Bleach © Tite Kubo

A/N: Nooooo~ saya buat cerita baru lagi. ='= Maaf buat yang nunggu update-an dan sequel dari saya. Ini sama sekali tak bisa dicegah. #lame excuse# Saya ngambil setting waktu arc pertama banget. Kalau dipikir-pikir, arc itu penuh dengan kemesraan*?* IchiRuki! Wehehehehe… Ah, sudahlah. Nikmati saja drabbe sedikit gila dari saya.


A Little Annoyed

Kaki mungilnya terus menghentak ke lantai, sama sekali tak mempedulikan teriakan yang teredam antara lantai dan udara. Ia terus melakukannya walau kini terlihat serpihan busa kecil yang mulai menyelinap keluar dari jahitan yang terbuka kecil.

"NEE— SAN—"

Ia baru berhenti ketika dua tangan besar itu mengangkat tubuh mungilnya dengan hanya memegang sisi pinggangnya.

"Turunkan aku, Ichigo!" Ia menjejakkan kedua kakinya hingga terkena telak pada perut dan dada Ichigo yang kini semakin mengangkatnya tinggi—hal yang percuma karena hanya akan membuat Rukia memiliki kesempatan untuk memukul kepalanya tanpa ampun.

"AGH! Hentikan!" ia merasa tubuhnya melayang sebentar dan kemudian mengenai permukaan halus dan empuk yang berupa kasur.

"Apa yang kau lakukan? Bagaimana kalau aku tadi terlempar ke luar jendela?" ia menujukkan jari telunjuknya pada Ichigo yang kerutannya semakin dalam menatap dirinya dan buntalan busa yang dinamai Kon.

"Ha! Kau pasti baik-baik saja walau kulempar ke luar jendela!" mata kirinya berkedut ketika melihat ujung jari telunjuk Ichigo yang kini berada dekat dengan wajahnya.

"APA? Pria macam apa kau? Apa kau mau melempar seorang gadis keluar jendela? Apa kau tak tahu malu? Bagaimana mungkin kau tega melaku—" dua matanya melebar menatap honey-amber menatapnya dari jarak dekat dan merasakan tekanan pada bibirnya. Ia bisa merasakan nafas hangat Ichigo di pipi dan hidungnya. Ia sama sekali tak bergerak ketika bibir Ichigo melumat pelan bibirnya. Biru-violet perlahan menutup, perlawanannya lebur di antara ciuman panas dan bisikan kata-kata manis dari bibir Ichigo pada bibirnya.

Setidaknya ia melupakan Kon yang telah menggunakan celana dalam hitamnya sebagai pengganti topi.


Breaking News

"ICHIIIIIGOOOOOO~" kedua matanya membuka perlahan ketika suara alarm alami yang berwujud pria separuh baya membuka pintu bergantung angka lima belas secara paksa dengan satu kaki. Ia memutar bola matanya mendengar keributan pagi hari yang selalu sama antara ayah dan anak. Tak peduli dengan teriakan kesal yang disisipi tangisan, ia kembali mengubur tubuhnya pada celah sempit lemari yang ia sebut kamar, berharap menusia alarm tak membuka pintu lemari tiba-tiba. Ia membuka biru-violet dengan lebar ketika pintu lemari sedikit bergetar dan menimbulkan suara keras.

"Berhenti berusaha membunuhku di pagi hari! Apa kau tak punya pekerjaan lain?" Ia menutup dua telinganya dan berusaha kembali tidur.

"Ha! Kau tahu aku harus terus melatihmu, nak! Siapa yang tahu kalau kau mungkin saja menyembunyikan gadis manis di dalam lemarimu!" ia merasa sedikit tak nyaman ketika sinar lampu neon putih menembus kelopak matanya yang tertutup erat. Ia masih menutup kedua telinganya, tak sadar dengan wajah manusia alarm yang menatapnya dengan rahang terbuka lebar dan juga si pemuda yang terlihat berkeringat dingin di belakang.

"Ughhh…" biru-violet membuka pelan, berkedip beberapa kali agar pupilnya bisa menyesuaikan cahaya yang masuk. Mendadak jantungnya serasa mau melompat keluar melewati tenggorokannya dan ia terduduk cepat ketika melihat manusia alarm menatapnya dengan pandangan berbinar. Mulutnya terus membuka dan meutup, tak mempu berkata apapun dan hanya menatap cemas antara manusia alarm dan Ichigo yang semakin pucat setiap detiknya.

Ia dan Ichigo tersentak ketika sang manusia alarm tiba-tiba berlari ke jendela kamar Ichigo yang terbuka lebar, menangkupkan kedua telapak tangan di sekitar bibir dan mengambil nafas. "ANAKKU BUKAN GAAAAAAAAAAAAAY~"

Ia ingin duduk di pojokan dan berharap bumi menelannya bulat-bulat, begitu pula dengan Ichigo yang kini menendang keluar sang manusia alarm keluar jendela.


Clay Thingy

Biru-violet menatap penuh curiga pada gumpalan berwarna yang terdapat di beberapa kotak. Ia menyodok pelan salah satu yang berwarna merah dengan jari telunjuknya.

'Seperti rambut Renji.'

"Kuchiki-san!" Ia tersentak dan segera menyingkirkan tangannya dari benda mencurigakan yang membuatnya penasaran. Ia berbalik dan menatap Inoue Orihime yang membawa benda mencurigakan itu lebih banyak dalam sebuah loyang berukuran sedang.

"Hey, Inoue!" dengan senyum manis dan suara tinggi, ia berakting sebagai anak gadis sekolahan yang diidolakan teman sekelasnya—pengecualian untuk seseorang. "Jadi, apa ini?"

Ia terus menatap Inoue yang mengusap dagunya seperti seorang pengamat ulung. "Hmm… apa kau tak tahu, Kuchiki-san? Ini adalah benda spektakuler yang menyenangkan!"

Mulutnya membentuk bulat dengan biru-violet membuka lebar ketika menatap Inoue menempatkan kaki kanannya pada satu kursi dan mengangkat satu benda mencurigakan berwarna polos tinggi-tinggi ke udara.

"Apa rasanya enak?" ia memiringkan kepalanya dan menatap polos pada Inoue yang berbalik menatapnya dengan mengedipkan mata.

"Eeeeh… kau tidak memakannya, kau membentuknya." Biru-violet berbinar mendengar pernyataan Inoue. "Seperti ini."

Ia menatap serius pada Inoue yang kini tengah menekan-nekan benda itu hingga menyerupai bentuk kepala chappy. "CHAPPY!"

"Ehehe… ayo kita bersenang-senang, Kuchiki-san!" ia segera meraih satu gumpalan berwarna mencolok dan membentuknya dengan memasang kerutan di dahinya.

~Burichi~

Honey-amber membuka separuh ketika mendengar suara konstan dari jam alarm di mejanya. Tangan kirinya terulur keluar dari tumpukan selimut yang menutup hingga hidungnya untuk meraih jam yang semakin membuat telinganya serasa meledak. Alih-alih memencet tombol bulat dari kepala alarm, ia malah menggenggam kotak asing yang tak diingatnya pernah ada.

Membuka matanya semakin lebar, ia mengangkat sebelah alis melihat kotak hitam dengan pita perak berada dalam genggamannya. Mata kirinya berkedut saat melempar jam alarmnya keluar jendela. Ia membolak-balik kotak itu di tangannya, mengocoknya sebentar dan menempelkannya di telinga untuk mencari sesuatu yang mencurigakan.

Dengan cepat ia menaruh kembali kotak itu di atas mejanya, tak melakukan apapun selain terus menatap jikalau kotak itu mengeluarkan benda aneh atau meledak tiba-tiba. Perlahan ia menarik ujung pita perak hingga ikatan itu terlepas dan tutup kotak itu terbuka otomatis. "WHOAAA!"

Spontan ia memasang kuda-kuda dari posisi duduknya di tempat tidur, berusaha menenangkan detak jantungnya yang sedikit menggila di pagi yang tak selalu normal baginya. Ia mengintip dari kejauhan isi kotak tersebut dengan tetap memasang kuda-kudanya. Setelah menyadari apa yang tengah dilakukannya bisa dikategorikan dalam tindakan konyol, ia menurunkan kuda-kudanya dan meraih kotak tersebut.

Raut wajahnya datar menatap isi kotak yang terlihat mengejeknya. Di samping kertas putih yang dilipat rapi, tergeletak kepala chappy berambut orange dengan kerutan dan juga satu buah strawberry. Keduanya terhubung dengan rantai kecil dan tali hitam, berbentuk seperti gantungan ponsel. Ia meraih tali hitam dan membawanya sejajar dengan honey-amber. Ia menatap kesal pada benda yang kini berputar polos di ujung jarinya. Tanpa mengalihkan pandangan dari benda tak berdosa itu, ia meraih kertas dari dalam kotak dan membukanya.

'Hey, Ichigo! Kupikir tak ada salahnya memberimu hadiah ulang tahun! ^-^

Aku tahu ini sangat cocok untukmu! Lagipula aku membuatnya sendiri dengan bantuan Inoue kemarin.

Kalau aku melihat kau membuangnya, kau mati, Ichigo!'

Ia kembali menatap kepala chappy dan buah strawberry yang masih saja berputar.


Dreamless Night

Biru-violet yang tertutup kembali membuka cepat. Ia membalikkan tubuhnya ke samping guna mendapat posisi baru yang lebih nyaman. Ia merasa ruangan kecil yang ditempatinya semakin mengecil setiap harinya. Kesal karena tak kunjung mendapat istirahat, ia meraih ujung pintu dan menggesernya pelan, membuat kedua matanya melihat ke arah tempat tidur Ichigo yang terlihat menggiurkan saat ini.

Ia sedikit mengutuk pada gundukan di balik selimut yang melingkar. Kedua alisnya berkerut menatap Ichigo yang tertidur pulas sampai mengeluarkan dengkuran kecil. Ingin rasanya ia menendang tubuh Ichigo dan menginvasi tempat tidur luasnya. Ia memutar otaknya mencari rencana jitu untuk membuatnya bisa merasakan satu malam tidur di tempat nyaman selain ruang sempit dalam lemarinya tersayang.

Ia membuka lebar pintu lemari setelah tidak menemukan satu rencana yang tak membuatnya mengeluarkan rona merah. Ia berjalan dan berhenti di samping tempat tidur sambil memeluk boneka chappy pemberian Ichigo minggu lalu. Ia ragu untuk membangunkan Ichigo yang terlihat nyaman tertidur. Di sisi lain ia merasa terganggu karena sepertinya hanya ia yang merasa capek dan tak mendapat tempat yang nyaman. Ah, mungkin tak ada salahnya untuk dicoba.

Ia mengulurkan tangannya dan mengguncang pelan bahu Ichigo yang tertutup selimut. Ia semakin mengguncang kuat ketika tubuh besar itu sama sekali tak bergerak. "Ichigoooo…"

Ia berbisik keras dan mengguncang tubuh Ichigo dengan kedua tangannya. "Hmmm…"

"Biarkan aku tidur di sini."

"Hm…"

"Kau tidur di lantai."

"Hm…"

"… aku suka padamu, Ichigo…"

"Hm…" mata kirinya berkedut menyadari Ichigo hanya menggumam di dalam tidurnya.

"Ichigo!" ia memukul pelan bahunya dan membuat kepala Ichigo berbalik sambil membuka honey-amber perlahan.

"Huh? Apa, Rukia?" ia menggigit bibir bawahnya melihat Ichigo mengusap pelan mata kirinya, berusaha menghilangkan kantuk.

"Aku tidur di sini."

"Ha?" ia menanti was-was reaksi lanjut Ichigo yang mendengar kalimatnya barusan. "A-apa?"

"Kau mendengarku, Ichigo." Ia bermuka masam sambil bersila dada, mengalihkan wajahnya dari tatapan heran yang dilempar Ichigo dari balik bahu. Boneka chappy masih tergenggam erat di tangan kanannya.

"Aaah… kau benar-benar merepotkan." Ia melihat dari ujung matanya tanpa menggerakkan kepalanya, pada Ichigo yang tengah berbalik dan menggeser di ujung lain tempat tidur. "Kemari."

Ia tersenyum kecil melihat selimut tebal itu terangkat sedikit untuk membiarkannya masuk dan meringkuk hangat. Ia sama sekali tak menyadari alis Ichigo yang terangkat melihat senyum kecil di wajahnya ketika kepalanya mengenai bantal dan menutup mata dengan cepat sambil memeluk chappy. Selimut tebal itu dirasakannya membaur di atas tubuhnya, sepasang tangan merengkuhnya dan ia merasa rambutnya disentuh pelan.

Mungkin mulai hari ini tak buruk jika tempat tidurnya berpindah.


Empty Jar

Sejak kemarin ia selalu menatap penuh rasa ingin tahu pada satu objek bening dengan puncak perak yang selalu berada di meja Ichigo. Kini ia tengah menatapnya dengan penuh intensitas, kepalanya ia letakkan pada dua tangannya yang bersila di atas meja. Terkadang ia memiringkan kepalanya untuk melihat objek itu pada sudut yang berlainan. Tapi yang dilihatnya selalu sama, benda itu sama sekali tak berubah walau dilihat dari sudut berbeda. Di dalamnya ia bisa melihat serpihan berwarna coklat gelap tersebar di bagian bawah.

"Apa yang kau lakukan terhadap toples tanpa dosa itu?" ia tersentak dan berbalik saat suara itu memasuki pendengarannya. Ia melihat Ichigo dengan heran, matanya tertumbuk pada benda yang dibawanya pada satu tangan.

"Apa itu, Ichigo?" ia menunjuk benda yang dibawa Ichigo.

"Huh?" ia terus menatap Ichigo yang kini menaikkan kedua alisnya sambil terus berjalan mendekatinya. Ia memundurkan tubuhnya, menahan nafas ketika tubuh Ichigo berada di depannya dan menunduk untuk meraih sesuatu di atas mejanya.

Ia tak bisa menahan mint dan vanilla yang menguar kuat dari tubuh Ichigo yang berada terlalu dekat. Yang bisa ia lakukan hanya berusaha menahan rona merah yang menjalar pelan dari wajah hingga menuju telinga dan lehernya. Ia melepaskan nafasnya ketika tubuh Ichigo kembali menjauhinya dengan membawa benda bening yang ditatapnya tadi.

"Cuma toples berisi biskuit coklat." Ia menatap Ichigo yang memasukkan sepotong kecil biskuit ke dalam mulut. Biru-violet membuka lebar mendapati bibir Ichigo di atas bibirnya. Ia merasa lidah Ichigo membuka perlahan bibirnya dan mendorong potongan biskuit tadi ke dalam mulutnya. "Bukankah lebih enak kalau kau memakannya seperti itu?"

Ia menutup wajah dengan kedua tangannya setelah Ichigo melepas bibirnya, berusaha agar rona merah yang menjalar tak terlihat oleh Ichigo. Ia masih bisa merasakan gerakan pelan yang saling menggesek itu. Ia baru melepaskan wajahnya ketika Ichigo keluar dan menutup pintu.

Perlahan, ia mengunyah potongan biskuit coklat yang diberikan khusus oleh Ichigo.