::ANotHer::
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning(s): Alternate Universe (AU), a lil bit gore (nantinya), lime (nanti, mungkin?), M for safe, bahasa sampah kadang suka nyelip, tolong maklumi saja (?)
A/N: Halo, ini fiksi hasil collab loh. Selamat membaca!
.
.
.
CHAPTER ONE
"Who Are You?"
.
.
.
Dipuja, digilai, bahkan dicintai oleh hampir seluruh siswi di sekolah membuat Uchiha bungsu ini jengah dan muak. Ia mendesis dan menatap penuh intimidasi pada semua mata berbinar yang memandangnya seolah ia adalah makhluk agung yang patut dikagumi. Binar mata mereka bahkan berbentuk hasrat yang entah ia sendiri sulit menafsirkannya. Seperti haus akan sesuatu.
Cih.
Rasanya ingin sekali menghardik dan berteriak pada mereka semua, 'KALIAN MENYEBALKAN. ENYAH.'
Namun, nyatanya kemurkaannya bertambah parah hanya kepada satu gadis yang benar-benar sudah melanggar wilayahnya. Manik emerald gadis itu―yang entah mengapa bagi Sasuke terlihat begitu menyedihkan―dan rambut merah muda―yang lagi-lagi, menurut Sasuke sangat menyakitkan matanya. Dari mata hingga ujung rambut milik gadis itu begitu menarik atensi onyx-nya. Menarik dari segi yang negatif, tentunya.
"Singkirkan bentou itu dari hadapanku, sekarang." desis Sasuke.
Menggunakan penekanan di setiap pemenggalan di akhir kalimat membuat Haruno Sakura tidak gentar sama sekali. Baginya ini hal biasa―penolakan Sasuke.
"Aku membuat onigiri―"
"Masa bodoh. Menjauh."
Sakura diam tak melanjutkan perkataannya. Onyx kelam milik Sasuke sungguh menusuk hatinya. Demi pujaan hati ia rela bangun pagi dan membuat bekal. Apa hasil yang ia terima? Penolakan. Harusnya ia belajar dari pengalaman yang sudah-sudah. Sejak kapan Uchiha Sasuke dengan senang hati memakan bekal buatan siswi di sekolah? Mungkin kalau itu terjadi, saat itu pula kiamat datang.
Dengan murung ia menunduk, "Kau tidak pernah memakan bentou buatanku."
Sasuke rasanya ingin tertawa.
'Apa katanya? Hell, seakan dia ibuku saja yang harus mengurusi setiap makanan yang kumakan.'
"Aku tidak pernah memintamu untuk membuatkanku bekal," angkuh Sasuke, kini dengan alis kiri terangkat dan nada merendahkan.
Dari sekian banyak gadis yang mengejarnya, entah mengapa hanya gadis merah muda ini yang selalu mendapat perlakuan sadis dari Sasuke. Dia satu-satunya gadis yang berani melanggar dan melewati batas wilayah aman seorang Uchiha Sasuke.
Gadis di depannya hanya terdiam. Surai merah mudanya menutupi wajahnya yang menunduk. Laki-laki bersurai raven ini menghela napas pelan mengetahui bahwa sebentar lagi gadis ini pasti akan menangis.
Tanpa rasa bersalah―yeah, mungkin―Sasuke segera melewati gadis ini dengan cueknya seolah tak terjadi apa-apa.
'Menangis saja sana. Kaupikir aku akan peduli?'
Ia lelah dengan semua tingkah konyol dan menggelikan semua gadis di sekolahnya, tetapi entah mengapa tingkah Sakura selalu sangat amat menyebalkan di matanya.
Baru beberapa langkah, Sasuke berhenti karena ucapan gadis di belakangnya.
"Kaupikir kau siapa, eh?"
Nada serta caranya berbicara sama sekali bukan khas Sakura tapi jika bukan Sakura yang berucap, siapa lagi? Akhirnya Sasuke membalikkan badan tanpa minat.
Onyx-nya melebar sedikit saat melihat kilatan dari emerald di depannya. Emosi jelas terukir di sana. Sangat jelas.
"Kau tahu? Sebenarnya aku tak sudi. Hah, gila. Persetan dengan kau," ucap Sakura, sedikit tersenyum aneh.
Keterkejutannya tidak sampai di situ, gaya bicara gadis di depannya benar-benar membuat emosi Sasuke sedikit terpancing. 'Sial. Apa-apaan ini?'
"Aku bersabar selama ini. Hargai sedikit, bajingan."
Cukup. Ia menantang Sasuke untuk adu mulut. Namun, baru saja Sasuke ingin membalas perkataan Sakura, sebuah suara menghentikannya.
PRAK!
Sakura melempar kotak makan biru yang ia bawa tadi dengan keras ke lantai. Makanan berhamburan keluar. Dua onigiri yang tak berbentuk lagi, empat sosis yang dibentuk gurita, dadar gulung, tomat ceri—semuanya.
Gadis itu melangkah, jarak dengan laki-laki di depannya semakin mengikis. Kilatan mata di keduanya masih sama. Emosi bertemu emosi. Kilatan onyx bertemu dengan sengatan tajam emerald.
Dengan wajah datar, Sakura menginjak dadar gulung yang sudah jatuh ke lantai, "Sampah," desisnya pelan sembari melihat kakinya menginjak dadar gulung tersebut.
Injakannya pelan tapi pasti. Dadar gulung itu akhirnya benar-benar lumat seakan-akan Sakura menginjak-injak Sasuke.
Emerald Sakura berpindah atensi, kini menelisik laki-laki di depannya tajam. Salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas melecehkan, "sama seperti kau―" ia lantas menyelipkan beberapa surai rambutnya ke belakang telinga, "―sampah. Tak berharga. Barang rongsok."
Ctik—
Entah mengapa seperti ada saraf yang putus di kepala Sasuke saat Sakura mengatakan hal itu. Saraf yang putus itu seakan menjadi pemantik api kemarahan dalam dadanya.
"Kau―hei, kau mau ke mana!" teriak Sasuke, dadanya bergemuruh hebat. Tak terima dirinya dilecehkan.
Gadis bersurai merah muda itu tak mengacuhkannya dan malah meninggalkan Sasuke sendiri dengan segala kemurkaan serta sumpah serapah yang menyangkut di tenggorokan.
"Damn it!"
PRANG!—
Meninju kaca terdekat untuk melampiaskan amarah akhirnya ia lakukan. Sasuke menggeram penuh kekesalan. Amarahnya hampir saja memuncak hingga ke ubun-ubun kalau saja ia tak mengendalikan dirinya.
Siapa tadi? Apakah itu sisi sebenarnya Sakura? Atau akting belaka?
"Hah. Masa bodoh."
Sasuke berjalan menuju kantin dengan darah sedikit mengucur dari tangan kanannya. Sejujurnya, ia tak peduli dengan luka semacam itu.
サスサク
Sasuke rasanya ingin tertawa. Gila. Ia yakin bahwa kemarin itu nyata. Damn, bahkan luka di tangannya akibat memecahkan kaca masih belum kering. Which means, kejadian kemarin itu bukan hanya fatamorgana atau imajinasi gilanya saja.
Melihat tingkah Sakura yang malu-malu melihatnya dari jauh sambil―berpura-pura―sibuk mengobrol dengan sahabatnya membuat otak jenius Uchiha bungsu ini berpikir keras mengingat bagaimana kekurangajaran mulut Sakura kemarin sore.
"Kau memperhatikan Sakura. Tumben."
Sasuke berdecak kesal mendengar perkataan sahabatnya. Lucu. Kenapa hari ini rasanya memaksa Sasuke untuk tertawa sarkastik?
"Kau dan pikiran bodohmu," balas Sasuke tak acuh.
"Terserah. Oi, sepertinya kekasihmu akan kemari."
Tepukan di bahu yang diberikan Naruto, membuat Sasuke mengalihkan atensinya lagi ke sumber pembicaraan mereka setelah memberikan sahabatnya death glare karena mengatakan bahwa gadis merah muda itu kekasihnya. Dari gelagatnya, memang sepertinya Sakura akan ke tempat Sasuke dan Naruto duduk. Saat ini dengan gugup serta kikuk, Sakura menggenggam obat merah dan perban―yang sepertinya untuk Sasuke―berjalan dengan hati-hati ke arah dua laki-laki tampan tersebut.
Sesampainya di depan lelaki pujaannya, Sakura meneguk ludah gugup, "Ha―hai. Ada apa dengan tanganmu?"
Alis Sasuke berkerut.
'Ia lupa kejadian kemarin? Atau berpura-pura bodoh?'
Tahu bahwa sepertinya Sasuke tidak akan menjawab membuat Sakura tambah gugup. Sebenarnya hatinya sudah retak dengan melihat reaksi Sasuke yang sepertinya tidak suka ia datang menghampirinya, "Ini. Untukmu."
Sakura menyodorkan obat merah dan perban ke arah Sasuke. Naruto dengan iseng bersiul menggoda. Sedangkan Sasuke semakin mengerutkan alis.
Menampik tangan kanan Sakura yang tengah memegang obat merah, "Tidak butuh," katanya tajam.
Dalam hati, Sasuke ingin tahu reaksi apa yang akan ditunjukkan Sakura lewat penolakannya. Apa sama seperti kemarin? Atau sama seperti sebelum-sebelumnya yang selalu pasrah?
"Kau jahat, Teme! Kasihan Sakura-chan!" protes Naruto.
Rasanya Sasuke ingin sekali menyumpal sahabatnya dengan perban karena menambahkan sufiks chan untuk gadis di depannya ini.
Menggelikan.
"Aa.. Tak apa. Baiklah. Aku permisi dulu." ucap Sakura kikuk, diakhiri dengan senyum manis sebelum kembali ke tempat sahabat blonde-nya, Yamanaka Ino. Ia berbalik dan berlari cukup cepat setelah mendapati penolakan Sang Uchiha, lagi.
"Ck. Teme, apa-apaan kau."
"Berisik, Usuratonkachi."
サスサク
Mendapat tugas piket di perpustakaan adalah kesialan Sasuke di hari ini. Jika saja tangan kanannya tidak luka pasti ia tidak akan menggerutu seperti ini. Dalam kondisi begini biasanya ia akan menyuruh Naruto mengambil alih kerjaannya―tentunya dengan bayaran ramen sebanyak tiga mangkuk―tapi sayang, sahabatnya itu sudah pulang dikarenakan mengantar kekasihnya pulang. Ck.
Menyuruh orang lain untuk menggantikannya melakukan piket bukan hal sulit. Menggunakan salah satu fans-nya untuk ini pun pasti akan banyak sukarelawan yang dengan senang hati menawarkan bantuan. Namun, jika melakukan itu Sasuke bukannya merasa terbantu malah akan merasa risih.
Suara pintu berdecit memecahkan keheningan. Perpustakaan yang hanya ada dirinya dan ratusan buku berjejer membuat suara itu bergema nyaring memenuhi seluruh sudut ruangan. Mau tak mau onyx-nya bergulir menatap siapa pelaku pembuka pintu.
Alisnya berkerut begitu melihat warna merah muda. Berdecih pelan lalu kembali melakukan tugas merepotkan―menyusun kembali buku-buku sesuai letak letak abjad―agar cepat selesai.
"Mau kubantu, Sasuke-kun?" cicit gadis merah muda itu pelan dan takut-takut.
"Tidak." jawab Sasuke tanpa melihat kearah gadis di sampingnya sama sekali. Singkat dan padat.
"Kaupasti kesulitan dengan tangan luka seperti itu. Kubantu agar cepat selesai."
"Berisik. Sudah kubilang tidak usah,"
Hening.
Sasuke mengira Sakura akan pergi, tetapi sayang, pikirannya meleset. Buku yang berada di tangan kirinya sudah berpindah tangan. Kini Sakura memegang buku tersebut dan mengayunkannya sedikit, "Ini ditaruh mana, Sasuke-kun?"
Lelaki bersurai raven ini geram, akhirnya ia berbalik sehingga sekarang mereka berhadapan dan memandang nyalang emerald di depannya, "Bagian mana dari kata tidak usah yang kau tak paham artinya, hah? Pergi sana."
"Tidak mau kubantu?" tanya Sakura keras kepala.
"Sial! Kau benar-benar―"
Gadis di depannya tertawa singkat, tawa aneh yang sedikit dipaksakan, "Kalau tidak mau ya sudah."
BUGH!—
Onyx Sasuke terperanjat begitu mengetahui perbuatan gadis merah muda ini. Buku yang awalnya dipegang Sakura kemudian dilempar tepat mengenai tangan kanan Sasuke yang terluka. Rasa sakit menjalar dan darah segar kembali mengucur karena lukanya kemarin belum sembuh.
"Ups. Gomen. Habis kau sendiri yang bilang tidak mau dibantu, jadi ya, kukembalikan lagi bukunya," ucap Sakura dengan nada jahil.
Tanpa sadar Sasuke menggertakkan giginya pelan. Gadis ini benar-benar membuat emosinya memuncak lagi.
"Brengsek―"
Tiba-tiba telunjuk kanan Sakura berada tepat di depan bibir Sasuke. Sakura menggeleng ke kanan dan kiri pelan, "Aa, jangan mengumpat dengan kata kasar begitu. Apalagi terhadap seorang gadis. Apa kau tidak diajari sopan-santun oleh kedua orang tuamu, hm?"
"Siapa kau sebenarnya, Sialan?" desis Sasuke. Matanya menelisik emerald Sakura.
Tawa Sakura menggema begitu mendengar pertanyaan Sasuke. Tawa lepas yang mengerikan.
"Aku? Aku Sakura. Apa matamu buta, hah?"
Onyx Sasuke menyipit, "Tidak. Kau bukan Sa-ku-ra."
Detik berikutnya Sasuke menghimpit tubuh mungil Sakura dengan tubuhnya hingga menabrak rak buku. Tangan kirinya ia letakkan di samping kepala Sakura, sementara tangan kanannya yang berdarah, merangkul erat pinggang Sakura. Mereka berdua bertatapan intens selama dua detik sampai akhirnya Sakura berbicara.
"Menjauh dariku, Bajingan."
Pemuda di hadapannya terkekeh, "Jika kau Sakura, saat ini kaupasti sudah merona dengan hebatnya."
Emerald Sakura berkilat muak dan menatap onyx Sasuke penuh intimidasi, "Jangan sok tahu, Sampah." Ia memalingkan wajahnya dari Sasuke.
Telinga Sasuke panas mendengar sumpah-serapah yang dilontarkan gadis di depannya ini. "Jaga mulutmu, Nona." ucapnya penuh penekanan dan tak ingin dibantah. Entah dirasuki setan apa, Sasuke segera mencium bibir ranum gadis di hadapannya.
"Hmmph―Lepaskan ak—"
Sasuke tidak tahu apa yang tengah ia lakukan. Yang jelas saat ini rasa hangat―yang entah berasal dari mana―menjalar ke permukaan bibirnya.
Ia juga tak mengerti mengapa ada rasa manis tercipta saat ia menyentuh permukaan bibir Sakura. Matanya tak tertutup, onyx-nya masih setia memandang kilatan emosi dari manik emerald sang gadis.
Sejenak, emerald itu bersembunyi dan setelah kembali, kilatan itu berubah. Kilatan penuh cinta dan damba kembali dapat Sasuke lihat dari kilau manik di depannya. Membuat Sasuke menutup mata, menikmati rasa hangat serta manis yang ia bisa rasakan ketika bibir mereka bersentuhan. Baru Sasuke sadari, gadis yang sedang ia cium saat ini—sangatlah cantik. Bahkan lebih dari itu. Gadis itu seolah menyihirnya untuk tunduk pada pesona yang dimilikinya.
Remasan lemah ia dapat di bahunya. Ketika pemuda ini membuka kembali matanya, yang dapat dilihat adalah mata yang terpejam serta wajah merona merah. Detik berikutnya Sasuke memutuskan kontak bibir mereka pelan.
Tidak menjauh. Bahkan hidung mereka masih bersentuhan. Deru napas mereka saling berlomba mencapai udara. Remasan itu kini merosot ke depan dada bidangnya. Rona merah masih setia menghiasi wajah gadis merah muda ini. Bahkan Sasuke rasa, wajah Sakura malah semakin memerah.
Sasuke melepaskan dirinya dan mengelap bibirnya dengan tangan kirinya.
"Pulang sana. Ini pelajaran buatmu agar tak berkata kasar lagi padaku," bisiknya kemudian. Tanpa melihat ke belakang, pemuda Uchiha itu langsung keluar dari perpustakaan. Membiarkan Sakura sendirian.
Tak ada yang tahu bahwa kini pikiran seorang Uchiha Sasuke kalut dan mendadak buntu.
サスサク
Sakura merosot dari posisi berdirinya. Ia bersandar di rak buku dengan sedikit tersengal. Di hadapannya, beberapa buku berserakan berantakan. Bahkan dari sudut mata kirinya, ia dapat melihat ada satu buku yang ujungnya terkena noda darah.
"A-apa yang baru saja terjadi?" ujarnya pada diri sendiri.
Saat dirinya 'tersadar' tadi, satu-satunya yang dapat ia ingat hanyalah ia melihat Sasuke sudah berada di depannya, menciuminya dan memeluk pinggangnya. Bahkan, lengan kekar Sasuke masih bisa ia rasakan walaupun sang empunya sudah pergi.
Ia memperhatikan roknya. Terdapat sedikit noda darah di sana.
'Apakah tangan Sasuke terluka gara-gara aku?'
Sakura tampak berpikir keras. Semakin ia berpikir, jantungnya semakin berdebar kencang. Bukan. Bukan karena ia sedang memikirkan ciumannya dengan Sasuke barusan, ada sesuatu yang lain yang membuatnya jantungnya seakan meledak dan pecah berkeping-keping.
Rasa takut dan traumanya kembali datang. Flashback dan kilatan-kilatan adegan buruk di masa lalu berenang-renang di kepalanya.
"D-dia kembali?" desis Sakura. Entah mengapa air matanya tiba-tiba keluar begitu saja. Ia menjambak rambutnya sendiri frustrasi. Ia hampir menangis tetapi masih dapat mengendalikan dirinya.
Dengan tangan gemetaran ia segera mengambil ponsel dari saku roknya, ia berjengit saat melihat wallpaper ponselnya telah berubah. Alih-alih foto Sasuke yang terpampang, malah foto seseorang yang sangat tidak ingin ia ingat menjadi wallpaper di layar ponselnya. Ia sangat yakin bukan ia sendiri yang dengan sengaja mengubah tampilan ponselnya. Bukan dirinya.
Berusaha mengabaikan hal tersebut, ia memencet tombol dial panggilan cepat dan segera menghubungi seseorang.
"Okaasan, dia kembali... Dia... benar-benar... kembali..." lirih Sakura tertahan. Ia tak tahan untuk tidak terisak di sela-sela ucapannya. Di seberang telepon, ibunya panik bukan kepalang.
"Tolong jemput aku... A-aku tidak mau ada yang mati lagi..." saat Sakura mengucapkan 'mati' dia sudah benar-benar menangis hebat sampai-sampai dadanya sendiri terasa sesak. Dimatikan segera ponselnya dan diliriknya wallpaper ponselnya.
"Toneri... Gomenasai ne," ucap Sakura lirih, nyaris hanya berupa bisikan halus.
To be continued.
A/N: Ne, mina-san. Dou? Gimana? Hehe. Memang masih banyak yang kurang dari fiksi ini. Oleh karena itu, kami butuh masukan dari kalian :) Masukan, saran, dan kritik kalian yang berharga, sangat kami butuhkan agar fiksi ini menjadi lebih baik lagi! Jadi, jangan lupa memberikan review ya! Terima kasih banyak atas kerjasamanya! xD Diusahakan update cepat kok :p
Salam, Kadalin Kelinci 3
