Aku terus menatap pemuda di hadapanku sambil mengaduk jus strawberry yang mungkin sudah tidak dingin lagi.

"Jadi, kita mau kemana?" tanyaku tanpa menghentikan aktivitasku sama sekali. Pemuda itu menatapku. Manik onyx-nya terlihat lebih gelap dari pada sebelumnya.

Tunggu, tadi kubilang sebelumnya? Ah, ya... dulu dia tidak seperti ini...

"Tidak tahu, kau sendiri ingin kemana?"

Aku mengerutkan dahiku. Ini dia jawaban yang paling aku benci.

"Sasuke, sejak kapan kamu jadi begini?"

Pemuda itu, Sasuke kini menatapku bingung lalu tersenyum simpul.

"Saa- sepertinya sejak dulu aku sudah begini," jawabnya masih tetap tersenyum. Meskipun ia tersenyum, aku tahu pasti bahwa senyuman itu terpaksa. Aku sangat mengenal seorang Uchiha Sasuke dan Uchiha Sasuke yang kukenal tidak seperti ini. Uchiha Sasuke yang kukenal itu-

"Kau, berkelahi lagi? Kasian wajah manismu itu, loh,"

Deg deg!

Ah, aku mulai teringat lagi. Teringat saat aku masih di bangku SMP dulu. Ya, sepertinya tepat hari itu aku mulai mengenal seorang Uchiha Sasuke. Seorang lelaki pemegang peringkat satu se-Konoha Inter Junior High School yang selalu berkelakuan baik dan tak ada satupun catatan kelakuan buruk pada dirinya.

Entah bagaimana aku dan Sasuke bisa menjadi sedekat ini sampai sekarang...


I See You

Naruto by Masashi Kishimoto; I See You by Sein

Art by EDE; pixiv id 13100664

"Kehilanganmu adalah satu kerugian terbesar sekolah ini. Begitu juga diriku..."


Bugh!

"Untung cewek!"

Aku melirik kesal para lelaki di hadapanku dan menyeringai sambil mengusap cairan merah yang mengalir pada ujung bibirku.

"Cih, anggap aku cowok!"

Bugh! Dhuak!

.

"Jadi, apa pembelaanmu kali ini?"

Aku terus mengalihkan pandanganku dari sensei di hadapanku ini.

"Namikaze Naruto, jawab pertanyaan sensei!"

Aku kini beralih menatap Iruka sensei, guru BK di sekolahku lalu menghela napas pelan.

"Tidak ada," jawabku singkat dan terdengar helaan napasnya sesaat setelah aku menjawab. Ia menggelengkan kepalanya lalu kembali menatapku.

"Kau tahu peringkatmu, kan? Kalau kau begini terus, bisa-bisa kau dikeluarkan dari sekolah ini, Naruto."

Aku memutar bola mataku lalu menundukkan kepalaku. Bukan, bukan karena aku menyesali perbuatanku melainkan karena aku bosan mendengar ocehan yang sama berulang kali. Ya, aku tahu dengan amat sangat pasti kalau aku adalah murid dengan peringkat terakhir di sekolah ini.

"Begini, karena sensei pribadi tidak ingin kamu keluar dari sekolah ini, bagaimana kalau sensei memberikanmu kesempatan sekali lagi?"

Aku kembali mengangkat kepalaku dan menatap Iruka sensei.

"Hah? Bagaimana?"

"Kalau kamu bisa masuk peringkat 150 besar, kamu akan tetap di sekola-"

"Keluarkan saja saya dari sekolah ini, sensei. Sensei tahu sendiri kan kalau itu tidak mungkin?" ucapku langsung memutus kata-kata Iruka sensei. Bagaimana mungkin aku bisa melakukan hal itu? Itu sama saja dengan bunuh diri. Lebih baik jika ia menyuruhku untuk memenangkan pertandingan basket selama setahun penuh dan menyuruhku memborong piala atau mendali olahraga lainnya.

"Semua itu mungkin jika kamu mau belajar, Naruto. Coba kamu belajar bersama dengan Uchiha Sasuke si peringkat satu itu?"

Aku menaikkan sebelah alisku. Siapa dia? Aku disuruh berguru sama orang yang ga aku kenal? Yang bener aja!

"Kalau aku gagal?"

"Kau akan dikeluarkan."

.

"Jadi intinya kamu disuruh belajar sama Sasuke? Enaknyaaa~"

"Enak kenapa?"

"Ya, enak aja bisa belajar bareng sama murid terpintar, cool dan juga tampan~ ah, seandainya aku juga bisa seperti ituuu..."

Aku berhenti men-dribble bola basket dan nyaris saja aku menyambit temanku itu. Aku menghela napas lalu mulai shooting dari area triple point.

"Ne, Sakura, kamu satu SD dengannya kan dulu? Dia orang yang kaya gimana?"

Sakura terdiam cukup lama saat mendengar pertanyaanku. Terlihat sekali ia sedang berpikir keras untuk menjawab pertanyaanku itu. Beberapa detik kemudian, ia terlihat seperti sedang mencari seseorang. Setelah menemukan orang yang ia cari, ia kembali menengok ke arahku dengan seringaian.

Gluk!

Entah bagaimana firasatku menjadi buruk melihat seringaian milik Sakura.

'Pasti akan terjadi hal yang buruk...'

"Gimana kalau kamu pastikan sendiri?" ucapnya sambil mengambil ancang-ancang dan melempar bola basket dengan sepenuh hati ke arah seorang lelaki yang sedang berjalan melewati lapangan basket, tempat dimana aku dan Sakura juga anak basket yang lainnya berlatih.

Bugh!

"Nice shoot, Sakura!" ucapnya memuji diri sendiri saat bola basket yang ia lempar tepat mengenai kepala lelaki itu sambil mengacungkan jempolnya ke arahku. Belum sempat aku berkata apapun, Sakura mendorong punggungku.

"Ayo, captain minta maaf hehehe,"

"Wha-?!"

"Hayaku!"

Aku hanya bisa pasrah dan mulai berjalan mendekati lelaki yang terjatuh dan memegangi kepalanya itu.

"Gomen, kamu gak apa-apa, kan?" ucapku sambil mengulurkan tanganku untuk menolongnya.

'Pertanyaan bodoh! Sudah pasti ia kenapa-kenapa, kan?'

Ia melirikku sinis dan mengabaikan tanganku yang terulur.

"Lain kali lihat-lihat dulu kalau mau melempar!" ucapnya dengan sinis.

'Ah, dia orangnya galak... apa yang enak dari belajar bareng sama orang galak begini?'

"Iya, lain kali aku akan berhati-hati, tuan galak..."

Ia kembali melirikku semakin sinis saat mendengar penekanan pada 'tuan galak' yang kuucapkan lalu mulai bediri sambil menepuk-nepuk membersihkan celananya.

"Namaku Uchiha Sasuke bukan tuan galak, nona dobe,"

"Hah? Dobe?"

"Double bego."

Nyaris saja aku melemparkan bola basket ke arahnya, untung Sakura langsung memelukku dari belakang.

"Captain, ayo kita mulai latihan lagi! Sasuke, maaf ya tadi aku yang gak sengaja lempar bola ke kamu hehehe ayo, captain~" ucap Sakura sambil menyeretku kembali ke tempat berkumpulnya anak basket yang lain.

"Dia galak,"

"Hm? Apanya?"

"Uchiha Sasuke itu galak dan aku gak mau belajar sama dia. Aku tidak peduli walau aku harus dikeluarkan dari sekolah ini,"

"Naruto, kamu cuma belum kenal sama dia. Dia orangnya baik, kok..."

"Ya, terserah..."

.

.

.

Aku terpaku di depan ruangan bertuliskan 'Ruang BK'. Entah bagaimana aku sudah mulai muak datang ke ruangan ini setiap hari. Sangat menyebalkan mendapati tatapan sinis dari murid-murid kelas unggulan hanya karena aku bukanlah murid kelas unggulan. Aku mengetuk pelan pintu ruangan itu lalu masuk ke dalam.

"Shitsureishimasu..."

"Kau lama sekali, Naruto. Bahkan Sasuke sudah datang sejak tadi,"

'Hah? Sasuke?'

Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan dan benar saja ada lelaki menyebalkan itu.

'Ngapain dia di sini?'

"Sensei sudah bilang ke Sasuke dan dia setuju untuk mengajarimu," ucap Iruka sensei seolah membaca apa yang ada di dalam benakku. Kini aku beralih menatap ke arah Iruka sensei.

"Aku sudah bilang kalau aku lebih memilih untuk dikeluarkan dari sekolah ini, kan?" ucapku sambil bersandar pada pintu ruangan. Sesaat setelah mengatakan hal itu, aku mendapati tatapan sinis dari Sasuke.

"Tidak bisa. Kau tahu sendiri kalau kau adalah ace dari sekolah ini dalam bidang olahraga, kan? Mengeluarkanmu dari sekolah dapat memberikan dampak yang buruk. Bisa-bisa sekolah kita tidak dapat memenangkan apapun dalam bidang olahraga dan itu akan menjatuhkan reputasi Konoha Inter Junior High School,"

Aku hanya bisa terdiam mendengarkan penjelasan Sasuke. Ya, memang benar selama ini hanya aku yang dapat diandalkan sekolah ini jika ada perlombaan olahraga. Olahraga apapun itu.

"Sebenarnya aku juga tidak mau menolongmu, tapi demi sekolah ini akan aku lakukan," tambahnya sambil mengalihkan wajahnya dariku. Aku menghela napas pelan.

"Baiklah, aku akan berusaha jadi peringkat 150 besar..." ucapku pelan.

"Bagus! Kalau begitu kau harus belajar dengan Sasuke setiap hari sepulang sekolah. Kalian bisa memakai lab. Kimia jika kalian mau. Ah, waktu belajar kalian sampai jam lima sore, ya?" ucap Iruka sensei dengan ekspresi wajah yang terlihat sangat senang.

"Tunggu, setiap hari? Bagaimana dengan latihan basketku? Aku gak bisa ninggalin team-ku begitu saja,"

"Sensei akan berikan surat izin untuk club basket,"

"Tapi sensei, gak mungkin saya bolos sampai ujian, kan? Sensei juga tahu sendiri dua bulan lagi akan ada pertandingan basket, kan?"

"Sensei, berhubung saya yang akan menjadi mentor Naruto, bagaimana kalau setiap hari saya akan memberikan dia latihan soal dan jika ia bisa menjawab latihan soal itu, ia boleh latihan?" ucap Sasuke sambil menatap Iruka sensei dan aku bergantian.

'Bagus! Ini sama saja dengan aku tidak bisa latihan sama sekali,'

"Sepertinya lebih baik begitu. Ah, satu lagi syarat untukmu, Naruto,"

Aku memiringkan kepalaku bingung.

'Syarat apa lagi?'

"Kamu tidak boleh berkelahi sampai pertandingan basket. Jika sekali saja kamu ketahuan berkelahi, maka club basket akan didiskualifikasi."

Mataku membulat dengan sempurna saat mendengar syarat tambahan dari Iruka sensei.

"Tunggu, kenapa-"

"Bukankah sudah jelas? Sekolah kita akan mendapat nilai minus jika ketahuan kalau captain team basketnya adalah tukang kelahi dan calon dikeluarkan dari sekolah?" ucap Sasuke memotong kata-kataku. Aku hanya bisa terdiam dan menundukkan kepalaku. Ya, dia benar.

"Kalau begitu mohon bantuannya, Sasuke. Sensei percayakan Naruto padamu,"

.

Aku masih terus terdiam menatap lapangan basket yang kini sepi. Bagaimana mungkin nasibku menjadi seperti ini? Bagaimana caranya agar aku bisa mendapat peringkat 150 besar sedangkan aku saja peringkat ke 301 di sekolah?

"Oi, dobe! Ini untukmu. Jangan melamun begitu,"

Aku tersentak saat merasakan hawa dingin yang tiba-tiba menempel pada pipiku. Aku menengok dan mengambil jus yang diberikan oleh Sasuke.

"Arigatou..."

"Hn,"

Sepi. Tak ada satupun dari kami yang memulai pembicaraan selama beberapa menit. Mungkin kami terlarut dalam pikiran masing-masing. Lagipula, aku tidak tahu cara memulai pembicaraan dengan seseorang seperti Uchiha Sasuke.

"Kenapa diam saja?"

Aku melirik Sasuke lalu terkekeh pelan.

"Gak apa, aku cuma mikir apa aku bisa dapet peringkat 150 besar? Kau tahu sendiri kan aku peringkat terakhir di sekolah ini?"

"Ya, aku tahu. Kau sendiri tahu kan aku peringkat berapa? Akan kupastikan kamu bisa mendapatkannya,"

"Kenapa kamu mau menjadi mentorku?"

"Sudah kubilang, kan? Kehilanganmu adalah satu kerugian terbesar dari sekolah ini. Sekolah ini tidak terkalahkan karena ada kita. Tanpa adanya dirimu, maka sekolah ini mudah untuk dikalahkan,"

Aku mengangguk pelan lalu kembali menatap lapangan basket yang mulai ramai.

"Aku tahu kamu sangat ingin latihan basket. Begini saja, saat pulang sekolah kamu langsung ke lab. Kimia terus sampai jam setengah empat nanti kamu belajar dan akan kuberikan latihan soal. Kalau kamu bisa mendapat nilai 50, kamu bisa langsung latihan. Kalau gagal, kamu harus belajar lagi sampai jam lima."

"Nilai 50?"

"Iya, tapi setiap kamu berhasil maka nilainya akan terus menaik. Gimana?"

"Oke, setuju!"

To Be Continued


A/N:

Yuhuuu Sein kembali~ akhirnya fic ini publish juga orz buat yang mau baca prekuel fic ini, silahkan baca Sunshine on That Day hehehe harusnya fic ini publish seminggu setelah prekuelnya publish, tapi yaaahhh mager saya kumat *bow* gomen juga di sini romancenya masih belom berasa dan alurnya kecepetan atau apa u.u fyi, ini dari sudut pandangnya Naruto terus dan buat sudut pandangnya Sasuke nanti akan aku buat saat fic ini udah tamat, yey! \o/

Oke, mungkin segini aja curcolan saya hehehe silahkan review untuk kritik dan sarannya~ *bow*

Sein


Behind The Scene:

"Semua itu mungkin jika kamu mau belajar, Naruto. Coba kamu belajar bersama dengan Uchiha Sasuke si peringkat satu itu?"

Aku menaikkan sebelah alisku.

"Aku? Disuruh berguru sama orang yang gak aku kenal?-"

"-AHAHAHAHAHAHAHAHA OOPS!"

Dhuak!

"DASAR NARUTO KORBAN IKLAN!"

"Sa-Sasuke, sabar..."

"Ini udah take ke berapa dia masih begitu?! Bagianku tampil jadi makin lamaaa!"

"Ma-maa... kalau begitu silahkan tunggu chapter selanjutnya, yaaa jangan lupa tinggalkan jejak kalian berupa review hehehe"