"Botan"

Joker Game © Yanagi Koji

Okaeri © Suki Pie

.

saya tidak mendapatkan keuntungan materiil macam apa pun atas pembuatan fanfiksi ini

.

.

[Four Seasons Series]

4 of 4

.

.

"Bagaimana, ya,"

"Apanya?"

"Masa depan, apa lagi." Kaminaga mendengus kecil. "Kalau kau, sudah pasti melanjutkan bidang seni, bukan? Miyoshi dan ke-abstrakannya seperti seni. Miyoshi dan dunianya bernama seni. Miyoshi dan warna-warnanya untuk seni. Miyoshi dan—aduh! Menampar keningku itu bukanlah seni, Miyoshi."

Ia mengusap rasa sakitnya, pelan sebenarnya, saat Miyoshi memberikan sentilan kecil tepat di kerutan keningnya dengan jail. Tapi tetap saja sakit. Dan Kaminaga bersumpah kalau ia menangkap tarikan kecil di sudut kiri bibir Miyoshi. Tidak perlu ada gerakan kecil, atau satu bentuk pertanda bahwa Miyoshi tak nyaman dengan beban kepala Kaminaga di kedua pahanya. Tidak perlu ada protes samar, karena toh, Miyoshi memang tidak keberatan karena menjadikan dirinya sebagai pangkuan kepala Kaminaga.

Musim semi menjelang, dan ini adalah waktu yang tepat untuk bermalas-malasan. Beberapa minggu setelah ujian sekolah lewat, seusai pendaftaran universitas di berbagai tempat mengeluarkan pengumuman mahasiswa baru, dan sebaik-baiknya siswa kelas tiga menentukan masa depan masing-masing; Kaminaga memilih untuk membuang waktu di sini. Di atap gedung sekolah, di dunianya yang kecil dan tak tersentuh, bersama Miysohi.

Bertanya-tanya secara klise akan dibawa ke mana hidupnya nanti?

"Lalu, bagaimana denganmu?"

"Apanya?"

"Masa depan, apa lagi," ulang Miyoshi, agak mengejek. Kaminaga lagi-lagi mendengus. "Kau dan fotografi itu seperti surat dan perangko, eh? Tidak ingin mencoba menjadi jurnalis, misalnya? Atau mungkin keliling dunia ... dengan menjadi jurnalis?"

"Hei, hei, bisa tidak cari contoh yang lain? Seperti tidak ada pilihan saja."

"Memang."

"Astaga, jangan mengatakannya dengan nada datar."

Ketika Kaminaga mendongak, yang tepat pada saat itu Miyoshi menunduk kecil ke arahnya, Kaminaga mendapati dirinya bahwa ia terlihat begitu kosong saat cerkas dalam bola mata Miyoshi memantulkan sosoknya dengan samar. Kaminaga seakan melihat pintu-pintu yang terkunci rapat, sulit dibuka, berkeliling di sekitar lorong-lorong pikirannya yang jauh. Satu di antaranya memiliki kunci, namun Kaminaga tak tahu harus membuka yang mana.

Itu seperti hidupnya sekarang ini. Di antara pilihan-pilihan yang ditawarkan untuknya, pintu mana yang akan ia ambil? Kaminaga meringis kecil, dunia memang terlalu kejam. Salah sedikit saja Kaminaga memilih pintu, atau memang pintu-pintu itu tak memberinya kesempatan, ia bisa disematkan sebagai seseorang yang gagal. Dan Kaminaga perlu waktu untuk menemukan pintu lain yang sekiranya tepat.

"Kaminaga."

Tetapi, di antara puluhan bahkan ratusan pintu yang berjejer dalam benaknya—

"Hm?"

"Aku akan ke Jerman."

—kenapa ia tidak memilih pintu di mana Miyoshi menanti di baliknya?