Hola hola..! Salam kenal, Aku Fidhysta atau Fi. ^^

Aku author baru di FFN, hanya seorang reader dan reviewer yang mencoba mengadu nasib (?) dengan mencoba bikin fic.. Hhe.

Ini fic pertama Fi dengan pairing favorit Fi, NARUHINA! XD

Oke deh, langsung aja ya...

Pesan Fi Cuma satu: Don't like, don't read, don't flame! (apa ini dihitung tiga, ya? =_=a)

~St. White's Day Romance~

A Naruto Fanfic

Ide dan beberapa adegan terinspirasi dari DNAngel

Rated: T

Genre: Romance, Friendship

Pairing: Naruhina

Slight Narusaku, Kibahina, & Sasohina

Warning: AU, OOC, Hinata di sini tidak terlalu pemalu, Cliche, Typo(s), dwwl (dan warning-warning lainnya)

Disclaimer: Naruto belongs to Kishimoto Masashi-sensei

DNAngel belongs to Sugisaki Yukiru-sensei

A/N: Sebenarnya pada awalnya ini adalah fanfic di fandom Detective Conan dengan pairing AiCon yang kubuat. Tapi setelah dibaca lagi, penokohannya terasa tidak pas, jadilah banting stir dan fanfic ini diubah ke fandom Naruto.

Happy Reading! ^^

.

.

.

Chapter 1

Konohagakuen High School. Sebuah sekolah menengah atas yang banyak diminati oleh banyak orang dari kalangan mana pun. Sekolah ini terkenal bukan hanya karena bangunannya yang megah dan luas, tetapi juga karena sekolah ini memiliki banyak prestasi baik di bidang akademik maupun non akademik. Sekolah ini juga sering mengadakan event tertentu yang menarik perhatian orang banyak dari luar sekolah juga.

Seperti pada saat ini, sekolah akan merayakan St. White's Day di Bulan Desember. Dinginnya suhu musim dingin tak menyurutkan semangat murid-murid untuk melakukan berbagai persiapan acara ini. Begitu juga kelas XI-A3, terlihat murid-murid begitu bersemangat membersihkan kelas mereka dan mendekornya bersama-sama. Namun yang namanya remaja, pasti tak akan lepas dari yang namanya mengobrol atau menggosip.

"Eh? Pita putih?" sebuah pertanyaan meluncur dari seorang siswi yang berambut indigo panjang, menghentikan aktivitas menyapunya. Sementara temannya yang ditanya hanya mengangguk antusias.

"Iya! Besok kan perayaan St. White di sekolah, itu kesempatan untuk mendekati orang yang kita sukai, lho!" jawab siswi berambut pink panjang itu semangat.

Gadis yang diajak berbicara itu mengerutkan keningnya, bingung. "Hm... Apa hubungannya?" tanyanya polos. Temannya memutar mata bosan.

"Masa kamu nggak tahu, Hinata? Kamu kan cewek! Makanya jangan buku-buku terus dong yang kau pelototi! Dasar kutu buku!" protesnya geregetan. "Itu lho... Kalau orang yang kau sukai mengikatkan pita putih di lehermu pada hari St. White, maka perasaanmu akan tersampaikan," terang gadis itu kemudian.

"Oh iya, aku pernah dengar... Sebagai panitia, aku juga disuruh memakai pita rambut warna putih..." gumam gadis yang bernama Hinata itu sambil meletakkan jari telunjuk di dagunya dan melihat ke langit-langit, mengingat sesuatu. Ucapan Hinata ini membuat temannya menyadari sesuatu.

"Ng, Naruto juga panitia, ya?" tanya gadis dengan papan nama 'Haruno Sakura' itu perlahan.

Mendengar nama itu disebut, Hinata agak tersentak, tapi kemudian dengan cepat rileks kembali dan mengangguk untuk menjawab pertanyaan Sakura.

"Oooh..." jawab Sakura lesu, pandangannya terarah ke lantai dengan tatapan menerawang. Hinata menyadari perubahan tiba-tiba sahabatnya ini.

"Sakura-chan? Ada apa?" panggilnya lembut. Yang dipanggil segera tersadar dari lamunannya dan tersenyum, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ah, tidak. Hanya saja..." pandangannya kembali menerawang. "Kira-kira... Naruto akan memberikan pitanya pada siapa, ya..?" lanjutnya pelan, tapi cukup untuk membuat Hinata tersentak kaget. Hinata lalu menatap Sakura dengan tatapan yang sulit diartikan. Sakura yang sadar sedang diperhatikan Hinata, sontak menjadi salah tingkah dan mengibas-ngibaskan kedua tangannya, semburat merah muncul di wajah putihnya.

"Ah, a-ano.. Tidak kok! Ng... Aku pulang duluan ya, ada yang harus kukerjakan! Dadaaaah! Sampai besok, Hinata!" Sakura segera mengambil tasnya dan melesat keluar kelas, kini hanya suara langkah larinya di koridor yang bisa terdengar dari kelas.

Hinata terdiam mendengar suara langkah yang semakin menjauh itu. Ia tahu persis apa yang ada di pikiran temannya yang baru pulang itu, ia mengharapkan pita putih dari Naruto. Pikiran ini mengakibatkan dadanya terasa ngilu, dan matanya berkaca-kaca.

'Andai kamu tahu, bukan hanya kamu yang memiliki perasaan itu pada Naruto-kun, Sakura-chan...' batinnya perih.

.

.

Ruang OSIS...

"Hah? Pita untuk Sakura-chan?" teriak siswa berambut pirang di dalam ruangan kecil itu. Mata birunya membelalak kaget ke arah gadis yang baru saja berbicara padanya. Gadis yang dilihat seperti itu hanya menundukkan kepala.

"I, iya... Kupikir Sakura-chan menginginkannya darimu..." jelas Hinata pada sahabatnya itu. Ya, mereka bertiga adalah sahabat dekat. Naruto, Hinata, dan Sakura. Mereka sudah berteman dekat sejak SMP, dan sejak saat itulah timbul perasaan lebih yang berputar-putar di antara mereka bertiga.

"Ta, tapi... Kenapa harus aku?" tanya Naruto lagi, menunjuk hidungnya sendiri.

"Tidak apa-apa, 'kan? Kurasa itu bagus, jika hanya sebuah pita..." jawab Hinata, mati-matian ia berusaha agar tidak terdengar nada gugup pada suaranya. Naruto yang mendengar penjelasan Hinata mengacak-acak rambutnya frustasi. Hei, bagaimana tidak? Mereka sedang berdua di ruang OSIS membahas apa saja yang harus dikerjakan besok, tapi bukannya mendengar penjelasan Naruto, Hinata hanya menatap wajah pemuda itu dan membuatnya salah tingkah, dan begitu ditanya ada apa, tiba-tiba saja Hinata menyuruhnya untuk memberikan pita putihnya pada Sakura? Apanya yang tidak bikin bingung?

"Ta, tapi itu 'kan cukup sulit... La, lagipula..." ucapan Naruto terhenti, diganti dengan tatapannya yang berubah sendu.

"Lagipula?" ulang Hinata, menatap heran pada Naruto. Naruto tersentak.

"Ah, ti-tidak... Ahahaha," Naruto tertawa garing untuk menutupi salah tingkahnya. Hinata tak juga melepas tatapannya dari Naruto.

"Kenapa? Apa ada orang lain yang ingin kau berikan pita itu?" tanya Hinata penuh selidik. Andai Naruto tahu, hati Hinata kini sudah terasa ngilu.

"Nggg... Ti-tidak kok, hahaha," jawab Naruto sekenanya, menggaruk belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

Tatapan Hinata berubah melembut. Ia menarik napas untuk mengucapkan pertanyaan yang selanjutnya.

"Kau... Menyukainya, 'kan, Naruto-kun?"

Naruto terbelalak. Tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, hanya terdiam mematung. Oh, andai Naruto tahu betapa Hinata menahan hatinya yang begitu sakit ketika melontarkan pertanyaan itu. Tak kuat untuk menahan sakit di hatinya lebih lama lagi, Hinata tidak menunggu Naruto menjawab pertanyaannya. Gadis itu membuang napas panjang, lalu beranjak dari kursinya dan menyambar tasnya di meja.

"Pokoknya, aku minta bantuanmu, ya, Naruto-kun! Kamu juga ingin Sakura-chan senang, 'kan?" ujar Hinata sambil membalikkan badannya dan melambai sebelum keluar dari ruangan itu. Naruto hanya bengong, tak sempat protes atau menghentikan Hinata.

"Tu, tunggu Hinata!" panggil Naruto yang hanya ditanggapi dengan suara langkah Hinata yang menjauh. "Huh..." keluh pemuda berwajah imut itu, lalu memutuskan untuk pulang juga dan beristirahat. 'Besok pasti jadi hari yang melelahkan,' gumamnya dalam hati.

.

.

Hinata melangkahkan kakinya tanpa ada semangat, tatapannya mendapatkan sepatunya menjadi objek yang menarik untuk dilihat. Pikirannya melayang entah ke mana.

'Aku tak apa-apa... Ini untuk mereka...' Oh, ternyata gadis manis itu tengah memikirkan kedua sahabatnya. Memang, sejak SMP Hinata mengetahui bahwa Naruto menyukai Sakura, sahabatnya. Saat itu Naruto mendekati Hinata untuk mencari informasi tentang Sakura sekaligus untuk mendekati Sakura lewat sahabatnya, sebuah cara yang umum dalam pedekate.

Tanpa mereka sadari, dengan kedekatan itu mereka malah menjadi tiga sahabat dekat yang selalu bersama hingga sekarang. Walaupun Naruto sudah melupakan tujuan awalnya mendekati mereka, tetapi Hinata dapat melihat afeksi antara kedua sahabatnya itu. Ia juga tak dapat membantah bahwa sebenarnya tanpa sadar dirinya telah jatuh hati pada pemuda itu. Entah sejak kapan hatinya tertarik pada pribadinya yang riang, wajahnya yang imut, tawanya yang renyah, pokoknya semua yang berhubungan dengan Uzumaki Naruto. Tapi Hinata sudah memilih untuk diam dan memendam perasaannya, begitu ia menyadari reaksi Sakura pada Naruto pun positif. Kali ini, ia memilih untuk membantu kedua temannya, menautkan kedua hati itu, sekaligus menuntaskan tujuan awal Naruto yang sepertinya terlupakan.

'Ya... Ini untuk mereka, asalkan mereka bahagia, aku pun bahagia... Seperti itulah sahabat, 'kan?' batinnya lagi, tetapi tanpa sadar air mata menggenang di matanya dengan pikiran itu. Gadis itu menengadahkan kepalanya agar air matanya tak jatuh, menatap langit yang dihiasi warna lembayung senja yang mempesona. Warna oranye yang cerah itu sontak memunculkan satu nama di pikirannya.

"Naruto-kun..."

.

.

Sementara itu...

'Pita putih...' dua kata itu terus muncul berulang-ulang di pikiran pemuda berseragam Konohagakuen itu seperti kaset rusak.

'Kalau aku memberikannya pada Sakura-chan, mungkin dia akan senang, tapi... Orang yang ingin kuberi pita itu...' pemuda itu tenggelam dalam pikirannya, tak sadar bahwa seseorang sudah hadir di belakangnya.

"Hoi, Naruto!" panggil seseorang dari belakang. Pemuda yang dipanggil Naruto itu segera tersadar dari lamunannya, dan segera menoleh ke arah sumber suara. Terlihat pemuda berambut coklat dengan tato segitiga di pipinya tengah mengangkat telapak tangannya, menyapa tanpa suara.

"Oh, hei, Kiba. Kupikir kamu sudah pulang," sapa Naruto balik pada teman dekatnya itu. Kiba tertawa pelan.

"Yah, aku beres-beres kelas dulu untuk besok. Sekalian menunggumu," jawab pemuda penyayang anjing itu sambil berjalan ke arah Naruto. Naruto mengernyitkan dahinya.

"Menungguku?" tanyanya heran, untuk apa sengaja menunggunya?

"Sebenarnya aku mau minta tolong padamu, Naruto. Kau 'kan dekat dengan Hinata?"

Naruto menautkan alisnya mendengar nama gadis yang baru saja dipikirkannya disebut. Mengerti raut bingung di wajah Naruto, Kiba lantas membuka suaranya.

"Naruto... Apa kau tahu, adakah orang yang disukai Hinata?" tanya Kiba sembari memalingkan wajahnya, menyembunyikan rona merah di wajahnya. Naruto yang mendengar pertanyaan itu, semakin menautkan kedua alisnya dan memasang wajah penuh selidik. Tak perlu menunggu pertanyaan dari Naruto, Kiba langsung mengutarakan maksudnya.

"Se, sebenarnya... Aku berniat memberikan pitaku untuknya besok... Tapi sebelum itu, aku ingin tahu sebenarnya dia ingin diberi pita oleh siapa... Yah, hanya untuk memastikan, ahahaha," terang Kiba sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal. Penjelasan Kiba itu tak urung membuat mood Naruto menjadi buruk.

"Mana aku tahu yang seperti itu, 'kan? Kenapa tidak kau tanyakan langsung padanya? Bukankah kau dekat dengan dia?" tukas Naruto ketus.

"Hei, santai kawan. 'Kan sudah aku bilang, hanya untuk memastikan... Aku memang dekat dengannya, tapi kau kan sahabatnya sejak SMP," ujar Kiba tenang. Naruto menundukkan kepalanya. Kiba memang dekat dengan Hinata akhir-akhir ini, dan Hinata sama sekali tidak pernah terlihat keberatan jika Kiba mendekatinya.

'Mungkin... Hinata juga menanggapi perasaan Kiba...' tanpa sadar hatinya terasa teriris oleh pemikirannya sendiri itu. Namun buru-buru ia tepis perasaan itu, mencoba untuk membantu Kiba dan... Hinata.

"Kupikir tidak ada yang disukainya. Kalau kau mau memberikan pitamu untuknya, berikan saja," ujar Naruto akhirnya, walau rasa sakit di hatinya kembali muncul kala mengucapkannya.

Wajah Kiba sumringah setelah mendengar jawaban Naruto. Ia menggesekkan telunjuknya di bawah hidung mancungnya.

"Ehehe.. Begitu, ya? Wah, aku jadi tidak sabar menunggu besok. Baiklah, kalau begitu aku duluan, ya. Thanks, Naruto!" puas dengan jawaban Naruto, Kiba segera berjalan cepat mendahului Naruto dan langsung menuju rumahnya.

"Huuff..." Naruto hanya menatap malas kepergian Kiba. Ia merapatkan jaketnya, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan mulai melangkah lagi.

Sepanjang perjalanan ia hanya termenung, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Memorinya membawanya kembali pada saat SMP. Ia ingat betul saat ia begitu menyukai Sakura dan begitu bersemangat mendekatinya, termasuk pedekate lewat sahabat Sakura, Hyuuga Hinata. Namun seiring berjalannya waktu dan semakin sering mereka bersama, Naruto malah merasa nyaman dengan persahabatan mereka bertiga, membuatnya lupa dengan tujuan awalnya. Ia jadi berpikir, apa mungkin ia benar-benar menyukai Sakura kalau gara-gara ini saja sudah membuatnya lupa bahkan tidak tertarik mengejar-ngejar Sakura lagi?

Daripada itu, ia malah menemukan perasaan baru – yang dirasakannya entah sejak kapan – pada sahabatnya yang satu lagi, Hinata. Perasaan ini berbeda dengan ketika ia menyukai Sakura. Jika dulu ia begitu memuja-muja Sakura dan ingin tahu tentangnya, kini ia merasa bahwa ia ingin melindungi Hinata dengan sepenuh hati. Ia ingat betapa hatinya sakit ketika melihat Hinata menangis, dan ia berpikir akan menghajar siapapun yang membuat gadis itu menumpahkan air matanya. Berbeda dengan dulu, jika Sakura menangis ia hanya akan melawak untuk menghiburnya.

Begitu juga ketika akhir-akhir ini Hinata didekati oleh teman dekatnya, Inuzuka Kiba. Naruto sungguh merasa tak suka melihat bagaimana Kiba mendekati Hinata, apalagi melihat gadis itu tak menolak ketika didekati. Yah, ia tahu Hinata memang tipe gadis yang baik pada siapa saja, tapi tetap saja Naruto tak terima.

Dan setelah ia semakin memikirkannya, kini ia tahu. Dirinya... Cemburu.

Naruto menghela napas panjang, seolah ia akan mengosongkan paru-parunya. Uap putih keluar dari mulutnya selagi ia membuang napasnya. Ia telah menyadari perasaannya, tetapi pernyataan Kiba juga permintaan Hinata tadi membuat kalut pikirannya.

'Tuhan... Akan jadi seperti apa hari esok...' batinnya sambil menatap langit.

.

.

.

TBC

A/N: Yoooosh, beres juga chapter 1... Sebenarnya fic ini udh lumayan jauh di laptop Fi, tapi Fi baru mau apdet kalau yang review udah 10 ya... Biar tambah semangat... Hhe.

Karena Fi masih newbie, mohon komentar dan saran yang membangun dari para senpai sekalian ya... Tapi jangan flame, Fi belum kuat... Hhe.

Akhir kata... Review please... ^^

Arigatou Gozaimashita

Sign,

Fi ^^