Title: The Sweet Hostage

Cast:

-Kim Ryeowook / Wookie

-Kim Yesung

-Shim Changmin

-Jessica Jung and other cast

Genre: Romance, Crime

Disclaimer: Ini ff remake dari novel karya Nesti Mindha, saya cuma ganti tokoh dengan berbagai penyesuaian.

Summary: Ryeowook yang patah hati karena mengetahui kekasihnya tidur dengan dosen genit di kampusnya harus terpaksa menyembunyikan pria menyeramkan yang ia yakini adalah seorang buronan.

Warning: Genderswitch, Typho(s) bertebaran. Don't Like Don't Read, ok?

~YeWook~

Udara panas menggantung di langit kelabu. Asap kendaraan bercampur debu menggulung di udara. Membuat suasana menjadi pengap dan gerah.

Jaket kulit buatan Eropa yang tadinya nyaman mulai terasa lengket. Tidak diragukan lagi, kemeja krem lembut yang dipakai lelaki itu basah opeh keringat. Namun dibalik siksaan kecil itu, pikiran senang masih menari di sudut otaknya. Akhirnya setelah hampir delapan tahun lamanya, ia dapat menginjakkan kakinya lagi di negara kelahirannya. Tak lupa dengan kamera digital yang dikalungkan di lehernya telah siap mengabadikan berbagai moment unik yang dijumpainya.

Misi "rekaman jalan-jalan singkat"-begitu ia menjulukinya- tiba-tiba harus berhenti saat ponselnya bergetar. Nama ayahnya tertera di layar. Setelah menekan tombol accept dan berbasa-basi sejenak, ia dapat menangkap maksud ayahnya. Mau tak mau ia harus menyampaikan pesan kepada kakaknya.

Hari ini ia memang berniat keliling kota dengan berjalan kaki setelah sopir ayahnya menurunkannya di taman kota. Beruntung, tempat kakaknya berada sekarang tak jauh.

Gedung kantor tempat kakaknya bekerja terlihat sepi. Jajaran mobil yang biasanya memenuhi parkiran, kini hanya hanya dihuni dua mobil, yang ia yakini salah satunya milik sang kakak. Ia tak mau ambil pusing. Hubungannya dengan sang kakak memang tak begitu dekat dan cenderung kikuk, maka ia berniat secepatnya melaksanakan tugas dari ayahnya lalu secepatnya pula pergi dari situ.

Ia berjalan cepat ke arah bangunan kantor sambil memastkan kamera miliknya sudah masuk ke kantong jaket. Tapi ternyata pintu kacanya tertutup rapat dan kursi-kursi di lobi depan. Beruntung, saat hendak melangkah pulang, ia mendapati pintu gudang di bagian samping bangunan terbuka separuh. Mungkin saja kakaknya ada di dalam.

Lampu gudang mati, alhasil hanya sorot matahari dari celah pintu dan beberapa glass block yang menerangi ruangan. Tapi ia melihat cahaya lampu kuning dari ruangan kecil di pojok. Sebenarnya ia bukan agen polisi, tapi ia sudah terbiasa melangkah tanpa menimbulkan suara. Kebiasaan baik yang sudah ia latih sejak umur belasan supaya sukses mengagetkan orangtuanya dengan tiba-tiba. Dan hasilnya, ibu dan ayahnya hampir kena serangan jantung karena ulahnya.

Sekarang pun ia berhasil sampai di dekat ruangan tak berpintu itu tanpa membuat lima orang di dalam menyadari kehadirannya. Gedung ini sebenarnya cukup besar, tapi sekarang terasa sempit dengan tumpukan barang kantor kakaknya. Beberapa kardus besar berbau apek bertumpuk mengelilinginya. Dan ketegangan yang terjadi di antara lima orang di dalam sana membuat suasana bertambah sumpek.

Awalnya ia berniat langsung masuk dan bergabung dengan lima orang itu, namun hal yang terjadi berikutnya membuatnya berubah pikiran. Bulu kuduknya meremang saat mendengar suara kakaknya memaki seorang pria kurus yang dipegangi oleh tiga lelaki berbadan besar. Sederetan makian kasar dan ancaman menggema, bersahutandari mulut kakaknya dan pria kurus di hadapannya. Walaupun remang-remang, ia masih bisa melihat wajah sang kakak berubah kelam dan siap meledak saat pria kurus yang sedang menahan sakit akibat memar di kepala memberondong kakaknya dengan tuduhan dan ancaman yang tidak ia mengerti. Pria kurus itu tetap tak mau menutup mulut saat tiga orang di belakangnya mencengkeram lebih erat, berusaha membuatnya diam dengan memukul kepala dan meninju rahangnya.

Semuanya berlangsung begitu cepat. Kakaknya berteriak marah lalu menarik sebuah benda dari balik punggungnya dan menodongkannya ke pria kurus itu. Lalu terdengar letusan tembakan. Pria kurus itu terjerembab di lantai, darah mengalir dari lubang di dahinya. Ia tak bergerak lagi.

Butuh beberapa detik untuk mengembalikan kesadaran si adik. Ia mengerjapkan mata dan menarik napas agar terbangun dari mimpi buruk ini. Tetapi semakin ia mengatur napas, semakin pula jantungnya berdetak. Napasnya semakin memburu.

Bau apek kini bercampur dengan bau amis darah. Matanya membuka semakin lebar. Ini bukan mimpi. Benar-benar ada mayat bersimbah darah di hadapannya. Dan kalaupun masih tak yakin dengan kedua matanya, ia masih bisa melihat lagi rekaman kejadian itu. Karena secara refleks, kameranya sudah dalam posisi on di tangannya dan diarahkan tepat ke depan sana.

Ia gemetar, Terlalu ketakutan atau lebih tepatnya shock. Ia melangkah mundur, instingnya menyuruh untuk segera menyelamatkan diri. Sayang, kali ini ia ceroboh, tubuhnya menyenggol tumpukan kardus dan menumpahkan isinya ke lantai. Matanya melotot tak percaya. Walaupun cahaya tak terlalu terang, ia masih bisa melihat barang yang jatuh berantakan. Bukankah ini barang terlarang? Yang seharusnya tidak berada di tempat kakaknya? Ia tak boleh terlalu yakin. Ia membungkuk sejenak mengamati plastik berisi pil-pil yang tumpah dari kardus, lalu mengendusnya. Hidungnya langsung mengernyit. Sekarang ia yakin barang apa itu. Barang yang sama dengan yang pernah dipakai temannya sebelum masuk panti rehabilitasi. Ia pernah ditawari, tapi langsung ditolaknya.

'Hal gila apa yang dikerjakan kakaknya? ' pikirnya marah.

Ia mengarahkan kamera yang sebelumnya telah disetel dalam format video ke ruangan itu dan merekam sebaik mungkin. Tepat pada saat yang sama, ia melihat empat orang keluar dan berteriak marah padanya. Bukan hanya berteriak, mereka pasti juga ingin menembaknya sampai mati. Walaupun ia memliki hubungan darah dengan sang kakak, tampaknya itu bukan pengecualian. Karena saat mereka melempar tatapan kaget bercampur marah, kakaknya justru berteriak garang, "Tangkap dia! Jangan sampai dia keluar dari sini hidup-hidup!"

Beruntung sisem sarafnya masih mau bekerja normal. Detik itu juga, saat anak buah kakaknya berhambur ke arahnya, ia segera berlari

menyelamatkan diri.

Ia harus hidup. Ia tak mau kakaknya berdosa membunuh satu orang lagi, apalagi kali ini adiknya sendiri.

Ya Tuhan, ia masih tak percaya. Pertama, kakaknya seorang pembunuh. Kedua, kakaknya bandar narkotika. Ketiga, ia akan mati...

TBC

Annyeong chingu... Saya bawa ff baru lagi nih, padahal ff lainnya belum ada yang kelar. mianhae.. Untuk ff lainnya ditunggu aja, sepertinya tetap bakalan aku selesaikan meskipun lama.

Ini masih prolog ya.. Kalau yang respon lumayan banyak, saya akan update chap 1 secepatnya. Sori kalau ada typo, ga terbiasa ngetik pake touch screen soalnya *jadul*

See you..