Disclaimer : I don't own Yu-Gi-Oh. And I'm sure you've known it.


PROLOGUE



Setelah serangan dari Silent Magician, life point Atem menjadi nol. Yugi jatuh berlutut, air mata mengalir deras di pipinya. Isakan terdengar samar-samar dari mulutnya.

Atem menunduk, poni menutupi kedua matanya. Dalam hati dia bingung. Mengapa partnernya menangis, padahal dia menang? Mengapa dia yang bersujud, padahal Atemlah yang kalah?

Dia berjalan menghampiri Yugi, tatapannya keras memandang Yugi yang berlutut.

"Aku yang kalah, partner. Bangun! Kau menang! Kenapa kau menangis? Kalau aku itu kau, aku tak akan menangis."

Yugi menggelengkan kepalanya. "Itu karena aku lemah. Aku ingin menjadi kuat, sepertimu. Aku selalu ingin menjadi sepertimu."

"Tapi, kau tidak lemah." Atem menarik Yugi berdiri dan kedua tangannya memegang bahunya. "Kau memiliki kekuatan yang tak akan pernah bisa dikalahkan siapapun ; kebaikan. Aku mempelajari hal itu darimu, partner. Keputusanmu untuk menerima ritual ini membantuku membuat keputusan yang tepat."

"Diriku yang lain..."

"Bukan, aku bukan lagi dirimu yang lain. Kau orang lain. Kau adalah satu-satunya Yugi Mutou di duniamu dan akan selalu begitu. Tak seorang pun mengambilnya darimu."

Air mata perlahan mengalir dari bola mata berwarna merah milik Atem. Mereka berdua tersenyum, sementara tubuh mereka semakin mendekat satu sama lain sampai akhirnya pelukan antara mereka berdua terjadi.

"Sekarang, waktunya membuka gerbang dan mengembalikan arwah Pharaoh yang telah hidup di dunia ini selama 3000 tahun." Suara Isis memisahkan dua lelaki yang jatuh dalam kesedihan.

"Arwah Pharaoh! Sebutkan namamu!"

Atem menatap Yugi, sebelum dia mengangkat cartouch dan meneriakkan namanya.

"ATEM!!"

Mata udjat bersinar. Gerbang perlahan terbuka, cahaya terang menyinari ruang gelap di tempat ritual itu.

Atem melirik Yugi untuk terakhir kalinya. Dia berjalan menuju cahaya itu... cahaya di mana seluruh keluarga dan rakyatnya menunggu. Pakaian yang dikenakannya berubah menjadi pakaian kerajaan yang dia gunakan saat masih menjadi Pharaoh.

Pintu gerbang menuju alam barzah menutup seiring tubuh Atem lenyap bersama cahaya, meninggalkan segalanya...

...teman-temannya...

...persahabatan...

...dan partnernya dalam ruang ritual yang gelap dan dingin.

****************************************

"...raoh... Pharaoh..." Suara menggema memanggil dalam kegelapan yang menyelimuti pikirannya.

Siapa yang memanggilnya itu? Suara yang berat, tetapi sangat menenangkan.

"PHARAOH!!!"

"A-apa?!" Atem tersentak, menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari suara yang telah menyadarkannya dari dunia imajinasi. Mata merahnya kemudian melihat penasihatnya, Simon, mendelik berbahaya ke arahnya.

"Ka-kakek?" gumam Atem dengan mata lebar.

"Ap-!! Saya bukan kakek anda, Pharaoh! Saya Simon, penasihat anda!"

Wajah bahagianya perlahan memudar. "Oh... maaf, Simon..." gumam Atem, menunduk kecewa. Sesaat dia berpikir bahwa dia berada di Domino bersama partner, hal itu membuatnya sangat senang. tapi, ternyata itu hanyalah bunga tidur.

'Pharaoh...' Mahaad menatap Pharaohnya dengan simpati. Dia merasakan kesedihan yang mendalam melanda diri Atem. Pharaohnya tidak mengatakan apa-apa, tapi dia tahu... dia tahu bahwa Atem sangat merindukan kehidupannya di Domino. Kehidupan bersama teman-temannya... bersama partnernya.

Dia telah membicarakan hal ini pada lima pendeta lainnya. Tapi, mereka tak bisa berbuat apapun. Dunia mereka berbeda. Mahaad telah memohon pada dewa mengenai dilema Atem, tapi dia tidak tahu apakah dewa akan mengabulkannya atau tidak.

Seberkas cahaya menyilaukan dari atas membuyarkan lamunannya. Tangannya menutup mata, berusaha melindungi matanya dari kesilauan.

Cahaya itu perlahan berputar dan pecah berkeping-keping seperti kaca. Sesosok phoenix mengibaskan sayapnya di tengah-tengah serpihan cahaya itu.

Melihat itu, semua – termasuk Pharaoh – bersujud, menyampaikan hormat.

"RA, dewa kami. Ada apa kiranya datang kemari?" tanya Atem, penuh hormat.

"Atem, anakku."

Atem merengut. Apa yang diinginkan dewa darinya?

"Berdirilah, anakku."

Mendengar perintah RA, Pharaoh muda itu berdiri. Kepalanya menunduk, menandakan hormat yang teramat dalam terhadap dewa.

"Aku ingin bertanya padamu." Suara RA menggema di seluruh ruangan. "Apa kau menyesal telah memilih datang kemari?"

Menyesal? Kali ini Atem menatap RA lurus di matanya. Seyum masam, bahkan sedih, tersungging di bibirnya sementara dia menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kenapa hamba harus menyesal? Hamba sangat bahagia berada di sini. Keluarga dan teman hamba berada di sini. Kenapa hamba harus menyesali kebahagiaan ini?"

"Kota Domino..." Ucapan RA membuat Atem berkedut. "Aku tahu kau sangat merindukan mereka. Teman-temanmu... keluargamu... dan juga...

...dirimu yang lain."

Tubuh Atem bergetar. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Kepalanya menunduk, poni menutupi matanya. "Hamba tidak bisa berbohong, hamba memang sangat merindukan mereka. Tetapi, semua ini telah terjadi. Dan hamba yakin, mereka cukup kuat untuk melalui semua ini."

Suara RA melembut. "Bagaimana jika aku mengatakan bahwa kau salah?"

Suara isakan dan tangisan tiba-tiba menggema dalam kepala Atem. Tidak masalah seberapa dia berusaha menghilangkannya, dia merasakan tekanan yang tidak biasa di dadanya.

"Begitu gelap tanpamu..."

Atem memejamkan matanya erat. Suara ini sangat dia kenali.

"Aibou..." bisiknya sangat lembut.

"Jangan tinggalkan aku!"

Tak tahan atas tangisan yang memilukan itu, Atem menggertakkan giginya sampai terasa sakit.

"Kepergianmu telah lebih dari melukai Yugi. Dia memang belum mengetahuinya, tetapi kehilanganmu... telah membunuhnya secara perlahan..." kata RA. "Kau orang pertama selain keluarganya yang menerimanya. Kau telah menjadi alasannya untuk ada di dunia. Tidak masalah apa yang terjadi, dia membutuhkanmu." Kata-kata itu membuat Atem merasakan sakit yang menusuk di hatinya. "Tanpa dia sadari, dengan perlahan dia melangkah ke dalam kegelapan."

Mata Atem melebar. "Kau bohong..." gumamnya, melupakan dengan siapa dia berbicara.

"Kenapa aku harus berbohong?"

"Kenapa kau meninggalkanku?!"

Matanya menerawang lagi, gertakan giginya lebih keras dari sebelumnya.

Dia tak memiliki alasan untuk hidup lagi. Dia telah memutuskannya,dan tak akan menarik keputusannya itu.

Tapi...

"Kumohon!! Jangan tinggalkan aku dalam kegelapan!"

Atem menghela nafas, matanya berkilat. Air mata mengalir di pipinya. "Aku..." Bayangan wajah Yugi terlintas di pikirannya. "Aku ingin kembali, aku harus. Jika kau bisa, kumohon..." Dia menelan ludah dengan berat, pintaan itu terasa hambar dan asing di mulutnya.

"Apa itu permintaan egois yang kudengar?"

Dia berkedip, bingung dan terkejut. Apa dia benar-benar melakukan hal ini demi keegoisannya semata? Dia menoleh ke arah yang lain dan melihat keluarga dan para pendeta tersenyum padanya, seakan mereka siap menerima apapun keputusannya.

"Ya." Suaranya kuat dan tanpa ragu. "Aku ingin kembali, demi diriku... dan juga dirinya..."

"Begitukah?" Suara RA terdengar lembut, tetapi juga nakal. "Jika begitu, aku memberikanmu waktu untuk memperbaiki segalanya. Yakinlah bahwa kau tak akan kembali dengan penyesalan lagi, aku tak akan memberimu kesempatan ke tiga."

Mendengar ini, wajah Atem perlahan terangkat. Senyum bahagia perlahan tersungging di bibirnya.

"Tapi..." Senyum Atem memudar. "hanya sampai bulan merah berikutnya."

Atem merengut, perasaan tidak puas menyelimutinya. "Setahun?"

"Ya. Setahun, tak kurang dan tak lebih."

Mata Atem menerawang sementara tangannya terkepal. Tak masalah seberapa kecewanya dia, dewa telah berbaik hati memberikan kehidupan sekali lagi padanya. "Terima kasih."

"Tidak masalah. Nah, sekarang..." Tubuh RA perlahan diselimuti cahaya. "Aku tahu kau sangat menginginkan sesuatu sejak tiga ribu tahun lalu, walau mungkin kau telah melupakannya. Itulah mengapa kau akan kukembalikan dengan beberapa... perubahan jadi kau bisa mencapai keinginganmu itu selama kesempatan hidupmu."

Perubahan? Atem bingung mengenai hal ini, tetapi sebelum dia sempat bertanya... RA menghilang.

Dan segalanya menjadi gelap.

TBC...

A/N : Fic pertama Yu-Gi-Oh fandom...

Maaf, bila jelek dan tidak dimengerti.

Bagi pembenci yaoi, tenang saja... ini bukan fic yaoi.

Please review, if don't mind.

With crimson camelia,

-

Scarlet Natsume.