Disclaimer : Mbak JeKa Rowling dan staf2nya dan Warner Bros dan lain2..

A/N : Set bertahun2 yang lalu, saat era Founders of Hogwarts. Banyak OC, Banyak OOC...


"Potter! Weasley! Jelaskan!" seru Rowena Ravenclaw marah. Didepannya, berdiri dua anak lelaki yang kelihatan menciut di depan profesor Transfigurasinya ini. Bagaimana tidak? Rowena sekarang mengeluarkan death glarenya yang paling mematikan, sementara bibirnya kelihatan sangat tipis, pertanda bahwa ledakan amarahnya belum selesai. Callisto Potter menelan ludah, sementara Jonathan Weasley terlihat siap kabur kapan saja.

"Ehm... begini Prof..."

"Ujian baru saja selesai.."

"Jadi kami pikir, Hogwarts butuh sedikit hiburan.."

Rowena menggeram pelan, kedengaran seperti singa yang hendak menerkam. "Jadi, menurut kalian, meledakkan meja asrama saat makan malam dan membuat seluruh wajah tertutup makanan, disebut hiburan?" jelasnya dengan bisikan mematikan. Callisto dan Jonathan mundur selangkah. Tiba-tiba, terdengar langkah-langkah kaki. Mereka menoleh.

"Sudahlah, Prof. Ravenclaw, toh mereka tidak melukai siapapun.." tukas Godric Gryffindor yang entah kenapa telah berada di belakang mereka. Wajahnya tersenyum ramah, walaupun kelihatan jelas bahwa ia mencoba menyembunyikan tawa.

"Prof. Gryffindor.." sapa Rowena dingin, meskipun semburat merah terlihat di wajahnya. Callisto dan Jonathan, yang menyadari hal ini, nyengir pelan, namun segera berhenti ketika Rowena kembali menatap mereka dengan tajam. Semua orang di Hogwarts tahu bahwa Rowena menyukai Godric sejak pertama kali mereka bertemu. Semua orang, kecuali Godric. Hal aneh, memang, Prof. Rowena Ravenclaw yang sangat tegas dapat menyukai Prof. Godric Gryffindor yang merupakan pelopor troublemakers di Hogwarts.

"Ah.. Potter dan Weasley.." sapa Godric ramah, lalu menoleh kembali pada Rowena. "Mereka anak asramaku, kan? Mengapa kau tidak langsung menyerahkannya padaku?" lanjut Godric. Rowena mengernyit.

"Aku tidak memercayaimu sebagai kepala asrama, Prof. Gryffindor. Kalau isi otakmu sejalan dengan mereka," Rowena menunjuk Callisto dan Jonathan, "maka aku tidak punya alasan untuk langsung menyerahkan mereka padamu. Jangankan menghukum, kau mungkin malah akan menyemangati mereka membuat lebih banyak masalah..." omel Rowena, tangan dipinggang. Godric meringis, menciut seperti dua anak lelaki didepannya. Melihat tangkapannya tak berdaya, Rowena menarik napas dalam-dalam, dan...

"Jadi, kalian bertiga, DETENSI SELAMA SEBULAN DAN POTONG POIN GRYFFINDOR MASING-MASING 50!" Godric mengeluarkan suara tak percaya. Rowena menatapnya tajam. "Ya, Prof. Gryffindor, kau juga!"


"She really nightmare, honestly..." omel Callisto pelan, badannya basah kuyup. Disampingnya, berjalan mengikuti Callisto, Jonatahan mengangguk. Keadaannya tak lebih baik dari Callisto. Mereka di detensi selama sebulan membersihkan kastil, dan sekarang giliran membersihkaan toilet perempuan di lantai empat. Baru saja berencana melakukan sesuatu yang agak 'pervert', mereka segera disiram air seember oleh seorang cewek kelas empat yang mengira mereka pengintip. Jadi, seluruh rencana mereka buyar, dan mereka harus berusaha membersihkan WC itu, sembari menahan malu ditatap cewek-cewek.

"Ravenclaw pasti sudah merencanakan hal ini, bahwa tugas ini tak akan mudah. Mana ada, sih, profesor lain yang memberi cowok detensi ke WC cewek?" lanjut Callisto lagi, lebih keras.

"Callisto, sssttt.." Jonathan mendiamkan Callisto, sementara kepalanya menoleh kanan kiri.

"Jaga mulutmu Potter, atau kau akan menerima detensi yang lebih buruk." Kata suara dibelakang mereka. Jonathan dan Callisto melompat kaget, segera menoleh, lalu menghela napas lega. Godric Gryffindor berjalan dibelakang mereka, seluruh badannya tertutup debu.

"Lukisan itu penggosip terbesar di Hogwarts, asal tahu saja." Kata Godric lagi, berjalan mengikuti mereka.

"Detensimu apa, Prof?" tanya Jonathan ramah. Godric mengangkat bahunya ringan.

"Oh, tidak banyak. Hanya disuruh membersihkan buku-buku perpustakaan yang tebal debunya 2 cm." Jawab Godric ceria. Callisto menggelengkan kepalanya.

"Ckckckck... Emosi Ravenclaw memang meledak-ledak... sampai berani mendetensi sesama profesor..."

"Prof. Ravenclaw, Potter.." koreksi Godric. "Walaupun, mungkin kau benar. Prof. Ravenclaw butuh sedikit pengendalian emosi. Tapi bagaimana caranya?" Callisto dan Jonathan menundukkan kepalanya. Mereka bertiga terdiam hingga tanpa terasa mereka telah sampai di lukisan Fat Lady.

"Nah, kalau begitu, boys, masuklah. Nanti kita pikirkan bagaimana caranya. Selamat malam."

"Selamat malam juga, Prof." Jawab Callisto dan Jonathan bersamaan.


Beberapa hari kemudian,

Callisto dan Jonathan sedang mengerjakan pe-er mereka yang ketinggalan akibat detensi, ketika terdengar suara ketukan di jendela ruang rekreasi. Callisto menoleh.

"Elara!" serunya tiba-tiba. Ia segera bangkit menuju jendela ketika Jonathan memanggil.

"Elara? Sia—" kalimatnya berhenti ketika melihat seekor burung hantu abu-abu di bahu Callisto. Ia mengangkat alisnya tinggi-tinggi.

"Namanya Elara? Nama yang aneh.." katanya ketika Callisto duduk dan mengangkat burung hantu itu ke atas meja. Callisto tersenyum.

"Namanya manis. Dari salah satu bulan Jupiter. Sepertiku." Jawabnya kalem. Jonathan menggeleng heran. Ia melirik ke arah surat yang dipegang Callisto.

"Dari siapa, sih?"

"Zahra Spora." Jonathan mengernyit.

"Hoh?" Callisto tersenyum kecil.

"Namanya memang aneh. Dia sepupu jauhku, tinggal di Turki sekarang, ikut ibunya. Makanya namanya tidak seperti orang Inggris kebanyakan." Jelas Callisto. Ia lalu membaca suratnya, dan senyumnya semakin melebar setiap detiknya.

"Hanya sapaan biasa antar sepupu, mengingat aku sudah lama nda ketemu dia. Katanya ia sudah mulai puasa bulan ini." Jawab Callisto ketika Jonathan membuka mulut. Jonathan berdecak, lalu kembali ke pe-ernya yang belum selesai, sementara Callisto membalas suratnya. Selama beberapa menit ia berkutat, ketika kepalanya kembali menghadap Callisto.

"Mulai 'puasa'? Puasa itu apa?" tanyanya. Callisto mengangkat alis.

"Yah, aku tidak begitu tahu, sih. Yang aku tahu dari ceritanya, Puasa itu menahan lapar, haus, dan emosi dari pagi sampai malam."

"Menahan lapar? Emangnya bisa, menahan sampai malam?"

"Jangan tanya aku, aku juga tidak tahu." Protes Callisto. "tapi kalau dari nada suratnya, ya, kupikir itu bisa." Ia menyelesaikan suratnya, menggulungnya perlahan, namun tiba-tiba tangannya ditahan Jonathan.

"Tanya sepupumu juga, puasa itu apa."

"Memangnya kenapa?" tanya Cllisto heran. Jonathan tersenyum lebar.

"Menahan lapar, haus, dan emosi, kan? Nah, cocok tuh, jadi semacam pengendalian emosi buat Ravenclaw. Lumayan, dong, tidak dengar dia marah-marah sampai malam." Jawab Jonathan ceria, mengedipkan matanya. Callisto nyengir. "Brilliant!" Ia membongkar kembali gulungan perkamennya, dan menulis dengan terburu-buru. Disampingnya, Jonathan tersenyum lebar.


"Eh? Puasa?" tanya Godric heran. Jonathan dan Callisto mengangguk bersemangat. Mereka sedang berada dalam kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, sementara anak-anak lain sudah berada di Aula Besar untuk makan malam. Godric memang agak jarang makan bersama, tapi ini untuk pertama kalinya Callisto mengabaikan makanan, membuat Godric beranggapan bahwa ada sesuatu yang sangat penting.

"Memangnya puasa itu apa?" Jonathan nyengir kecil, mengingat ia dahulu bertanya pertanyaan tepat sama dengan profesor PTIHnya ini.

"Puasa itu, menahan lapar, haus, dan emosi dari subuh hingga matahari terbenam, prof!" jawab Callisto bersemangat. Godric mengernyit.

"Terus? Kamu mau menyuruh aku tidak makan sampai malam?"

Jonathan menggeleng, "Bukan tidak makan, prof, walaupun mungkin itu setengah benar. Tapi, bersabar menahan lapar dan emosi sampai kira-kira, setelah matahari terbenam. Lagipula, bukan untuk anda, bukan.." Jonathan melambaikan tangannya sedikit. "Untuk Prof. Ravenclaw!"

"Hah? Prof. Ravenclaw? Kau mau menyuruh dia diet?" tanya Godric lagi, matanya membulat. Callisto menghela napas.

"Aduh, prof. Yang dibahas disini, bukan bagian yang menahan lapar dan haus, tapi bagian dimana kita harus menahan emosi seharian!" tukas Callisto tidak sabar.

"Hoh?" Godric mengangkat alisnya sedikit, sepertinya otaknya agak kesulitan mencerna semua hal ini. Jonathan mengeluh.

"Halah, prof. Begini, deh. Akhir-akhir ini, Prof. Ravenclaw sering marah-marah, kan? Terus, pelampiasan kemarahannya pada anda atau kami, kan? Jadi, jika Prof. Ravenclaw disuruh puasa, maka dia tak perlu susah-susah membuang nafasnya untuk kita, dan kita tak perlu dimarahin seharian! Semua senang!" jelas Jonathan dengan nada menjelaskan mengapa manusia tidak bisa terbang pada anak yang bodohnya setengah mati. Godric mengernyit.

"Jadi, maksud kalian, kalian mau Prof. Ravenclaw puasa, agar kalian bisa berbuat onar tanpa dimarahin, begitu?" Ulang Godric lambat-lambat. Callisto dan Jonathan tersenyum lebar.

"Yah, istilah kasarnya, sih, begitu Prof." Jawab Callisto nyengir.

"Bagaimana caranya?"

"Haduh, Prof, pakai otak dong." Kata Callisto tajam. "Prof. Ravenclaw sering mengeluhkan penampilannya, benar? Maka, bilang saja begini," suaranya melembut, dan wajahnya memandang wanita transparan " 'Profesorku tersayang, perutmu agak gemukan, ya? Wajahmu banyak keriputnya, ya? Pasti kamu terlalu stres dan banyak makan. Gimana kalau kamu puasa saja, agar perutmu mengecil, dan agar kamu tidak terlalu banyak marah?' " suaranya berubah normal, lalu kembali menghadap Godric. "Begitu, prof!"

Godric menggeleng heran. "Kalian benar-benar, deh.."


"Godric tidak makan bersama lagi.." keluh Rowena pelan, tidak menyadari bahwa keluhannya didengar oleh Helga Hufflepuff yang berada di sampingnya. Ia terkikik pelan.

"Merindukan pangeranmu?" godanya. Rowena melompat kaget, lalu berbalik menatap Helga dengan tajam, walau wajahnya bersemu merah. Helga terkikik lebih keras.

"Bukannya itu sudah biasa, Godric tidak ikut makan?" tanya Salazar Slytherin yang tiba-tiba duduk disamping Helga. Wajah Rowena semakin memerah, sehingga tidak ada bedanya dengan kepiting rebus. Ia menunduk malu. Salazar terkekeh.

"Astaga, Rowena... tidak kusangka, profesor kita yang paling tegas, punya sisi soft kalau tentang Godric..." Helga menutup mulutnya sekarang, mencegahnya tertawa keras-keras, melihat wajah Rowena yang, jika mungkin, semakin merah.

"Shut up, you two." Kata Rowena pelan. Salazar nyengir, sementara Helga mencoba mati-matian menahan tawanya.

"Lagi menertawakan apa?" kata seseorang tiba-tiba, di belakang Rowena. Rowena, mendengar detak jantungnya yang lebih cepat dari biasanya, dapat menebak siapa itu. Namun, kecurigaannya semakin besar mendengar tawa Salazar dan Helga yang meledak.

"Hoh? Ada apa?" tanya Godric polos, lalu mengambil tempat duduk disamping Rowena. Ia menoleh menghadap Rowena yang tak berani mengangkat kepalanya.

"Kamu kenapa?" Tawa Salazar dan Helga semakin keras. Sementara Rowena, dalam hati mengutuk Godric. Namun, Godric hanya menatap penasaran Rowena, tak menyadari bahwa dialah penyebab Rowena menunduk seperti itu. Melihat temannya yang tampak salah tingkah, Helga pelan-pelan meredakan tawanya.

"Ehm All, lebih baik kita makan." Katanya tiba-tiba, mengalihkan perhatian mereka semua. Godric menoleh padanya, seakan baru menyadari Helga adalah perempuan. Namun, ia hanya mengangkat bahu, lalu menghadap ke arah makanan dan minuman di depannya. Salazar pelan-pelan mengakhiri tawanya, menatap Helga nyengir. Namun, Rowena menatap Helga dengan penuh kekaguman dan terima kasih. Helga tersenyum padanya.

Makan malam berlalu tanpa insiden yang berarti, sebelum Godric kembali menoleh kembali pada Rowena.

"Rowena.." sapanya pelan. Rowena menoleh menghadapnya, membuat pipinya bersemu merah.

"Kau tahu Rowena, akhir-akhir ini kamu jadi tambah pemarah, deh.. Terus tambah gemuk juga..." katanya lembut, mengawali taktiknya. Rowena membelalakkan mata, wajahnya terbakar. Salazar tersedak pai apelnya, sementara Helga menyemburkan jus labunya dengan kaget, dan mengenai wajah seorang anak kelas satu.

"Oh, maaf, Moore.." katanya segera, lalu melambaikan tongkatnya dan membisikkan 'Scourgivy'. Godris menatap Helga dengan aneh, lalu kembali menghadap Rowena, yang menundukkan kepalanya gugup.

"A.. Ah.. Masa, sih?" jawab Rowena terbata. Godric mengangguk lembut.

"He-eh. Banyak marah itu tidak baik untuk kesehatan, loh..." rayu Godric lagi. Helga mengernyit curiga.

"Ja, jadi?"

"Nah, bagaimana kalau kamu puasa saja? Yah... itung-itung amal, lah..." lanjutnya ceria. Rowena mengangkat alis.

"Puasa?" tanya Helga tiba-tiba. Godric menoleh padanya, tersenyum lebar.

"Yup. Menahan lapar, haus, dan nafsu dari subuh hingga terbenam matahari, kebiasaan yang biasa dilakukan orang Islam jika tiba bulan ini!"

"Tidak makan minum dari pagi sampai malam?" ulang Salazar. "Emang bisa?" Godric mengernyit padanya.

"Tentu saja bisa. Aku tidak mengusulkan sesuatu yang manusia tidak bisa lakukan!" jawabnya tersinggung. Lalu, ia kembali menoleh menghadap Rowena.

"Jadi gimana? Lumayan, loh... Diet, sambil tahan nafsu sambil beramal!"

Rowena mengernyit sedikit, lalu mengangguk pelan. "O, ok..."


"Gimana, prof? Lancar?" serbu Callisto tidak sabar begitu Godric masuk ke kantornya. Godric mengangkat bahu.

"Ya, lancar..." Callisto nyengir lebar, bertos-an dengan Jonathan. Godric menghela napas.

"Tapi, kuberi tahu kalian, jangankan Rowena tidak boleh marah-marah, kalian seenaknya berbuat onar!" Callisto dan Jonathan menoleh pada profesornya, tersenyum lebar.

"Tentu saja, Prof!" seru mereka bersamaan. Godric menggeleng pasrah.


A/n : Chapter 1 Done!

Maaf, ya all.. tapi, karena kepanjangan, puasanya nanti di chap 2...

.

P.S :

Karena tidak ada bukti pasti di buku Harry Potter tentang sifat para penemu Hogwarts, bayangkan saja kalau Godric itu seperti Harry, menoleransi keonaran, tapi tidak sampai kayak Marauders dan Weasley Twin, trus Rowena itu kayak gabungan McGonagall dan Ginny (susah dibayangin, ya? Hehehehhh).

Ah, ya. Disini, anggap saja Callisto Potter itu kakek kakek kakek buyutnya Harry, trus Jonathan juga sama, kakek kakek kakek buyutnya Ron, Ginny, dll. Callisto itu, nama salah satu bulan terbesar Jupiter, Elara salah satu bulan terkecilnya Jupiter. Zahra Spora, Zahra itu artinya bunga dari bahasa Arab, sementar Spora itu nda tau apa, tapi yang jelas berhubungan dengan tanaman.. hehehhh.. Nyambung, kan? ^_^

Trus, aku heran kenapa Godric itu selalu dipasangkan ma Helga dan Salazar dengan Rowena. Menurutku, Godric dengan Rowena itu lebih menarik. Mereka berdua bertolak belakang, tapi entah kenapa saling melengkapi...

.

Bagaimana? Bagus? Jelek? Parah? Buruk? Review, ya! Kalau tidak, Rowena nanti tidak puasa-puasa, loh!