Kay Lusyifnyix-saaaann~~
I actually got stuck with the Alice in Chains story, so..I brought this one as a replacement
I hope you like it!
Disclaimer: Hunter x Hunter and all of its characters respectively belongs to Yoshihiro Togashi sensei
Genre: Family, Drama, Suspense, Action, Angst, Hurt/Comfort, Friendship, Crime, etc.
Rate: T, well, just for safety
Pairing(s): no official pairing for this chapter, may change in later chapters
Warning: Female IC, OOC-ness, typo(s), perhaps, AU, etc
Do not flame me about stuff that I've mentions above
I accept no silent reader, you read, you review
Geschwisterliebe
Chapter One—Pilot
L. October
2012
Castellmare de Luca, kota yang penuh dengan bebatuan dan terletak cukup jauh dari kota metropolitan Yorkshin yang hiruk-pikuk.
Seorang pimpinan besar Genei Ryodan tengah terbaring sekarat disana.
Vladimir Lucilfer adalah seorang pria yang terhormat, yang sepanjang hidupnya disegani karena kepemimpinannya yang tegas dan tidak memihak, karena pemikirannya yang mementingkan Laba-laba diatas segalanya, dan karena kerasnya hukuman yang ia jatuhkan bagi mereka yang menentangnya.
Saat ini, tiga anggota Laba-labanya tengah berdiri mengelilingi dirinya: Franklin yang bijaksana meski masih berusia 16 tahun, Uvogin yang penuh semangat, dan Nobunaga yang sangat setia padanya.
Masing-masing adalah para anggota pertama ketika organisasi Genei Ryodan dilahirkan.
Pria itu adalah pemimpin Laba-laba sejati yang pertama, yang menghabiskan seumur hidupnya untuk membangun dan mengurus kepentingan Laba-laba.
Tak ada satu kali pun para anggota itu merasa kecewa dengan keputusannya, tidak pernah ia mengabaikan satu pun dari permintaan kliennya, dan tak pernah ada dalam sejarah hidupnya ia mengutamakan kepentingan pribadinya diatas kepentingan Laba-laba.
Namun beberapa tahun yang lalu, ia sempat menunjukkan kelemahannya; yaitu dengan menikahi seorang gadis yang memberinya seorang putra.
Gadis itu meninggal ketika melahirkan, dan sekarang putranya telah berusia 9 tahun.
Suatu hari setelah kematian gadis itu, ketika Laba-laba tengah menjalani misi, ia mengalami cedera fatal dan akibat dari cederanya itu, ia tengah berbaring menunggu maut menjemputnya pada saat ini.
Sang Danchou sadar bahwa akhir hidupnya telah dekat, dan tanpa dirinya, Laba-laba akan mati.
Satu-satunya jalan ia pikir akan menyelamatkan Laba-laba dari kematian adalah ia membesarkan putranya untuk menjadi Danchou Laba-laba berikutnya.
Sekarang ia berterima kasih pada ketiga anggotanya ini atas penghormatan dan kesetiaan yang mereka tunjukkan dengan menempuh jarak berkilo-kilo dari Ryuuseigai untuk memenuhi panggilannya.
Lalu ia memberitahu mereka bahwa ia ingin putranya yang masih muda, Kuroro, dibawa ke Ryuuseigai dan dibesarkan untuk menjadi seorang Danchou Laba-laba yang terhormat, seperti dirinya sendiri.
"Aku bisa pergi dengan tenang", katanya, sekalipun ketiga anggotanya itu tahu betul bahwa sepanjang hidupnya ia telah bertanggung jawab atas kematian ratusan orang,
"Kalau aku tahu putraku akan meneruskan kepemimpinan Laba-laba. Karena dalam diri pemuda berusia 9 tahun ini kulihat hati dan jiwa seorang Pimpinan Laba-laba sejati, seorang yang bisa menyelamatkan Laba-laba dari kematian kelak."
Ia memerintahkan mereka untuk membesarkan putranya di markas utama Laba-laba di Ryuuseigai.
"Kalau kalian bertiga menyanggupi perintah itu, aku bisa pergi dengan tenang", katanya dengan hela nafas yang sudah hampir habis.
Pemakaman Sang Danchou berlangsung megah, layaknya pemakaman seorang kaisar.
Di barisan paling depan diantara orang-orang yang hadir, Kuroro Lucilfer yang baru berusia 9 tahun, seorang bocah bermata gelap yang mengenakan setelah hitam-hitam, berdiri dengan kepala tertunduk dan kesedihan yang hening.
Namun, sebelum prosesi pemakaman berakhir, anak itu mundur dari barisan dan berlari menuju suatu tempat entah sudut bagian mana dari pemakaman tersebut, ia jatuh terduduk didekat sebuah pohon oak besar dan menangis sesegukan.
Tetapi dalam tangisannya ia mendengar sebuah suara asing,
"Huwaaaaa! Huwwaaa!", suara itu terdengar nyaring dan memekakan telinga,
"Siapa..itu?", tanya Kuroro kecil yang masih terisak-isak,
"Huwaaa! Huwaaa!", suara itu tak menyahut, hanya terus menjerit-jerit.
Rasa penasaran yang besar menggerakan bocah itu untuk berdiri dan mencari sumber suara.
Dan betapa terkejutnya Kuroro saat mengetahui suara tersebut berasal dari seorang bayi berselimut putih yang terbaring diatas sebuah makam tua,
"Adik kecil, apa kau sebatang kara juga, sepertiku?", tanya Kuroro pelan, masih dengan suara terisak-isak, bayi itu tidak menyahut, tapi tangisannya mereda, seakan-akan ia mengerti arti dari kata-kata yang baru saja diucapkan anak itu.
Kuroro terdiam, selama beberapa saat ia melihat sekeliling dan mencari-cari orang yang mungkin telah lari dari tanggung jawabnya dan meninggalkan bayi ini seorang diri, namun, betapapun ia mencari, ia tak melihat siapapun dalam jarak pandangnya.
"Kurasa kau sendirian, baiklah kalau begitu, aku akan membawamu, supaya kau tidak sendirian lagi", ia berkata dengan nada yang terdengar lebih cerah, bayi itu lalu tertawa kecil, entah karena ia salah mengartikan kata-kata Kuroro, atau karena ekspresi di wajahnya yang terlihat aneh dan membuatnya tertawa.
Kuroro tersenyum tipis, lalu dengan hati-hati ia mengangkat bayi itu dan mendekapnya, lalu membawanya pergi menuju tempat dimana prosesi pemakaman ayahnya berlangsung.
"Kuroro, darimana saja kau?", tanya Franklin dengan sedikit nada khawatir kepada bocah itu, ia segera menghampiri anak itu dan mengernyit saat melihat bayi dalam dekapannya,
"Apa itu?", tanyanya dengan nada gusar,
"Apa? Siapa, Papa Frank", kata Kuroro tegas, ia terdengar sedikit kesal,
"Baiklah, siapa itu, Kuroro?", Franklin mengulang pertanyaannya, ia dapat mencium masalah melihat ketegasan anak itu,
"Ini..", Kuroro menjawab dengan nada ragu, ia sama sekali belum memikirkan nama atau panggilan untuk bayi yang ditemukannya ini, tapi saat melihat si bayi dan selimutnya, ia segera mendapat pencerahan,
"Ini Kurapika, aku menemukannya diatas batu nisan disana", katanya sambil menunjuk sebuah arah, ia mendapatkan namanya dari bordiran di selimut bayi itu, tulisannya sama, KURAPIKA, dan itulah nama yang akan ia berikan pada si bayi kecil.
"Kau..menemukannya, lalu?", Franklin bertanya lagi, kali ini, Uvo dan Nobunaga yang sebelumnya berada cukup jauh, ikut berjalan kearah Franklin dan Kuroro yang tengah berbincang,
"Dia seorang diri, sepertiku, jadi...dia akan tinggal bersamaku, sebagai adikku", Kuroro berujar dengan nada serius, melihat raut wajahnya, Franklin hanya bisa menghela nafas karena mustahil untuk mengubah pikirannya, tak peduli apapun yang dikatakannya,
"Baiklah, tapi dengan satu syarat, Kuroro-", kata Franklin menanggapi keinginan bocah itu,
"Kau harus bertanggung jawab atas anak itu, apapun yang terjadi, dan dia akan dibesarkan sebagai Laba-laba, sepertimu", ujarnya menawarkan kesepakatan pada bocah bermata hitam itu,
"Tidak, aku ingin Kurapika merasakan kehidupan normal seperti yang kurasakan selama 9 tahun ini", katanya tegas, rona keseriusan nampak jelas terpancar dikedua bola mata hitamnya yang pekat, Franklin mencermati kata-kata yang terlontar dari mulut anak berusia 9 tahun itu, benaknya sulit mempercayai kalau anak ini masih berusia sangat belia, karena, lihat saja jawabannya barusan, benar-benar pemikiran yang dewasa, terlalu dewasa bahkan untuk anak-anak seumurannya.
"Baiklah, aku akan memberi dukungan sebisaku soal 'Kurapika' ini, tapi ingat, kau bertanggung jawab penuh atas dirinya", sahut Franklin serius, matanya menatap Kuroro dengan penuh intensitas, sebaliknya, bocah itu membalas tatapannya dengan penuh keseriusan, semuanya terpendar di pancaran bola mata hitamnya yang gelap dan dalam,
"Nah, sekarang kita kembali", Uvogin berkata tiba-tiba, memecah suasana hening dan serius yang sebelumnya tercipta diantara dua orang itu,
"Ya", sahut Kuroro sopan,"Kita akan kembali."
Perjalanan kembali ke Ryuuseigai biasanya memakan waktu cukup lama, namun dengan menggunakan pesawat jet pribadi milik almarhum pimpinan mereka, perjalanan itu menjadi sangat cepat.
Sesampainya di tanah Ryuuseigai, Franklin segera mengantar Kuroro ke kediaman sang ayah, yang biasa ditempati oleh almarhum Danchou mereka itu, manakala ia sedang beristirahat.
"Istirahatlah", kata Franklin datar, ia mempersilahkan bocah itu masuk ke dalam kamar utama dalam rumah besar tersebut untuk beristirahat, Kuroro pun melangkahkan kakinya perlahan, lalu sekitar 10 langkah setelah ia melewati pintu masuk, ia berbalik dan menoleh,
"Papa Frank, aku butuh 2 orang perempuan untuk menangani Kurapika, karena dia juga adalah perempuan, kalau aku yang menanganinya, itu melanggar etika", Kuroro berkata dengan nada serius, namun sopan, Franklin tersenyum,
"Tentu, aku akan mengirim Pakunoda dan Machi kesini", sahutnya, kemudian ia berlalu.
Tak berapa lama kedua gadis yang ditugaskan itu sampai ke kamar tempat Kuroro beristirahat, Pakunoda dan Machi, kedua gadis itu sedikit mengobrol dalam perjalanan menuju kamar itu,
"Aku penasaran, kenapa kita ditugasi mengurus bayi, Paku?", tanya Machi dengan suara datarnya, Pakunoda meliriknya dan tersenyum lembut,
"Yah, mau bagaimana lagi, ini perintah Danchou, dan kau tahu kan, perintah Danchou itu mutlak", balas Pakunoda dengan nada cerah, Machi tidak menoleh, hanya mengangguk pelan,
"Hn, baiklah, lagipula yang akan kita rawat hanya seorang bayi perempuan, apa susahnya?", Machi berujar lagi, kali ini Pakunoda sedikit terkejut, tapi ia lalu tersenyum lagi,
"Kau benar, ah, itu dia kamarnya, kita sudah sampai", kata Pakunoda.
Kedua anak itu lalu mengetuk pintu, "Danchou, ini Pakunoda dan Machi", katanya ringan, kemudian hening selama beberapa menit sebelum pintu berdecit dan terbuka,
"Kalian Pakunoda dan Machi?", katanya sambil menunjuk kedua gadis itu secara bergantian, lalu ia membuka pintunya lebih lebar dan mengizinkan mereka masuk,
"Perkenalkan, ini adikku, namanya Kurapika", Kuroro berkata dengan nada serius dan dingin, Pakunoda tersenyum pada bayi perempuan berambut pirang itu, ia terlihat manis sekali, dengan mata birunya yang besar dan bulat seperti anak rusa, dan pipinya yang tembam, serta bibirnya yang tipis tapi merah sekali, seperti memakai lipstick saja.
Hari demi hari pun berganti, dan sekarang, sudah 3 tahun berlalu sejak Kuroro menemukan bayi kecil itu, dan pada tahun ketiga ini, Kurapika sudah bisa mandiri, sehingga ia bisa menyudahi misi menangani Kurapika, yang sebelumnya ia berikan kepada Machi dan Pakunoda.
Kuroro sendiri tentu sudah berlatih keras, untuk menjadi seorang Danchou yang baik, yaitu dengan tidak mempedulikan siapapun dan membunuh banyak orang, semua demi melindungi Kurapika.
Pernah suatu ketika Kuroro kehilangan motivasi untuk berlatih, dan pada saat itu, Franklin mengatakan padanya kalau dia akan menjadikan Kurapika Laba-laba jika gadis itu adalah gangguan bagi konsentrasi Kuroro selama menjadi Danchou.
Kuroro yang sama sekali tidak menginginkan hal itu, kemudian bertekad untuk menjadi Danchou yang hebat agar ia bisa melindungi Kurapika dari siapapun yang berniat mengganggunya dan menghindarkannya dari pelantikan menjadi Laba-laba oleh Franklin.
Tanpa terasa, 4 tahun telah berlalu sejak saat itu, dan kini Kurapika sudah menginjak usia 7 tahun, Kuroro? dia telah tumbuh menjadi seorang pemuda berumur 16 tahun yang tampan, namun berhati dingin dan kejam.
Hanya saja, sifatnya ini hanya tertuju pada dunia luar, para klien, dan anggota-anggotanya, sementara kepada Kurapika, dia melunak selayaknya seorang ayah yang bekerja diluar dan mencurahkan segenap pikirannya untuk pekerjaannya, hingga saat ia tiba dirumah, yang tersisa hanyalah seluruh rasa sayang dan pengertian, yang ditujukannya hanya untuk Kurapika, adiknya, seorang.
Kurapika sendiri tumbuh menjadi gadis kecil yang manis dan menyenangkan.
Ia memiliki keberanian yang berada diatas standar anak-anak seusianya, dan, dibesarkan oleh seorang seperti Kuroro Lucilfer, sudah tentu Kurapika terdidik untuk menjadi gadis yang mandiri dan penuh perhitungan sebagaimana sang kakak yang selama ini membesarkannya.
Hari ini adalah sebuah petualangan baru bagi mereka, karena, pada hari ini, untuk pertama kalinya, Laba-laba akan melaksanakan misi diluar Ryuuseigai.
Kuroro sedang berada di kursinya di ruang rapat Laba-laba, ia berpangku tangan sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi pada Kurapika seandainya ia memutuskan untuk meninggalkan gadis itu disini.
Risiko pertama yang terlintas di benak Kuroro adalah, bagaimana kalau Kurapika sakit, lalu ia tidak berada disini selama berbulan-bulan, dan kembali hanya untuk melihat gadis itu tergeletak tak berdaya, pucat, dan sekarat.
Kuroro segera melupakan kemungkinan-kemungkinan itu, karena saat ini, ia sudah memutuskannya, ia akan membawa Kurapika serta, tapi, karena begitu inginnya ia menjauhkan gadis itu dari dunianya, semata-mata agar ia tidak kehilangan kepolosannya, agar mata biru itu tidak kehilangan sinarnya, dan agar mata biru itu selalu menjadi biru.
Sementara Kuroro sedang tenggelam dalam pikirannya yang terlalu detail dan penuh perhitungan, para anggota Laba-laba dikejutkan oleh kedatangan seorang pemuda berambut merah, dengan postur tubuh atletis dan kulit putih yang cukup jarang ditemui.
Pemuda itu datang tiba-tiba, begitu saja, entah darimana, dengan dandanan seperti joker yang aneh,
"Hai~", sapanya pada seluruh anggota yang sudah berkumpul diruangan itu, suara baritonnya terdengar mistis dan mengerikan, dari tempat mereka masing-masing, para anggota Laba-laba itu mengawasi si anggota baru dengan pandangan curiga.
"Machi, bagaimana pendapatmu soal dia?", tanya Shalnark setengah berbisik, gadis berambut ungu itu memicingkan matanya, sesuatu tentang pria berambut merah itu membuatnya tidak senang, namun ia belum bisa memastikan apa itu.
"Buruk", komentarnya pelan, Shalnark menenggak ludahnya sendiri, lalu tersenyum kikuk seusai mendengar komentar Machi tentang orang baru itu, ia belum pernah mendengar Machi melabel anggota baru dengan kata 'buruk', bahkan waktu mereka kedatangan Bonolenov yang menurutnya berpenampilan seperti mumi aneh.
"Siapa kau?", tanya Franklin memecahkan keheningan ruangan itu, pemuda baru berambut merah itu menyisir rambutnya ke belakang kepalanya dengan menggunakan jari-jarinya, lalu tersenyum tipis,
"Hisoka, aku menggantikan anggota no. 4 kalian", ujar Hisoka santai, meski nada bicaranya terdengar sombong bagi sebagian orang.
Tak lama setelah kedatangan si joker, Kuroro pun tiba di ruangan itu, dengan penampilan lengkap ala Danchou-nya, matanya terlihat dingin dan hampa, tampaknya ia tak sedikitpun tertarik dengan apapun yang terjadi dalam ruangan itu sebelum ia tiba.
"Bagaimana keputusanmu, Danchou?", tanya Uvogin, ia terlihat agak antusias mengenai keputusan Kuroro soal ini,
"Aku akan membawanya serta, tentu saja dia akan berada di apartemenku sampai semua selesai", Kuroro berkata dengan nadas serius dan intonasi yang terdengar datar,
"Kau yakin soal itu, Danchou?", kali ini Franklin yang bertanya, sedikit rona khawatir terdengar begitu samar dalam suaranya yang memang seperti suara seorang ayah yang bijaksana,
"Positif", balas Kuroro singkat,
"Baiklah kalau begitu", Franklin menyahut dengan nada penyudahan, Kuroro sudah memutuskannya, dan Franklin adalah salah satu dari beberapa orang yang paling tahu kalau keputusan Kuroro tak bisa diubah, sekalipun itu tidak bersifat mutlak, dan satu-satunya alasan Kuroro bisa mengubah keputusannya hanyalah jika Kurapika yang memintanya, selain dia, ia akan mengabaikannya sama sekali.
Sepeninggal Kuroro, Hisoka bergerak mendekati Shalnark yang masih sibuk dengan netbook dan ponselnya,
"Siapa yang tadi dibahas?", tanya Hisoka penasaran,
"Oh, itu..dia adiknya Danchou, namanya Kurapika", jawab Shalnark santai, ia bahkan tidak mengalihkan perhatiannya dari layar komputernya,
"Oh", respon Hisoka singkat, ia tersenyum penuh arti, namun...pada saat itu, tak seorangpun menyadari arti dari senyumannya itu.
Hari keberangkatan pun tiba, dan semua telah dipersiapkan.
Tidak seperti biasanya, karena Kurapika akan ikut serta, maka Kuroro telah berangkat lebih dahulu bersama gadis itu.
Kota yang mereka tuju bernama Francesti, sebuah kota di dekat pantai yang berbatasan dengan bukit. Di kota itu, mereka akan mencuri harta pusaka-nya yang terletak di jantung kota.
Kota tersebut memiliki tingkat kriminalitas rendah, dan panorama yang sangat indah, oleh sebab itu, Kuroro tidak menyesal mengajak Kurapika serta.
"Kota yang cantik, Kuro-nii~", puji gadis itu, mata birunya berbinar cerah, Kuroro tersenyum lembut pada gadis itu,
"Kau suka?", tanyanya tanpa melepaskan pandangannya dari sosok gadis kecil berambut pirang itu,
"Ya, mungkin ini akan menjadi kota terfavorit keduaku", responnya dengan nada santai yang menyenangkan,
"Yang kedua?", tanya Kuroro heran, ia tidak ingat pernah membawa Kurapika kemanapun sebelumnya, mengingat ia sendiri juga belum pernah kemana-mana sebelumnya, tapi gadis ini menaruh kota Francesti yang indah ditempat kedua,
"Iya, yang pertama adalah Ryuuseigai, aku suka hujan meteor mingguan disana", Kurapika berujar sambil tersenyum, wajahnya terlihat berseri-seri, sementara Kuroro hanya memandanginya sambil tersenyum simpul, baginya, tak ada yang lebih menyenangkan daripada melihat Kurapika tersenyum, dan ia akan melakukan apapun untuk itu.
Mereka tiba tepat waktu, dan Kuroro segera mengantar Kurapika yang kelelahan akibat perjalanan panjang mereka ke apartemen sewaannya, tempat itu lumayan juga, bernuansa minimalis dengan twin bed, ditambah sistem keamanannya yang ketat dan cctv yang berada di kamar, koridor, elevator, tangga utama, tangga darurat, lobi, bahkan parkiran dibawah sana.
Ya, ia bisa sedikit merasa yakin Kurapika akan aman disana, dengan segala fasilitas itu, ditambah bahwa Kurapika sudah terlelap dengan nyenyak diatas tempat tidur, benar-benar situasi yang cukup melegakan untuk ditinggal.
Misi pun dijalankan, mereka dengan lihainya mencuri harta itu secara terang-terangan, dan membunuh siapapun yang menghalangi, dan tentunya, mengingat daerah ini bukanlah kota yang dipenuhi mafia, maka tugas mereka menjadi sangat mudah.
Seusai pelaksanaan misi, Kuroro menyegerakan untuk kembali ke apartemen, ia berniat mengajak Kurapika berjalan-jalan sampai fajar nanti, dimana mereka mungkin akan pulang demi keamanan gadis itu.
Namun, sesampainya ia ke kamar, ada keganjilan yang ditemuinya, Kurapika, adik kesayangannya, tidak ada disana! Kuroro terkejut tapi ia berusaha menenangkan dirinya.
Iapun langsung berlari menuju ruang kamera, hendak memeriksa siapa yang membawa pergi adik kecilnya itu, ia hanya seorang gadis kecil berusia 7 tahun, mustahil jika ia keluar kamar seorang diri kan?
Pencarian Kuroro tidak membuahkan hasil, ia melacak kamera tersebut, dan yang terakhir masuk dan keluar kamar adalah dirinya sendiri, dugaannya pun kuat kalau penculikan atas Kurapika ini telah direncanakan sebelumnya, tapi...siapa yang mengetahui keberadaan gadis itu selain ia sendiri?
Sementara Kuroro sibuk mencari-cari gadis berambut pirang itu, seseorang diluar sana memperhatikan gerak-gerik dan mimik frustasi yang terlihat jelas diwajahnya, orang itu tersenyum licik,
"Aku mendapatkanmu, Kuroro Lucilfer", katanya dengan nada berdesis.
Ia lalu menoleh pada gadis kecil berambut pirang yang tertidur di jok belakang mobilnya, tidurnya begitu nyenyak, sampai-sampai ia tidak merasakan ketika suntikan berisi anestesi itu menusuk lengannya dan mengalirkan obat bius ke dalam sistemnya, membuatnya tertidur semakin dalam untuk waktu yang cukup lama.
Kurapika siuman dari pingsannya akibat obat bius itu, ia merasakan tubuhnya mengigil dan tempat tidurnya sangat tidak nyaman, sejenak ia mencoba membuka kedua matanya yang terasa begitu berat, hampir-hampir seperti mereka telah diberi lem dan ditempelkan.
Ketika gadis itu berhasil membuka matanya, ia terlihat syok, bagaimana tidak? Hal terakhir yang ia ingat adalah dirinya berada di sebuah tempat tidur nyaman dalam sebuah apartemen yang di sewa sang kakak, dan kakaknya yang berjanji akan pulang secepatnya agar bisa mengajak ia berjalan-jalan mengelilingi kota itu.
Tapi sekarang, saat ia membuka matanya, ia berada di tempat yang sama sekali asing, baunya sedikit anyir, seperti bau darah, yang sering ia cium di pakaian kakaknya yang belum dicuci, Kuroro kerap beralasan kalau darah itu akibat ia bertarung untuk membela temannya, dan Kurapika baik-baik saja dengan alasan itu.
Bukan hanya bau anyir yang menyapa inderanya, tapi juga bunyi rantai, astaga! Ia baru saja menyadari kalau dirinya dirantai di sebuah tempat duduk kecil yang dilapisi dengan sedikit bantalan seukuran tempat tidur agar bisa dijadikan sebagai tempat tidur juga.
Setelah sembuh dari keterkejutannya yang satu itu, Kurapika mencoba mengatur nafasnya sembari memperhatikan sekelilingnya, gelap, pengap, sedikit lembab, bau anyir yang cukup pekat, dan suara rantai yang bergemerincing, gadis itu membulatkan matanya tak percaya, ia tahu tempat apa ini, dari buku bacaannya, ini adalah penjara!
Kurapika terlihat syok dan terguncang tak bisa menerima kalau ia berada didalam sebuah penjara, siapa yang memasukkannya kesini dan mengapa? Ia bertanya-tanya dalam hati.
Pertanyaanya terjawab saat ia mendengar suara langkah kaki dan derap sepatu di depan sel-nya, gadis itu lalu mengangkat kepalanya yang sebelumnya ia tanamkan diantara kedua lututnya, dengan takut-takut, ia mencoba melihat kearah cahaya datang, ada seseorang disana, seseorang yang tak dikenalnya.
Kurapika ingin sekali bertanya, tapi ia terlalu takut, orang itu membuka sel-nya dan masuk dengan gerakan perlahan, ruangan itu gelap, tapi Kurapika bisa merasakan kalau orang itu tersenyum tipis kearahnya,
"Si..apa?", tanya gadis itu akhirnya, ia berusaha keras mengumpulkan keberaniannya demi satu potong kalimat itu, si penculik melebarkan senyumannya, ia menikmati ekspresi ketakutan gadis itu, lalu, dengan seulas senyuman di bibirnya, ia berujar,
"Aku...adalah Hisoka—"
A/N: Finally I can finalized this one!
I'm soooo happyyyy!
So, Minna-san, please leave your review~
