CHAPTER 1
...
Hari ini merupakan hari yang menyebalkan. Hujan deras yang turun sejak pagi tadi membuat mood-ku memburuk. Bagaimana tidak? Aku yang setiap hari terbiasa berangkat menggunakan sepeda, kini harus merelakan kendaraan itu di rumah dan memilih untuk memakai jasa bus umum untuk pergi ke sekolah.
Perlu diingat, tidak ada hal yang lebih menyebalkan selain menaiki bus umum di pagi hari. Sebab kursi penumpangnya selalu penuh. Hal ini membuatku terpaksa berdiri berdesak-desakan dengan penumpang lain di sepanjang perjalanan.
Bel masuk berbunyi tepat ketika aku baru saja memasuki kelas. Lekas aku menghampiri bangku milikku yang terletak persis di paling depan. Layaknya murid teladan, aku langsung mengeluarkan buku pelajaran untuk jam pertama, Literatur Klasik. Dan, tanpa memedulikan sekitar, aku pun mulai membaca bab materi yang akan diajarkan nanti.
Namun, hingga lima belas menit berlalu, tak ada tanda-tanda guru akan memasuki kelas. Tumben, apa jangan-jangan dia kumat lagi? Ya. Jam pertama hari ini diisi oleh Kakashi-sensei. Ia adalah guru yang paling terkenal karena kebiasaan telatnya. Meski begitu, ia sudah memperbaiki kebiasaannya itu sejak seminggu yang lalu.
Hal ini dikarenakan seminggu yang lalu, Kepala Sekolah melakukan inspeksi mendadak ketika jam pelajaran tengah berlangsung. Aku masih mengingat bagaimana ekspresi Kepala Sekolah di waktu itu ketika mendapati kelas kami kosong. Ia marah. Namun sebisa mungkin ia tidak meluapkannya di hadapan kami. Ia hanya bertanya apakah Kakashi-sensei sering datang terlambat, dan dengan serempak kami menjawab 'Ya, dia memang sudah biasa datang terlambat'
Akhirnya sebagai permintaan maaf, Kepala Sekolah pun menggantikan Kakashi-sensei mengajar. Satu hal yang baru kutahu saat itu adalah... ternyata Kepala Sekolah memiliki kapabilitasnya tersendiri sebagai seorang guru. Berbeda dari guru-guru lainnya, ia dengan mudah menerangkan kepada kami bab materi dengan jelas, tanpa sedikit pun membuat kami kebingungan.
Ah, dari pada itu... Sepertinya Kakashi-sensei memang akan datang terlambat lagi.
'Masa bodoh lah, lagi pula siapa suruh telat?' Aku menghembuskan nafas lelah.
Aku pun menoleh ke belakang, mendapati suasana kelas apabila tidak ada guru. Ya, bisa ditebak. Ada yang sedang bermain janken, bergosip ria, bersenda gurau, atau bahkan beradu panco! Astaga, aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihatnya.
Namun atensiku kini tertuju pada seorang gadis yang tiba-tiba saja berdiri dari bangkunya. Ia terlihat berbicara dengan temannya, sebelum kemudian temannya pun ikut berdiri. Ah, pasti mereka hendak pergi ke toilet. Gadis itu—Hyuuga Hinata, namanya—menatapku, aku yang mengerti hal itu pun menganggukkan kepala, sambil tersenyum. Ia dan temannya—Tenten—akhirnya bergegas pergi keluar kelas.
Yahh, sepertinya aku juga harus pergi keluar kelas sekarang.
-oOo-
Sebuah cerita fiksi dari :
Naruto karya Masashi Kishimoto
.
.
.
Kita dan Kisah Klasik Persahabatan
.
.
.
Genre : Romance
.
.
karya kami, Half Eclipse
Komunitas kecil untuk para penggemar cerita fiksi.
.
.
.
Konoha Gakuen merupakan salah satu sekolah menengah atas (SMA) swasta ternama di Jepang, tepatnya di daerah Ibukota Tokyo. Sekolah ini merupakan sekolah yang bermutu, favorit dan juga dikenal sukses melahirkan atlet-atlet olahraga berbakat di Jepang, terutama basket. Ya, klub Basketball di sekolah ini telah beberapa kali memenangkan turnamen nasional.
Sekolah ini juga memiliki keunggulan-keunggulan utama, diantaranya; menyediakan program (course) yang sesuai dengan keinginan atau kemampuan siswa, memberikan bimbingan untuk studi lanjut di Jepang, serta menyediakan asrama yang nyaman, aman dan berada di dekat sekolah.
Program-program kejuruan yang terdapat di Konoha Gakuen sendiri adalah:
Excellent Course, merupakan kejuruan yang mempersiapkan lulusannya untuk melanjutkan pendidikan di universitas-universitas ternama di Jepang.
Computer Science Course, kejuruan ini mendidik siswanya untuk meneruskan pendidikan dengan jurusan Ilmu Pengetahuan Alam.
Sports Course, yaitu kejuruan yang melatih muridnya yang secara khusus ingin menjadi atlet profesional. Dan yang terakhir,
Information Business Course, kejuruan yang menekankan penguasaan multimedia, IT dan pemrograman, serta manajemen bisnis.
Terlihat seorang laki-laki tengah berjalan di sepanjang koridor sekolah. Naruto Namikaze, adalah nama yang tertera di name-tag miliknya. Ia mengenakan seragam gakusei lengkap dengan atribut berupa badge yang menunjukkan bahwa dirinya merupakan siswa tingkat akhir dari kejuruan Information Business Course.
Tempat yang ia tuju saat ini ialah ruang guru. Karena jam belajar telah berlangsung lebih dari seperempat jam yang lalu dan guru yang mengajar tak kunjung datang, sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai Ketua Kelas untuk meminta tugas pada guru yang mengajar pelajaran serupa.
Namun, langkahnya terhenti sesaat ketika sesuatu menyita perhatiannya. Tak jauh di depan sana, ia melihat sosok perempuan yang memiliki surai panjang kebiruan dengan iris mata lavender pudar. Ya, dia adalah Hinata Hyuuga, dengan rekan sebangkunya, Tenten.
Namun bukan itu yang menjadi fokusnya, melainkan sosok laki-laki yang kini tengah bersama mereka berdua. Mereka sedang bersenda gurau, namun sesekali terlihat tangan laki-laki itu menyenggol bahu Hinata. Dan, hal itu membuat rasa tak nyaman di hatinya, entah mengapa.
Ia mengenal laki-laki itu. Laki-laki yang memang sering kali terlihat bersama Hinata. Kiba Inuzuka, ia merupakan siswa tingkat akhir sama sepertinya, namun ia berasal dari kejuruan Computer Science Course.
Sebagai Ketua Kelas, seharusnya Naruto menghampiri mereka untuk menegurnya agar tidak mengobrol di koridor sekolah. Namun tampaknya ia tidak akan melakukan itu. Ya, ia tidak akan melakukannya.
Dan sebuah tepukan di bahu menyadarkannya dari lamunan.
"Naruto-kun?"
"Shion?"
"Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Eh? Aku hendak meminta tugas di kantor. Kamu sendiri?" Shion tak langsung menjawab, sepertinya ia tidak percaya begitu saja dengan ucapan itu. Ia pun berjinjit, berusaha melihat sesuatu dari balik bahu Naruto.
"Eiitss, apa yang mau kamu lakukan?" Naruto berusaha menghalangi arah pandangan Shion. Sebelum kemudian ia menarik tangan gadis bersurai pirang itu ke persimpangan, menuju ruang guru. Bisa berbahaya jika Shion memergokinya tengah mengamati Hinata, bisa digoda habis-habisan nantinya.
Namun, tanpa ia sadari, sepasang iris lavender memperhatikan mereka berdua dari kejauhan, dengan tatapan terluka.
.
.
.
Shion, ia merupakan siswi tingkat akhir dari kejuruan Excellent Course. Ia mengena Naruto sejak masa penjajakan, atau yang lebih dikenal dengan masa orientasi siswa (MOS) di tahun pertama. Hari demi hari berlalu, hingga akhirnya kini mereka pun menjadi teman dekat.
"Hei, kau mau membawaku ke mana sih, Naru?"
"Ruang guru"
"Eh, tapi 'kan aku mau ke toilet." elaknya, sambil berusaha berbalik arah, ingin kembali ke tempat tadi.
"Ke toilet? dengan buku di tanganmu itu?" Naruto mencibir, membuat Shion salah tingkah. Ketahuan deh, pikirnya. Sebenarnya ia ingin mengumpulkan tugasnya yang terlambat ke ruang guru.
"Bilang saja kau masih penasaran dengan apa yang kulihat tadi." Shion pun tertawa garing mendengarnya. Selintas muncul ide jahil di benaknya, ketika melihat telapak tangannya masih digenggam laki-laki itu.
"Sepertinya ada yang salah deh." ucapan itu sukses membuat Naruto menghentikan langkahnya.
"Apa?"
"..."
Dengan gerakan cepat, Shion melepaskan genggaman tangan itu, lalu menggamit lengan kanan Naruto.
"Nah, begini baru benar." gadis itu langsung mengambil langkah cepat, membuat Naruto mau tak mau mengikutinya.
"H-hei, Shion!"
"Hm? Hahaha..."
.
.
.
Suasana di kelas Information Business Course masih saja ramai. Namun, suara-suara itu lenyap seketika mereka mendengar ketukan di pintu. Murid-murid yang sedang bermain dengan cepat langsung duduk kembali ke bangkunya. Sedangkan yang sudah berada di bangkunya sedari tadi pun mencoba membuka buku, namun matanya mengawasi pintu. Hati mereka dipenuhi perasaan cemas.
Terlebih saat pintu itu mulai terbuka,
dan masuklah dua sosok perempuan. Seorang memiliki rambut biru panjang, dan yang seorang lagi bersurai coklat yang diikat ke belakang. Keduanya memakai seragam gakusei. Pecahlah atmosfer ruangan kelas itu, lagi.
"Aahh, ternyata Hinata dan Tenten, kukira siapa ..."
"Kau membuat kami hampir jantungan, tahu!"
"Kalian berdua ini, ada-ada saja ..."
Sedang dua 'terdakwa' yang tadi memasuki kelas hanya bisa tertawa gugup. Hei, bahkan mereka tidak tahu salah mereka di mana?
"Hinata-chan, apa kau melihat Naruto sewaktu keluar tadi?" Baru saja Hinata duduk di bangkunya, ia langsung disambut pertanyaan oleh Ino, teman yang duduk di belakangnya.
"Ah iya, aku tadi melihatnya. Sepertinya tadi Naruto-kun sedang menuju kantor" ia berucap, namun tatapannya berubah menjadi sendu mengingat beberapa saat yang lalu, Naruto menggandeng seorang perempuan koridor itu. Namun untungnya, hal itu tidak disadari teman-temannya.
"Dasar si baka itu. Sudah bagus tidak ada guru. Ia malah repot-repot pergi ke kantor." Ino merengut.
"Mau bagaimana lagi Ino-chan. Itu 'kan sudah menjadi bagian dari tugasnya," sahut Tenten.
"Iya sih, tapi..."
"Lagi pula kita sudah kelas tiga, Ino-chan. Sebentar lagi kita akan menghadapi ujian. Kalau kita tidak lulus di Universitas pilihan kita, bagaimana?" balas Hinata membuat Ino terdiam.
"Iya deh. Kalau Hinata-chan sudah membela Naruto seperti itu, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi." ujar Ino sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat Hinata memerah.
"Ne, lagipula kenapa Naruto itu tidak peka-peka juga, sih. Padahal kalian 'kan sudah cukup dekat." lagi, ucapan Ino semakin membuat pipi Hinata semakin memerah. Tak tahan, Hinata pun menundukkan kepalanya.
"Sudahlah, Ino-chan. Kau tidak lihat Hinata sudah seperti itu?" ujar Yakumo, teman sebangkunya yang sedari tadi diam.
"Habisnya... kalau mengingat festival waktu itu..."
.
.
.
Suasana hiruk-pikuk melanda seluruh penjuru Konoha Gakuen. Itu dikarenakan ada yang berbeda dengan hari ini. Ya, mereka kini tengah mengadakan festival dalam rangka memperingati hari jadi sekolah.
Festival Budaya, atau yang lebih diketahui dengan nama Bunka-sai merupakan festival yang cukup terkenal. Bunka-sai diadakan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dengan kata lain, sudah menjadi tradisi untuk mengadakan Bunka-sai ketika sedang merayakan hari jadi sekolah.
Bunka-sai sendiri sebenarnya diadakan dengan tujuan agar para siswa dapat menampilkan kemampuan mereka dalam berkreativitas. Contohnya saja saat ini, seluruh penjuru lapangan, atau tempat-tempat kosong yang cukup luas sudah dipenuhi dengan berbagai stand. Dari stand makanan, minuman, buku-buku, hingga stand lukisan, semua ada.
Uniknya, tidak hanya stand-stand ringan yang dibuat. Beberapa kelas pun ada yang disulap menjadi tempat-tempat rekreasi. Menjadi Rumah Hantu, Rumah Peramal, Studio Cosplay, atau bahkan Maid Cafe.
Namun, lain mereka, lain pula dengan kelas Information Business Course, ruangan kelas mereka ini sebenarnya menyatu dengan ruang komputer, hanya saja dipisahkan sekat yang cukup tebal. Setelah sekat dilepas, ruangan itu benar-benar menjadi luas. Mereka pun meminjam Cinema LED Screen milik kelas Computer Science Course dan menyulap dua ruangan itu menjadi sebuah panggung teater!
Mereka menampilkan pertunjukan drama klasik dengan mengangkat kisah yang berasal dari penyair Homer, berjudul Odysseus.
Kisah ini menceritakan tentang seorang raja yang berusaha kembali pulang dari Perang Troya ke kampung halamannya, Ithaca, untuk bertemu istri tercinta.
Akan tetapi, perjalanan itu tidaklah berjalan mulus. Sebab para dewa-dewi Olympus 'marah' kepada pasukan Odysseus yang merusak kuil-kuil mereka selama perang Troya. Membuat perjalanan itu memakan waktu hingga 10 tahun lamanya untuk menuju Ithaca.
Dalam perjalanan itu, Odysseus bertemu dengan sekelompok Siren, putri duyung yang biasa menggoda para pelaut dengan nyanyian serta kecantikan parasnya. Namun karena pikiran Odysseus hanya tertuju pada istrinya di rumah, ia tidak tergoda oleh para Siren itu.
Dalam perjalanan berikutnya, kembali Odysseus dirayu oleh Dewi Lautan yang cantik jelita, Calypso. Ketika itu Calypso ingin menjadikan Odysseus sebagai suaminya. Ia pun menyekap Odysseus bersama anak buahnya. Namun berkat kesetiaan dan kecerdikan Odysseus, ia akhirnya berhasil meloloskan diri dari Calypso.
Sampai akhirnya Odysseus pun sampai ke kampung halamannya. Namun sayang hanya ia yang berhasil selamat, sedang para awak kapalnya telah mati di tengah perjalanan.
.
.
.
Rambut kuningnya sedikit memanjang dan tampak kumal, sepasang mata biru safirnya sayu dengan lingkaran hitam di bawahnya. Ia adalah Naruto, yang saat ini tengah memerankan sosok Odysseus. Sosoknya yang kini mengenakan pakaian yang telah robek di beberapa bagian, membuatnya lebih mirip seperti gelandangan, dibanding orang yang baru saja pulang dari perang.
Ia pun kini berjalan, menatap daerah sekelilingnya yang telah berubah drastis. Beberapa rumah kini telah mengisi lahan-lahan yang dulunya kosong. Tanah-tanah kini telah dijadikan kebun, ladang, atau bahkan tempat peternakan. Jalan-jalan yang dulunya sepi kini ramai dengan lalu lalang masyarakat.
Sampai pada akhirnya, langkahnya terhenti ketika ia menatap rindu pada sebuah rumah sederhana tak jauh di depannya. Itu adalah rumahnya. Ia tersenyum, membayangkan reaksi keluarganya nanti di rumah.
Namun senyumnya pudar seketika menjadi raut wajah penuh heran. Bagaimana tidak? saat ini ia melihat beberapa pria baru saja keluar dari rumahnya. Apa yang mereka lakukan?
Ia pun mencoba mendekat ke arah para pria itu.
"Permisi Tuan-Tuan.." mereka pun menoleh penuh ke arah Odysseus. Merasa sama sekali tidak mengenalnya, barulah salah satu dari mereka menjawab...
"Adakah sesuatu yang bisa kami bantu , Tuan Pengembara?"
"Tidak, Tuan. Hamba hanya ingin bertanya, apa yang sebenarnya tengah terjadi di rumah ini?"
"Oh, kau tidak tahu? Itu wajar mengingat kau hanya pengembara yang kemungkinan baru saja sampai di kerajaan ini. Kami sedang mencoba melamar wanita yang tinggal di tempat ini." sesaat terlihat raut terkejut di wajah pengembara itu.
"Tuan... kalau hamba tidak salah, bukankah ini kediaman Ratu Penelope?"
"Ya, kau benar. Ini adalah kediamannya. Kau cukup tahu banyak, ternyata. Adakah hal lain yang kau tahu lagi, Pengembara?"
"Bukankah Ratu Penelope telah bersuami dengan Raja Ithaca?"
"Itu benar. Namun sebenarnya..." sesaat pria itu menunda jawabannya. Ia melihat ke arah rekan-rekan lainnya. Seakan meminta pendapat, dan mereka hanya menganggukkan kepala mereka, tanda setuju.
"Kau tahu, Pengembara? Ini adalah kisah lama. Sudah 10 tahun berlalu, Ithaca sudah tidak memiliki lagi Rajanya. Itu dikarenakan sang Raja telah pergi meninggalkan negeri ini untuk pergi berperang di Troya, dan sampai saat ini belum juga kembali." jelas pria itu
"Mungkin dia sudah mati dalam peperangan." sahut pria lainnya.
Dalam kisah ini, Odysseus hendak marah. Namun kemudian, datanglah Telemachus, anak Odysseus.
Harus Naruto akui, pemeran Telemachus ini benar-benar mirip dengan wajahnya dan Hinata, yang kini berperan sebagai Penelope. Pasalnya, ia memiliki rambut biru gelap seperti Hinata, dan sepasang iris mata biru safir sepertinya.
Menma Namisaki, namanya. Tentu saja, dia bukanlah anaknya dan Hinata. Hanya saja, memiliki pemeran yang mirip seperti itu membuat keuntungan tersendiri bagi mereka, kelas Information Business Course. Karena itu bisa menambah poin lebih untuk pertunjukan.
Menma keluar dari pintu rumah, menyusul kemudian Hinata bersama dengan seorang pria berambut hitam pendek, dengan mata hitam yang kontras dengan kulitnya yang berwarna putih pucat. Sai, atau yang kini berperan sebagai Antinous.
Iris matanya sempat terpaku pada Hinata. Wanita itu kini memakai gaun rajutan yang terbuat dari wol, dengan rambutnya yang panjang disanggul ke atas dengan pin emas. Sederhana memang, namun entah mengapa hal itu justru tampak semakin menawan di matanya.
Baru saja ia ingin mengajukan tantangan untuk para pelamar. Lidahnya dibuat kelu seketika ia melihat Sai mencium punggung tangan Hinata.
'Itu... tidak ada dalam naskah!' Naruto menatap penuh amarah. Segera ia berlari ke depan, dan tanpa berpikir panjang, ia mencoba menebas Sai dengan pedangnya.
Slashh
Meski terkejut, Sai mampu menghindari serangan itu tepat waktu dan menjauh. Sedang Naruto pun langsung mendekap Hinata erat.
Hening...
Suasana pun hening seketika...
"Wooaahh!"
"Piiwiid"
Para penonton langsung bersorak-sorai, sebagian lain ada yang ikut bersiul-siul menyaksikan itu. Mungkin beberapa dari mereka telah mengetahui jalan cerita Odysseus, namun melihat adegan ini, sukses membuat mereka terkejut.
"Eh?" tersangka utama dalam kejadian ini sepertinya baru sadar dengan apa yang terjadi, ia pun menatap pemain-pemain lain yang hanya bisa tercengang melihatnya. Apa yang baru saja ia lakukan?
'The show must go on!' dengan tatapan menyesal ia meminta maaf pada mereka, dan memohon bantuan untuk keluar dari situasi ini. Ia menatap ke arah Hinata yang kini ada dalam dekapannya, namun Hinata justru menyembunyikan wajahnya. Meski sekilas terlihat wajah Hinata yang memerah, membuatnya ikut memerah juga. Ah, ia hanya busa merutuki dirinya dalam hati.
"Siapa kau?!" tanya Sai dengan geram. Sepertinya ia berusaha untuk tetap melanjutkan drama ini. Terima kasih, Sai. Oke, karena ini sudah melenceng jauh dari naskah, ia harus benar-benar berhati-hati untuk bicara sekarang.
Naruto mengingat-ingat lagi naskah akhirnya. Seharusnya tadi ia menantang para pelamar untuk menembakkan busur panah dalam jarak tertentu, namun kali ini dia harus melewatkan adegan itu. Argh! Padahal ia sudah susah-payah berlatih untuk bisa menembakkan panah dengan tepat sasaran.
"Aku adalah Odysseus! Raja kalian! Berani-beraninya kalian kemari untuk melamar istriku!" dengan suara seraknya, Naruto marah. Melewatkan beberapa adegan, ia langsung ke momen di mana para pelamar mulai mempertanyakan identitasnya.
Seketika Hinata melepaskan diri dari dekapan Naruto.
"Bohong! Kau bohong! Tidak mungkin kau adalah suamiku!"
Benar. Ini sesuai plot. Kerja bagus, Hinata!
Naruto menatapnya tak percaya. Ia sudah akan menjawab sangkalan itu. Namun, lidahnya kelu sesaat.
'Aku lupa dialog selanjutnya!' pikir Naruto depresi.
"P-penelope, ini aku! Tidakkah kau mengingatku?" jawaban itu membuat Hinata bingung, pasalnya itu tidak sesuai dengan naskah. Hinata pun melihat wajah Naruto yang kini menatapnya dengan ekspresi meminta maaf.
"B-benarkah?" tanya Hinata pelan, tak tahu lagi harus berkata apa.
"Ya. Ini aku, sayang. Apa yang harus aku lakukan untuk menghilangkan keraguanmu itu?" ujar Naruto lembut. Lalu datanglah Sakura, ia berperan sebagai Eurycleia, seorang pengasuh Telemachus dari kecil.
"Eurycleia, tolong kau pindahkan tempat tidur di kamarku" titah Hinata ketika melihatnya. Mendengar hal itu, Naruto terkejut.
"Sayang, apakah engkau telah menebas pohon zaitun itu dan menggantinya dengan kaki ranjang biasa?" tanya Naruto tak yakin. Pasalnya kaki ranjang mereka hanya berjumlah tiga, sedang satunya bertumpu pada pohon zaitun yang masih hidup. Sebab itulah, memindahkan ranjang mereka adalah hal yang mustahil.
Mendengar pertanyaan Naruto, Hinata justru tersenyum.
"Engkau suamiku, engkau memang suamiku." Hinata langsung menghambur kembali ke dekapan Naruto. Wajahnya memerah ketika harus melakukan itu. Namun untungnya hal itu tidak terlihat oleh penonton. Naruto pun tersenyum. Meski kaku, ia mencoba untuk membalas dekapan Hinata. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini ia melakukannya dengan kesadaran penuh.
Namun sorot matanya kembali menajam ketika melihat ke arah para pelamar istrinya.
"Kalian... ingin melanjutkan ini? melamar istriku?" tanya Naruto pelan, namun berbahaya.
Merasa naskahnya sudah melenceng dari awal. Mereka pun berniat tidak terpaku lagi pada ending yang seharusnya, dan memilih untuk bersujud di hadapan Naruto.
"Maafkan kami, Yang Mulia."
.
.
.
"Uhh, kalian benar-benar romantis sekali waktu itu..." Ino menopang dagu, sambil memejamkan mata. Membayangkan seandainya dia yang menjadi tokoh Penelope.
"Ino-chaann"
"Ahahaha..."
Sementara itu, murid-murid lain juga tampak sedang bersenda gurau dengan obrolannya masing-masing, entah itu seputar sepak bola, fashion, otomotif, atau pun trend terbaru masa kini. Benar-benar kelas yang bagaimana lagi? Ini adalah kesempatan selagi jam pelajaran kosong, mungkin mereka juga penat dengan materi yang diajarkan setiap hari.
Meskipun tidak semua murid di kelas ini 'bermain ria' dengan teman-temannya. Ya, salah satunya adalah lelaki dengan gaya rambut harajuku yang duduk di pojok ruangan dekat jendela sekolah. Sasuke Uchiha, namanya. Wajahnya yang tampan, ditambah rautnya yang kalem itu menjadikan daya tarik tersendiri untuknya.
Ia sedang membaca buku catatannya sendiri. Atau, setidaknya itulah yang dia lakukan sebelum sebuah gumpalan kertas terlempar dan mendarat di mejanya. Penasaran, ia pun mengambil kertas itu lalu membukanya.
'Sasuke-kun, seandainya aku jadi butiran hujan,
Aku tidak akan memilih jatuh ke tanah,
Tapi aku memilih jatuh ke hatimu...'
Ia tersenyum kecil membaca tulisan itu, sebelum kemudian ia menoleh ke arah si pelempar yang kini sedang berusaha menyembunyikan wajahnya dengan buku. Lucunya...
Lelaki itu pun dengan cepat membuka lembaran terakhir buku catatan yang dipegangnya. Menulis sesuatu di sana, sebelum kemudian dirobek dan dengan cepat ia lempar kembali ke arah si pelempar tadi.
Sedang perempuan yang kini masih menutup wajahnya dari samping dengan buku terkejut ketika mendapati gumpalan kertas sudah ada di hadapannya. Sejak kapan? Ia pun membuka gumlalan kertas itu...
'Saki, kamu tahu bedanya rumus sama kamu?
Kalau rumus, susah diingat
Kalau kamu, susah dilupain...'
Sontak saja, wajah gadis itu merona. Padahal, ia sendiri tidak menyangka kata-katanya akan dibalas. Memang sih, pribadi kekasihnya itu membuat Sakura Haruno tidak pernah bisa menebak apa yang ada di pikirannya. Kadang romantis, kadang juga acuh tak acuh. Serba salah jadinya...
Hubungan mereka sendiri sudah berjalan sejak kelas awal duduk di SMA. Berawal dari kenalan, kemudian dekat, lalu menjadi teman, semakin dekat lagi, baru deh, jadian... Wajar saja, lagipula keduanya sama-sama memiliki persamaan. Sasuke mempunyai wajah rupawan, Sakura pun memiliki paras yang menawan.
Kini, keduanya kembali sibuk lempar-lemparan kertas. Ah, sepertinya memang tidak ada yang bisa menahan diri dari godaan jam kosong.
.
.
.
Iruka Umino, adalah seorang Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) bidang Kurikulum. Seperti biasa, tugasnya adalah menyusun pembagian tugas guru, mengelola kegiatan belajar-mengajar, membuat jadwal evaluasi, dan masih banyak lain. Oleh karena itu, seperti saat ini ia tengah disibukkan dengan komputer di hadapannya.
Namun, selang beberapa saat kemudian terdengar suara ketukan dari luar pintu. Ia pun menginstruksikan seseorang itu untuk masuk. Pintu pun terbuka, dan terlihat sosok Naruto dan Shion memasuki ruangan.
"Pagi, Naruto, Shion.."
"Selamat pagi, Pak.." jawab keduanya bersamaan. Dimulai dari Naruto, ia mengatakan bahwa guru jam pertama belum memasuki ruangan, maka dari itu ia ingin meminta tugas tambahan dari guru yang mengajar pelajaran serupa.
"Guru jam pertama kelas Information Business Course..." Iruka melihat jadwal pelajaran di monitor kerja miliknya.
"Oh, iya. Beberapa menit yang lalu memang sensei mendapat kabar Kakashi-sensei, iamengalami kecelakaan motor saat hendak berangkat tadi, tetapi kini ia sudah mendapat penanganan medis di puskesmas terdekat." lanjutnya. Iruka pun mengatakan bahwa guru yang mengajar Literatur Klasik, Anko-sensei baru saja pergi ke Perpustakaan.
"Lalu, Shion? apa keperluanmu?"
"Saya hendak mengumpulkan tugas saya yang terlambat ke Asuma-sensei."
"Asuma-sensei sekarang sedang mengajar di kelas Computer Science Course, sebaiknya kamu taruh saja bukumu di mejanya" Shion pun menganggukan kepala, dengan segera ia menuju meja Asuma-sensei.
Merasa sudah tidak memiliki keperluan lagi, Naruto pun berbalik untuk pergi keluar. Namun...
"Tunggu, Naruto. Kamu mau pergi ke Perpustakaan 'kan?"
"Iya, sensei."
"Kalau begitu, sekalian tolong bawakan buku-buku ini ya.." Iruka menunjuk ke arah meja di sampingnya, membuat Naruto keringat jatuh seketika.
'Bukunya... banyak...'
.
.
.
Naruto pun sampai telah kembali ke kelasnya. Ia langsung menulis di papan tulis putih dengan spidol hitam.
'Kerjakan tugas Literatur Klasik halaman 48-49.
Pilihan ganda 1-20 dan essay bagian II dan III.
Di kertas selembar, dikumpulkan hari ini.'
Serentak suasana kelas pun kembali riuh. Ada yang memaki-maki dirinya, mengumpat, atau hanya sekedar bergumam malas. Masa bodoh, lah. Yang penting ia sudah menjalankan tugasnya.
Ia pun duduk kembali ke bangku miliknya, dan berniat langsung mengerjakan tugas tersebut. Akan tetapi, baru saja ia ingin membuka buku. Bel kelas pun berbunyi, tanda pergantian jam pelajaran.
Sontak hal itu membuat murid-murid kembali bersorak. Perlu diketahui, perbedaan Konoha Gakuen dengan sekolah lainnya adalah di jam pelajarannya, yaitu 5 jam pelajaran. Dan setiap pergantian jam, pihak sekolah memberikan waktu 15 menit kepada siswanya untuk beristirahat. Itulah kenapa mereka begitu antusias ketika mendengar bel berbunyi.
Naruto hanya bisa merutuk dalam hati. Ini pasti karena ia terlalu lama di Perpustakaan tadi. Bagaimana tidak? Sampai di sana, Naruto kembali dimintai tolong untuk mengumpulkan buku-buku yang akan dibawa Anko-sensei ke Ruang Guru, benar-benar merepotkan.
Naruto pun menoleh ke arah teman-teman sekelasnya. Namun tanpa sengaja matanya justru bertemu pandang dengan iris lavender Hinata, cepat-cepat ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, benar-benar kikuk.
Kini tatapannya tertuju pada seseorang yang berjalan menuju ke arahnya. Sebelum kemudian laki-laki itu duduk di bangku sebelahnya yang memang kosong—karena teman sebangku Naruto, Gaara sedang tidak masuk karena sakit.
"Ada apa, Teme?" tanya Naruto, acuh tak acuh. Laki-laki itu, Sasuke, memang sudah menjadi sahabatnya sejak mereka masih ada di bangku sekolah dasar. Maka dari itu, ia sudah tidak sungkan-sungkan lagi berbicara seenaknya.
"Hmm, tidak. Aku hanya penasaran, kenapa setiap kesempatan kau selalu curi-curi pandang ke arah Hinata?" Sasuke memulai, nadanya yang datar itu membuat orang sulit menilai apakah ia sedang bercanda atau tidak. Namun lain halnya Naruto, ia sudah mengetahui betul sifat sahabatnya yang satu ini.
"Seperti kau tidak tahu saja. Eh, tapi yang tadi itu tidak sengaja, tahu."
"Aku percaya kok, Dobe. Kau 'kan selalu mengatakan itu setiap kali aku bertanya. Biar kulihat, kau sudah mengatakan jawaban sama seperti itu untuk yang ke 537 kalinya." Sasuke membaca buku kecil yang kini ada di tangannya, entah dari mana munculnya.
"Temeee" Naruto pun berusaha merebut buku itu, namun tentu saja Sasuke tidak membiarkannya. Jadilah mereka berdua berebut-rebutan buku. Padahal, belum tentu catatan seperti itu benar-benar ada. Satu-satunya hal yang membuatnya agresif adalah, karena Naruto pernah melihat sekilas fotonya yang memalukan, terselip di buku itu.
"Sudahlah, Dobe. Kau tidak akan pernah bisa mengambilnya dariku. Lebih baik kau tembak Hinata saja, sana" Naruto pun menyerah. Ia memang tidak pernah bisa mengambil buku itu. Belum pernah bisa, lebih tepatnya.
"Kau pikir itu mudah? Hinata tidak seperti kita. Ia benar-benar dijaga ketat oleh orangtuanya. Kau lihat sendiri, pulang sekolah saja dia langsung dijemput oleh supir pribadinya." Naruto menggerutu. Hinata memang berasal dari 'keluarga berada'. Seperti pulang-pergi sekolah saja dia diantar-jemput. Mungkin pergaulannya di rumah pun, juga dibatasi.
Berbeda dengan Naruto. Meski keluarganya utuh, ia hanya berasal dari keluarga sederhana. Bukannya tak bersyukur, tapi ia hanya minder kalau harus berdekat-dekatan dengan Hinata.
"Benar juga, sih. Eh? Memangnya kau sudah ada niatan untuk nembak dia saat pulang sekolah?" Naruto mencibir.
"Percuma, ngomong sama kau tidak akan ada habisnya, Teme."
"Dobe, kalau kau terus-terusan diam seperti ini. Bukan tidak mungkin, Hinata nanti bisa direbut orang lain."
"..."
Entah kenapa langsung terlintas kembali di kepalanya, ketika dia melihat Hinata sedang bersenda gurau dengan Kiba. Dan itu membuatnya sesak. Naruto hanya bisa tersenyum pahit.
"Tidak apa-apa. Lagipula... cinta itu memang tidak harus memiliki 'kan, Teme." kali ini giliran Sasuke yang mencibir.
"Sok puitis sekali kau, Dobe."
"Biar saja, memangnya hanya kau dan Sakura-chan yang bisa puitis?"
"..."
Kali ini ucapan Naruto sukses membuat Sasuke terbungkam. Terlihat rona merah tipis di pipi laki-laki bermarga Uchiha itu. Namun sayang, Naruto tidak memperhatikannya.
"Sepertinya kalian lagi seru mengobrol dari tadi." Sakura datang menghampiri.
"Tidak juga, Sakura-chan. Si Teme itu saja yang menggangguku." Sakura tersenyum jahil, sudah pasti kalau seperti ini pasti mereka berdua lagi membahas soal Hinata. Bukan rahasia lagi bagi mereka bertiga, karena Sakura juga sahabat Naruto sejak bangku sekolah dasar, sama seperti Sasuke.
"Oh ya, pulang sekolah nanti jadi?" tanya Sakura, ambigu. Namun keduanya tahu maksud dari perempuan beriris hijau emerald ini.
"Aku ikut..." sahut Sasuke, tanpa pikir panjang.
"Yah, aku juga penat sama aktivitas sekolah akhir-akhir ini. Aku ikut." Naruto pun menjawab. Sudah menjadi rutinitas mereka di kala waktu luang, apalagi kalau bukan nge-band.
.
.
.
TBC
A/N:
by : Patih Alam
Aish *lap keringet*, tanganku bener-bener kaku setelah sekian lama gak nulis. Dan polling pertama kali malah justru jatuh ke aku. /krai/
Ok, ini adalah event collabs kami yang kedua, yaitu membuat fic bertemakan School Life dengan 6 genre berbeda. Dan setiap orang mendapatkan 1 genre/chapter. Untuk chapter pertama ini... entah apa genrenya, aku sendiri gak tau. ^^'
Silahkan ungkapkan komentar kalian, baik kritik ataupun saran. Tulis di kolom review yaa...
