Terlihat suasana Rumah Sakit yang ramai dan sibuk dari biasanya. Derap langkah kaki, terdengar tergesa-gesa. Itulah yang di dengar seorang anak dengan umur 10 tahun dari dalam ruangan.

Terdapat sebuah lilitan perban yang menghias kepalanya. Cairan infus menetes perlahan, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Manik BabyBlue menatap ruangan putih yang asing baginya. Melihat keseliling mencari keberadaan seseorang untuk menanyakan banyak hal.

Pemilik surai BabyBlue itu baru tersadar jika hanya dirinya di dalam sebuah ruangan. Tak ada satupun orang untuk ditanyainya.

'Sret'

Hingga sebuah suara pintu terbuka memecah keheningan yang ada di dalam ruangan serba putih itu.

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya seorang dokter dengan jas putih yang menjuntai hingga lututnya.

Sebuah Stetoschope memeriksa dengut jantungnya. Dan seorang suster memeriksa suhu tubuhnya lalu memeriksa alat infus.

Baru saja anak pemilik surai BabyBlue itu ingin bertanya. Namun, gagal.

Tak ada satu suarapun yang terdengar dari mulutnya. Ia kembali mencoba untuk berteriak. Namun, gagal.

Mulutnya terbuka lalu kembali tertutup. Tangannya menyentuh lehernya lembut seakan berharap jika ia dapat mengeluarkan suara untuk mengucapkan sebuah pertanyaan.

Sang dokter yang bingung dengan tingkah sosok di hadapannya kembali mengambil sebuah senter dari saku jasnya.

"Buka mulutmu!" perintah sang dokter. Dengan patuh, anak itu membuka mulutnya perlahan.

Kedua bola mata dokter itu terkejut saat mengetahui diagnosisnya saat ini.

"Apa kau ingat sesuatu?" Tanya sang dokter lembut.

Pemilik surai BabyBlue itu menggeleng pelan, dengan tatapan sendu. Bagaimana jika ia mengecewakannya?

Karna ia tidak dapat mengeluarkan suara sedikitpun?

"Catat! Diagnosis saat ini," perintah sang dokter lalu meninggalkan ruangan itu bersamaan dengan sang perawat yang membawa sebuah papan jalan dengan kertas hasil diagnosis pasien.

Kedua manik coklat cerah perawat menatap sendu kearah pemilik surai BabyBlue bagaimana tidak?

Anak itu masih muda. Memiliki wajah yang manis sekaligus polos. Namun, sudah menanggung semua beban ini seorang diri.

"Istirahatlah!" perintah sang perawat lembut lalu menutup pintu ruangan itu dalam keadaan hening.

Manik BabyBluenya menatap kearah pintu yang sudah tertutup. Tatapannya kembali menatap kearah langit biru cerah sewarna dengan sepasang matanya.

Menyejukkan dan hangat di saat bersamaan.

Ada banyak pertanyaan di dalam benaknya saat ini. Namun, dari sekian banyak pertanyaan itu hanya satu yang ia ingin ketahui.

Siapa dirinya?

.

.

.

.

.

KnB Belongs To Tadatoshi Fujimaki

Your Voice Belong To Farida Lil Safana

.

.

.

.

.

Entah sudah berapa lama ia berada di Rumah Sakit untuk memulihkan kesehatannya. Namun, ia sama sekali belum bisa mengingat satupun dari ingatannya. Begitupun dengan suaranya yang belum dapat ia keluarkan.

"Aku sejak tadi mencarimu.-Nanodayo," ujar seorang anak seumuran dengannya bersurai Emerald.

Sang pemilik surai BabyBlue terdiam lalu memiringkan kepalanya tanda tidak mengerti.

Sosok di hadapannya mengalihkan pandangannya ke samping lalu membutulkan kaca matanya. Terdapat semburat merah tipis yang menghias kedua pipinya.

Pemilik surai BabyBlue itu terdiam sebentar lalu memberikan setangkai bunga pada sosok di hadapannya saat ini. Dengan ragu anak itu mengambil lalu kembali membetulkan letak kaca matanya.

"Kenapa kau melakukan ini?-Nanodayo. Bukannya aku peduli. Tapi, bukankah sikapmu ini seperti seorang anak perempuan?" tanyanya dengan semburat merah yang mulai memekat di wajahnya, layaknya buah apel yang baru saja dipetik.

Pemilik surai BabyBlue itu hanya tersenyum tipis. Lalu menuliskan sebuah kalimat di atas kertas yang selalu ia bawa.

'Sudah berapa tahun aku berada di Rumah Sakit? Shintarou-kun,' tulisnya.

Midorima menghela napasnya pelan lalu mengajak sosok itu untuk duduk di sebuah bangku panjang yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Ternyata. Ingatanmu itu lemah.-Nanodayo," ujar Midorima pelan yang dibalas hanya senyum lemah sosok di sampingnya.

"Kau sudah berada di sini. Selama 5 tahun.-Nanodayo," jawab Midorima sambil menatap setangkai bunga yang ada di genggamannya saat ini.

'5 tahun? Maaf jika selama ini aku sudah membuat Midorima-san dan Shintarou-kun repot,' tulisnya kembali.

Midorima menghela napasnya pelan. Ia sama sekali tidak keberatan jika harus menemani sosok itu selama apapun. Karna baginya, sosok itu adalah sosok yang sangat berharga dalam hidupnya.

"Aku tidak berpikir jika kau membuat repot diriku ataupun Tou-san," balas Midorima lembut sambil mengusap surai BabyBlue lembut.

Sebuah senyum manis menghias wajah sosok di sampingnya.

'Arigatou' tulisnya.

"Sama-sama. Selama aku ada di sisimu. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Tetsuya," ujar Midorima lembut yang dibalas anggukan semangat dari Kuroko.

Pertemuan mereka berawal dari seorang dokter yang selama ini memeriksa kesehatan Kuroko adalah ayah dari Midorima sekaligus pemilik Rumah Sakit itu sendiri.

Karna ayah Midorima hanya dapat mengetahui nama Kuroko dari sebuah identitas yang sampai saat ini tidak ada yang tahu keberadaan keluarga Kuroko. Seakan mereka semua telah menghilang dari muka bumi.

Tidak tega melihat Kuroko yang seorang diri menghabiskan waktu di dalam ruangan. Ia meminta Kuroko untuk berjalan ke taman Rumah Sakit.

Namun, tetap saja. Pandangan Kuroko tetap kosong dan hanya kesendirian menyelimuti dirinya. Hingga ia meminta anaknya untuk menemani Kuroko untuk bermain atau sekedar menemaninya.

Awalnya Shintarou menolak karna ia memilih sibuk untuk belajar menjadi seorang dokter yang hebat seperti ayahnya dan mengambil alih Rumah Sakit.

Namun tak berlangsung lama saat Shintarou melihat sosok Kuroko yang rapuh. Seperti malaikat yang jatuh dengan kedua sayap yang patah. Mulai dari saat itulah ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga Kuroko.

'Sret'

Sebuah tarikan pelan pada ujung pakaiannya. Menyadarkan dirinya dari lamunannya.

'Ada apa? Shintarou-kun,' tulis Kuroko khawatir.

Midorima terdiam sebentar menatap lekat manik BabyBlue di sampingnya.

'Sret'

Dalam satu tarikan kuat. Midorima membawa Kuroko ke dalam pelukan yang menjanjikan kenyamanan sekaligus keamanan baginya.

"Aku akan melindungimu! Tetsuya," janji Midorima sambil memeluk erat sosok di hadapannya.

Kuroko sempat terkejut lalu tak lama tergantikan dengan senyuman lembut menghias wajahnya. Andaikan saja ia dapat mengeluarkan suaranya. Ia akan mengatakan 'Terima Kasih'

Karna saat ini ia kesulitan untuk menuliskan di atas kertas.

Sebuah anggukan yang dapat Kuroko lakukan saat ini. Untuk mengatakan bahwa, jika dirinya selalu percaya dengan setiap perkataan dan janji yang di ucapkan Midorima padanya. Karna, ia yakin. Jika Midorima tidak akan pernah berbohong padanya.

.

.

.

.

.

~Your Voice~

.

.

.

.

.

Sang kepala keluarga Midorima sekaligus pemilik Rumah Sakit menatap sosok di hadapannya dengan tatapan curiga.

"Apa yang membawamu datang ke Rumah Sakit milikku? Akashi," Tanyanya heran.

"Ada apa? Midorima. aku hanya ingin mengunjungi teman lamaku. Apa aku salah? Dirimu masih terlalu kaku," balas kepala keluarga Akashi itu lalu tertawa pelan memecah kecanggungan diantara mereka.

"Bukankah itu dirimu? Yang selalu menyibukkan diri dengan bisnis. Aku sampai lupa saat kau datang ke sini jika kau ada seorang kepala keluarga 'Akashi' yang terhormat," ujar kepala keluarga Midorima menyelipkan nada sindiran di setiap katanya.

"Percaya padaku. Jika aku hanya ingin berkunjung," ujar kepala keluarga Akashi itu meyakinkan.

Manik kepala keluarga Midorima terus menatapnya curiga dan mengikuti arah pandang kepala keluarga Akashi yang terarah pad ataman Rumah Sakit. Di mana tempat Kuroko dan anaknya menghabiskan waktunya.

Sebuah seringai tipis menghias wajahnya. Yang membuat kepala keluarga Midorima itu menggeram seketika.

"Aku tidak tau dan aku tidak akan peduli dengan rencanamu. Asal kau tahu saja. Aku akan melindungi anak itu," ujar kepala keluarga Midorima mengepalkan kedua tangannya kuat menahan amarah.

"Ck. Kau ingin melawanku?" desisnya tidak suka.

Kepala keluarga Midorima membetulkan letak kaca matanya lalu menatap serius.

"Aku akan melindunginya apapun yang terjadi," balas sosok di hadapannya serius.

"Aku ingatkan tentang posisimu! Kau hanya kepala keluarga Midorima. kau tidak bisa menentang apapun keputusanku!" perintahnya dingin.

"Tentu saja bisa. Bukankah kau sudah berjanji untuk tidak menganggu keluargaku lagi?" Tanya kepala keluarag Midorima memincing tidak suka dengan sosok di hadapannya.

"Tentu saja. Lagi pula, anak itu bukan keluargamu," balasnya tenang.

Baru saja ia akan membalas, kepala keluarga Akashi sudah beranjak untuk meninggalkan ruangan.

"Jika kau ingin seluruh keluargamu selamat. Jangan pernah menganggu rencanaku! Ingat posisimu saat ini!" perintahnya lalu meninggalkan ruangan itu dengan keadaan atmosfer yang mencekam.

Kepala keluarga Midorima membulat terkejut. Seakan terdapat alarm berbahaya yang akan terjadi dengan anak pemilik surai BabyBlue yang selama ini ia rawat. Dengan cepat, ia melangkahkan kakinya untuk mengikuti kepala keluarga Akashi itu.

"Akashi! Tunggu!"

.

.

.

.

.

~Your Voice~

.

.

.

.

.

Midorima mengusap rambut BabyBlue itu lembut. Melihat keselilingnya yang mulai sepi, karna banyak pasien yang diminta untuk kembali ke ruangannya masing-masing.

Sedangkan pemilik surai itu menyandarkan tubuhnya pada Midorima. angin berhembus lembut. Meniupkan helaian rambut mereka searah dengan arah angin.

Merasakan ada seseorang yang mendakati arah mereka. Manik BabyBlue yang sejak tadi terpejam kini terbuka sempurna.

Warna biru seperti warna langit di saat musim semi. Itulah yang membuat Midorima menyukai warna kedua manik Kuroko sekaligus surainya yang selalu lembut.

"Shintarou,"

Midorima menatap heran melihat sang ayah yang datang dengan wajah khawatir dari biasanya. Lagi pula, kenapa ayahnya tergesa-gesa datang ke sini?

Apakah Kuroko lupa untuk meminum obatnya?

Kuroko menegakkan tubuhnya lalu menatap kearah Midorima penuh Tanya.

"Apakah kau lupa minum obat? Tetsuya," Tanya Midorima khawatir.

Kuroko terdiam sebentar mengingat kapan terakhir kali ia meminum obat.

Kepalanya menggeleng kecil dengan senyuman menghias wajahnya.

"Otou-san. Tetsuya tidak lupa meminum obatnya," ujar Midorima pelan.

"Konbanwa," salam seseorang yang sudah ada di hadapan mereka saat ini.

Kuroko mulai beranjak dari tempak duduknya bersamaan dengan Midorima.

"Konbanwa," salam Midorima sopan. Berbeda dengan Kurko yang hanya mebungkukkan tubuhnya.

"Kuroko Tetsuya. Mengalami Amnesia sekaligus kehilangan suaranya sejak kecelakaan 5 tahun lalu. Aku harap kau mengurungkan niatmu!" perintahnya dingin.

Midorima menatap sang ayah penuh Tanya. Apa yang sedang di rencanakan sosok di hadapannya.

"Aku tidak akan keberatan dengan kekurangannya," balas kepala keluarga Akashi itu dengan tenang yang membuat sosok itu emosi seketika.

"Apa maksudmu! Aku tidak akan membiarkan anak itu menjadi mainanmu!" perintahnya kesal.

Kuroko tersentak kecil melihat suara bentakan yang tidak pernah ia dengan selama ini. Tanpa sadar, ia mendekatkan tubuhnya dengan Midorima.

Manik Emerald Midorima menatap Kuroko sebentar lalu memeluk tubuh yang lebih kecil itu lembut. Seakan mengatakan jika ia akan bersama dengan pemilik surai BabyBlue itu kapanpun.

"Akashi!"

"Nak. Mulai sekarang kau akan tinggal bersamaku. Bagaimana?" Tanya sang kepala keluarga Akashi lembut sambil mengulurkan tangannya.

Kuroko menatap ragu kearah tangan yang terulur itu. Lalu maniknya kembali menatap kearah Midorima yang memeluknya erat enggan melepaskan.

"Aku tidak akan membiarkan Tetsuya itu dengan paman!" bantah Midorima penuh amarah.

Ia yakin jika tindakannya saat ini tidak akan memancing amarah sang ayah. Karna ia dapat melihat jika ayahnya tidak ingin menyerahkan Kuroko pada paman di hadapannya saat ini.

"Benar-benar sepertimu. Tipikal keras kepala," gumam kepala Akashi itu lalu tertawa pelan.

"Kau yang keras kepala Akashi," bantahnya amarah.

Kepala keluarga Akashi itu tersenyum misterius lalu mengucapkan sebuah mantra kuno dengan tangan yang terulur keatas kepala Midorima.

"O-Oi! Apa yang kau laku-"

Anak tunggal kepala keluarga Midorima itu ambruk tidak sadarkan diri. Kuroko menatap terkejut dengan tangan yang menahan berat tubuh Midorima.

"Tenang saja. Ia akan baik-baik saja. Jika kau ingin ikut bersamaku," sarannya tidak mengenal putus asa.

Kuroko terdiam. Maniknya menatap kearah Midorima yang tidak sadarkan diri. Ia tidak ingin membuat seseorang yang berharga baginya itu terluka hanya karna dirinya. Jika Midorima akan melindunginya. Saat ini, ia harus bisa melindungi Midorima.

Anggukan lemah terlihat semar. Namun dapat membuat seringai di wajah kepala keluarga Akashi itu melebar.

Sebuah mantra kuno kembali terdengar dengan tangan yang berada diatas kepala Midorima. hingga kedua manik itu kembali terbuka. Rasa sakit mulai menghantam di bagian kepalanya.

Dengan cepat. Sang ayah menahan tubuh anaknya. Kuroko menatap kearah kepala keluaraga Midorima dengan tatapan penuh terima kasih.

Berjalan di hadapan mereka. Lalu membalikkan tubuhnya. Senyuman manis menghias wajahnya, membungkukkan tubuhnya tanda terima kasih sebelum menghilang dari pandangan mereka.

Midorima mengulurkan tangannya berusaha menggapai. Namun sakit di kepalanya masih terasa. Hingga tangannya kembali terjatuh lemah.

Ia telah gagal menjaga Kuroko. Sebuah janji telah terlanggar.

"Maafkan aku. Tetsuya,"

.

.

.

.

.

~Your Voice~

.

.

.

.

.

Manik BabyBlue menatap sekeliling dengan tatapan kagum sekaligus ragu. Tubuhnya bersembunyi dibalik seorang yang lebih tua dari dirinya.

"Kali ini. Siapa yang kau bawa? Otou-sama," Tanya seorang anak yang seumuran dengannya dengan tatapan angkuh.

"Bertemanlah dengannya. Ia akan bersamamu mulai saat ini!" perintahnya mutlak yang dibalas dengan desisan kesal, tanda tidak terima.

"Aku tidak tau apa yang kau rencanakan otou-sama. Tapi, aku yakin. Jika ia akan pergi dari rumah ini secepat mungkin. Seperti sebelumnya," balas sosok itu.

Kuroko terdorong ke depan. Dengan ragu, ia membungkukkan tubuhnya dengan senyuman tipis menghias wajahnya.

"Namanya, Kuroko Tetsuya. Ia mengalami Amnesia dan kehilangan suaranya," jelas sang kepala keluarga Akashi tenang.

Kuroko menegakkan tubuhnya lalu menatap kearah sosok yang menatap lekat dirinya.

'Deg'

"Bukankah aku sudah mengatakan padamu. Jika aku akan menemukannya. Seijuurou," ujar sang kepala keluarga Akashi itu bangga pada dirinya sendiri.

Seijuurou mendesis tidak suka.

"Asal Otou-sama tahu saja. Ia sudah meninggal 5 tahun yang lalu," ujar Akashi malas lalu masuk ke dalam kamarnya.

Kepala keluarga Akashi itu menghela napasnya pelan lalu meminta salah satu pelayan untuk menunjukkan kamar Kuroko.

"Ada apa dengan anak itu?"

See You For Next Chapter~

(Maaf jika terjadi kesalahan kata atau typo dalam penulisan cerita)

.

.

.

.

.

Akashi menyandarkan tubuhnya pada belakang pintu kamarnya sambil menutup mulutnya.

'Tes'

Sebuah tetesan air mata lolos dari kedua maniknya. Ia masih tidak percaya dengan sosok yang ditemuinya beberapa saat lalu.

Ia selalu beranggapan jika sosok itu telah tiada sejak kejadian 5 tahun lalu.

"Kaa-san. Apa yang harus aku lakukan? Aku sudah memebencinya karna ia tidak kembali sejak 5 tahun lalu hingga aku mendengar kabar jika ia telah meninggal," lirih Akashi.

Sebuah kilasan terputar kembali. Sebuah perasaan bersalah menghantui dirinya.

"Kuroko Tetsuya. Maafkanku,"

.

.

.