereka meninggalkan mobil mewah di depan rumah yang berarsitektur adat Jepang tradisional.

Karena ada mobil mewah yang memasuki kawasan itu, orang-orang menyemut dan berkumpul di depan rumah Shaga. Mereka mengagumi mobil milik Naruto yang berwarna merah meriah.

Suasana ricuh terjadi ketika beberapa orang mencoba memegang dan mencolek mobil mewah tersebut - maklum orang-orang desa yang baru pertama kali melihat sesuatu yang tidak pernah bisa didapatkan. Naruto ternganga saat melihat anak-anak dan orang tua duduk di atas mobilnya serta berteriak keras saking semangat.

"Hei, apa yang terjadi?" Ibu muncul dari rumah yang berhalaman sempit itu. Ia terkesiap ketika menyaksikan pemandangan semrawut itu.

.

.

.

Bersambung

.

.

.

A/N:

Akan disambung jika ada waktu.

Terima kasih banyak buat yang baca ya.

Tertanda

Hikasya

Kamis, 10 Januari 2019