Chapter 1 – Dream at The Dawn


Summary

Sebelum Yona terbangun di pagi hari, ia mendapat mimpi tentang dirinya di masa kecil yang diminta berjanji pada ibunya. Sayangnya, sebelum ia mengingat semuanya, ia terlanjur bangun karena di pagi hari, ia harus menghadang para pasukan dari Kekaisaran Kai Selatan. Sementara itu, Soo Won yang masih harus berurusan dengan kerajaan Xing melihat mimpi buruk karena peristiwa yang baru-baru ini terjadi.


Yona yang saat itu masih kecil, melihat ibunya datang menghampirinya dan tersenyum dengan lembut.

Ibunya berkata "Yona, berjanjilah pada ibu, bahwa kau akan menjadi wanita terhebat di kerajaan Kouka ini...".

Yona yang masih kecil tak mengerti, apa yang membuat ibunya saat itu memintanya berjanji, tapi hanya satu hal yang terpikir olehnya untuk ia tanyakan kepada ibunya "tapi bagaimana caranya aku bisa menjadi wanita terhebat, ibunda?".

Ibunya tersenyum dan menempelkan jari telunjuknya di bibirnya "hm, pertama-tama...".

Belum tuntas Yona tahu apa yang dikatakan oleh ibunya, terdengar suara seseorang berusaha membangunkannya "na... Yona? Yona~".

Yona mengerjapkan matanya berkali-kali sampai ia sadar sepenuhnya, dan ia baru sadar kalau ia sampai menangis saat ia duduk "...Yun?".

Yun menatapnya cemas "kenapa? kau mimpi buruk?".

Yona menggelengkan kepala dan menyeka air matanya "oh, ini... bukan kok, aku memimpikan masa kecilku, bicara dan bertemu mendiang ibuku...".

Terdengar suara Hak memanggil dari luar, sehingga Yona dan Yun bergegas keluar tenda. Di saat fajar menyingsing, Yona berdiri di tepi tebing dan menatap ke bawah dimana para pasukan Kekaisaran Kai tengah memasuki wilayah suku bumi, teman-temannya berdiri di belakangnya, menunggu perintah dari sang putri. Angin pagi berhembus, menyusuri pori-pori kulit yang kini terasa begitu dingin.

Hak maju selangkah mendekati Yona "sudah saatnya kita pergi, tuan putri Yona...".

Yona mengangguk dan menutup mata sesaat, hembusan napasnya terlihat putih saat ia membuka mata kembali "disini dingin sekali, ya...".

Hak menundukkan kepala dan menutup mata "karena kita berada di perbatasan dekat gunung...".

Yona menatap langit, sesaat teringat pada masa lalunya, saat ia tidak tahu kalau di luar kastil Hiryuu terasa sedingin ini. Serangan mendadak pertama dilakukan oleh Jae Ha, disusul Kija, Hak dan Shina. Yona yang ada di atas tebing memanah para prajurit Kekaisaran Kai, Yun memantau keadaan dan Zeno memegang perisai untuk melindungi Yona.


Hak yang menggandeng tangan Yona dan hendak bergegas lari dari tempat itu tak bisa bergerak sama sekali akibat benang baja yang mengikatnya dengan menembus dan menahan beberapa bagian tubuhnya.

Terlihat Hak tak bisa menghindari tusukan pedang Soo Won

Darah Hak yang muncrat menempel pada wajah Yona membuat Yona yang terbelalak sambil menutupi mulutnya "HAK!?".

Seolah tak cukup sampai disitu, 'musuh' mereka membuat Soo Won berpindah tempat ke depan Hak sehingga pedang Soo Won menancap di tubuh Hak.

Soo Won menghampiri Yona yang terus berusaha menyadarkan Hak sambil memeluk Hak, diam terpaku di tempat saat melihat Yona memanggil Hak yang tak sadarkan diri dengan tubuh bersimbah darah sambil menangis. Soo Won tak bisa menggerakkan tubuhnya, hanya bisa diam berdiri sambil menggenggam sebilah pedang yang meneteskan darah ke tanah dengan sorot mata yang dingin seolah tanpa emosi akibat shock.

Sambil mendekap Hak yang terkujur di hadapannya dengan darah di sekujur tubuhnya dalam kondisi tak sadarkan diri, Yona berusaha menyadarkan Hak dan menepuk wajah Hak berkali-kali "Hak, cepat bangun?! buka matamu?! bukankah sudah kubilang... aku takkan pernah memaafkanmu jika kau seenaknya mati mendahuluiku?! kau bilang kau takkan mati, kan? jangan membuatku membencimu... kumohon, buka matamu, Hak?! HAK?!".

Ketika beberapa kali

"Yona, sudahlah..." ujar Lily yang memeluk Yona dari belakang sambil menangis, ia bisa ikut merasakan sakitnya.

"tidak mau... lepaskan!?" sahut Yona berontak saat Lily dan Jae Ha menahannya ketika jasad Hak hendak dibawa.

Melihat Yona menangis dengan sorot mata yang kosong sambil mendekap Hak membuat Soo Won teringat seperti saat ia melihat Yona yang menangis akibat kehilangan ayah kandungnya yang mati terbunuh di tangan Soo Won "aku percaya padamu, Hak... jika itu kau, kau pasti akan menjaga Yona mati-matian sampai titik darah penghabisanmu... tapi kenapa, kenapa kau malah mati secepat ini?".

"kenapa? bukankah kau juga ingin membunuhku? yang berikutnya, akan kubunuh dia... itulah yang kau janjikan pada Joo Doh, kan?" gumam Hak yang berdiri di belakang Soo Won.

"bukan..." sahut Soo Won menengok ke belakang sambil menundukkan kepala.

"percuma menyangkal, karena pada akhirnya kita sama... sama sepertiku yang membencimu dan selalu ingin membunuhmu sejak kau khianati kami malam itu... bukankah kau juga ingin membunuhku? yang berbeda hanyalah aku melakukan ini semua karena tuan putri dan karena pengkhianatanmu pada kami berdua sedangkan kau melakukan ini semua demi dirimu sendiri... karena aku terlalu berbahaya untuk kau biarkan hidup...".

Soo Won mendongak, teriakannya terdengar bergetar "salah?! Aku tak pernah mengharapkan ini terjadi?!".

"pembohong... kau menghunuskan pedangmu padaku, itu adalah bukti bahwa kau juga berniat membunuhku sejak awal..." ujar Hak menunjuk ke depan.

Soo Won terkejut melihat pedang berlumuran darah di tangan kanannya, tangan kirinya kini berlumuran darah Hak.

"bukankah kau ingin membunuhku, Soo Won?" ujar Hak tanpa ekspresi, darah mengucur dari kepalanya "setelah aku mati, tak ada lagi yang akan membahayakanmu...".

Bayangan Hak berganti dengan bayangan Yona.

Terlihat Yona menangis dengan pedang milik Soo Won tertancap di dadanya "kenapa kau tak membunuhku sekalian malam itu? kau ambil semuanya dariku, bahkan Hak... sama saja kau membunuhku perlahan-lahan...".

Ketika tubuh Yona terjatuh ke depan, Soo Won menangkapnya sehingga tubuh Yona terjatuh di dekapannya, Soo Won melihat kedua telapak tangannya yang berlumur darah "merah... warna merah itu makin meluas... disertai bau darah... kurasakan dinginnya tubuhnya...".


Soo Won terbangun, keringat membasahi tubuhnya.

"mimpi..." pikir Soo Won menghela napas lega sambil menyampirkan rambutnya ke belakang dan memegangi dahinya.

"mohon maaf karena mengganggu waktu istirahat anda, tapi rombongan dari kerajaan Xing sudah terlihat..." ujar Keishuk yang memasuki kamar dan memberi salam, lalu mendongak dan kembali bertanya "yang mulia? anda baik-baik saja? wajah anda pucat sekali".

"tak apa, perdana menteri Keishuk..." ujar Soo Won beranjak dari ranjang dan bersiap.