Namika Arihyoshi

Proudly

.

.

.

Present

.

PROTECTION

Disclaimer : All characters are belongs to Kishimoto-sensei. But the story line is belongs to Me.

Warning : Ditulis oleh author Gaje yang masih baru belajar nulis. Hope u like it!

Chapter 1 : Pergilah, Hinata!

Jarum jam telah menunjukkan pukul 11 tepat di Konoha malam itu. Seorang gadis berambut kebiruan berlari di sebuah jalan kota yang sepi di ikuti tiga orang pria berusaha mempercepat langkah kakinya. Bulir-bulir keringat membasahi kening dan pipi gadis itu. Sambil terus berlari ia menoleh sedikit ke belakang. Begitu mendapati tiga orang pria yang mengejarnya semakin dekat gadis itu pun berbelok ke sebuah lorong kecil dan sempit. Tarikan napas gadis itu tidak beraturan. Ia menoleh lagi dan tidak mendapati tiga orang pria tadi, sepertinya mereka sudah tertinggal.

"Hah…hah… " gadis itu memperlambat langkahnya. Mengatur napas. Wajahnya penuh dengan keringat dan rambut panjangnya yang tadinya rapi kini terlihat berantakan, yang jelas gadis itu tampak sangat kacau. Belum sempat ia bernapas lega, terdengar suara langkah kaki mendekat. Gadis itu terlihat mulai panik dan mencoba berlari lagi meski ia sudah sangat lelah.

Suara langkah kaki itu terdengar semakin mendekat. Dengan seluruh tenaga yang tersisa gadis itu mencoba berlari lebih cepat. Namun tak lama kemudian ia menghentikan langkahnya begitu mendapati bahwa gang yang ia masuki ternyata buntu. Tidak ada cara lain lagi selain berbalik dan mencari jalan lain. Tapi kalau ia berbalik tiga orang pria tadi pasti akan berhasil menemukannya.

Gadis itu mengalihkan pandangan kesekitarnya untuk mencari tempat persembunyian. Tapi tak ada apapun yang dapat dijadikan sebagai tempat persembunyian. Dari suara langkah kaki yang terdengar semakin jelas di telinga gadis itu, ia tahu bahwa tiga orang pria itu sudah dekat. Ia sudah tidak dapat berfikir dan ia juga sudah kehabisan tenaga. Tanpa berfikir panjang lagi gadis itu mencoba memanjat tembok yang menghalangi langkahnya tapi sayang ia terjatuh karena temboknya terlalu tinggi dan tidak ada apapun yang dapat ia jadikan sebagai pijakan. Gadis itu sudah sangat putus asa tapi jika ia menyerah sekarang mungkin ia tak akan bisa merasakan hangatnya sinar mentari pagi besok. Tak ada lagi yang dapat ia lakukan selain berharap. Berharap semoga ada seseorang yang berhati baik yang kebetulan lewat dan menolongnya. Tapi hal itu mustahil mengingat ini sudah hampir tengah malam dan tak mungkin ada orang yang mau melewati daerah yang sepi dan terkenal rawan ini. Kalau pun ada belum tentu seseorang itu bersedia menolongnya. Gadis itu terduduk lesu, kakinya seakan tak mampu lagi menopang berat badannya. Tubuh gadis itu gemetar. Ia sangat takut sekarang.

Tiga orang pria itu kini sudah berada tak jauh dari gadis itu. Gadis itu mengangkat wajahnya dan melihat ketiga pria itu nanar. Ia tidak dapat melihat dengan jelas karena cahaya lampu di gang tersebut tidak terlalu terang. Salah satu diantara mereka berambut perak dan dua lainnya berambut biru muda dengan wajah identik.

"Sudah tidak bisa berlari lagi, eh?" Pria berambut perak itu menyeringai melihat keadaan gadis itu.

"J-jangan mendekat atau aku akan teriak." Ancam gadis itu. Suaranya terdengar bergetar. Gadis itu mencoba bangkit dan berdiri.

Salah satu dari pria berambut biru muda tertawa keras. "Percuma saja tidak akan ada yang bisa mendengarmu disini." Katanya.

"Ya, dia benar." Sahut pria berambut biru yang satu lagi meng'iya'kan.

"Sudahlah kalian jangan banyak bicara. Lakukan saja apa yang menjadi tugasmu." Kata pria berambut perak pada dua orang rekannya.

"Hey, kau sama sekali tidak asik, Kimimaru." Terang pria berambut biru pada si rambut perak yang dipanggil kimimaru itu.

"Ya, Sakon benar. Tak ada salahnya kita sedikit bermain-main." Sahut pria berambut biru yang lain membenarkan perkataan saudara kembar identiknya itu.

"Aku hanya menjalankan apa yang sudah ditugaskan." Kata Kimimaru.

Sementara itu, melihat perdebatan diantara tiga orang pria yang mengejarnya gadis berambut kebiruan itu mencoba mengambil kesempatan untuk kabur melalui celah diantara tiga orang pria itu. Tindakan yang cukup berani memang. Gadis itu berlari cepat dan berhasil melewati tiga orang itu. Tapi kemudian sebuah tangan kekar menariknya dan menghantamkan tubuhnya ketembok dengan begitu keras. Hingga menimbulkan suara berdebum.

"Kyaaa…." Teriak gadis itu. ia merasa sedikit pusing dan nyeri di tubuhnya akibat menghantam tembok.

"Apa kau berpikir aku akan membiarkanmu kabur begitu saja, Hyuuga Hinata?" Ucap Kimimaru. Tangan kanannya bergerak mencekik gadis yang dipanggil Hinata itu. Dan tangan kirinya berusaha mengambil sebuah pistol yang tersimpan di celananya. Dua pria lainnya hanya terdiam melihat aksi Kimimaru barusan.

"U-uh…" rintih Hinata. Belum lagi sempat hilang rasa nyeri di tubuhnya, kini ia harus menahan sakit dilehernya yang dicengkram kuat oleh Kimimaru. Hinata mulai kesulitan bernafas tangan-tangannya mencoba melepaskan cengkraman Kimimaru di lehernya. Tapi itu percuma saja Kimimaru jauh lebih kuat darinya.

"Kimimaru, apa kau akan langsung membunuhnya? Tidak bisakah kita sedikit bermain dulu dengannya sebelum kita membunuhnya?" tanya seorang seorang pria berambut biru.

"Hentikan pemikiran kotormu itu, Ukon. Kita hanya di tugaskan untuk membunuhnya." Jawab Kimimaru pada pria berambut biru yang dipanggil Ukon itu.

"Cih, kau terlalu patuh pada perintah. Benar-benar tidak asik." Ukon melipat kedua tangannya di dadanya dan memajukan bibirnya sedikit. Uh, sepertinya Ukon ngambek.

Hinata semakin kesulitan untuk bernapas. Cengkraman Kimimaru di lehernya menghambat oksigen untuk masuk ke paru-parunya. Pandangannya mulai memudar. Kimimaru bersiap menarik pelatuk pistolnya dan menembakkannya tepat di kepala Hinata. Gadis itu sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia hanya bisa pasrah dengan nasibnya sekarang. Hinata memejamkan matanya ia menangis membayangkan sebuah peluru panas menembus kepalanya.

Jduuaak!

Hinata mendengar sebuah bunyi yang cukup keras. Bukan bunyi sebuah pistol yang ditembakkan ke kepalanya melainkan bunyi sebuah benda tumpul yang menghantam sesuatu dengan cukup keras.

"K-Kimimaru!" teriak dua orang pria kembar itu serentak. Bersamaan dengan berlalunya bunyi itu, Hinata merasakan cengkraman dilehernya merenggang dan perlahan terlepas. Dilihatnya Kimimaru yang ambruk di depannya.

"Kau tak apa, Nona?" Tanya seorang pemuda berambut pirang jabrik pada Hinata. Hinata tidak tau siapa dia cahaya lampu yang redup menghambat penglihatannya. Samar-samar Hinata melihat pemuda itu tersenyum, sebelah tangannya memainkan sebuah batu yang cukup besar. Butuh beberapa detik bagi Hinata untuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi.

Hinata hanya mengangguk kecil. Entah pemuda itu dapat melihatnya atau tidak. Dalam hati ia bersyukur masih hidup karena akhirnya ada seseorang yang menyelamatkan nyawanya. Tapi, ia belum boleh merasa senang. Mungkin saja pemuda jabrik itu adalah orang suruhan yang juga diperintahkan untuk membunuhnya. Membayangkan hal itu tubuh Hinata melunglai dan ia pun merosot ke bawah.

"Siapa kau?" Tanya Sakon pada pemuda misterius itu.

"Tidak penting siapa penting adalah cepat lepaskan gadis itu!" bentak pemuda jabrik itu.

"Heh, kau pikir kau siapa? Kami tidak akan melepaskannya begitu saja." tegas Sakon.

"Kalahkan kami jika kau berani." Kata Ukon menantang. Ia mengepalkan tinjunya dan berlari menghadang pria itu . "Hyahhh…" teriak Ukon ala-ala tokoh dalam film Kung Fu.

Jduaakk!

Baru beberapa langkah Ukon sudah ambruk karena sebuah batu yang menghantam kepalanya dengan cukup keras. Hal yang sama seperti yang terjadi pada Kimimaru.

"U-ukon!" teriak Sakon khawatir melihat saudara kembarnya yang kalah dalam pertarungan melawan pemuda aneh berambut pirang jabrik. "Tenanglah aku akan membalaskan dendammu." Sumpahnya pada saudara kembarnya itu.

Ia pun menghajar pemuda berambut pirang jabrik itu dengan pukulan dan tendangan yang author sendiri juga gak tau apa namanya. Ia terus mencoba menghajar pemuda itu tapi sayangnya pemuda jabrik itu selalu berhasil menangkis setiap serangan yang ditujukan padanya.

Sakon tak berhenti menyerang ia berusaha sekuat tenaga untuk mengalahkan si rambut jabrik. Dengan usaha keras yang dibarengi dengan doa akhirnya Sakon berhasil memukul wajah pemuda jabrik itu. Sakon tersenyum menang melihat pemuda jabrik itu meringis. Pemuda jabrik itu merasakan perih di Ujung bibirnya. Rasa karat darah mencemari indra perasanya. Pemuda berambut pirang jabrik itu membersihkan darah yang keluar dari ujung bibirnya.

Pemuda jabrik itu mengepalkan tinjunya. Sepertinya ia sudah mulai geram. Ia melayangkan beberapa pukulan pada Sakon. Sakon semakin tersudut. Ia mencoba menangkis setiap serangan yang diarahkan padanya. Tapi serangan itu terlalu kuat hingga ia kesulitan menangkisnya. Akhirnya pemuda jabrik itu melayangkan tinjunya yang terakhir ke arah wajah Sakon. Membuat Sakon pingsan dengan darah yang keluar dari hidungnya.

Pemuda jabrik itu menarik napas panjang kemudian menghembuskannya lagi. Ia tersenyum senang karena berhasil mengalahkan pria-pria jahat itu. Dia berjalan ke arah Hinata. Dan mengulurkan tangannya berniat membantu gadis itu untuk berdiri. Tapi gadis itu masih menunduk dan sama sekali tidak merespon.

"Kau sudah aman sekarang, Nona!" kata pemuda jabrik itu pada Hinata yang masih terus menunduk. "Tidak perlu takut mereka sudah tidak akan menganggumu lagi."

Hinata mengangkat wajahnya. Amethys bertemu shappiere. Ia melihat pria jabrik itu tersenyum padanya. Pemuda jabrik itu masih mengulurkan tangannya. Gadis berambut kebiruan itu malah menepis tangan si pemuda dan berlari menjauh tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Si pemuda jabrik itu hanya menatap kepergian gadis yang baru di tolongnya itu dengan wajah penuh tanya.

"Guk! Guk!" Tiba-tiba terdengar suara gonggongan anjing yang diikuti teriakan keras seseorang dari kegelapan. "Hoi… Naruto!" pemuda berambut jabrik itu tersentak saat mendengar seseorang memanggil namanya. "aku mencarimu kemana-mana ternyata kau disini."

Seorang pemuda berambut coklat bersama seekor anjing datang berlari mendekati pemuda jabrik yang dipanggil Naruto itu. Beberapa tetesan keringat mengucur dari wajah. ia sedikit membungkukkan badannya dengan kedua tangan bertumpu pada kedua lututnya.

"Maaf membuatmu khawatir, Kiba!" seru Naruto dengan perasaan bersalah.

Pemuda bernama Kiba itu mengatur nafasnya sebelum mulai bicara "Ya aku akan memaafkan mu jika kau menraktirku makan." Tawar pemuda itu. "Apa yang kau lakukan di sini? Dan siapa orang aneh yang seenaknya tidur di tempat seperti ini?" tanya Kiba dengan wajah bodohnya begitu menyadari bahwa ada orang lain selain mereka di tempat itu.

"Kau ini bodoh atau apa sih? Mereka tidak tidur tapi pingsan setelah aku menghajar mereka karena mereka ingin mencelakai seorang gadis." Ujar Naruto terus terang.

"Cih, kau berlagak menjadi pahlawan kesiangan lagi, eh?" Kiba menepuk pundak Naruto diikuti lolongan anjingnya, Akamaru. "Lalu di mana gadis itu?" tanya Kiba heran karena sedari tadi ia tak melihat ada seorang gadis di tempat itu.

"Dia sudah pergi." Jawab Naruto seadanya.

"Oh begitu. Baiklah ayo pulang aku sudah mengantuk!" ajak Kiba pada Naruto dan Anjing kesayangannya.

"Eh, tapi apa tidak apa-apa membiarkan orang-orang itu di sini?" tanya Naruto.

"Sudahlah tak perlu khawatir. Kalau belum waktunya mereka tidak akan mati." Jawab Kiba. Mereka pun kembali melanjutkan langkah mereka untuk kembali pulang.

"Oiya Kiba. Sepertinya kau salah! Aku bukan pahlawan kesiangan karena ini bukan siang tapi malam." Ujar Naruto di perjalan pulang.

"Hah, terserah kau saja."

"Guk! Guk!"

Dan mereka pun melanjutkan langkahnya untuk kembali ke rumah.

Dengan langkah gontai seorang gadis bersurai kebiruan panjang dengan poni rata yang menutupi keningnya berjalan melewati koridor sebuah apartemen dan berhenti tepat di depan rumah apartemennya yang berpintu coklat. Ya, walaupun semua ruangan di apartemen itu berpintu coklat tapi yang ini adalah salah satu dari sekian banyak pintu coklat yang ada *plakk apaan sih ni*. Ia tersentak begitu menyadari bahwa pintu itu tidak terkunci. Ia merasa bingung dan sedikit takut. Seingatnya sewaktu ia pergi tadi ia sudah mengunci rumahnya. Dengan ragu ia memutar knop pintu dan membukanya. Iris amethysnya melebar begitu melihat seseorang pemuda berambut raven mirip pantat ayam dengan mata onyx beberada dirumahnya.

"Okaeri-nasai, Hime!" sapa pemuda itu.

"Cih, apa mau mu?" tanya Hinata sinis. Ia membuka sepatunya dan pergi ke dapur untuk meneguk segelas air. Pemuda raven itu mengikutinya dengan wajah datar tanpa ekspresi seperti biasanya.

"Kau tampak kacau." Ujar pemuda itu. Mendengar perkataan pemuda itu Hinata menghentikan kegiatannya lalu sejenak menatap mata kelam pemuda itu. Ekspresi yang sulit di artikan tergambar jelas di wajah gadis itu.

"Cih." Lagi lagi gadis itu mendecih. "Kau yang membuatku seperti ini." Amarah tertahan jelas terdengar dari nada bicara Hinata. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tak berani menatap mata pemuda pantat ayam itu.

Pemuda itu menghela napasnya pelan. "Maaf." Kata pemuda itu merasa bersalah. Sebelah tangannya mengambil sesuatu dari saku jasnya. Ia meletakkan sebuah amplop berukuran sedang di atas meja. Hinata heran ia menatap amplop dan pemuda itu secara bergantian. Baru saja Hinata ingin mengatakan sesuatu tapi tidak jadi karena pemuda raven itu sudah berkata lebih dulu.

"Sebaiknya kita akhiri saja semuanya. Ini tiket pesawat dan sejumlah uang. Pergilah ke Amerika dan jangan kembali lagi ke Jepang. Kau akan aman di sana." Iris amethyst Hinata membulat mendengar pernyataan pemuda itu.

"K-kau mencampakkan ku?" tanya Hinata lirih. "t-tapi kenapa?"

Pemuda itu memejamkan matanya sejenak kemudian berkata, "Aku melakukan ini agar kau tetap aman." Hinata menunduk dalam. Badannya bergetar hebat.

"Uchiha Sasuke, kau egois!"

Pemuda raven itu tampaknya sama sekali tak memperdulikan komentar Hinata pada dirinya. "Aku sudah menyediakan rumah dan pekerjaan yang cocok untukmu kau pasti akan baik-baik saja." setetes cairan bening menetes keluar dari mata amethyst sang gadis. "Pesawatnya berangkat besok pagi. Aku akan menyuruh beberapa orang untuk menjemputmu. Jadi, bersiap-siaplah!"

Hinata merasakan sesak di dadanya. Lidahnya terasa kelu. Ia tak bisa mengatakan apa pun lagi untuk mememprotes keputusan pemuda itu atau sekedar untuk pembelaan diri. Hinata menangis menatap sosok pemuda berambut raven yang berjalan keluar rumahnya dan menghilang di balik pintu coklat itu.

TO BE CONTINUED...

Fyuuhh *ngelap keringet* akhirnya selesai juga. Gimana menurut readers? Menarik gak? Bikin penasaran gak *semoga iya*? Ceritanya gimana? Alur dan penulisannya udah bagus blom?

Ya udah deh, jangan lupa kritik dan sarannya saya tunggu loh! Cukup arahkan kursor Anda pada kotak yang bertuliskan "review" di bawah ini!

Namika Arihyoshi ^^v