Bocah

Disclaimer: Saya hanya meminjam nama mereka. Saya tidak punya apapun kecuali jalan cerita.

Warning: Typo(s), Tidak suka, jangan baca (simple bukan), Pelampiasan terhadap dunia nyata, ide cerita pasaran, jika ada kesamaan jalan cerita, itu bukan suatu unsur yang disengaja. Pemilihan genre yang ngawur. warning bisa bertambah seiring waktu ehem. DLL

Happy Reading

Televisi di ruang tengah itu menyala. Menapilkan kakak cantik yang rapi, sedang menjelaskan tentang cuaca untuk hari ini. Aroma teh earl gray menyeruak dari ruangan itu. Asapnya masih mengepul, menandakan belum lama dibuat. Kyungsoo laki-laki 21 tahun itu masih berkutat dengan kertas-kertas yang dia pilah pilah untuk dimasukkan ke dalam map dengan warna yang berbeda, sebelum memasukkannnya kedalam tas ransel hitamnya.

Hari sudah pagi, seharusnya matahari telah membumbung tinggi, memancarkan sinarnya yang hangat. Namun nyatanya sinarnya terhalang awan kelabu disana. Kakak cantik yang ada di televisi itu terus saja menenkankan bahwa hujan akan mengguyur sepanjang hari, tapi tak begitu dihiraukan oleh lelaki itu.

Kyungsoo terdiam sejenak, terdapat kantung mata dibawah mata bulatnya. Dia lelah. Tentu saja, statusnya yang sebagai mahasiswa sastra membuatnya harus banyak banyak membaca berbagai macam literatur sampai malam untuk setiap mata kuliahnya.

Dan sekarang dia melihat kearah jam yang menggantung di dinding dekat televisinya yang menyala. Sudah waktunya untuk memulai rutinitasnya yang melelahkan.

Tanpa berniat menyentuh teh-nya, dia mengambil jaketnya, dan menggendong tas punggungnya yang terlihat berat itu. Dia menuruni tangga menuju lantai dasar. Lift yang tak lagi beroprasi membuat Kyungsoo rela menuruni tangga besi yang mulai berkarat, dan berderit disetiap langkah yang diambilnya.

Dia tak peduli, dia harus cepat. Cepat kekampusnya, mendengarkan ceramah panjang dosennya, menyerahkan tugasnya, pergi ke kantin, makan, masuk ke perpustakaan, meminjam beberapa buku tebal dari sana sebagai referensi rekomendasi dari dosen, dan dia yakin tidak mudah menemukan apa yang dimaksudkan oleh dosen-dosen itu, kemudian pulang, maka berakhirlah harinya yang melelahkan dan monoton itu. Ya cepatlah berlalu, dan cepat berakhirlah harinya yang melelahkan.

Dia berjalan cepat menuju halte bis yang tak jauh dari tempat tinggal sementaranya. Kyungsoo harus rela meninggalkan rumah dan hidup sendiri di kota besar itu, memulai hidup mandiri dan belajar menjadi orang dewasa.

Belum genap dua menit Kyungsoo berdiri di halte bersamaan dengan orang-orang terlihat sibuk itu, karena sesekali mendelik kearah jam tangan mereka dan berdecih. Hujan turun dengan deras dan tanpa aba-aba. Kyungsoo semakin menurunkan pundaknya, dia menghela nafas kecewa. Oh salahkan dirinnya sendiri, bukankah dia sudah di peringatkan tadi.

Dan beberapa menit kemudian, sebuah bis tiba, dan lagi dia naik berdesak-desakan dengan orang-orang sibuk itu. Berkali-kali menggumamkan kata maaf, dan berakhir berdiri dengan menggenggam pegangan diatasnya.


Waktu berlalu lamban bagi Kyungsoo. Sekarang dia sudah duduk di salah satu tempat di katin kampusnya, dengan mengehela nafas lelah.

"Soo-ya kantung matamu semakin hitam saja."

Jongdae, kawannya dari fakultas seni menghampirinya, duduk dihadapannya dengan senyum yang selalu sama setiap bertemu, terlalu cerah. Kyungsoo tak berniat membalas perkatakaan memberi isyarat pada anak penjaga kantin untuk segera membawakan pesanannya.

Kyungsoo mulai menyuapkan makanannya, saat makanan Jongdae datang. Menikmati makan siang yang dirangkap sebagai sarapannya, mengetahui dia tak sempat sarapan tadi, bahkan belum sempat menyentuh tehnya tadi. Jongdae masih sibuk dengan lambaian tangan teman-temannya.

"Nah Soo-ya aku ingin mengatakan sesuatu padamu." Jongdae membuat Kyungsoo mengalihkan perhatiannya dari makanannya. Jongdae melirik kearah gerombolan gadis yang sedang bercanda di salalah satu meja.

" Salah satu gadis disana itu seniorku, dia sedang aktif, kau diincar seniorku."

Kyungsoo tersedak makanannya, dan buru-buru meminum minumannya. Sementara Jongdae tertawa membahana. Kyungsoo seharusnya sudah menyadari hal ini

Oh ini tidak dihitung di jadwal hari yang sibuk miliknya. Ya di lupa menambahkan seharunya. Digoda oleh si Troll Jongdae sampai tersedak. Dan harinya akan sempurna.

"Bercandamu sangat lucu Kim Jongdae-ssi."

"Oh tentu, terima kasih."

Dan dimulailah cerita panjang lebar seorang Jongdae, sementara Kyungsoo menjadi pendengar yang baik. Hujan masih saja turun dengan deras dan tanpa ampun. Dan entah apa yang akan dilakukannya untuk pulang kerumahnya. Tidak belum kerumah, pertanyaannya bagaimana dia pergi ke halte dekat kampusnya, apa dia harus menerjang hujan lagi seperti tadi pagi? Ah tidak, dia beruntung pagi tadi. Kris begitu orang kampus memanggilnya, membocenginya dengan mobilnya yang mewah, sehingga dia tak perlu berbasah-basah. Dia hanya berharap ada orang baik lagi selain Kris yang akan memboncenginya lagi.


Jam menunjukkan pukul enam petang, dan hujan masih setia mengguyur kota itu. Kyungsoo mengeratkan jaket dan membenahi tas punggungnya yang ternyata semakin berat, ditambah buku-buku literatur itu. Sepertinya tidak akan ada orang baik macam Kris layaknya yang dia harapakan. Baiklah, tak ada siapapun yang dikenali olehnya kecuali penjaga perpustakaan yang duduk dengan kacamata tebal, menggantung di hidungnya.

"Tuan Do, masih belum pulang?" nona penjaga perpustakaan akhirnya mengangkat wajahnya, menyadari Kyungsoo yang sedari tadi hanya berdiri dekat pintu tanpa berniat membukanya.

"Kurasa hujannya tidak akan reda dalam waktu dekat, Apa kau terburu-buru?"Lanjutnya, sadar juga gelagat Kyungsoo yang gelisah .

"Ah ma-maaf, iya," Jawab Kyungsoo, ya tentu saja dia sedang terburu-buru, terburu-buru untuk segera pulang, menikmati ranjangnya dan bergelung dengan selimutnya, dengan secangkir coklat panas, oh ya dia sedang terburu-buru lepas dari hari-harinya yang melelahkan, dan menuju akhir pekan yang menenangkan. Ya mengetahui besok adalah akhir pekan.

Penjaga perpustakaan itu merogoh kearah loker dibawah mejanya, mengeluarkan payung berwarna bening.

"Gunakan ini, kau tak membawanyakan? Ini milik anggota perpustakaan, kau bisa menggunakannya." Ujarnya kalem. Kyungsoo mengerjapkan mata bulatnya. Raut mukanya sepeprti mengatakan 'benarkah tidak apa-apa?' dan si penjaga perpustakaan itu mengangguk seraya tersenyum lembut. Kyungsoo tersenyum tulus. Dia menampik pikirannya bahwa sudah tidak ada orang baik disekitarnya sekarang ini, ya dia salah.

Kyungsoo menerima tawaran si pustakawan, dia meraih payung yang di tawarkan kepadanya. Dia membungkuk sebelum mengucapkan terima kasih, mengatakan akan mengembalikan payungnya besok, dan berlalu pergi.

Hujan memang tak selebat tadi siang. Kyungsoo melangkahkan kakinya hati-hati, mengetahui jalanan basah dan cukup licin, sesekali menghindari genangan air di jalannya. Dia sampai di halte, tak membutuhkan waktu yang lama, bisnya datang. Tak seramai seperti tadi pagi, jadi Kyungsoo masih mendapat bangku di dalam busnya meski harus berhimpitan dengan seorang lelaki paruh baya, yang terkantuk kantuk, dan seorang wanita tua yang mengoceh tentang menantunya dan semacamnya.


Kyungsoo turun dari bisnya, membuka kembali payungnya dan berjalan di trotoar yang mulai sepi. Aroma dari kaldu ramyun membuat perutnya meronta. Dilihatnya kedai yang menawarkan kehangatan di seberang jalan. Dan ya mungkin semangkuk ramyun hangat tak masalah.

Setelah dipastikan jalanan sepi kendaraan, dia menyebrang, menuju kedai itu. Dia disambut pelayannnya yang ramah, kedainya nampak ramai, dilihat dari jumlah orang yang menimkati ramyun mereka disini.

Setelah ditunjukkan meja kosong oleh si pelayan, Kyungsoo duduk dan menunggu pesanannnya datang, tak seberapa lama, pesanannya datang. Dan dia menikmati makanannya dengan khidmad.

Ya mungkin setelah ini dia akan melepaskan semua lelahnya, dia akan tidur, tidak, dia akan mandi dulu, kemudian tidur, dan menemukan dirinya terbangun ketika matahari telah membumbung tinggi, ya ya dia akan menikmati akhir pekannya dengan bermalas-malasan. Hei jarang sekali seorang Do Kyungsoo menikmati hari liburnya dengan bermalas-malasan, selalu saja ada yang dia kerjakan, tidak ada habisnya. Dan untuk hari libur kali ini, dia memutuskan untuk menjadi normal, layaknya pemuda single seumurannya di akhir pekan.

Kyungsoo telah menghabiskan makanannya, dia duduk berrsandar sebentar, memanggil pelayan, dan membayar tagihannya. Saat dia bangkit dan melihat sekelilinya, dia baru sadar kedai kecil ini semakin ramai pengunjung, pelayannya nampak kewalahan meangani pesanan para pelanggannya.

Salah satu pelayan yang menangani pelanggan ruwet berjalan mundur, menangani setiap meja yang dilewatinya,membawa mangkuk ramyun utuh di nampan yang dia bawa. Dan ketika dia berbalik, dia tak melihat Kyungsoo yang berjalan dibelakangnya, hanya dalam hitungan detik, isi ramyun itu telah berpindah ke tubuh Kyungsoo, menodai jaketnya.

Si pelayan, membelalakkan matanya kaget, tak henti-hentinya dia mengucapkan kata maaf, seraya memunguti helai-helai mie yang jatuh di lantai dan mangkuknya. Kyungsoo menenangkan si pelayan yang masih saja mengucapkan kata maaf, dengan mengatakan dia tidak apa-apa dan segera meninggalkan kedai. Di rasanya rasa bersalah si pelayan mengurang, Kyungsoo melangkahkan kakinya lagi, membuka kembali payungnya dan bergegas menuju rumahnya.

Tinggal beberapa blok lagi menuju rumahnya, langkahnya terhenti, seseorang menabranya dari belakang. Kyungsoo menoleh dengan pelan layaknya engsel yang kurang oli, ditemukannya seorang bocah kini memegangi ujung jaketnya. Manik bocah itu menatap kearah Kyungsoo. Kyungsoo mengedarkan pandangannya, mencari sosok lain, mungkin orang tua si bocah atau saudara si bocah yang merasa kehilangan. Tapi nihil, dia tak menemukan siapapun dewasa, kecuali dirinya dan si bocah yang basah.

"Tu-Tuan.." Si bocah mengeluarkan suara, Kyungsoo masih diam menunggu, dengan mata yang diliputi keterkejutan yang luar biasa. Dan membulat sempurna.

"Baumu.." kalimat si bocah menggantung, dan Kyungsoo masih bertahan dengan ekspresinya sebelumnya, dia masih menunggu.

"…membuatku lapar," Kyungsoo tersentak, kemudian tangannya yang bebas menyentuh bagian dadanya yang terkena kaldu ramyun tadi. Si bocah masih menatap Kyungsoo. Sekarang Kyungsoo berbalik kemudian berjongkok, menyamakan tinggi dengan si bocah.

"Dimana orang tuamu?" Tanya Kyungsoo, si bocah menggeleng.

"Kau sendiri?" Lagi, si Bocah mengangguk. Tubuhnya yang kecil di balut dengan piayama tipis, basah pula.

"Dimana rumahmu?" si bocah menggeleng lagi. Oh ya sebenarnya masih banyak pertanyaan untuk si bocah, namun Kyungsoo tak tega membiarkan si bocah yang basah ini semakin kedinginan apalagi dia mengaku lapar.

"Ba-baiklah, untuk sementara, kau mau ikut denganku?" Kyungsoo memberi tawaran, mata si bocah berbinar, meski bibirnya tak menyunggingkan senyum. Oh sungguh bukan bocah yang manis.


Dan disinilah mereka, di apartemen kecil namun nyaman bagi Kyungsoo. Kyungsoo sekali lagi memperhatikan bocah yang masih saja memegang kelingkingnya, tangan mungilnya dingin. Kyungsoo meminta si bocah untuk menunggu sementara dirinya masuk dan mencarikan handuk dan pakaian kering yang kiranya seukuran dengan si bocah.

Beberapa saat kemudian, si bocah sudah berganti pakaian, pakaian yang kebesaran, sehingga memperlihatkan pundaknya yang kecil. Itu ukuran yang paling kecil yang dia punya.

"Kau laparkan? Aku hanya punya ramyun instan, makanlah,"

Si bocah mengangguk, dan memakan Ramyun instan yang telah dibuatkan untuknya. Kyungsoo terdiam, dia memperhatikan bocah yang sedang menikmati ramyunnya dengan lahap. Tangan kirinya menompang dagunya, dia perhatikan sekali lagi si bocah, bocah dengan rambut hitam namun sedikit kusam dan acak-acakan, kulitnya sedikit gelap, matanya mempunyai tatapan tajam, meski masih sekecil ini.

"Terima kasih," Dua kata itu membuyarkan lamunan Kyungsoo. Kyuungsoo berdehem.

"Jadi, siapa namamu?"

"K-kai," bocah itu menjawab ragu. Kyungsoo mengangguk.

"Kai? Kai siapa?"

"Hanya Kai,"

"Baiklah hanya Kai, apa yang membuatmu hujan lebat seperti ini berada di luar? Dimana rumahmu?"

"Ti-tidak punya," ragu lagi, suaranya menunjukkan keraguan dan sedikit rasa takut. Sekali lagi Kyungsoo menganggukkan kepalanya, dia tidak tahu bagaimana menghadapi seorang bocah.

"Sudah berapa lama kau berada di luar?"

"Ti-tidak tahu,"

"Lalu dimana kau akan tinggal setelah ini?"

"Tidak tahu, mu-mungkin kembali ke jalan lagi." Nadanya terdengar takut.

Kyungsoo menghela nafas, tidak mungkin dengan segala keengganannya dia tega mengembalikan si bocah kejalanan lagi. Dan perbincangan mereka berlanjut, dengan pertanyaan pertanyaan singkat dari Kyungsoo. Ya meski tak banyak yang bisa diambil dari keterangan si bocah, karena sebagian besar jawaban adalah 'tidak tahu'.

"Baiklah, untuk sementara, kau boleh tinggal disini,kalau kau mau," Kyungsoo memberi penawaran, kembali, mata tajam si bocah berbinar, namun sekarang si bocah menampilkan senyum bahagia.

"Terima kasih, tuan.."

"Namaku Kyungsoo, Do Kyungsoo,"

"Kyungsoo— hyung?"

"Itu terdengar lebih baik,"

Dan berakhirlah hari-hari melelahkan seorang Do Kyungsoo, dengan seorang bocah yang dia temukan kelaparan dan basah di tengah jalan dan akan mengisi akhir pekannya, rencananya untuk bermalas-malasan ternyata tak pernah direstui.


Bersambung

AN: Halo salam kenal sebeblumnya ini Fict pertama saya di fandom ini. Ehem! Jadi bagaimana menurut teman semua? Yah saya yakin, saya masih banyak kesalahan, jadi mohon koreksinya ya teman. Love you…

Smile with light Arumighty