Ia mempercepat langkahnya.

Dinding putih dengan jendela-jendela raksasa setinggi langit-langit yang berhiaskan tirai putih transparan tidak sekali pun menarik perhatiannya. Kedua mata peridot itu hanya terfokus pada ujung lorong yang kini ditelusurinya dengan sebuah urgensi yang amat sangat.

Orang-orang berpakaian parlente yang berkeliaran dalam lorong yang sama melirik sosoknya yang kini hampir dapat dikatakan berlari sebelum kembali menekuni kegiatan mereka sebelumnya—berjalan pergi atau menatap keluar jendela untuk bertanya-tanya apa arti hidup.

Ia menavigasi langkahnya dan berbelok ke lorong yang lain. Tudung jaketnya jatuh ke punggung, menampakkan surai keemasan yang menarik lebih banyak mata untuk memandangnya—menatap sosoknya yang sudah lama berlari. Ia mendecakkan lidahnya ketika merasakan banyak tatapan menusuk punggungnya dalam kekuatan tembus pandang.

Inilah mengapa ia benci dipanggil ketika dirinya sedang berada di halaman bagian utara, melatih keahliannya menembak dalam jarak jauh yang masih belum juga sempurna, karena ia harus menembus hampir satu mansion hanya untuk kembali ke tempat mereka memanggilnya.

Alasan lain mengapa Yamanbagiri Kunihiro benci dipanggil ketika dirinya sedang berada di halaman bagian utara mansion Mezzaluna adalah, biasanya ia dipanggil untuk bekerja. Dan pekerjaannya, sebut saja, bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

Ah, tapi tidak ada pekerjaan yang menyenangkan dalam dunia mafia, iya kan?

.

.

La Nostra Spada belong to Azureinne Karale

Touken Ranbu belong to DMMゲームズ/Nitroplus

An alternate universe fanfiction with typo(s), mentions of blood, suicides, homicide, and possibly out of character story.

Read at your own risk.

.

.

"Ah, kau orang terakhir, kan?"

Yamanbagiri mengatur napasnya yang tidak beraturan sebelum mengangguk cepat untuk mengiyakan. Menaikkan kembali tudung jaketnya ketika mata semua orang yang ada di dalam ruangan itu memperhatikan sosoknya yang berdiri di depan pintu ganda yang terbuka.

"Baiklah, kalau begitu, semuanya lengkap," pemuda dengan rambut hijau tua yang menutupi salah satu matanya itu berkata lagi—Nikkari Aoe, Yamanbagiri baru dapat mengingat namanya setelah beberapa saat—dan mengangguk singkat. Senyumannya, yang terus-terang saja membuat Yamanbagiri ingin meninju sesuatu saking mengesalkannya, terkembang lagi.

Semua orang di dalam ruangan itu, jumlahnya enam, termasuk Yamanbagiri, mengangguk.

Mereka semua kemudian bergerak keluar dari ruangan. Yamanbagiri sesungguhnya tidak tahu apa yang akan mereka lakukan, namun toh, pekerjaan mereka—pekerjaannya, hanya ada tiga jenis, jadi mungkin mereka akan melakukan satu dari tiga jenis pekerjaan itu, tentu saja.

Membersihkan mayat, menutup mulut orang-orang dalam berbagai cara, menyuap walikota atau gubernur dengan uang; kira-kira hari ini apa yang akan mereka lakukan? Yamanbagiri menggelengkan kepala dan melangkah mengikuti sosok-sosok berjas yang mendahuluinya.

Biarpun ia sudah cukup lama tenggelam dalam dunia mafia, ia masih belum terbiasa. Mezzaluna Famiglia*—tempatnya bernaung sekarang, jauh lebih besar dan lebih kompleks daripada yanglainnya. Mungkin karena mereka termasuk ke dalam Famiglia berpengaruh.

"Omong-omong, mengapa Mutsunokami membunuh pejabat itu? Bukankah ia adalah koneksi kita dengan pemerintahan?" salah satu sosok berjas di depan Yamanbagiri berbisik kepada temannya. Mata peridot Yamanbagiri dengan otomatis terfokus, mengikuti pembicaraannya.

Oh, jadi hari ini mereka akan membersihkan mayat. Agaknya kali ini mayat seseorang yang penting dalam dunia politik. Ah, tetapi, Yamanbagiri pernah ditugaskan untuk membersihkan mayat seorang menteri sebelumnya, jadi ini sama sekali tidak mengejutkan. Normal malah.

"Jika aku tidak salah dengar, pejabat itu hendak memutuskan kerjasama. Tetapi kau tahulah, pejabat-pejabat seperti itu, sebelum mereka menerima tawaran kerjasama mafia, mereka selalu ingin tahu semua tentang keluarga itu hingga ke akar-akarnya. Bisa dibilang ia tahu terlalu banyak tentang kita. Jadi mau tidak mau harus dimusnahkan," temannya balas berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam langkah kaki. Yamanbagiri masih mendengarkan.

Yang lainnya mengangguk-angguk. Salah satu dari empat orang itu lalu bersuara lagi, "Tetapi bukankah itu aneh? Biasanya yang ditugaskan untuk membunuh orang seperti itu adalah Iwatooshi, bukan? Mengapa mendadak Mutsunokami?" tanyanya, penuh akan rasa heran.

"Entahlah, siapa yang tahu apa yang dipikirkan Boss? Jangankan yang dipikirkan, melihat wajahnya saja kita belum pernah," celetuk yang lain. Agak terlalu keras untuk dapat dikatakan sebagai bisikan. Beberapa kepala yang tengah berkeliaran di tempat yang sama menoleh ke arahnya, tatapan mereka menyerukan lebih banyak kata daripada mulut mereka.

Nikkari yang semula berjalan beberapa langkah dari mereka berbalik. Senyumnya miring ke kiri, kentara sekali agak terlalu dipaksakan. Yamanbagiri berjengit, ia berani bersumpah mata sewarna keemasan itu berkilat sekali, penuh dengan ancaman tanpa suara, berbahaya.

"Tujuan kita tidak begitu jauh. Tetapi berhubung helikopter yang satu lagi sedang digunakan Shokudaikiri, kita hanya bisa menggunakan satu. Salah satu dari kalian harus menggunakan kendaraan lain," Nikkari mengibaskan sejumput rambut panjangnya yang jatuh di bahu kembali ke punggung. Suaranya berubah menjadi satu yang menyebalkan, lebih menyebalkan dari senyumannya. Jika senyuman Nikkari membuat Yamanbagiri ingin meninju sesuatu, maka suara Nikkari yang ini membuat Yamanbagiri ingin mematahkan leher seseorang.

Kalian, heh. Yamanbagiri memutar bola matanya. Kentara sekali Nikkari tidak ingin menjadi salah satu yang harus pergi dengan transportasi lain. Bahkan di antara anggota berstatus sama, masih ada saja hal-hal yang menyangkut otoritas seperti ini—walaupun secara teknis Nikkari sesungguhnya adalah bawahan langsung consigliere** mereka. Jika ada apa-apa, memang Nikkari yang selalu dipanggil terlebih dahulu oleh sang consigliere; namun pada dasarnya status Nikkari dan Yamanbagiri sama, iya kan?—tetapi siapalah Yamanbagiri, berkomentar seperti itu. Toh, dirinya hanyalah anggota rendahan, yang wajahnya tak akan diingat setelah pekerjaannya selesai.

Namun tidak apa. Yamanbagiri menarik tudungnya agar menutupi mata. Ia tetap ingin menjadi seseorang yang nameless. Kau tidak akan tahu apa yang akan menghadangmu di dalam mafia yang tidak jauh berbeda dengan dunia politik. Status adalah segalanya, namun nama adalah nyawa. Semakin terkenal namamu, semakin besar kematianmu diharapkan oleh Famiglia lainnya.

"Aku saja," Yamanbagiri angkat bicara, mulai tidak sabar dengan acara melempar pandang yang tidak juga selesai di hadapannya. Mata semua orang dengan cepat beralih kepada Yamanbagiri, beberapa membesar karena tampaknya mereka lupa ada Yamanbagiri di sana.

Sebelah alis Nikkari naik—Ah, tunggu. Hanya ada satu alis Nikkari yang terlihat dengan mata telanjang, jadi soal apakah ia menaikkan salah satu atau dua alisnya, itu adalah misteri.

"Heee, baiklah. Kau tahu kan, mansion pertama dekat Plaza? Itu tempatnya, langsung masuk saja. Kami akan menemuimu di sana," Nikkari berbalik dan melambaikan tangannya. Empat orang mengekor, beberapa mencuri pandang lewat bahu mereka untuk melirik Yamanbagiri.

Yamanbagiri menghela napas ketika punggung kelima orang itu akhirnya menghilang dari pandangannya. Sebenarnya ia tak tahu kendaraan apa yang dapat ia gunakan untuk pergi ke sana. Dan sesungguhnya Plaza itu cukup jauh dari mansion Mezzaluna jika ditempuh dengan berjalan kaki. Jadi pilihan Yamanbagiri sekarang hanyalah bus umum, mobil, atau—

Suara raungan mesin menarik perhatiannya—kasar dan keras, bukan sebuah mobil pastinya. Mata peridot itu beralih ke jendela lorong yang terbuka, jatuh langsung ke halaman depan yang dihiasi dengan sosok-sosok berjas sama sepertinya, namun bukan itu fokus Yamanbagiri.

Senyum tipis terkembang di wajah tampannya ketika matanya menangkap kendaraan sempurna yang bisa ia gunakan. Dicengkramnya sisi kusen jendela dengan kedua tangan, satu ancang-ancang, dan Yamanbagiri melompat dari lantai tiga diiringi dengan seruan "Hei, kau!"

Semua orang dalam radius dua puluh meter menoleh ke arah Yamanbagiri, berpasang-pasang mata menatap dalam pandangan penuh tanya, "Bukan, yang duduk di motor. Bolehkan kupinjam itu?" Yamanbagiri menunjuk sepeda motor hitam yang terpakir tak jauh darinya.

"Kau akan membawanya kemana?" pemuda dengan rambut cokelat yang mengendarai sepeda motor itu melepas helmnya—Yamanbagiri mengenalinya sebagai salah satu dari para hacker, Ot ... Oto ... Otegine?—bertanya ketika Yamanbagiri sudah dalam jarak pendengaran.

"Membersihkan," satu kata, dan pemuda itu melempar helm ke arah Yamanbagiri.


Yamanbagiri sampai di tempat tujuan sebelum helikopter yang membawa rekan-rekannya sampai. Pagar mansion itu terbuka untuknya, sepertinya mansion ini sudah dikuasai oleh Mezzaluna, karena Yamanbagiri dapat melihat sosok-sosok berjas berkeliaran di perimeter.

Setelah memarkir motor Otegine dan melepas helmnya, Yamanbagiri turun dari motornya dan mengecek lingkungan di sekitarnya. Tenang, terlalu tenang. Bahkan angin pun menolak untuk bernyanyi di tengah musim semi yang cerah ini, seolah ia tahu sesuatu telah terjadi.

Pintu masuk mansion itu sudah terbuka, jadi Yamanbagiri masuk saja.

Tidak sulit untuk tahu dimana Tempat Kejadian Perkara, karena bentuk mansion juga sesungguhnya hanya itu-itu saja—lorong panjang dengan jendela-jendela, pintu ganda, ruang rahasia; yang terakhir cuma candaan internal, tetapi Yamanbagiri curiga Mezzaluna punya satu atau dua. Yamanbagiri menghela napas sebelum melangkah masuk ke dalam kantor sang korban.

Ruangan itu luas, lantainya dilapisi dengan karpet merah berbulu yang sepertinya sangat halus bila disentuh, dindingnya dilapisi dengan wallpaper warna pucat dengan gambar sesuatu yang menyerupai batang tumbuhan. Di sudut kiri ruangan terdapat dua lemari kaca berisi buku, sedangkan di sisi kanan pintu tempat Yamanbagiri berdiri terdapat meja kopi rendah dan dua sofa yang berhadapan. Yamanbagiri dapat melihat kudapan dan teh yang masih mengepulkan asap putih samar di atas permukaan meja kayu yang mengkilap, sepertinya ketika sang empu rumah diserang, ia tengah beristirahat atau semacamnya.

Tepat di hadapan pintu, terdapat sebuah jendela besar berbentuk persegi yang memanjang dari langit-langit hingga ke lantai. Di depan jendela tersebut, menghadap ke sini, adalah sebuah meja kerja. Yang kini tengah diacak-acak isinya oleh sesosok pemuda berjas hitam.

Yamanbagiri tidak mengenalinya. Tidak banyak anggota Mezzaluna Famiglia yang berambut cokelat tua, apalagi yang berantakan tak karuan seperti sosok yang masih juga tidak menyadari keberadaannya. Sepasang iris sewarna hazel milik orang itu menyipit ketika membaca kertas demi kertas yang tertumpuk di atas meja, seolah tengah mencari sesuatu.

"Oh, kau sudah datang. Bisakah kau buat seolah ia bunuh diri?"

Yamanbagiri tidak berjengit, tetapi ia tetap terkejut. Orang-orang biasanya mengabaikannya dan terkadang melupakan eksistensinya—mungkin karena ia lebih banyak diam dan selalu mengenakan tudung jaket. Tetapi bayangannya memang lebih tipis dari orang biasa pada umumnya, dan Yamanbagiri lebih suka menjaganya tetap demikian. Tetapi untuk dapat menyadari Yamanbagiri tanpa melihat, orang ini punya bakat, tidak seperti orang kebanyakan.

Yamanbagiri memakai sarung tangannya dan memperhatikan korban mereka hari ini—korban yang harus ia bersihkan dan harus diatur seolah baru saja membunuh dirinya sendiri, seperti perintah pria muda berambut cokelat tua itu.

Korban mereka adalah seorang pria, umurnya kepala tiga barangkali, mungkin juga wajahnya memang terlihat tua. Rambutnya cokelat terawat, disisir ke belakang, mata birunya terbuka lebar, ekspresi yang tertera di wajahnya tak lebih dari rasa horor dan ketakutan. Pedang masih menancap di tubuhnya, darah masih mengalir dari lukanya, membentuk genangan cairan merah berbau amis yang tak akan mengering dalam waktu dekat di atas karpet bulu mahal.

Tusukan tepat di jantung adalah satu luka yang hampir tak dapat Yamanbagiri utak-atik. Jika seandainya ke tengah sedikit saja, Yamanbagiri menghela napas lagi sebelum mulai bekerja. Pedang terlalu panjang untuk digunakan sebagai alat bunuh diri, apalagi pedang dengan dua mata khas Eropa seperti ini. Sesuatu yang lebih kecil, Yamanbagiri bergumam pelan, "Belati."

Tetapi dimana ia dapat menemukan belati?

Ini adalah rumah seorang pejabat. Pejabat kaya, tepatnya. Pistol dan amunisinya mungin bisa ditemukan untuk perlindungan, tetapi luka tembakan jauh berbeda dari luka tusukan. Jika Yamanbagiri pikir lagi, belati terlalu kecil untuk luka yang dibuat oleh pedang bermata dua.

Suara baling-baling helikopter berdengung dari halaman depan, diikuti suara seruan banyak orang yang terendam. Alih-alih memecah konsentrasi, suara baling-baling itu malah memberi Yamanbagiri sebuah ide, "Pisau dapur," atau pisau daging, apalah. Semua rumah pasti punya, kan? Tak terkecuali rumah seorang pejabat kaya yang diam-diam bekerjasama dengan mafia.

Yamanbagiri menarik pedang yang masih menancap di dada sang korban untuk mengecek selebar apa luka yang dibuatnya, sebelah alisnya naik ketika menyadari bahwa pedang itu sangat berat, lebih berat dari pedang biasa—pedang bermata dua memang berat, tetapi tidak seberat ini, Yamanbagiri tahu karena ia juga pernah memegang sebuah pedang bermata dua.

Iris peridot itu tanpa sadar melirik pemuda berambut cokelat tua yang masih bergelut dengan kertas-kertas di hadapannya. Menyadari keberadaan Yamanbagiri tanpa melihat dan membunuh seseorang dengan pedang yang lebih berat dari yang biasanya, orang ini punya lebih dari sekedar talenta untuk menjadi seorang mafia biasa.

Mungkin dia seorang petinggi Mezzaluna? Itu bisa menjelaskan mengapa Yamanbagiri tidak pernah melihatnya dan talenta membunuhnya. Yamanbagiri sebenarnya tidak begitu mengerti mengapa, namun anggota Mezzaluna yang berstatus mulai dari consigliere memang tidak pernah menampakkan wajah mereka pada anggota Famiglia rendahan seperti dirinya. Kecuali mungkin anggota rendahan kepercayaan untuk mengantarkan pesan kepada bawahan lain mereka seperti Nikkari Aoe.

Yamanbagiri berjongkok untuk memeriksa selebar apa luka yang dibuat atasannya, memastikan ia tidak menginjak genangan darah agar tidak membuat bekas yang merepotkan. Luka sang korban tidak lebih dari limabelas senti, berarti pisau daging terlalu lebar. Toh, pasti di dalam dapur ada lebih dari satu pisau kan?

Ketika Yamanbagiri kembali dari dapur dengan membawa pisau yang dirasanya cocok, Tempat Kejadian Perkara telah dipenuhi rekan-rekannya. Beberapa sudah mulai membersihkan genangan darah dan mengaturnya sedemikian rupa di sekitar mayat. Senjata pembunuhan yang asli sudah disingkirkan. Yamanbagiri mendekat dengan hati-hati dan melumuri pisau yang ia temukan dengan darah korban sebelum menancapkannya kembali.

Dibimbingnya tangan sang korban ke gagang pisau dan diaturnya agar kedua tangan itu menggenggam gagang pisau dengan longgar. Setelah puas, Yamanbagiri melirik wajah sang mayat yang penuh dengan teror sebelum menutup kedua mata biru itu dengan sapuan tangan.

Yamanbagiri menghela napas ketika memastikan semuanya sudah beres. Dipandangnya mayat itu sekali lagi sebelum dialihkannya pandangan ke arah—mungkin—atasannya yang masih juga bergulat dengan kertas-kertas di atas meja yang sesungguhnya bukan mejanya sendiri. Ia jelas-jelas mecari sesuatu, tetapi apakah sesuatu itu, Yamanbagiri tidak tahu.

Pemuda dengan iris hazel itu sudah memisahkan kertas-kertas itu dalam dua tumpukan. Satu tumpukan jauh lebih tinggi dari yang lainnya, dan sepertinya masih akan bertambah tinggi.

Yamanbagiri mengalihkan tatapannya ke arah jendela. Tanpa sadar, pikirannya berkelana.

Namun imajinasinya terpotong ketika sebuah kilauan benda menarik perhatiannya. Mata peridot itu menyipit sedikit, berusaha memperhatikan benda yang berkilat-kilat di atap menara yang menghadap ke arah mansion ini—tepat ke arah jendela kantor ini, tepat di belakang punggung pemuda berambut cokelat yang bergelut dengan kertas-kertas itu.

Yamanbagiri sudah cukup berpengalaman untuk tahu apa artinya.

Pemuda dengan jaket bertudung alih-alih jas hitam itu berlari ke depan dan meraih belati yang tersembunyi di balik jaketnya dalam satu gerakan cepat yang agak tergesa, ia melompati meja, melayang melewati kertas-kertas yang tertumpuk rapi dan mengibaskan bilah belatinya ke depan. Suara denting nyaring antara dua besi terdengar, suara pecahan kaca menyusul kemudian. Yamanbagiri mundur untuk menghindari beling yang berterbangan.

"Sniper pada arah jam dua belas!"

Kilatan cahaya yang terpantul pada sesuatu di atas karpet menarik perhatiannya, Yamanbagiri membungkuk untuk memungut peluru tersebut, berusaha mengenali senjata jenis apa yang digunakan sang sniper.

"Senapan PDSHP 12.7×108mm," peluru itu menghilang dari tangan Yamanbagiri, berpindah ke tangan pemuda berambut cokelat tua yang tidak dapat berhenti menyeringai ketika mata hazelnya memperhatikan peluru tersebut dengan ketertarikan yang amat sangat, "itu senapan mahal, bahkan jarang ada yang menjualnya di pasar gelap," lanjut pemuda itu, sembari melempar peluru tersebut sebelum menangkapnya kembali dalam satu kibasan telapak tangan.

"Hey, aku sebenarnya tahu ada satu yang bersembunyi di situ, tetapi terima kasih! Reflekmu sangat cepat!" pemuda itu beralih ke Yamanbagiri, menepuk bahunya dengan sikap santai, seringainya berubah menjadi cengiran—satu yang terlalu polos untuk dimiliki seorang mafia.

Yamanbagiri tidak bergerak.

Pemuda itu memiringkan kepalanya, "Kau baru? Aku belum pernah melihatmu secara pribadi. Yah, aku tidak pernah melihat semua orang di Mezzaluna secara pribadi, sih. Tetapi aku benar-benar tidak pernah melihatmu, dalam konteks benar-benar tidak pernah, mengerti, kan?"

Namun ekspresi heran itu kembali berubah menjadi senyuman cerah secepat kedipan mata, "Ah, tapi terlepas apakah kau baru atau tidak, kau hebat! Aku tidak tahu ternyata aku memiliki anak buah sepertimu!" ia meniup sejumput poni yang jatuh menutupi matanya sebelum mengulurkan tangannya, masih tersenyum cerah seolah senyuman itu permanen.

"Aku Mutsunokami Yoshiyuki! Aku consigliere, tetapi jangan sungkan denganku ya, haha!"

.

.

Essere continuato

.

.

*Famiglia : Keluarga. Biasanya digunakan untuk mendeskripsikan keluarga mafia.

**consigliere: Salah satu posisi di dalam mafia, bawahan capo, secara teknis berarti adviser.

Bacotan Azureinne:

Halo, halo, semua~ Azu kembali membawa AU yang menghantui Azu selama beberapa saat, mafia!AU! Azu sudah punya plot ini selama beberapa saat sebelumnya, dan karena masih kebawa La Cosa Nostra, bisa dibilang referensi Azu masih berada di history[?], jadi yep! Dan terus-terang La Nostra Spada ini sebenarnya adalah nazar jika Azu berhasil mendapatkan Kogitsunemaru, ahahaha. Haha. Ha.

Jika ada yang mau tahu, judulnya jika diartikan adalah 'Our Sword', berhubung Azu sama sekali tidak tahu apa-apa tentang bahasa italia, jadi itu adalah hasil yang ditunjukkan oleh google translate. Sengaja memakai awal 'La' agar bisa berima dengan fanfict lain kami yang berjudul La Cosa Nostra yang artinya 'Ours'.

Oh, iya sebelumnya, sama seperti La Cosa Nostra, fanfict mafia!AU dari fandom Kuroko no Basket kami, Azu (dan Aru, haha) menirukan mafia ala Katekyou Hitman Reborn, minus deathperation flames dan struktur famiglia mereka, jadi pastinya ada banyak hal yang meleset dari yang beneran, dan plus Azu juga gak pernah lihat mafia beneran, haha, orz.

Oke, oke, kembali ke topik. Inti dari chapter satu ini adalah, Yamanbagiri adalah anggota Mezzaluna Famiglia dan bisa dibilang berperan sebagai salah satu dari kacung-kacung[?] yang kerjanya membersihkan mayat, menghilangkan barang bukti, dan pekerjaan sepele lain.

Omong-omong soal pejabat yang dibunuh oleh Mutsunokami, Azu sengaja tidak gunakan nama, jadi Azu serahkan semuanya kepada imajinasi pembaca~ Tenang saja, semua karakter memiliki peran, namun besar-kecilnya peran mereka, mari lihat saja di chapter berikutnya~ Btw, soal Mutsunokami, ini pertama kalinya Azu nulis dia berbicara kayaknya ya? Ahahaha.

Soal pairing dan sebagainya, bisa dibilang Azu akan sebisa mungkin membuat ini bersih dari pairing, walaupun Azu gak janji, uhuk.

Omong-omong lagi, fanfict ini akan sangat slow-pace. Azu sengaja karena mafia-mafiaan begini itu bagi Azu (dan Aru lagi) sangat ribet, dan Azu berusaha sebisa mungkin tidak meninggalkan plot-hole. Jadi yep, ini akan sangat sangat slow-pace.

Nah, sekarang, tertarik untuk mereview? Azu sangat senang jika kalian juga meninggalkan pesan, kritik atau saran. Terima kasih banyak!