Wokey! Akhirnya kita bertemu lagi, sodara! Moga2 sodara kangen sama saya~~~

BTW, saya mau mengumumkan sesuatu yang SANGAT PENTING. Begini... cerita saya ini kan cerita berseri yang terdiri dari tiga cerita (atau bisa disebut juga trilogi). Nah, saya sering menemukan kebingungan di antara reader (dan bahkan termasuk saya sendiri) bagaimana menyebutkan series ini. Ada yang menyebut 'Gentle Flame' series, 'Phoenix series', dan sebagainya~~~ Ditambah lagi saya juga agak kesulitan mengingat judul cerita pertama saya yang notabene panjang banget itu~~~ Nah, untuk itu, saya menetapkan bahwa nama series ini adalah (mohon diingat baik-baik dan jangan salah sebut lagi) 'Phoenix FORM' series. Jadi, nama trilogi ini akan jadi:
1. Cerita 1: "Phoenix FORM: Gentle Flame"
2. Cerita 2: "Phoenix FORM: Unbroken Thread"
3. Cerita 3: "Phoenix FORM: Coloured Glaze"

Wokey~ saya harap, mulai sekarang nggak ada yang kebingungan lagi~~~~ (dan apa maksudnya dengan 'Phoenix FORM'? Dan apa hubungannya 'Phoenix FORM' dengan 3 judul itu? Tenang aja... ntar bakal ketahuan, kok~~~)

Trus, saya juga mau mengumumkan satu hal, nich~~~
Begini... setelah Coloured Glaze selesai, JUJUR saya nggak punya rencana untuk bikin series baru. Kenapa? Karena saya udah merasa sangat akrab dengan semua chara2 di series ini! Percaya ato nggak, entah kenapa saya setiap malam selalu kepikiran Lu Xun, Yangmei, Zhao Yun, Zhou Ying, Jiang Wei, Yan Lu, Cao Pi, Xiahou Long, Xiahou Mei, Jia Xu, Guo Jia, Yuan Shao, Liu Bei, Sun Quan, dan semua character2 yang eksis di cerita ini (baik OC maupun canon)...

Nah, karena itu, saya berencana bikin CERITA YANG KEEMPAT!
*seketika dihajar masa gara2 bikin cerita nggak selesai-selesai kayak sinetron*
Tapi tenaaaannnggggg~~~! Cerita ini adalah TRILOGI, bukan TETRALOGI. Jadi, cerita keempat ini udah mengambil seting yang jauh berbeda, keadaan yang jauh berbeda, dan pastinya tentu ada beberapa character yang 'dilengserkan' dan diganti dengan character baru. TAPI TETEP CERITANYA BERHUBUNGAN, KOOOOKKKK!
Kalo anda tertarik dengan cerita keempat ini, saya akan mulai memikirkan planningnya~ Tapi kalo anda nggak tertarik dan merasa udah cukup puas dengan 3 cerita aja, ya saya nggak akan melanjutkan~~~

Wokey~ itu aja tentang cerita keempat~

Trus, saya juga mau ngasih tau satu hal ke sodara sekalian~ Gini, mengenai review ato nggak. Sekali lagi, saya TIDAK MEMAKSA SODARA NGASIH REVIEW. Kalo sodara rela dan iklas dan mau menyumbang 10-20 detik untuk nulis pendapat sodara tentang chapter yang sodara baca, saya akan sangat-sangat-sangat-sangat menghargai. Tapi kalo sodara nggak mau kasih review, ya saya juga iklas...

Wokey! Happy reading!


"Aku akan menunjukkan sesuatu..."

Dua orang pemuda. Yang satu berpakaian mewah sementara yang satu berpakaian sederhana. Keduanya duduk berhadapan di sebuah meja berbentuk lingkaran. Di malam yang gelap ini, hanya sebuah lentera yang menjadi penerang ruangan yang sangat luas tersebut. Sayang sekali, cahaya yang kecil itu tidak cukup untuk memperlihatkan keindahan ornamen dalam aula tempat mereka berada.

Namun, hal itu tidak menjadi masalah bagi keduanya.

Semilir angin malam masuk, membuat lidah api dalam lentera tersebut bergoyang seolah sedang menari.

Pemuda yang lebih sederhana meletakkan sesuatu di atas meja. Sebuah tembikar.

"Apa itu?"

"Pernahkah anda mendengar asal-usul 'Sancai-Tembikar tiga warna'(1)?" Tanyanya dengan suara rendah. Ujung jari telunjuknya bergerak mengikuti bentuk benda seni tersebut sembari menunggu jawaban. Saat dilihatnya pemuda yang seorang lagi menggeleng, ia tersenyum simpul. "Dahulu kala di sebuah kota yang bernama He'nan, para pembuat tembikar berkumpul dan bekerja di sana. Alasannya adalah di daerah itu terdapat Gunung Naga Hijau dan Sungai Huang Ye yang menyediakan segala hasil alam untuk pembuatan tembikar."

"Di tempat itu, hiduplah seorang pemuda bernama Tao Ge'er yang menyelamatkan seorang ahli tanaman tua dari terkaman macan gunung. Sebagai rasa terima kasih, orang tua itu menikahkan putrinya yang bernama Sancai, dengan Tao Ge'er."

Pemuda yang satu mengurut dagu sambil mendengarkan cerita itu dengan seksama. "Sancai..." Gumamnya. "Dari situkah nama Sancai-Tembikar tiga warna berasal?"

Seolah tidak mendengar gumaman tersebut, ia tetap melanjutkan ceritanya. "Sebagai mas kawin, sang kakek memberikan setempayan obat pada pasangan tersebut. Sesudah itu, Tao Ge'er dan Sancai menjadi pasangan yang saling mencintai." Lanjutnya. Sekali lagi keduanya mengamati tembikar maha indah yang berada di atas meja itu. Seumur hidupnya, belum pernah mereka melihat tembikar seindah itu.

"Suatu kali, mereka melihat pelangi sehabis hujan. Mendapat ide, akhirnya mereka bermaksud membuat tembikar dengan warna seindah pelangi." Sekali lagi dilanjutkannya ceritanya. "Mereka membentuk lempung menjadi orang-orangan, dewa-dewi, kuda, dan binatang-binatang lainnya. Sesudah itu, Sancai mengoleskan obat mas kawin yang telah diberikan si kakek, kemudian membakarnya dalam tungku."

Pemuda berpakaian mewah itu membelalakkan mata sangking terkejut. "Mengoleskan obat itu, katamu?"

Yang satunya menjawab dengan satu anggukan kepala. "Hasilnya, tembikar-tembikar itu keluar sendiri dari tungku. Warnanya indah luar biasa dan menjadi hidup." Ia melirik sekilas ke tembikar tersebut, seolah mengatakan bahwa benda tersebut adalah salah satu contoh nyata keindahannya.

"Luar biasa." Yang satunya berkomentar.

"Namun sayang sekali..." Ia mendesah sebelum melanjutkan penuturannya. "Permaisuri Wu Zetian yang mendengar tentang tembikar tersebut segera memanggil Tao Ge'er dan Sancai ke istana dengan membawa tembikar berwarna mereka. Orang-orang dan hewan yang terbuat dar tembikar mulai menari di hadapannya."

"Aku yakin Permaisuri tersebut memerintahkan keduanya untuk tinggal di istana dan menjadi pembuat tembikar istana." Potong yang satunya.

Pemuda berpakaian sederhana itu mengangguk pelan. "Anda benar. Kendati mereka menolak dengan alasan hanya ingin bekerja untuk rakyat biasa, Permaisuri tidak mencabut perintahnya dan mengancam akan memberi hukuman jika tidak taat."

Sampai di situ, tidak ada yang berbicara. Yang menuturkan cerita memberi kesempatan pendengarnya untuk mencerna, sementara yang mendengarkan mencoba menebak-nebak apa yang akan terjadi sesudah itu.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu, pemuda itu meneruskan ceritanya. "Sancai pun mengajak Tao Ge'er dan semua tembikarnya pergi. Dua buah tembikar berbentuk kuda tiba-tiba membesar. Sepasang suami istri itu naik ke atas kuda tersebut dan pergi ke langit bersama semua tembikar berwarna mereka."

"APA?" Dengan penuh keterkejutan, laki-laki berbaju mewah itu berteriak. Keduanya tangannya mendarat di atas meja dengan sebuah gebrakan. "Mereka... pergi ke langit? Bersama tembikar-tembikar hidup itu? Apakah mereka berdua... menjadi Abdi Langit?" Tanyanya bertubi-tubi.

"Begitulah." Ia hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. "Sesudah itu, Permaisuri Wu Zetian pun menyuruh semua pembuat tembikar di sungai Huang Ye membuatkan tembikar berwarna. Tetapi ternyata hanya jadi tiga warna dan tidak bisa bergerak. Begitulah asal muasal Sancai-Tembikar tiga warna(2)." Tuturnya mengakhiri ceritanya.

"Cerita yang menarik." Sang pemuda mewah mangut-mangut. "Lalu, benda yang kau bawa itu juga merupakan salah satu dari Sancai-Tembikar tiga warna?"

Kali ini, sebagai jawaban ia hanya menggeleng. "Sedikit berbeda. Tembikar ini bukan Sancai-Tembikar tiga warna biasa." Jawabnya. "Pada saat Sancai dan Tao Ge'er beserta seluruh tembikarnya terbang ke Langit, hanya tembikar ini saja yang tertinggal. Satu-satunya."

Sambil berkata begitu, pemuda itu mendorong tembikar tersebut dengan hati-hati, mendekatkannya dengan cahaya lentera agar makin jelas terlihat. Barulah saat itu keduanya dapat melihatnya secara keseluruhan.

"P-phoenix...!" Seru pemuda berpakaian mewah itu dengan penuh keterkejutan.

Memang benar. Tembikar itu berbentuk Phoenix yang sedang mengembangkan sayapnya, yang warnanya seperti warna matahari dan memantulkan tujuh warna pelangi ketika tertimpa cahaya lilin tersebut. Di bagian bawahnya terdapat api yang berkobar-kobar seolah berlomba-lomba untuk menjadi yang paling tinggi dan melahap Phoenix itu.

"Tepat sekali. Melalui benda ini, Tao Ge'er dan Sancai yang adalah Abdi Langit, menyampaikan ramalan leluhur mengenai Phoenix(3)." Tukasnya dengan cepat. "Tahukah anda apa yang disampaikan melalui tembikar ini?"

Sesaat sesudah menerima gelengan kepala sebagai jawaban, pemuda berpakaian sederhana itu langsung melanjutkan. "Ketika Permaisuri Wu Zetian menjadi serakah dan menginginkan semua tembikar berwarna tersebut, tembikar-tembikar itu semua pergi. Namun hanya tembikar Phoenix ini yang masih tetap tinggal. Ini berarti..." Ia tidak melanjutkan, membiarkan kawannya melanjutkan sendiri.

"Jangan-jangan artinya..." Tuturnya sesudah berpikir beberapa saat. Alisnya berkerut. "...Ketika segala sesuatu di tempat ini menjadi penuh peperangan dan kekejaman... semuanya, para dewa-dewi dan Abdi Langit, akan meninggalkan tempat ini. Namun... hanya Phoenix saja yang tetap akan di sini..."

"Itu yang pertama..." Ujarnya. "Hal kedua yang diramalkan adalah dari bentuk tembikar ini sendiri, Phoenix yang terbakar dalam api. 'Phoenix akan terbakar dalam api, dan tidak ada satu bagian tubuhnya yang tidak hangus menjadi abu...'"

Pemuda yang satunya tertegun. Kali ini terlalu terkejut untuk dapat mengatakan apapun.

"Itulah yang disampaikan melalui tembikar ini. Tembikar berlapis tujuh warna yang berwarna." Katanya menutup penjelasannya. "Lapisan berwarna..."

Coloured Glaze

A Dynasty Warriors 7 Fanfiction

By PyroMystic

"... di sebuah zaman yang tidak ada kepastian, dimana semua orang hanya berperang dan saling melukai, apakah itu bisa terjadi? Akankah persahabatan itu sesuatu hal yang mungkin?"


"Akhirnya... sesudah mereka berdua berpisah begitu lama, sekarang mereka bisa bersama..."

"Indah sekali, ya?"

"Iya, memang sangat indah..."

"Memang sangat indah! Tapi kau jangan dorong-dorong begitu, Zhao Yun! Aku bisa jatuh... WHOAAAAAA!"

BRUK! Seketika, keempat pengintip yang tak diundang itu jatuh di atas tanah yang untungnya empuk berlapis rumput tebal. Tak ayal lagi, ini membuat pasangan yang sedang diintip terlonjak kaget dan segera menoleh ke arah suara tersebut(4). Tentu saja ini membuat wajah keduanya merah seperti apel karena kaget, malu, bercampur dongkol bukan buatan.

"Zhao Yun? Jiang Wei? Yan Lu? Zhou Ying? Apa yang kalian lakukan di sini?"

"Ahahaha!" Salah satu dari keempat orang yang tumpang-tindih karena jatuh itu, Zhao Yun namanya, berdiri sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Tidak ada masalah, Lu Xun, Yangmei! Silahkan kalian teruskan acara kalian!"

Yangmei, Putri Wu yang sekarang wajahnya sudah semerah bajunya, langsung mencak-mencak dan menghentak-hentakkan kaki sangking kesalnya! "Maksudmu apa, Zhao Yun? Kau mau cari gara-gara denganku? Dasar bodoh! Bagaimana bisa 'meneruskan acara' kalau sudah begini?"

Akhirnya, Yangmei dan Zhao Yun malah saling mengumpat satu sama lain, sampai-sampai membuat keempat orang lainnya serba salah sendiri. Apalagi Lu Xun, mau mendiamkan Yangmei salah, mau ikut memarahi Zhao Yun juga salah. Pada akhirnya, dengan bersabar buatan, laki-laki Wu itu hanya mendesah sambil membantu ketiga temannya berdiri.

"Jiang Wei, lain kali jika kau ingin memberikan sambutan, jangan seperti ini." Gumam Lu Xun sambil mendengus kesal.

"Kau marah?" Tanya Jiang Wei dengan nada menggoda.

"Tidak."

"Akui saja... Lagipula, siapa juga yang ingin menyambutmu, hah?"

Ahli strategi Wu itu cuma bisa memutar bola mata sangking dongkolnya. "Lalu kenapa kau ada di sini? Buat apa jauh-jauh pergi dari Jian Ye ke sini?"

"Sebenarnya bukannya kami ingin..." Tukas Yan Lu, Putri dari Shu, sambil menyibakkan rambut panjang ikalnya. "Pada saat kami kebingungan mencari Yangmei, entah bagaimana kami berempat dengan sendirinya tiba di tempat ini."

"... Lalu kami melihat kau dan Yangmei berdua akhirnya bertemu di tempat ini." Lanjut Zhou Ying sambil tertawa kecil. "Sungguh suatu pertemuan yang menggetarkan hati!"

"YANG BENAR SAJAAAAA!"

Satu suara teriakan keras dari Yangmei mendiamkan yang lainnya. Sekarang lima pasang mata menatap ke arah putri manja yang tengah mengamuk itu, seolah dari telinga dan hidungnya keluar asap. Wajahnya tengah marah begitu kelihatan jelek dan mengerikan sekali!

"KALIAN SEMUA BRENGSEK! AKU SUDAH LAMA TIDAK BERTEMU DENGAN LU XUN DAN SEKARANG KALIAN MENGGANGGU KAMI! SEKARANG SEENAKNYA SAJA MEMBUAT ALASAN INILAH, ITULAH! MALAH BISA-BISANYA MENGATAKAN PERTEMUAN KAMI MENGGETARKAN HATI! INI KAN BUKAN TONTONAN DRAMA MURAHAN YANG GRATIS, DASAR ORANG-ORANG TIDAK BERBUDAYA! KUSUMPAHI KALIAN SIAL DELAPAN BELAS TURUNAAAAAAAAN!"

Dengan satu nafas, Putri Wu yang sedang kalap itu menumpahkan segala kemarahannya... hanya untuk ditertawakan yang lain!

"Ya sudah! Ya sudah!" Sahut Zhao Yun sambil tertawa. Ia merogoh sesuatu di balik bajunya, kemudian melemparkannya pada Yangmei. Sekeping uang perak. "Nah, kalau sudah begini, kami tidak nonton gratis, kan?"

Yangmei, sangking marahnya, wajahnya sampai berubah hijau! "YANG BENAR SAJA? KAU KIRA AKU INI APA? ZHAO YUN, SUATU SAAT KAU AKAN MENERIMA HUKUMAN LANGIT!"

"Hahaha! Kalau Yangmei yang bilang begitu, aku tidak akan takut! Hahaha...!" Zhao Yun tertawa menang sebelum memalingkan wajah ke arah Lu Xun. "Hei, Lu Xun! Yangmei benar-benar kesal begitu! Sampai-sampai menyumpahiku! Bagaimana ini?"

Yang ditanyai cuma melihat wajah temannya yang tengah tertawa, diikuti tiga orang lainnya. Lu Xun mendesah pelan sebelum menjawab. Rupanya, sangat jauh dari perkiraan Zhao Yun, Lu Xun malah membela Yangmei!

"Aku juga kesal padamu, Zhao Yun." Jawabnya pelan tetapi jujur dan tidak pakai basa-basi lagi.

"Hah? Kau bilang ap..." Zhao Yun menoleh ke arah Lu Xun dengan kaget. Namun sesudah melihat sesuatu pada wajah temannya, tidak bisa tidak tawanya malah makin meledak! "Aku baru sadar! Sedari tadi mawar putih dari Yangmei masih tersemat di telingamu! Kalau seperti itu, kau jadi kelihatan makin seperti perempuan!"

"ZHAO YUUUUUN! JAGA MULUTMU!"

Sangat berbeda dengan Yangmei yang tambah naik darah, Lu Xun hanya menghela nafas panjang. "Hati-hati... bisa-bisa kau akan menerima hukuman langit..."

Belum selesai Lu Xun berbicara, dari belakang Zhao Yun melesat sebuah bola yang pada akhirnya sukses menghantam kepalanya! Tentu saja ini membuat semua yang melihatnya terkejut sekaligus geli melihat Zhao Yun yang mengaduh-aduh sambil menyumpah.

"Rupanya..." Gumam Yan Lu sambil menyilangkan lengan. "... kata-kata Lu Xun memang ampuh."

"Ya Tian! Zhao Yun! Kau tidak apa-apa?" Tanya Lu Xun prihatin sambil dengan segera membantu Zhao Yun berdiri.

Yangmei tidak terima, seketika membentak Lu Xun. "Tidak perlu membantu si brengsek itu, Lu Xun! Seperti pepatah berkata Wan luo zi ben-bermain dengan keledai, jadi bodoh! Biar saja dia kena batunya!"

"Tapi kan kita harus saling membantu! Dan yang benar itu 'Wan huo zi fen-bermain dengan api, jadi terbakar!" Sahut Lu Xun.

"Ah, masa bodoh!"

Ahli strategi Wu yang bukan main sabar itu cuma bisa menggeleng pelan melihat tingkah gadis yang disayanginya itu. "Zhao Yun, kau baik-baik saja?"

"Apa maksudmu baik-baik saja? Kau yang menyumpahiku sampai sial begini dan kau sekarang bertanya aku baik-baik saja?" Semprot Zhao Yun yang kesal bukan buatan. Lu Xun yang tidak tahu apa-apa sampai jadi bingung sendiri. Yang lain pun hanya bisa bengong.

Sampai beberapa saat lamanya, mereka berenam mendengar suara dari kejauhan. Suara anak-anak.

"Kau ini bagaimana, sih? Melempar bola sampai sejauh itu!"

"Waaaa...! Maafkan aku! Aku sungguh tidak sengaja!"

"Kita kan tidak boleh dekat-dekat tempat itu! Sekarang bagaimana cara kita mengambilnya?"

"Pokoknya, kau yang harus mengambilnya! Kan kau yang melempar!"

"Tapi... tapi... aku takut! Di sana kan ada Yin Mie Men-Gerbang Maut! Kata orang di sana ada sesuatu yang jahat!"

"Tidak peduli! Pokoknya kau harus mengambil bola itu!"

"Tidak...! Aku tidak mau...! Wuaaaaa...!"

Seruan itu terdengar makin hilang seiring dengan derap langkah kaki kecil yang berlari.

"Hei! Dia melarikan diri! Ayo kita kejar!"

Sesudah itu, terdengar lebih banyak derap kaki anak-anak yang berlari, makin lama makin jauh hingga tidak terdengar sama sekali. Yang tersisa hanya tinggal keheningan saja.

Jiang Wei menggaruk-garuk kepala. "Apa-apaan sih anak-anak itu?" Gumamnya. "Apanya yang 'ada sesuatu yang jahat'? Menggelikan."

Lu Xun memungut bola yang tergeletak itu, sebelum mengusap-usapnya. Tanpa mengalihkan pandangannya dari bola itu, ia menjawab Jiang Wei. "Dari dulu mereka memang menganggap di tempat ini ada sesuatu yang jahat."

Semuanya terdiam seketika. Mata mereka berusaha menangkap perasaan Lu Xun dibalik kata-kata itu.

Sebuah tangan terulur, menggenggam tangan Lu Xun yang tidak memegang bola. Tangan Yangmei.

Tempat ini... Kota Lu Jiang, kan? Pikir Yangmei di dalam hati. Apa yang dipikirkan Lu Xun, ya? Apa Lu Xun ingin kembali lagi ke sana?

Tanpa terlihat oleh Putri Wu itu, Lu Xun tersenyum kecil sebelum balik menggenggam tangannya. Tentu saja gerakan ini membuat Yangmei kaget dan menengadahkan kepalanya. Namun sebelum sempat mengatakan apapun, Lu Xun sudah menggandengnya.

"Aku dan Meimei akan mengembalikan bola ini!" Kata ahli strategi itu sambil beranjak pergi. Seulas senyum lebar tersungging di wajahnya. "Kalau mau, ayo ikut bersama-sama dengan kami!"


(1) Tembikar Tiga Warna atau yang biasanya disebut Sancai adalah semacam hasil karya dari China yang MESTINYA muncul pada zaman Dinasti Tang. Tapi di cerita saya ini saya bikin pas sebelum Dinasti Han... XDDDD Tiga warna itu adalah campuran dari warna putih, kuning, dan hijau. Untuk lebih jelasnya, silahkan tanya ke mbah Wiki~

(2) Yups... seluruh sejarah itu bener, sodara~ saya refrencenya dapet dari buku "The Origin of Chinese Folk Art". Kalo ada yang punya, silahkan dicross-check. Nggg... semuanya bener kecuali bagian Tao Ge'er dan Sancai jadi Abdi Langit itu nggak bener banget. Eh, tapi emang mereka berdua terbang ke langit, lho! (katanya~). Nah, orang2 yang selanjutnya berusaha membuat tembikar berwarna sebagus punyanya Sancai ama Tao Ge'er semua gagal. Tembikar mereka jadinya cuma tiga warna...

(3) Ini juga bohong banget~ saya tambah2in sendiri supaya ceritanya makin menggigit~~~ Ehm, tapi pas saya ke Forbidden City di Beijing dan liat pameran tembikar, saya emang liat ada tembikar tiga warna bergambar Phoenix persis seperti yang ada di cerita ini (dari situlah inspirasinya dateng)! Cuma, tentu aja yang di sana itu adalah tembikar tiga warna yang buatan orang lain, bukan original buatannya Tao Ge'er dan Sancai yang notabene tujuh warna pelangi~

(4) Untuk mengingatkan sodara, scene ini langsung sesudahnya epilog dari "Phoenix FORM: Unbroken Thread".

Itu buat prolognya~ seperti biasa, Pyro akan selalu mempublish chapter Prolog dan chapter pertama bersamaan. Jadi, silahkan next~~~

BTW, tentang bagian yang ada dua pemuda tidak dikenal, saya yakin sodara pasti penasaran (padahal nggak juga)... Tapi, SAYA TIDAK AKAN MEMBERITAHUKAN SIAPA DUA ORANG ITU! MWAHAHAHAHA! *ketawa jahat trus langsung dinuklir* Nggg... gini aja, deh... berhubung saya orang baik *lagi2 dinuklir gara2 sok*, saya bersedia memberitahukan dua orang itu dan setting dari opening tersebut pada sodara, sodara, dan sodara yang EMANG kepengen tau... kalo pengen tau, silahkan PM saya dan akan saya bales PM sodara berisi keterangan tentang semuanya...

Wokey~ onto the next chapter...