Home

.

Hey, have you noticed the floating scent of my secret love?
I love you, but I can only tell you such casual everyday things.

.

Jeon Jungkook x Kim Taehyung

KookV

M Rated

.

Hurt/Comfort – Romance – Comedy – Drama(?)

.

Of course, not mine

( they already have each other, jk sorry ((or that might be true?)) nvm)

Hanya punya cerita

.

Jadenumb

.

2017

.


Musim panas baru saja dimulai bulan ini. Apalagi yang dapat membuat musim panas menyenangkan selain liburnya yang cukup lama? Tidak ada. Mungkin kalau kalian memang gemar kelayapan, kalian akan senang dengan adanya festival-festival kembang api dan sebagainya.

Itulah anggapan Taehyung tentang musim panas. Tidak ada hal yang menarik baginya tentang musim panas dan musim-musim lainnya. Bahkan menurutnya dengan adanya empat musim yang akan berganti setiap tiga bulan sekali ini justru menambah perkara dalam hidupnya.

Taehyung menundukkan wajahnya sambil memainkan jarinya. Ayahnya tepat berada di depannya saat ini, terlihat tembuku tangannya memutih nafasnya berat tidak teratur.

Taehyung tahu saat ini hidupnya sedang terancam saat orang yang ia sebut ayah itu kini melangkah semakin mendekati dirinya. Taehyung melangkah semakin mundur. Padahal baru saja tadi ia merasa senang, sejenak melupakan segala masalah dalam hidupnya dengan bertemu sahabatnya.

Park Jimin dan Kim Taehyung selalu bertemu diam-diam di taman simpang jalan hanya sebatas melepas rindu atau bercerita tentang hal-hal yang baru mereka alami. Ini pertama kalinya mereka bertemu setelah satu musim tak bertemu.

Jadi wajar saja kalau Taehyung langsung setuju ketika menerima pesan yang diberikan oleh Jimin lewat Jin itu.

Tak sadar Taehyung sudah lengser di lantai dengan pipi yang memerah. Ayahnya baru saja menampar pipi kirinya dengan keras. Taehyung tak pernah menyesal kabur seperti tadi untuk bertemu dengan Jimin.

"Kau pikir aku bodoh?" Bentaknya pada Taehyung yang terdiam di lantai sambil memegangi pipi kirinya. Ia melangkah mendekatinya dan menjenggut rambut Taehyung, menariknya agar Taehyung menatap lurus matanya.

"Kau tidak akan pernah bertemu dengannya lagi atau pun keluar dari rumah ini!" Dia menghempas nya dengan kasar. Taehyung hanya meringis menahan sakit. Lalu orang itu keluar dengan membanting pintu kamar Taehyung dengan keras.

"Sial.." Taehyung bangkit dengan bertumpu pada meja kabinet kecil yang terletak disamping kasur tempat tidurnya. Dia berjalan mendekati jendela besar di kamarnya kemudian menyeka hordeng yang menutupi jendela tersebut. Setidaknya lebih baik daripada kena jotos, pikirnya.

Taehyung melihat ayah dengan asistennya pergi menaiki mobil. Mereka membawa koper dan banyak barang lainnya. Taehyung bernafas lega. Entah mengapa ia merasa lega dan senang atas kepergian mereka. Walau hanya beberapa hari atau selamanya juga tak masalah pikirnya lagi.

Setelah dirasa aman, Taehyung keluar dari kamarnya. Senyum sumringah terukir diwajahnya saat ia turun menuruni tangga dengan riang. Taehyung memang aneh, mana ada orang yang baru kena tamparan sekeras itu bisa tersenyum selebar ini, yah meski terasa agak ngilu.

Kim Taehyung adalah anak pertama dan satu-satunya dari Profesor Kim. Umurnya baru lima belas tahun. Taehyung tidak sekolah, untuk suatu alasan ayahnya tidak mengizinkannya untuk bersekolah di sekolah umum. Sehari-hari Taehyung belajar dari guru yang didatangkannya sendiri untuk mengajarinya.

Sehari-hari pula Taehyung disuruh membaca buku-buku tebal agar kelak menjadi profesor seperti ayahnya. Kalau bertanya soal ibunya, Profesor Kim dengan Nyonya Kim sudah pisah saat Taehyung umur delapan tahun. Keduanya saling lempar tanggung jawab perihal hak asuh anak. Namun akhirnya hak asuh jatuh pada Profesor Kim.

Entahlah apa yang terjadi antara Profesor dan Nyonya Kim, padahal sebelumnya mereka hidup harmonis bersama Taehyung di rumah besarnya.

Ayahnya sibuk bekerja setiap hari sedangkan ibunya entah pergi kemana. Apa kesepian? tidak juga. Seokjin selaku kepala koki di kediaman Kim selalu ada untuk Taehyung dan jangan lupakan seonggok buku yang sudah menunggu dirinya di dalam perpustakaan.

Taehyung berjalan menuju ruang perpustakaan sambil bernyanyi kecil. Dia membuka pintu besar berbahan kayu itu dan terlihatlah rak-rak berisikan buku-buku yang tertata rapih. Taehyung mendorong tangga kedepan rak buku itu lalu menaikinya untuk mengambil buku yang ingin ia baca.

Setelah ia dapat buku yang ia inginkan Taehyung memeluk buku itu, kemudian pergi menuju teras belakang rumahnya.

"Taehyung-ie!" panggil seseorang dari dalam dapur. Taehyung berjalan mundur dan berhenti tepat di depan pintu dapur yang sengaja dibiarkan terbelalak terbuka.

"Ya Jin? Ada apa?" Taehyung memasuki dapur dan berdiri di depan salah satu meja cabinet dapur. Jin sedang memotong sayuran untuknya makan malam nanti. Jin menghentikan aktivitasnya dan mengalihkan pandangannya untuk menatap Taehyung.

"Hari ini kau ingin aku buatkan bulgogi atau- oh astaga Taehyung! Lihat wajahmu." Senyum di wajah Jin memudar setelah melihat pipi Taehyung yang merah. Dia segera mencuci tangannya kemudian mengeringkan kedua tangannya dengan lap yang tergantung di dinding sebelah wastafel.

Jin menghampiri Taehyung dan mengusap pelan pipinya. Wajahnya terlihat sangat sedih. Taehyung tersenyum dan memegang tangan Jin.

"Aku tidak apa-apa hyung.." Taehyung menatap kedua mata Jin. Matanya merah dan berair.

"Tidak apa-apa bagaimana?! Lihatlah apa yang dia perbuat pada wajah manis Taehyung-ku ini!" Jin menginspeksi bagian-bagian tubuh Taehyung lainnya. Memastikan hanya pipinya saja yang memiliki noda merah berbentuk menyerupai jari ini.

"Maafkan aku Taehyung.. andai saja tadi aku tidak-"

"Kenapa jadi kau yang meminta maaf.. Sungguh aku tidak apa-apa, kalau soal ini.. nanti beberapa hari lagi juga sudah hilang." Jin melengkungkan mulutnya kebawah sembari memeluk Taehyung erat. Taehyung menutup kedua matanya merasakan kehangatan yang diberikan oleh Jin.

Jin menarik pelukannya dan mendengkus. Ia kembali tersenyum.

"Baiklah.. Kalau begitu kau ingin aku buatkan apa?" Jin kembali mengusap pipi Taehyung dengan hati-hati.

"Apa saja hyung, aku tak masalah." Taehyung tersenyum balik.

"Aku ambilkan obat ya, tunggu disini." Jin memutar balik badannya namun Taehyung menahannya dengan menggenggam lengan kemeja putihnya.

"Ah! Tidak usah Jin nanti saja, sungguh aku tidak apa-apa.."

Jin memberikan tatapan ragu kepadanya, setelahnya Jin mengacak rambut Taehyung sambil tersenyum kemudian kembali ke meja dapurnya. Taehyung keluar dari dapur kembali berjalan menuju teras belakang.

Ia berdeham menyanyikan lagu kesukaannya. Sesampainya di teras ia menghirup udara sejuk pada sore hari ini. Taehyung duduk sendirian di bangku taman sambil membaca buku.

Taehyung menyeka rambut cokelatnya dan mengaitkannya ke belakang telinganya.

Entahlah persetan dengan anak-anak muda jaman sekarang yang suka sekali berada dalam keriuhan, Taehyung lebih menyukai keadaan seperti ini. Hening dan sepi, hanya ditemani suara lembut angin yang lewat sesekali.

Saat Taehyung sedang asyik-asyiknya membaca, tiba-tiba terdengar suara krasak-krusuk dari arah semak-semak. Taehyung awalnya mengira mungkin hanya kucing lewat atau apalah tetapi suara itu tak kunjung berhenti. Dia mendorong naik kacamatanya dan menaruh bukunya di atas bangku.

Dia pelan-pelan berjalan mendekati arah suara. Taehyung memiringkan kepalanya lantas membuka semak-semak itu dan terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Taehyung mendapati seorang bocah kira-kira umur dua belas tahun sedang duduk sambil meringis kesakitan. Sikutnya terluka. Sepertinya anak itu belum sadar kalau Taehyung sedang menatapnya.

Mata Taehyung membulat saat anak itu balas menatap Taehyung. Dia mengedipkan matanya berkali-kali, memastikan apa yang dilihatnya bukan ilusi.

"A-ah apa kau tidak apa-apa?" tanya Taehyung gugup. Ini pertama kalinya Taehyung berbicara kepada seseorang (diluar rumahnya) selain Jimin.

Anak itu diam. Rambutnya berwarna hitam legam senada dengan kedua bola matanya, ia hanya memakai kaus putih dengan bawahan celana pendek hitam selutut. Kemudian dia menganggukkan kepalanya lalu berdiri dan menepuk-nepuk bokongnya.

"Tanganmu.." Taehyung meraih tangan anak itu dan melihat luka di bagian sikutnya. Kemudian ia menariknya dan menyuruhnya untuk duduk di bangku taman tempatnya ia duduk tadi.

Anak itu menurut saja dan duduk menunggu Taehyung yang sedang masuk kedalam rumahnya. Taehyung berlari kecil menuju dapur. Ia mulai membuka laci-laci untuk mencari kotak P3K. Jin hanya menatapnya bingung namun memilih diam sambil terus mengawasinya. Taehyung kembali dengan kotak putih bergambar lambang palang merah itu di tangannya.

Taehyung segera duduk disamping anak itu. Dia membuka kotak berwarna putih itu dan membuka obat merah. Bocah lelaki itu masih menutup mulutnya, sedangkan kedua manik sewarna batu oniks itu terus mengikuti gerak-gerik Taehyung.

Keduanya diam, lagi-lagi hanya desir angin yang mengisi ruang antara mereka. Akhirnya Taehyung memberanikan membuka suaranya.

"Aku Taehyung. Kau siapa?" Taehyung menempelkan obat merah itu kepada goresan lukanya dengan hati-hati.

"Jungkook." Jawabnya singkat. Taehyung kembali mendorong naik kacamatanya dengan jari tangan kurusnya.

"Baiklah Jungkook, maukah kau menjelaskan bagaimana bisa kau sampai disini melewati tembok yang bagiku cukup tinggi itu?"

Jungkook bilang, kalau ia tadi sebenarnya ingin bermain bersama temannya namun ayahnya melarangnya untuk pergi lalu nekat memanjat pohon kemudian lompat ke tembok ini dan kabur lewat sini, tetapi sepertinya gagal.

Taehyung tertawa kecil mendengarnya, tak mengalihkan pandangannya dari sikut Jungkook.

"Motifnya cocok sekali dengan wajahmu.." Taehyung tersenyum sambil menempelkan plester luka bermotif kepala kelinci di sikutnya.

"Kau orang ke dua ratus tiga puluh sembilan yang berkata kalau kelinci itu mirip dengan wajahku."

Taehyung terkekeh. Ia kemudian melepas kacamata berbentuk kotak itu dari wajahnya dan meletakkanya diatas buku.

Jungkook tak sadar membuka mulutnya saat melihat wajah Taehyung. Jungkook menatap Taehyung bak melihat makhluk asing, karena sebelumnya ia tidak dapat melihat wajah Taehyung dengan jelas karena tertutup kacamatanya itu.

Paras Taehyung yang rupawan memang mahir dalam membuat seseorang kepincut dalam waktu singkat. Pipi Jungkook memerah.

Jungkook mengatupkan mulutnya kembali setelah melihat corak berwarna merah bekas tamparan di pipi Taehyung. Jarinya tanpa sadar bergerak meraih wajah Taehyung.

"Kenapa kamu mengobati orang asing sepertiku dengan hati-hati sedangkan kau sendiri terluka?"

Mata Taehyung terbeliak saat jari-jari Jungkook menyentuh pipinya. Kedua pasang mata terpaut satu sama lain. Ini kali pertama Jungkook melihat rona matanya. Kali pertamanya juga ia merasa jantungnya seperti ingin keluar dari tempat asalnya. Buru-buru Jungkook menarik tangannya kembali.

"A-ah maaf.." Jungkook memegangi tangannya agar tak berlaku seenaknya seperti tadi. Jantungnya masih berdetak dengan kecepatan yang tidak normal.

Taehyung masih melongo karena tindakan Jungkook barusan. Kemudian ia menggelengkan kepalanya dan tersenyum kepada Jungkook.

"Aku tidak apa-apa Jungkook.. Kau baik sekali rupanya.." Taehyung kembali tertawa kecil, ia menggunakan tangannya untuk menutupinya.

Jungkook tidak mengerti apa yang sedang terjadi dalam dirinya.

Pertama, dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Taehyung, seperti ada sesuatu yang menarik dari Taehyung dengannya. Kedua, Jungkook ingin terus melihat senyum dan mendengar tawa Taehyung.

'Apa-apaan ini? Bukankah umurku baru sepuluh tahun..' ungkapnya dalam hati.

"A-aku harus pulang, hyung.." Jungkook berdiri diikuti Taehyung. Matanya berusaha untuk tak melihat wajah Taehyung tetapi tetap saja hatinya berkata sebaliknya. Taehyung mengangguk mengerti, ia mengambil dan mengenakan kembali kacamatanya itu.

"Aku antar kedepan gerbang ya.." Taehyung berjalan menuju jalan setapak yang menghubungkan teras belakang dengan halaman depan rumahnya. Jungkook menatap figur Taehyung dari belakang, masih terpikat dengan sosok didepannya.

Tiba-tiba Taehyung menoleh, alisnya terangkat.

"Ada apa Jungkook?" tanyanya sembari menghentikan langkah karena dirasa tidak ada yang mengikutinya dari belakang. Jungkook menggeleng cepat, dengan sedikit berlari ia menghampiri sosok yang tingginya tidak jauh berbeda dengannya itu.

Tak butuh waktu lama mereka sudah sampai di depan gerbang kediaman Taehyung. Taehyung membuka pagar besi berwarna putih itu dan Jungkook melangkah keluar.

"Apa.. apa boleh aku datang lagi kesini?" tanya nya Jungkook dengan suara nyaris tak terdengar. Matanya menatap jalan aspal yang diinjaknya sedangkan tangannya mengenggam erat kaus putih yang ia pakai.

Beruntung mereka tinggal di lingkungan yang tenang, karena itu Taehyung dapat mendengar perkataan Jungkook barusan. Taehyung mengangguk riang.

"Tentu saja! Kau boleh berkunjung lagi kesini, tak masalah ingin lewat dinding seperti tadi atau lewat gerbang depan seperti ini." Canda Taehyung sembari memperlihatkan cengiran berbentuk kotak khasnya.

Jungkook tersenyum tipis, ia sedikit membungkuk sebagai tanda terima kasihnya dibalas anggukan dan senyuman oleh Taehyung. Kemudian ia pergi melangkah pulang kerumahnya yang berada tepat disamping Taehyung.

Taehyung melangkah mundur dan kembali menutup gerbang. 'kenapa hari ini banyak sekali orang yang menyentuh pipiku..'

Sesampainya dirumah Jungkook berlari menuju kamarnya dan pipinya memerah. Ia berbaring sambil menenggelamkan wajahnya pada sebuah bantal. Bayang-bayang wajah Taehyung terus menghantui pikirannya.

Masa bodoh dengan berbagai anggapan tentang cinta monyet, yang sekarang Jungkook inginkan hanyalah bersama dengan tetangga sebelah yang punya nama Taehyung itu.

'Sepertinya aku terlalu banyak terpengaruh drama-drama roman yang sering aku tonton dengan Hoseok-hyung..." ia semakin menenggelamkan wajahnya.


Beberapa hari setelahnya Jungkook kembali berkunjung. Mereka selalu bermain di teras belakang rumah Taehyung terkadang juga bermain di kamar Taehyung. Jungkook dan Taehyung saling bercerita tentang banyak hal. Mulai dari permainan kesukaan, hobi dan sebagainya.

Taehyung sedikit terkejut dengan umur Jungkook yang ternyata baru berusia sepuluh tahun. Yang nyatanya postur tubuh Jungkook menunjukkan kalau ia telah berumur dua belas hingga tiga belas tahun.

Jin yang mengetahui kalau Taehyung dapat teman baru dengan senang hati membuat camilan untuk mereka berdua. Hari-hari Taehyung tak lagi hanya ditemani kumpulan kertas yang dijilid menjadi satu itu, kehadiran Jungkook benar-benar merubah harinya.

Kini 'berkunjung ke rumah Taehyung' menjadi kegiatan nomor satu yang harus dilakukan (setelah sekolah) dalam agenda keseharian Jungkook.

Walau sekarang libur musim panas sudah berakhir, ia tetap datang membawa game atau sejenisnya ke rumah tetangganya itu selepas pulang sekolah.

Taehyung tak pernah merasa sesenang ini sebelumnya. Jungkook yang hampir tidak pernah absen berkunjung kerumahnya ditambah ayahnya sekarang jarang memukuli atau memakinya. Hampir setiap saat senyum selalu tergambar di wajah manis anak umur lima belas tahun itu.

Sampai suatu ketika, Jungkook bermain ke rumah Taehyung sampai pukul sembilan malam. Jungkook Taehyung yang sedang seru-serunya bermain Pokemon, dikagetkan dengan suara pecahan keramik dari luar.

Taehyung beranjak dari lantai dan menyuruh Jungkook untuk tetap berada ditempatnya. Jungkook mengangguk mengerti. Taehyung membuka pintu kamarnya pelan, ia melongokkan kepalanya dari dalam pintu untuk melihat apa yang terjadi.

Matanya seketika membesar, ia kembali diliputi oleh rasa takut. Dia kembali memasukkan kepalanya, menutup pintu kemudian mengunci kamarnya. Nafasnya mulai tak teratur.

"Kau harus pergi Jungkook!" Taehyung berjalan kearah Jungkook. Perkataannya dibalas dengan tatapan bingung oleh Jungkook.

"Memangnya ada apa Taetae?" Jungkook tersenyum dan berdiri sambil menggenggam konsol game-nya. Matanya yang besar menatap Taehyung dengan polos.

"Jangan banyak tanya Jungkook, ikuti saja kataku." Taehyung memerintahkan Jungkook untuk pergi. Jungkook menggigit bibir bawahnya, ia ingin mengatakan sesuatu pada Taehyung.

"Tae aku-"

"Besok saja Jungkook.. sekarang kau harus pergi." Taehyung dengan nada dingin sambil membukakan pintu kamarnya.

Jungkook keluar dengan kepala menunduk. Kalau ia punya telinga panjang seperti kelinci, mungkin sekarang telinganya sedang layu turun kebawah. Dia terus menggigit bibir bawahnya saat turun menuruni tangga.

Rumah besar Taehyung sepi dan hening. Jungkook berjalan menuju pintu utama rumah Taehyung. Ia mengeratkan genggamannya pada kaus putih yang dikenakannya. Kemudian dibukanya pintu itu, ia berhenti sebelum melangkahkan kakinya keluar dari kediaman Taehyung.

'Agh sial!'

Jungkook dengan sedikit berlari kembali naik menuju kamar Taehyung. Dia menghirup nafas dalam-dalam. Hatinya berdetak dengan kencang saat ini.

Jungkook mengangkat tangannya bersiap untuk mengetuk. Langkahnya terhenti saat mendengar suara-suara aneh dari dalam kamar Taehyung. Jungkook menempelkan telinganya ke pintu kamar Taehyung yang berbahan kayu itu, berharap dapat mendengarnya lebih jelas.

Namun tetap saja ia hanya mendengar sayup-sayup suara Taehyung yang seperti menangis atau merengek?

Jungkook memberanikan diri untuk membuka pintu itu sedikit. Sekejap, ia menyesali segala perbuatannya.

Terlihat Taehyung dari celah pintu, sedang terbaring di lantai, meronta dibawah cekaman seorang laki-laki paruh baya. Taehyung menggunakan kedua tangannya untuk mendorong wajah orang itu menjauh dari wajahnya.

Tentu laki-laki itu lebih kuat darinya. Dengan mudah ia menahan kedua tangan Taehyung keatas kepalanya, sedangkan tangannya yang satu lagi ia gunakan untuk merobek kemeja Taehyung. Kini terlihatlah memar merah keunguan di tulang selangka dan dadanya, yang selalu berhasil ia tutupi dengan syal atau mengancingi kemejanya sampai dengan leher.

Jungkook merasa seperti sedang memotong bawang, matanya perih sekali saat ini.

Wajahnya menyeringai melihat wajah Taehyung. Matanya merah menahan tangis, pipinya lagi-lagi lebam karena berusaha melawan. Taehyung memilih untuk menyerah dan tak melawan. Membiarkan orang ini melakukan apa saja yang ia inginkan pada tubuhnya. Apapun, asalkan Jungkook tidak tahu.

Taehyung ingin teriak tapi mulutnya sudah disumpal dengan kain.

"Kau sangat manis Taehyung.." Kemudian orang yang Taehyung panggil dengan ayah itu menggigit leher Taehyung dengan keras.

Air mata sudah mengalir di pipi kanan dan kiri Jungkook. Ia tak percaya dengan apa yang saat ini sedang dilihatnya. Tangannya lemas dan tak sengaja menjatuhkan Nintendo merah kesayangannya itu. Bunyinya memang tak terlalu keras, namun Taehyung mendengarnya.

Mata Taehyung tak lagi bisa menanahan tangisnya saat menatap wajah Jungkook, orang yang telah hadir dan menemaninya setiap sore, anak umur sepuluh tahun yang selalu membuatnya tersenyum dan seseorang yang paling ia tidak ingini untuk mengetahui tentang hal ini sedang terduduk didepan pintu kamarnya.

Entah kapan orang itu melakukannya tetapi kini celana pendek sudah tak lagi melekat di paha Taehyung. Dia menarik pakaian dalam Taehyung dan membuka ikat pinggang yang dikenakannya kemudian menurunkan celananya.

Setelahnya ia memasukkan 'barang' nya itu kedalam Taehyung dengan paksa. Mata Taehyung terbuka lebar karena sakit yang dirasakan pinggul bawahnya.

Jungkook mengalihkan pandangannya dan beranjak pergi lari dari sana. Air mata Taehyung semakin deras, bukan karena perlakuan ayahnya itu, tetapi karena mengetahui kalau Jungkook akan pergi dan menjauhi dirinya.

Jungkook menuruni tangga dengan tergesa-gesa, ia tak peduli dengan cairan bening yang keluar dari hidungnya belepotan disekitar bagian bawah hidungnya. Jin yang baru keluar dari dalam kamar kecil bingung menatap kelakuan Jungkook yang lari seperti dikejar hantu. Sesaat kemudian perutnya kembali melilit, ia kembali menutup pintu toilet.

Bahkan Jin pun tidak tahu tentang semua ini.

Jungkook lari keluar dari kediaman keluarga Kim, lari dengan kecepatan penuh tanpa tahu arah. Berharap ia dapat menyingkirkan rasa bersalah dan ketidak berdayaannya saat ini. Dia menutup matanya juga telingnya rapat-rapat.

Langkah dan kakinya melemah, ia jatuh tersungkur. Jungkook bangkit dan masih duduk di tanah, menggaruk matanya, air mata masih terus mengalir dari matanya.

"Astaga kemana saja kau dari tadi? Apa kau tak tahu aku mencarimu kalang kabut dar-" Seseorang yang terlihat lebih tua darinya datang dan duduk jongkok di depan Jungkook. Tidak terlalu tua sih, justru masih terlihat sangat muda untuk mempunyai anak sebesar Jungkook.

"Kenapa kau menangis?" Dia mengusap pucuk kepala Jungkook. Jungkook mendongak dan tangisnya makin kejar.

"N-n-nam-joon.. Ak-ku.." Jungkook sesenggukkan, ia mengeratkan tangannya pada kemeja hitam yang dikenakan Namjoon. Namjoon memeluk dan mengusap punggung Jungkook lembut. Setelah dirasa sudah tenang Namjoon mulai membuka mulutnya dan menarik Jungkook dari pelukannya.

"Kita pasti akan kembali lagi kesini Kook.. Aku janji.." Katanya sambil mengusap air mata dari kedua pipi Jungkook. Suaranya rendah dan menenangkan. Jungkook mengangguk lemah tangannya mengucek mata kirinya. Namjoon pikir Jungkook menangis karena habis mengucap 'selamat tinggal' kepada Taehyung.

Namjoon pulang ke rumah dan bersiap untuk pindahaannya besok dengan Jungkook yang tertidur pulas di punggungnya.


Hai semuaaa,

Saya persembahkan mahakarya? Nggak deng hhhh

Ini fanfik ketiga saya dan pertama untuk kookv, Maafkan sayaa kalau kata2 ada yang nggak jelas atau ceritanya ngebingungin(?) dan kekurangan2 lainnya..

Dan ya untuk pengetahuan kalian saja saya team jk dan jimin seme hwehhwheh who's with mee? raise ur handdd pliizz ( ͡° ͜ʖ ͡°) ( ͡° ͜ʖ ͡°) ( ͡° ͜ʖ ͡°) dikedepannya nanti mungkin saya akan lebih banyak nulis ttg pairing2 yang ada di bts?

Ini niatnya cuma mau cerita singkat aja gimana tae sama kook ketemu… tapi kebablasan sampe 2500 lebih word ;-;; dan saya jg nggak tahu kenapa tiba-tiba pengen buat namjoon jadi bapakny jungkook hhh. Sebenarnya saya ngerasa kasian juga sama tae yg diperkosi sm bapakny sendiri tapi...

Jangan lupaa tulis review supaya saya bisa memperbaiki lagi dan favs nya kalau suka cerita ini..

Terima kasih dan selamat puasa!