DCMK (c) Aoyama Gosho

Warning : Yandere!Kaito, twincest, AU, yaoi, dll

.

The side you don't know (c) Kyushirou

Part 01

.

Helaian rambut pirang itu bergerak pelan seiring sapuan angin yang berhembus. Bola mata pemilik surai pirang itu menatap langit dengan pandangan kosong. Rambut panjangnya terberai sayu di atas aspal yang kotor. Sejumlah cairan merah yang perlahan mengalir mengotori surai keemasan itu hingga berubah warna menjadi merah darah.

Seorang pemuda yang berada di samping sang gadis yang tergeletak di bawahnya hanya menatap sang gadis datar tanpa ekspresi. Lengan kanannya menggenggam sebuah pisau yang telah berlumuran darah. Iris indigo-nya memperhatikan bekas tusukan tepat di jantung yang terus mengeluarkan darah segar hingga mengotori hampir seluruh baju gadis tanpa nyawa di depannya.

Ya, seperti yang kalian duga. Sosok pemuda brunette itu telah membunuh gadis pirang itu tepat di jantung. Tidak puas dengan satu tusukan, pemuda itu juga menyayat jari-jari korban hingga mengeluarkan darah.

Pemuda itu melirik aspal jalanan di gang gelap itu lalu mundur selangkah. Dirinya tidak ingin sepatunya kotor oleh darah menjijikan gadis tak bernyawa tersebut. Menyimpan pisaunya ke dalam tas. Sang brunette pun menyeret korban tersebut ke dalam sumur di sudut gang. Ketika gadis itu sudah dipastikan tenggelam di sumur, ia pun mengambil sebotol bensin dan menuangkannya lalu melemparkan gasolin hingga sumur itu terbakar.

"Selamat tinggal, gadis jahanam." Pemuda brunette itu pun pergi meninggalkan sumur tersebut dengan wajah tanpa dosa.

Ketika ia membayangkan orang yang paling ia sayangi sudah menunggunya di rumah, ekspresinya berubah riang. Dia mempercepat langkahnya dengan bersenandung riang—mengabaikan kepulan asap atas korban yang telah terbakar hangus di dalam sumur.

Senyuman di wajahnya makin mengembang saat ia melihat pesan masuk di ponselnya. Dengan cepat ia membalas pesan tersebut dan segera berlari untuk bergegas pulang. Ia tidak sabar untuk bertemu saudara kembarnya.

Semua orang yang melihat pemuda brunette itu hanya bisa terkikik geli saat melihat ekspresi riang dan polos dari sang pemuda. Mereka tidak tahu, bahwa dibalik senyuman polos itu tersimpan ekspresi pembunuh yang mematikan.

.

.

.

Matahari hampir terbenam di sebelah barat hingga membuat langit berubah warna. Para burung juga mulai beterbangan ke sarangnya masing-masing untuk istirahat atau sekedar memberi makan anak-anak mereka. Suasana di jalan juga tambah sesak diakibatkan oleh orang-orang yang sibuk untuk pulang ke rumah mereka—meski sebagian dari mereka lebih memilih untuk lembur.

Cuaca yang tadinya cerah pun mendadak mendung dipenuhi awan hingga langit sore yang seharusnya berwarna oranye malah tertutup oleh warna kelabu. Bukan hanya cuaca yang menjadi mendung, angin pun turut ikut berhembus kencang seakan menantang awan kelabu untuk lebih cepat menyebar menutup langit. Bersamaan dengan itu hawa hangat yang tadi dirasakan oleh orang-orang perlahan mendingin—membuat sebagian orang menggigil.

Shinichi nampak duduk di dekat jendela kamarnya sembari menatap langit yang mendung. Ia kemudian melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul lima sore. Jari telunjuknya ia ketuk-ketuk ke atas meja di sampingnya—menandakan bahwa ia sedang menunggu seseorang.

Bola matanya kembali melirik jam dinding dengan wajah kusut dan kembali teralih ke arah jendela di mana dia bisa melihat gerbang rumah mereka. Hatinya tambah risih, seharusnya orang yang ia tunggu itu sudah datang sekitar satu jam yang lalu. Tapi, sampai saat ini saudaranya itu belum menunjukan batang hidungnya.

"Che."

Orang yang Shinichi tunggu itu bernama Kaito. Mereka berdua adalah anak kembar yang berasal dari panti asuhan—yang menjadikan mereka tidak tahu siapa orang tua aslinya. Karena pada dasarnya mereka itu adalah anak kembar, sedari kecil mereka sudah bersama seperti sudah ditakdirkan satu paket. Kemana-mana bersama; bermain bersama; melakukan kejahilan bersama; hingga tidur pun selalu bersama. Maa, meski mereka memang memiliki wajah dan suara yang sama kepribadian mereka berbeda jauh. Ibarat satu detektif dan satu pesulap.

Meskipun kehidupan di panti asuhan tidak terlalu mewah dan selalu sederhana. Keduanya bahagia bisa hidup bersama untuk melengkapi satu sama lain. Sampai pada saat umur mereka menginjak 8 tahun, sebuah keluarga bernama Kudo mengadopsi mereka.

Tinggallah kedua anak kembar itu di dalam keluarga Kudo yang terkenal akan kekayaannya dan pecinta misteri. Untungnya, meski mereka diadopsi. Baik kaito ataupun Shinichi tidak perlu menyandang nama Kudo—entah apa yang ada dipikiran anak berumur delapan tahun itu—yang jelas itu adalah salah satu syarat jika ingin mengadopsi mereka—Yukiko yang mendengarnya langsung ngambek tapi tak bisa melawan keimutan ke dua anak di depannya dan akhirnya menerima permintaan dua bocah kembar itu.

Selama dua tahun mereka tinggal sebagai keluarga hangat—meski Yukiko atau Yuusaku sering pergi karena pekerjaan. Sayangnya, keharmonisan itu tidak cukup lama bertahan. Karena kondisi Yuusaku yang merupakan seorang penulis terkenal, mengharuskan pria berkacamata itu untuk tinggal di luar negeri karena pekerjaan.

Akhirnya, kedua bocah kembar itu pun tinggal di kediaman Kudo hanya berdua selama tujuh tahun lamanya. Awalnya mereka agak kesusahan dalam menyiapkan makanan sehingga harus senantiasa membeli makanan keluar.

Bosan dengan makanan luar, Shinichi pun mencoba memasak sesuatu. Namun, hal yang dilakukannya sangat parah. Shinichi yang kala itu baru berumur 11 tahun, mencoba untuk menggoreng telur. Ia memang tidak merusak benda apapun yang ada di dapur. Hasilnya hanyalah sebuah telur yang berwarna hitam yang di atasnya terdapat kepulan asap. Sudah dipastikan, bahwa Shinichi kurang bisa dalam hal masak-memasak—meski ia jago dalam hal lainnya.

Melihat hasil masakan Shinichi, Kaito pun mencoba untuk membuat goreng telur. Hasil masakan Kaito setidaknya agak bagus dari Shinichi. Telur tersebut tidak hangus, hanya saja rasanya sedikit kurang bumbu—karena Kaito lupa memberikan garam saking fokusnya ke telur agar tidak hangus.

Jadilah mereka menghabiskan tiga tahun dengan makan makanan restoran dan cepat saji—dikarenakan kemampuan memasak mereka yang kurang.

Pada saat umur ke 14. Kaito membeli sebuah buku makanan dan mempraktekkannya. Kali ini, Kaito melakukannya dengan baik dan benar-benar sesuai dengan petunjuk yang ada sehingga masakannya terasa enak dan layak dimakan. Sejak saat itu Kaito pun bertugas untuk memasak makanan yang cukup rumit, sedangkan tugas Shinichi hanyalah memasak makanan yang gampang dibuat dan menyiapkan nasi.

Berbicara soal Kaito, Shinichi kembali mendesah sebal. Sosok periang yang hobi menggodanya itu sudah terlambat dua jam tanpa pemberitahuan apapun padanya. Tak kuat dengan rasa khawatir yang menggerogoti hatinya. Shinichi pun bergegas untuk turun ke bawah mencari saudaranya.

Wajar saja jika Shinichi khawatir, Kaito biasanya selalu memberitahunya jika ia akan pulang terlambat. Dulu, ketika Kaito tak kunjung pulang. Esoknya Shinichi mendapat kabar kalau saudara kembarnya itu ada di rumah sakit karena kecelakaan. Takut jika kasus itu terulang, Shinichi selalu menyuruh kaito untuk mengirim pesan padanya ketika ia terlambat pulang.

Ketika Shinchi membuka pintu rumahnya, ia di sambut oleh sosok kembarannya yang terengah menstabilkan napas.

"Kau kemana saja?" Shinichi memasang mode 'galak' yang dijawab cengiran kembarannya.

"Gomen ne, Shin-chan~ aku tadi membantu teman dulu." Jawab Kaito penuh penyesalan—sambil berharap bahwa aktingnya dapat meluluhkan saudara kembarnya.

Shinichi menghela napas pendek dan membiarkan Kaito masuk. Sejenak ia menghirup bau amis dari tubuh saudaranya. Bau amis bercampur besi layaknya darah. Darah? Apa Kaito terluka? Diamatinya tubuh sang kembaran, namun Shinichi sama sekali tidak menemukan luka apapun. Apakah karena perihal lain?

"Um, Kaito?" nada Shinichi terdengar ragu.

Kaito menoleh dengan polos. "Ya?"

Pemilik iris aqua itu berpikir sejenak dan menggelengkan kepalanya. "Tidak, bukan apa-apa." Shinichi menutup pintu itu dan berjalan mendahului Kaito. "Aku sudah menyiapkan makan siang mu di meja, tapi sebaiknya kau mandi dulu. Baumu aneh." Titahnya pendek dan melenggang pergi ke perpustakaan.

Sebelum Shinichi berjalan menjauh, Kaito menarik kembarannya itu ke pelukannya sambil mencium pipi Shinichi lembut. "Aww~ terima kasih! Kau memang 'istri' yang perhatian~"

Shinichi makin memerah, ia segera melepaskan rangkulan Kaito—yang terasa intim—dan mendeliknya sebal. "Barou! Aku tidak akan pernah bisa menjadi istrimu! Kita kan bersaudara." Protesnya sebal seraya menyentuh pipinya yang tadi dicium Kaito.

Kaito hanya nyengir tanpa dosa dan membiarkan Shinichi berjalan menjauh.

"Ne, Shin-chan!"

Yang terpanggil menghentikan langkahnya dan segera menoleh. Ia memandang Kaito seolah berkata 'apa?'

"Aku dengar tadi kau mendapatkan surat cinta dari seorang gadis yang langsung menyatakan perasaannya padamu." Nada ceria Kaito terdengar aneh di telinga Shinichi, namun pemilik manik azure itu hanya menganggapnya angin lalu.

Shinichi terdiam sejenak untuk berpikir, ia mencoba mengingat kejadian di sekolah tadi. "Ah, aku menolaknya. Lagipula aku tidak begitu tertarik untuk berpacaran." Ujarnya singkat lalu menghilang di balik pintu.

Saat sosok Shinichi tak terlihat lagi di pandangannya, Kaito memandang ruangan di depannya dengan tajam. Meski ia sempat takut bahwa Shinichi menyadari apa yang ia lakukan sehingga memiliki bau tubuh aneh seperti yang telah dia katakan, namun Kaito senang karena kembarannya itu tak menanyakan hal lebih jauh dan memilih untuk mengabaikan spekulasi tajamnya.

Akan tetapi, ketika ia kembali teringat pada sosok gadis yang ia bunuh karena telah berusaha mengambil Shinichi-nya, ia memasang ekspresi psiko. Meski ia percaya kalau Shinichi tidak—ralat belum—tertarik dengan masalah percintaan. Tapi ia berjanji akan selalu menjaga Shinichi-nya dari siapapun.

"Tentu saja Shin-chan menolaknya, karena Shin-chan kan sudah memilikiku." Ia menyeringai sadis dengan ekspresi jahat. "Tapi aku juga tak bisa membiarkan gadis itu yang seenaknya mendekatimu dan menyatakan perasaannya padamu bukan?" lanjutnya seraya memasuki kamar mandi dengan bersenandung riang.

"Makanya, aku akan menghapuskan semua orang yang berani mengambilmu dariku, Shin-chan~"

Kaito memandang kamar mandi yang airnya telah dipanaskan oleh Shinichi lalu terkikik layaknya orang kesetanan. Dirinya membuka ponsel milik Shinichi yang tadi ia bawa dan menemukan sebuah pesan dari seorang gadis kelas sebelah yang menanyakan waktu luang Shinichi.

Ia menyeringai kejam layaknya seorang pembunuh yang tak memiliki perasaan, bola mata biru keunguannya menatap layar ponsel tersebut dengan tajam, lengannya meremas ponsel tersebut dengan keras dengan niat menghancurkannya—namun ia urungkan karena Kaito tidak ingin Shinichi mengomel padanya.

Ya, Shinichi yang manis dan tak mengetahui apapun.

Shinichi yang selalu percaya perkataannya.

Shinichi yang tidak pernah menaruh rasa curiga padanya.

Dan Shinichi yang sangat ia cintai.

"Aah~ sepertinya aku akan menemui gadis ini besok dan bersenang-senang~"

-TBC-

Halo, saia sudah mendapat izin dari Kyuushirou untuk mempublih ff ini di sini...,

Sampai jumpa lain waktu~