Disclaimer: This story is based on characters and situations created and owned by JK Rowling.

The Black Queen 2

Chapter 1

The Girl and Perfect Marriage

Narcissa Black terjaga dari tidur bersama dengan sisa mimpinya. Rasanya seperti ada orang yang berteriak agar dia bangun. Narcissa duduk tegak, merasakan bantal bulu angsa dan seprai sutra yang halus tidak memberikan kenyamanan.

Pikiran Narcissa kosong selama beberapa detik, lalu dengan satu tarikan nafas, Narcissa menjatuhkan kembali kepalanya ke bantal. Dia menghembuskan nafas dengan lega, bersyukur mimpinya menguap bahkan sebelum dia sempat mengingatnya.

Seseorang telah membuka tirai jendela. Inggris memasuki akhir bulan Juli sama sekali tidak indah. Bangunan tempat tinggal muggle yang tinggi, kusam, dan berjendela banyak, memblokir sinar matahari memasuki jendela. Siapapun yang tergila-gila dengan pemandangan indah tidak akan bangun pagi dengan perasaan positif.

Narcissa adalah seorang gadis berumur enam belas tahun. Bukan sembarang gadis, melainkan penyihir, dan keturunan keluarga penyihir berdarah murni yang terkenal. Keluarga bangsawan Black.

Narcissa yang memiliki segalanya, percaya bahwa masa depannya akan cerah. Sampai dia jatuh cinta.

Sesuatu yang ternyata mirip sekali dengan bangunan tempat tinggal muggle yang memblokir matahari.

Karena Lucius Malfoy juga berasal dari keluarga berdarah murni seperti Narcissa, maka dia punya kecenderungan membidik segala sesuatu lebih tinggi dari remaja kebanyakan.

Lupakan saja seorang laki-laki biasa yang bertujuan lulus dari Sekolah Sihir Hogwarts dengan nilai terbaik, lalu setelah itu bergaul dengan teman-teman yang punya pengaruh besar di dunia sihir untuk kedudukan sosial yang lebih baik.

Ambisi Lucius Malfoy adalah menguasai dunia. Dan karena dia penyihir, sudah jelas maksudnya adalah menjadikan penyihir darah-murni memegang kendali dan berada di kasta teratas umat manusia.

"Ras kita belum punah!"

Kurang lebih kesombongan itulah gambaran semangatnya akan supremasi darah murni.

Dan dari sanalah segala hal di mulai, membawa Narcissa ikut terlibat di dalamnya.

Lucius bergabung dengan sekumpulan orang yang satu tujuan dengannya. Mereka sama-sama ingin berkuasa, ingin kekuatan, sebagian ingin harta dan seluruhnya merasa superior dibandingkan dengan muggle yang mereka sebut darah-lumpur. Beberapa dari mereka haus darah. Dan mereka bergabung dengan kelompok yang disebut Pelahap Maut. Di bawah pimpinan penyihir paling ditakuti saat ini.

Lord Voldemort.

Bahkan menyebut namanya saja Narcissa tidak berani. Walaupun Narcissa berdarah murni, mendukung doktrin yang sama, dia tidak membenci muggle, hanya tidak peduli. Narcissa sudah lama mempunyai perasaan aneh bahwa bergabung dengan penyihir yang terlalu ambisius tidak akan membawanya ke dalam keadaan damai apapun. Hatinya terus menerus dihantui rasa cemas. Dia membenci siapapun yang mengganggu kehidupan kecilnya yang sempurna. Muggle ataupun penyihir.

Atau mungkin apa yang telah dilihat dan dirasakannya sendiri sedikit demi sedikit memupus keyakinannya…

Mimpi buruk belum meninggalkan Narcissa setelah mengalami satu tahun penuh dengan masalah.

Dimulai dengan tugas-tugas Lucius sebagai Pelahap Maut. Lalu datang seseorang dengan dendam di masa lalu terhadap keluarga Malfoy. Maka efek lingkaran setan pun di mulai. Dan Narcissa masuk di dalamnya. Terluka jiwa dan raga.

Tetapi efek paling besar datang kepada Lucius, saat dia menyaksikan sendiri kematian ibunya, Hera Malfoy.

Lord Voldemort membalaskan dendamnya seolah dia benci darah-lumpur pembunuh ibu Lucius. Tetapi Narcissa yakin dia melakukan itu agar Lucius berhutang selamanya padanya.

Penyihir pintar…

Hal inilah yang membuat Narcissa masih tidur dengan lampu menyala dan tongkat sihir siaga di genggamannya. Tetapi seperti banyak kebiasaan, Narcissa bahkan mulai tidak terganggu lagi. Sungguh mengerikan bahwa dia menjadi terbiasa dengan kejadian berdarah, yang dulu bahkan tidak masuk dalam mimpi terliarnya sekalipun…

Narcissa bangkit dari tempat tidur. Melamun membuatnya semakin memikirkan hal tersebut. Setelah mengikat asal-asalan rambut pirang-emasnya, Narcissa segera memasuki kamar mandi dengan langkah diseret, tidak memperdulikan sinar matahari yang akhirnya dengan susah payah berhasil melewati sela-sela bangunan.

.

.

.

Suasana di ruang makan Grimmauld Place nomor dua belas tetap penuh tekanan seperti hari-hari sebelumnya. Grimmauld Place nomor dua belas, yang terletak di London, adalah milik paman dan bibi Narcissa. Orion dan Walburga Black. Kedua anak mereka, Sirius dan Regulus, sama-sama di Hogwarts seperti Narcissa.

Keadaan tidak menjadi lebih damai saat Narcissa pulang dari pemakaman Hera Malfoy.

Sebagai seseorang yang berusaha untuk menjaga keutuhan keluarga, Narcissa berharap kedua orang tuanya agar lebih lunak kepada Andromeda Black, kakak kedua Narcissa setelah Bellatrix Black.

Andromeda dianggap aib keluarga karena sifatnya yang tidak penurut. Sudah beberapa tahun dia bermusuhan dengan anggota keluarga Black lainnya. Bertahun-tahun itu pula dia tidak pulang ke rumah. Dan puncaknya adalah saat dia berpacaran dengan seorang darah-lumpur.

Narcissa sama sekali tidak kaget saat semuanya meledak sewaktu dia memberitahu kedua orang tuanya bahwa putri mereka tersebut akan menikah.

Ledakan kebahagiaan adalah yang akan terjadi kalau saja sang putri menikah dengan seseorang yang berasal dari keluarga terpandang, lalu yang lebih penting, penyihir berdarah murni.

Tetapi Andromeda akan menikah dengan Ted Tonks. Penyihir dari keluarga muggle tersebut.

Maka dia bersabar selama beberapa hari saat ayahnya memecahkan beberapa pajangan mahal di rumah. Atau ibunya yang menangis terus menerus. Narcissa juga bersabar dengan membohongi teman-teman keluarga mereka karena tiba-tiba, "Cygnus dan Druella hilang dari peredaran!".

Betapa kagetnya Narcissa saat ayahnya mengumumkan bahwa dia akan pergi dengan Paman Orion. Untuk menjelajah pulau-pulau Pasifik. Menjajah pulau-pulau tersembunyi yang mengandung banyak sumber daya untuk dijadikan tambahan aset kekayaan mereka.

Ibunya mengepak koper berisi jubahnya dan jubah Narcissa. Berkata dia akan membawa Narcissa bersamanya ke Grimmauld, karena percaya Bibi Walburga akan membuatnya melupakan Andromeda.

Ayahnya baru saja berjanji dia akan pulang sebentar pada tanggal 1 September saat Narcissa kembali ke Hogwarts untuk melanjutkan tahun keenamnya, sebelum Narcissa memotong dengan gelisah,

"Kalian akan melupakan Andromeda begitu saja?" teriaknya tidak percaya.

"Kupikir kepergian Hera Malfoy punya sedikit arti bahwa keluarga adalah segalanya. Sekarang dengan Bella bahkan tidak diketahui dimana rimbanya, aku pikir…"

Narcissa kehabisan nafas dan kata-kata argumen lainnya.

"Andromeda dan… calon suaminya menyelamatkan aku saat aku disekap di Malfoy Manor!"

Narcissa menggunakan kejadian pada saat dia dijadikan sandera oleh pembunuh ibu Lucius. Ceritanya sendiri sangat panjang dan rumit. Tetapi Andromeda dan Tonks benar-benar datang ke Malfoy Manor untuk menyelamatkan Narcissa, walaupun sangat kesiangan.

"Cissy…" seru ibunya parau. "Kau tidak akan mengerti…"

"Dia lahir dari perutmu, Bu!" protes Narcissa tanpa berpikir.

Ekspresi kedua orang tuanya persis seperti seseorang yang terkena mantra pembeku.

Tetapi Narcissa menyadari bahwa dia kalah saat ayahnya buru-buru mencium paksa keningnya. Lalu menjejalkan Narcissa bersama koper-koper ke perapian Floo.

Narcissa terpaksa menyebut Grimmauld Place nomor dua belas dengan amat sangat yakin, nama Andromeda akan langsung dibakar dari permadani dinding yang bertuliskan silsilah keluarga Black.

Jadi, disinilah dia, mencoba menghabiskan liburannya. Dengan ibu dan bibinya yang memanjakannya terus-menerus. Seolah dia adalah putri terakhir mereka yang tersisa. Tetapi itu tidak sebanding dengan perasaannya berada dalam satu ruangan dengan Sirius Black.

Sirius Black yang saat ini memasuki tahun ketiga di Hogwarts adalah penghuni asrama Gryffindor. Yang berarti dia dan Narcissa, yang berada di asrama Slytherin, punya kecenderungan untuk bermusuhan seperti seluruh murid Slytherin dan Gryffindor lainnya, mungkin sejak ribuan tahun lalu.

Narcissa membenci Sirius dalam artian sebenarnya. Hal itu dipicu saat Sirius tidak mau membantu Narcissa saat dia berusaha mencari Lucius yang saat itu sedang terlibat dengan kegiatan Pelahap Maut. Sirius dan geng kecilnya berkata hal-hal yang menyinggung harga dirinya. Dia bahkan berkata bahwa dia tidak mau lagi melihat Narcissa, yang bergaul dengan para pembunuh.

Maka Narcissa berjanji bahwa dia memilih mati daripada melihat Sirius, walaupun mereka berada dalam ruangan yang sama.

Bibi Walburga jelas berusaha untuk memecah keheningan yang tidak enak.

"Cissy, dear… Bagaimana kalau hari ini kita belanja? Atau mungkin mengunjungi Lucius?" ajaknya.

"Dia belum kembali dari Norwegia," jawab Narcissa. Sekarang merasa sangat terganggu saat ingat Lucius dan ayahnya, Abraxas Malfoy, menghabiskan waktu berkabung mereka di tempat yang terkenal indah, sementara dia dikelilingi bangunan-bata muggle.

"Oke, belanja kalau begitu?"

Narcissa mencoba menyeruput teh-nya yang panas sebelum menolak.

"Ehm, aku lebih suka di rumah saja hari ini, Bi. Besok nilai OWL akan dikirimkan. Aku…"

"Ah, Cissy!" potong ibunya. "Kau tidak perlu tegang! Aku yakin nilai ujianmu akan bagus!"

Narcissa menggumamkan sesuatu pada teh-nya, yang berintikan menolak. Dia bisa merasakan ibu dan bibinya bertukar pandang dengan sedih.

"Baiklah kalau begitu," putus ibunya. "Kami akan pergi ke Paris sebentar, sebenarnya. Mungkin besok sudah bisa pulang kembali. Kalau kau tidak ikut, kami bisa ber-apparate."

Narcissa tidak mempercayai keberuntungannya. Sebenarnya untuk alasan apapun, Narcissa tidak pernah menolak kalau diajak pergi ke luar negeri.

"Baiklah! Kalau begitu aku akan kembali dengan rincian oleh-oleh yang harus ibu belikan!" seru Narcissa gembira, senang karena punya alasan untuk meninggalkan ruangan. Dan terburu-buru kembali ke kamarnya.

.

.

.

Pagi hari itu juga Narcissa melepas kepergian ibu dan bibinya dengan satu meter perkamen bertuliskan segala hal khas Perancis yang bisa dipikirkannya. Ibunya yang sudah berniat akan memanjakan Narcissa, tidak protes sedikitpun. Walaupun mungkin baru bisa kembali minggu depan hanya untuk mencari titipan Narcissa.

Narcissa kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap. Lalu setelah itu melapisi jubah pesta merahnya dengan jubah bepergian, walau hari itu luar biasa panas.

"Mau pergi?"

Suara malas-malasan dari belakang punggung Narcissa membuat jantungnya melompat. Narcissa menoleh ke arah suara dan buru-buru memalingkan wajah kembali karena orang tersebut adalah Sirius.

"Ini bukan air mata, hanya saja mataku kemasukan sesuatu saat melihat sepupu kesayanganku main belakang dengan ibu dan bibinya untuk pergi ke pernikahan kakaknya yang durhaka…" sindir Sirius menirukan bibi Walburga.

Narcissa masih pura-pura tuli, tetapi samar-samar tercium aroma parfum dari tubuh Sirius. Dia mengutuk dalam hati, tidak terpikir sebelumnya bahwa Andromeda pasti akan meminta Sirius, sepupu kesayangannya, agar datang.

"Hei!"

Tangan Sirius menyentuh bahu Narcissa sehingga otomatis Narcissa menyentakkan diri dan berdiri menghadapinya.

"Andromeda kemarin mengirimiku burung hantu agar aku bisa pergi bersamamu. Sebenarnya aku tidak mau…"

"Tentu kau tidak mau, aku kan kawanan pembunuh," potong Narcissa tajam. "Jangan repot-repot. Aku tidak butuh dikawal anak dua belas tahun!"

"Tiga belas!" koreksi Sirius agak keras. "Aku tidak menawarimu. tapi Andromeda pasti tidak mau kau tersesat atau apa…"

Narcissa mendengus lalu sengaja menabrak Sirius untuk melewatinya.

"Kau bahkan tidak tahu bagaimana cara kesana!" seru Sirius.

"Aku tidak bodoh, tahu. Andromeda bilang tempatnya di Spinner End. Aku kesana dengan Floo. Jangan ikuti aku!"

Sirius tertawa terbahak-bahak yang kedengaran mirip sekali dengan gonggongan anjing menyebalkan.

"Dan kalian menghina keluarga Tonks adalah darah-lumpur, tapi tidak tahu bahwa rumah muggle tidak terhubung dengan koneksi Floo!"

Narcissa tiba-tiba merasa lututnya lemas karena baru terpikir hal yang sederhana ini pada akhir waktu.

"Tempatnya di daerah muggle yang tidak aman. Banyak buruh pabrik dan… well, pekerja pelabuhan yang kasar kudengar. Salah satu dari jenis muggle yang harus perempuan hindari…" desis Sirius lagi dengan licik pada punggung Narcissa.

Narcissa berhenti. Mengingat kejadian-kejadian yang susah payah dilupakannya bulan lalu. Berhadapan dengan muggle sebenarnya bukan sesuatu yang dicari-cari Narcissa saat ini.

Sirius tampak tahu ada persetujuan dari berhentinya Narcissa berjalan.

"Beri aku satu menit untuk mengambil dasiku!"

Lalu Narcissa hanya sempat melihat sosoknya yang bergedebuk di tangga.

Narcissa mengutuki dirinya lagi yang menerima pengawalan dari seorang anak berusia tiga belas tahun. Rasanya seperti meminta perlindungan dari adik bayinya. Kemudian Narcissa teringat lagi penghinaan Sirius terhadapnya bulan lalu… Jenis penghinaan yang cukup untuk membuat siapa saja berhenti bicara satu sama lain. Bukannya malah menghadiri pesta pernikahan bersama.

Narcissa akhirnya mendengus. Keluarga mungkin adalah segalanya, terutama bagi remaja labil berusia tiga belas tahun seperti Sirius.

.

.

.

Regulus tidak kelihatan saat mereka diam-diam keluar. Grimmauld langsung menghilang saat mereka tiba di trotoar.

"Naik Bus Ksatria kalau begitu," gumam Sirius sambil mengacungkan lengannya.

Narcissa tidak menjawab, mengingat bus tingkat tiga berwarna ungu yang penuh sesak dan sopirnya tampak tidak lulus ujian mengemudi. Tapi dia merasa beruntung Sirius tidak membawanya naik kereta api muggle.

Keberuntungan Narcissa langsung pupus di tempat saat bus sama sekali tidak muncul.

"Kenapa?" tuntut Narcissa seolah Sirius-lah yang bertanggung jawab terhadap sarana transportasi.

"Mungkin mereka libur untuk merayakan pernikahan Andromeda?" Sirius balik bertanya. Sulit menebak apakah dia serius atau sedang sarkastik.

Dia menoleh ke arlojinya. Lalu mendesah.

"Apa boleh buat. Naik kereta bawah tanah kalau begitu…"

Narcissa tersedak suaranya sendiri, "Apa? Apa-bawah tanah?"

Sirius sudah mulai berjalan sambil berkata dengan santai,

"Kereta super-cepat muggle. Kau akan mulai beranggapan lain tentang mereka kalau sekali-sekali ada dalam lingkungan mereka…"

"Yah, mereka memakai kereta bawah tanah seperti Goblin Gringotts…" gerutu Narcissa.

Kecemasannya akan berinteraksi dengan muggle membuatnya sulit membuka mulut untuk mengeluh.

Narcissa mulai bertambah cemas ketika mereka sampai ke stasiun King's Cross. Bukan menuju ke peron sembilan tiga-perempat, Sirius menuju ke depan sesuatu yang kelihatannya seperti kotak penjual cokelat otomatis di Honeydukes. hanya saja lebih besar dengan tombol-tombol dan layar berkedip.

Sirius nyengir senang setelah selesai dan menunjukkan dua tiket.

"Tidak kusangka galeon yang iseng kutukarkan untuk uang muggle akan berguna juga. Aku menguping semua cara naik kereta api muggle dari Lily!"

Narcissa memutar bola matanya dan mendenguskan, "Penguntit!"

Mereka berjalan ke peron. Narcissa dengan ragu ikut masuk ke dalam kereta muggle yang sepertinya terbuat dari kaleng. Bukan besi baja betulan yang tebal seperti lokomotif Hogwarts Express. Pintunya membuka-menutup sendiri dan ada lebih banyak layar di dalam kereta.

Narcissa duduk dengan resah di sebelah Sirius, menolak memandang muggle manapun. Segala sesuatu yang dipelajari Narcissa tentang muggle, kebanyakan untuk menghindari dan mengejek mereka, tidak bisa menyamai pengalamannya saat ini.

Mungkin kebiasaan naik Hogwarts Express menuju Hogwarts yang memakan waktu hampir setengah hari, Narcissa sama sekali menganggap perjalanan yang memakan waktu dua jam itu singkat sekali. Syukurlah.

Sirius tiba-tiba berdiri dan bersiap turun. Narcissa dengan gelisah mengikutinya. Lalu keluar dengan tergesa lewat pintu yang tampaknya siap menjepitnya.

Di luar stasiun yang lebih kecil tersebut, Sirius kembali mengangkat tangannya.

"Kukira Bus Ksatria libur…" gumam Narcissa tanpa ekspresi.

"Aku menyegat taksi," balas Sirius sama datarnya.

"Oh…"

"Mobil adalah nama salah satu transportasi muggle. Dan taksi…"

"Aku tahu apa itu mobil dan taksi," gertak Narcissa dari sudut bibirnya ketika mobil hitam kecil berhenti di depan mereka.

"Kami mau ke tempat ini," kata Sirius setelah mereka masuk, menunjukkan perkamen yang berisi alamat Andromeda.

Si sopir taksi mengernyit memandang kertas perkamen, tetapi memutuskan itu mungkin surat undangan model terbaru.

"Itu daerah pabrik, Nak!" kata si sopir.

Narcissa sudah tidak kaget lagi karena sejak dulu meyakini Ted Tonks bukan berasal dari istana.

"Ada sungai juga disana. Tapi kupikir itu tempat yang buruk sekali bagi kencan diam-diam kalian," lanjutnya lagi.

Narcissa dengan kaget otomatis langsung memandang Sirius. Dengan jas dan dasi yang menyembul, rambut tersisir rapi ke belakang, memang sulit untuk membedakannya dengan Narcissa yang tiga tahun lebih tua.

"Dia sepupuku, Sir…" kata Sirius.

Narcissa mendengar nada jengah sekaligus jijik dalam suaranya, kemudian balas berkomentar,

"Dan apabila kami berkencan, kau boleh langsung melindasku, Sir!"

Si sopir jelas kaget sekali, "Hei, Miss! Tenang! Baiklah! Pasang sabuk pengamannya!"

Narcissa gelisah lagi sepanjang perjalanan, merasa diikat seperti kuda-terbang dalam mobil kecil. Si sopir berjalan lambat sekali, memasuki daerah yang berkabut lebih parah dari London. Narcissa menyadari itu asap-asap yang keluar dari cerobong-cerobong tinggi. Muggle benar-benar ahli dalam menghancurkan sesuatu.

"Kalian harus turun disini, Nak!" gelegar si sopir mengagetkan. "Jalan yang kalian tuju sulit dimasuki mobilku!"

Sedetik kemudian asap knalpot taksi tersebut menyemburkan asap yang sama parahnya dengan asap pabrik.

Jalan sempit yang gelap membuat Narcissa terpaksa berjalan membuntuti Sirius. Dia mendekap erat tubuhnya sendiri, merasakan tongkat sihirnya menekan dari dalam saku jubahnya. Jalannya berbatu-batu dan dipenuhi air tergenang. Narcissa menatap sepatunya dengan iba.

Suara mendengung dan berdesis terdengar dari balik tembok-tembok bata. Hidungnya mencium bau menyengat air yang tercemar. Narcissa bergidik sendiri mengingat kata-kata si sopir. Ada sungai entah dimana di tempat seperti ini.

Kehidupan yang ramai akhirnya terlihat di rumah paling ujung. Tenda-tenda berwarna-warni, kelihatannya sihiran, dikembangkan ke jalan-jalan karena rumah-rumah mereka tampak sempit.

Seseorang terus-terusan membungkuk di pintu masuk menyambut para tamu.

"Silakan! Silakan! Maaf tempatnya sempit!" serunya berulang kali.

Ted Tonks mungkin satu-satunya penyihir di daerah itu. Tenda-tenda yang mengembang itu jelas di bangun dengan sihir, karena sama sekali tidak terlihat penampang kayu. Luasnya pun jauh berbeda dengan keadaan jalan sempit di luar. Narcissa melewati gapura yang terbuat dari bunga-bungaan pada tumbuhan merambat. Ada sesuatu yang seperti tetesan air beku berkilauan. Di atap tenda, bintang berkerlap-kerlip berwarna kuning seperti butiran pasir yang menyala. Lampu-lampu peri yang dingin terjebak dalam botol-botol selai kaca yang dipasangi renda. Berjajar sepanjang lorong menuju altar. Altarnya sendiri adalah tumbuhan merambat sebagai latar belakangnya. Dengan pagar-pagar kurus-hitam yang dibengkokkan berbagai bentuk ala jaman victoria. Narcissa merasakan kesejukan yang jauh berbeda dibandingkan dengan di luar.

"Ini dekorasi pernikahan-impian Andromeda yang kelima belas!" seru Narcissa tertahan. "Kau ingat? Saat kita hanya punya bubuk peri untuk dijadikan mainan dulu?"

Sirius menatapnya tidak yakin, antara kasihan dan terkejut Narcissa selalu ingat saat dia selalu bermain mainan perempuan. Tetapi itu tidak sebanding dengan wajah muggle-muggle lainnya. Mereka telah melihat sedikit kehebatan seni bangsanya dan tidak bisa menutup mulut mereka. Semua sakit hati Narcissa karena kakaknya menikah jauh di bawah standar, terbayar sudah.

"Lily!"

Narcissa dengan kaget mengalihkan perhatiannya. Tapi ekspresi Sirius lebih kaget daripada Narcissa. Sedetik kemudian Narcissa tahu mengapa.

Duduk di deretan tengah kursi, dengan rambut merah gelap sumber kecemburuan teman-teman Slytherin-nya, mata hijau berbentuk buah badam itu menatap Narcissa dengan kekagetan dan kepolosan yang meluluhkan hati siapapun.

Si darah-lumpur Lily Evans dari Gryffindor.

Tetapi yang membuat Narcissa dan Sirius kaget adalah Severus Snape yang ada disebelahnya.

Severus Snape seangkatan dengan Sirius tetapi di Slytherin bersama Narcissa. Syukurlah, karena Sirius dan geng-nya sering sekali mengganggu Snape yang kutu buku, canggung dan berjubah jelek walaupun otaknya pintar sekali. Snape yang berambut berminyak sebenarnya jauh sekali dari kriteria adik kelas yang akan menjadi teman Narcissa. Tetapi dia belajar banyak dari Snape, bahwa penampilan luar bisa menipu. Snape sangat setia kawan dan memandang Narcissa dengan hormat, sehingga Narcissa menyukainya. Celakanya, Lucius juga berpikiran sama. Dan karena, seperti laki-laki Slytherin lainnya, Snape menginginkan cipratan kejayaan, dia cenderung dekat juga dengan Lucius. Menyebabkan Snape kadang terjepit di tengah peperangan Narcissa dan Lucius.

Saat ini wajahnya hampir sama seperti itu, seolah dia baru saja tertangkap melakukan sesuatu yang amat sangat dilarang. Tetapi sama lugunya dengan gadis disebelahnya. Baik Narcissa maupun Sirius siap menerobos kerumunan untuk mengkonfrontasi pasangan mengagetkan tersebut. Masing-masing untuk orang yang berbeda.

Tetapi si pria penjaga pintu kini mulai berteriak-teriak agar para undangan duduk karena acara akan segera di mulai. Maka Narcissa dan Sirius terpojok di sudut paling belakang.

Ted Tonks masuk dengan canggung. Diiringi dengan pendamping pengantin pria yang mungkin adalah adiknya. Tonks memakai jubah muggle hitam. Sebuah jas buntut yang modelnya mirip dengan yang biasa di pakai Filch, si penjaga sekolah Hogwarts.

Narcissa mendesah melihat selera berpakaian Tonks tetapi lebih gelisah melihat Snape yang berada dengan seseorang yang seharusnya dihindari mereka. Narcissa melirik Sirius yang tampaknya sama terganggunya. Kemudian Narcissa menyadari dia sama sekali tidak berhak protes. Dia pun baru saja naik kereta dan taksi muggle dengan seorang Gryffindor.

Pandangan Narcissa beralih lagi pada kepala hitam legam yang tampaknya sudah di cuci untuk menghormati perayaan ini. Kemudian ke kepala merah gelap itu. Kemudian sesuatu yang pernah dikatakan Snape dulu sekali, terngiang di telinganya,

"Aku juga punya seseorang yang kusukai…"

"Oh, tidak! Oh, tidak! Dia benar-benar harus menyortir lagi prioritasnya!"

Kata-kata itu diucapkannya tanpa sadar sehingga dia kaget lagi Sirius menanggapinya.

"Yah, semua orang tahu Snivellus-lah penguntit sejati!" desisnya.

Narcissa belum sempat membalas ketika suara-suara kecil entah darimana menyanyikan lagu klasik- Here's comes the bride.

Serentak semua kepala menoleh ke belakang.

Sekarang Narcissa merasakan mulutnya ternganga. Disanalah Andromeda. Berjalan seperti meluncur di tengah air. Wajah warisan keluarga Black-nya tidak bisa mengalahkan kain-entah-jenis-apa yang berwarna putih dengan renda yang mulai menguning. Tiara-nya jelas imitasi, bahkan imitasi buatan muggle. Tudungnya yang terlalu ringan berkibaran bebas dibelakang rambut cokelatnya yang tergerai begitu saja.

Andromeda tersenyum memandang ke depan. Jenis senyum yang seolah mengatakan kepada dunia bahwa dia menikah hanya karena cinta. Dan itu mengalahkan segalanya…

Tetapi tidak ada yang membuat tenggorokan Narcissa tercekat dibandingkan saat dia melihat Andromeda di gandeng oleh lelaki tua yang tidak dikenal Narcissa. Bukan ayahnya…

Narcissa hampir mengutuk laki-laki itu di tempat karena muggle kotor itu berani mengambil tempat yang begitu terhormat.

Tetapi perasaan kosong dalam perutnya belum selesai. Renda-renda kuning yang menyapu lantai tersebut dijunjung oleh seorang gadis. Bukan Narcissa… Melainkan seorang gadis dengan pakaian putih gading. Dengan model biasa. Baju biasa, gadis muggle biasa.

Entah mengapa hal itu membuat telinga Narcissa berdenging. Dia bahkan tidak menyadari keriutan kursi tempatnya duduk. Narcissa bangkit setelah Andromeda dan Tonks menghadap altar. Menginjak kaki beberapa orang pada jajarannya. Suara mengaduh dan makian tertahan, berdengung seketika.

Narcissa keluar melewati gapura bunga, kembali kepada jalan berbatu dan rumah-rumah kusam dengan dekorasi asap pabrik. Alih-alih menahan nafas, Narcissa menengadahkan hidungnya ke udara, lalu mendesah kuat-kuat. Perasaan perut-kosongnya menerpa lagi.

"Menyebalkan bukan?"

Sirius entah sejak kapan ada dibelakangnya.

"Kalau saja kalian meninggalkan kefanatikan darah murni itu lebih cepat, Cygnus bisa mengantar Andromeda ke altar dan kau bisa menjadi pengiring pengantinnya. Sangat menyebalkan kalau kita harus kehilangan impian hanya karena prinsip tidak penting begitu…"

Narcissa tidak tahu apakah Sirius adalah Legillimens juga. Seperti, yang mengejutkan, beberapa orang yang dia tahu hanya dalam waktu sebulan yang lalu.

"Aku sama sekali tidak peduli," dusta Narcissa.

Sirius mengeluarkan senyum dinginnya tetapi belum sempat Narcissa mendengar hinaannya lagi, sesuatu yang seperti bludger terbang menyerempet telinga Narcissa. Membelah udara dengan desingan keras.

Narcissa, sudah terlatih dengan tidak sengaja setahun belakangan ini, tahu kapan harus menunduk. Sial bagi Sirius, entah-apapun-itu menabrak gapura dan meledakkannya. Narcissa harus menangkap Sirius yang terpental ke depan, dan dengan pikiran kosong campur cemas, menyadari bagian belakang jubah Sirius gosong seperti terkena ramuan yang meledak.

Teriakan panik bergaung dalam tenda. Lebih banyak asap hitam beterbangan mengelilingi tenda. Dengan satu sentakan, tenda tercabut dari tanah. Seolah-olah sedang memakai jubah gaib raksasa yang direngutkan, orang-orang di dalamnya sekarang terlihat. Jeritan bertambah saat altar terbakar dengan tiba-tiba. Tanaman rambat yang kering memperparah rambatan api.

Tidak mungkin muggle yang melakukan ini…

Agresi, perilaku radikal, kebencian, superioritas, semua ada dalam kebakaran dan asap-asap hitam yang mengelilinginya. Yang berarti satu hal…

Sirius pulih dari kekagetan dan segera mengeluarkan tongkat sihirnya. Narcissa harus menahannya dengan kedua tangan agar sepupunya yang sok jagoan itu tidak terinjak-injak segerombolan orang yang sudah berlarian ke arah sebaliknya. Dan para tamu penyihir kini bahkan mulai membalas dengan mantra-mantra yang memantul ke segala arah.

Di tengah pergulatan, mata Narcissa bersirobok dengan Andromeda, yang gaun pengantinnya kini kacau balau menyamai wajahnya yang tercoreng-moreng. Tonks didepannya, menggunakan tubuhnya sendiri sebgai tameng.

"Cissy, pergi! Lari!" teriak Andromeda.

Narcissa bahkan belum sempat berpikir ketika asap-asap hitam mulai menunjukkan identitasnya.

Beberapa penyihir berjubah hitam dengan topeng perak menutupi wajah berada diantara mereka. Terdengar suara tawa mengejek sementara tongkat sihir diacungkan pada kaki-kaki mereka yang berlarian. Maka semua berjatuhan persis seperti efek permainan domino-nya muggle. Saling tumpang-tindih. Menyebabkan lebih banyak tubuh-tubuh yang terinjak.

Lalu tepat pada saat itulah, berdiri di seberang lautan muggle, sesuatu yang ditakutinya lebih dari apapun muncul. Dan pepatah mengenai seseorang yang tidak bisa terus lari dari kenyataan ternyata benar…

Lelaki dengan topeng perak itu berdiri menghadapnya. Walaupun Narcissa tidak bisa melihat arah pandangannya, dia yakin bola mata orang itu abu-abu dingin. Rambutnya yang biasanya mencolok pirang-putih memang tersembunyi di balik tudung. Tetapi Narcissa melihat sekilas kepala ular perak pada tongkat sihirnya, tergenggam pada sarung tangan kulit orang itu.

Itulah lelaki yang paling dicintainya.

Lucius Malfoy.

.

.

.

Bunyi petasan yang memekakkan telinga terdengar beruntun. Semua orang berjubah hitam tersebut langsung siaga dan hilang ber-dissaparate tepat sebelum beberapa orang dengan seragam Kementerian Sihir muncul berombongan.

Dua orang yang lebih kecil sedikit dari Narcissa menyodok keras pinggangnya. Lalu meraih dan menarik lengan Narcissa agar ikut berlari.

"Ayo!"

Terdengar suara Snape yang bergairah. Untunglah saat itu Sirius memilih untuk tidak memberontak. Mereka berlari menabrak semua orang dan tidak ada alasan yang masuk akal mengapa mereka tidak terjatuh sama sekali.

Mereka berlari semakin jauh dari kekacauan dan bau menyengat sungai terasa sampai di ujung lidah Narcissa sekarang. Mereka mengikuti dua rambut hitam dan merah gelap tersebut memasuki jalan yang lebih sempit, sampai tiba di ujung jalan lain.

Snape berdiri di depan rumah kusam persis di sebelah jalan kecil tersebut, lalu membuka pintu. Narcissa tidak punya pilihan lain selain masuk. Berharap bisa segera berlari masuk ke perapian Floo. Atau pergi lagi melihat keadaan Andromeda?

Narcissa merasa tangannya hampir putus terbetot ketika Sirius, yang masih dalam cengkeramannya, terpeleset sesuatu. Ternyata botol-botol minuman berserakkan di dalam ruangan tersebut. Bau manis minuman keras dan campuran orang yang belum mandi selama setahun belakangan, menerpanya. Sangat kontras dengan bau apak yang berasal dari rak-rak berisi buku yang tinggi menjulang sampai langit-langit.

Narcissa baru saja berpikir mengapa ada rumah dengan tema yang bertolak belakang seperti ini, ketika Snape menjawabnya.

"Ini, eh, rumahku," gumam Snape salah tingkah. "Perapian ini perapian Floo. Cissy, kau pulanglah…"

Snape berhenti dengan tegang, baru menyadari bahwa dia juga membawa Sirius.

"Sev…"

Terdengar suara cemas si darah-lumpur itu. Wajahnya merah berkeringat hampir sama dengan rambutnya.

"Tenang, Lily. Nanti setelah agak gelap, aku akan mengantarmu pulang," janji Snape dengan bangga.

"Aku tidak peduli!" sentak Narcissa. "Dengar, kalian anak-anak kecil bodoh, aku sama sekali tidak tahu apa yang akan terjadi bila mengadakan pernikahan di tengah peperangan. Tapi Andromeda tidak bodoh dan pesta ini dirahasiakan. Apa tadi itu, Snape? Dan jangan bilang kau tidak tahu! Aku kenal kau dan kau terlalu canggung untuk bersikap tenang di tengah keributan seperti tadi!"

Baik Narcissa maupun Snape kehabisan nafas untuk alasan yang berbeda. Snape sekarang tergagap-gagap mencoba menjawab Narcissa.

"C-C-Cissy, apa maksudmu?"

Sirius juga tidak membantu, dia masih tetap ingin menjadi pahlawan kesiangan.

"AKu akan kesana! Banyak orang yang terluka!" teriaknya.

Narcissa sekarang benar-benar menarik belakang kerah jubah Sirius, sehingga dia batuk-batuk karena tercekik. Kegagapan Snape hilang seketika.

"Percuma saja, bodoh…" kata Snape senang kepada Sirius. "Anggota Penggunaan Sihir Tidak Pada Tempatnya pasti telah membereskan kekacauan dan berusaha memodifikasi memori…"

"Kau belum menjawabku, Snape!" teriak Narcissa frustasi.

Snape tergagap lagi.

"Aku tidak tahu apa-apa, Cissy! Sekarang lebih baik kau pulang…"

Tangan Snape bergetar saat menunjuk perapian, yang sama sekali diabaikan Narcissa.

"Kudengar Tuan kalian pergi…" desis Narcissa, membuat ruangan tiba-tiba hening.

Tubuh Snape sekarang ikut gemetar, lalu menengadah memandang Narcissa dengan seluruh keberaniannya. Tetapi belum juga mulutnya sempat mengatakan sesuatu, Snape sudah menggeleng lagi.

"Tolong, pulanglah, Cissy…" tawar Snape lagi. "Itu yang aku tahu harus kulakukan… Dan anak itu boleh masuk juga untuk pertama dan terakhir kalinya!"

Snape mengedik jijik kepada Sirius.

"Snape! Kau-kah yang memberitahu para Pelahap Maut bahwa kakakku akan menikah hari ini? Dan karena dia menikahi keturunan muggle maka mereka bisa menghancurkannya untuk senang-senang?"

Kata-kata Narcissa yang dingin bahkan membuat nafas Sirius berhenti. Tetapi Lily Evans memelototi Narcissa.

"Teganya kau menuduh Sev!" teriaknya terdengar lugu. "Kau tidak mungkin begitu, iya kan, Sev?"

Tetapi Snape tidak berani menjawab di bawah tatapan semua orang.

Narcissa sadar seharusnya dia tidak menyalahkan Snape, tidak membuatnya malu di depan cewek yang kemungkinan besar ditaksirnya. Tetapi kenyataan bahwa kehidupan Narcissa sama sekali tidak bisa tenang seperti dulu, membuatnya gerah. Dan keberpihakkan Snape yang dulu selalu membantunya membuat Narcissa marah sekali. Tetapi yang paling menyakitkan mungkin saat Narcissa mengingat wajah Andromeda tadi…

"Kau baru saja menghancurkan mimpi kakakku. Aku tidak mau masuk ke perapian kotormu…"

Narcissa merapatkan jubahnya dan berbalik.

"Ayo, sepupu, kita cari taksi!"

Beberapa detik kemudian terdengar langkah Sirius yang bergema di jalan batu. Ini membuat Narcissa lega, karena dia sama sekali tidak punya uang muggle untuk naik taksi dan sama sekali tidak tahu jalan.

.

.

.

Notes:

Hai,,,,, welcome back to The Black Queen versi 2.

Ini tahun keenam Narcissa dan ketujuh Lucius di Hogwarts.

Masih dalam suasana awal-awal Witch-War I.

Untuk chapter ini, settingnya di Spinner End, tempat tinggal Snape. Aku buat tempat tinggal Ted Tonks juga di sekitar sini biar Cissy bisa ketemu Snape dan Lily.

Hope you'll enjoy it!

Tetep ditunggu saran, kritik n reviewnya yah!