Rate: M
Warning: Violent, bully, and many others. Alur tidak jelas, penokohan tidak kuat, dll.
Inspired: EXO –Overdose
FORCE
BUKK! BRAKK! DUAKKK!
Tujuh orang pria terlihat mengeroyok seorang pemuda berseragam SMA. Gang kecil tempat mereka melakukan pekerjaan pengecut tersebut semakin ramai dengan suara pukulan. Pemuda yang mereka keroyok berusaha sekuat tenaga menangkis semua serangan.
DUAKK!
Si pelajar berhasil memukul salah seorang diantaranya tepat di ulu hati, membuat orang tersebut limbung. Dengan cepat pelajar bertubuh kecil itu menarik rambut orang tersebut dan menariknya mendekat, menjadikannya tameng dari pukulan-pukulan lain.
Perlahan tangan mungil si pelajar meraih botol beer di atas tempat sampah di belakangnya.
SREET! PRAANG!
"ARGH!"
Pelajar bertubuh kecil itu memukul kepala pengeroyoknya dengan keras.
Dua orang tumbang, tinggal lima lagi. Dia meludahkan darah yang memenuhi mulutnya.
Lagi-lagi para pengeroyok itu kalah cepat. Pelajar itu menangkis pukulan yang datang, sebagai gantinya, dia menarik kepala pemukulnya dan dengan kuat membenturkannya ke lututnya.
Yang lain tercekat melihat rekan mereka tumbang berlumuran darah –sepertinya hidungnya patah. Memanfaatkan lengahnya lawan, si pelajar dengan cepat menyambar satu botol kaca lagi dan memukulkan alas botol tersebut kewajah orang yang paling dekat dengannya, membuat orang tersebut mengerang keras. Pasti rasanya seperti dihantam batu.
"Sialan kau!" teriak rekannya dan mulai menyerang pelajar tersebut membabi buta. Si pelajar berusaha sekuat tenaga menangkis semua serangan, namun beberapa pulukan berhasil mengenai tubuh kecilnya.
DUAKK!
Si pelajar berhasil menendang benda paling berharga orang yang menyerangnya membabi buta, membuat si penyerang langsung ambruk memegangi selangkangannya.
Sisa tiga lagi.
"Kenapa kau melakukan ini?" Tanya si pelajar, wajahnya menyiratkan sakit hati, "Ku kira kita teman!" teriaknya.
Orang yang diteriaki, si penyerang bermata sipit, menatapnya tajam,
"Kita memang teman," ujarnya, "Sebelum aku tahu kau anak siapa," tambahnya dingin. Dia mendecih pelan.
"Kalau saja kau bukan anak kepala polisi sialan itu, kau mungkin akan jadi dongsaeng kesayanganku,"
Si pelajar menatap ketiga orang yang tersisa dengan pandangan terluka dan kecewa,
"Apa kau tidak bisa melihatku saja tanpa melihat siapa orang tuaku?" tanyanya,
ketiga orang tersebut tertawa keras. Tawa sadis tanpa humor.
"Kami tidak hidup di dunia seperti itu kau tahu," dan si sipit langsung menendang pelajarmungil di hadapannya keras, membuatnya terpelanting dan jatuh terjerembab.
Si sipit mengeluarkan gunting dari saku celananya, langkahnya semakin dekat pada tubuh si pelajar yang sudah pelajar sendiri berusaha meraih apapun yang ada di dekatnya, sementara tangan satunya memegangi perutnya yang luar biasa nyeri.
Si sipit berjongkok tepat didepannya. Tangannya terangkat tinggi dengan gunting teracung.
"Annyeong bocah..."
.
.
"Apa yang kalian lakukan disini?"
.
.
Tangan si sipit berhenti sejengkal dari leher si pelajar. Kepalanya menoleh pada sang pengganggu. Matanya melebar melihat kedua temannya sudah terkapar tak berdaya.
"Kenapa kalian bermai-main dengan anak kecil, huh?"Tanya si pengganggu.
"Ini urusanku!" hardik sisipit. Si pengganggu menaikkan sebelah alisnya, meminta jawaban atas pertanyaannya.
"Aku ada urusan dengan ayahnya," ujar si sipit –Hyunsik, jengah., "Dia anak si sialan Do Seungsoo yang sudah memenjarakan hyungku," tambahnya, "Jangan ganggu,"
"Apa yang akan kau lakukan?"
Hyunsik nampak berpikir sebentar, kemudian menyeringai,
"Menjualnya ke tempat pelelangan atau rumah bordil, mungkin,"
Si pelajar membulatkan matanya, syok dengan apa yang dikatakan –mantan–temannya. Dengan tenaga terakhirnya, dia berhasil berdiri meski sedikit membungkuk. Tangannya menggenggam leher botol kaca yang sudah pecah setengah.
PRAAAK!
Sekuat tenaga dia pukulkan botol tersebut ke si sipit, membuatnya langsung jatuh terkapar.
Dengan tertatih, dia berjalan menjauhi tempat pengeroyokan, melewati si pengganggu. Namun belum dua langkah dia menjauh, lengannya dicekal oleh orang tersebut.
"Apa maumu?" tanyanya disertai tatapan tajam. Tangannya menyentak cekalan si pengganggu, namun tak berhasil.
Si pengganggu berwajah tampan tersebut tersenyum manis.
"Apa kau benar anaknya Do Seungsoo?"
Tiba-tiba si pelajar merasa bisa melihat awan hitam di belakang si pengganggu.
"Karena kalau iya, aku ada urusan denganmu," si pengganggu melirik name tag di dada kirinya,
.
.
.
"Do Kyungsoo."
.
.
.
.
"Apa maumu?" tanya si pelajar –Kyungsoo– malas. Jujur, bila dia harus berkelahi lagi, dia tidak akan sanggup. Tenaganya sudah terkuras habis.
Si pengganggu mengulurkan tangannya yang bebas, membuat Kyungsoo mengerenyit bingung,
"Aku Kai," ujarnya. Tangannya langsung saja meraih tangan Kyungsoo dan menjabatnya kuat.
Kyungsoo menarik tangannya hingga lepas dari genggaman hangat itu.
Kyungsoo benar-benar ingin pulang, bukan beramah tamah dengan orang-entah-siapa ini. dan jujur, dia merasa pria –yang mengaku sebagai Kai– ini berbahaya, jauh lebih berbahaya dari (mantan) temannya yang kini pingsan.
Ngomong-ngomong tentang Kai, rasanya Kyungsoo pernah mendengar nama itu entah kapan. Otak encernya berputar.
Kai. Kai. Ka–
KAI!
Sekelebat memori melintas di kepalanya. Dia ingat sekarang!
Kai, ketua sindikat obat-obatan terlarang yang sedang berurusan dengan ayahnya, masuk DPO. Bagaimana bisa orang ini berjalan-jalan santai seperti itu?
Secepat kilat, Kyungsoo menyentak tangan Kai.
Kai menyeringai melihat mata besar pemuda manis dihadapannya semakin besar. Sepertinya pemuda ini mulai sadar berhadapan dengan siapa.
Kyungsoo sudah akan mengeluarkan jurus seribu langkah. Namun sayang, baru dua langkah, kerah seragamnya ditarik kuat, membuat Kyungsoo jatuh menghantam badan Jongin. Kyungsoo tahu, seragam bagian belakangnya robek.
"Kau sebaiknya ikut aku," Kai menahan rontaan Kyungsoo dan memelintir tangannya ke punggung, membuat Kyungsoo merintih sakit. Dia bisa merasakan sendinya berderak.
"Argh!"
Kai menakutkan.
Kyungsoo meringis ketika tubuh mungilnya dilempar Kai kedalam sebuah SUV hitam. Entah sejak kapan, tangannya sudah diikat oleh kain. Kai sendiri langsung duduk di bangku kemudi.
"Apa yang mau kau lakukan?" tanya Kyungsoo keras, menutupi ketakutannya, "Menculikku?"
"Mungkin," jawab Kai tidak jelas.
"Itu tidak akan ada pengaruhnya, tua bangka itu tidak akan peduli meskipun kau memutilasiku dan meletakkan potongan tubuhku di atas meja kerjanya!" Seru Kyungsoo. Kai tersenyum,
"Kalau begitu, bagus. Tidak ada alasan untukmu menolak ikut denganku, kan?"
Kyungsoo menutup matanya frustasi. bagaimana caranya keluar dari situasi ini?
.
.
.
BRUKK!
Kyungsoo mengerenyit. Tubuhnya dilempar ke tempat tidur seperti boneka. Sang pelaku menatap Kyungsoo acuh. Tangannya, yang baru Kyungsoo sadari berwarna tan sexy (tidak, dia tidak terpesona oleh Kai), sibuk membuka kancing kemejanya sendiri.
Kini Kai dalam keadaan topless. So sexy.
Tanpa Kai sadari, Kyungsoo sudah berjinjit ke jendela yang terbuka. Mencoba kabur. Siapa peduli kalau ini di lantai tiga. Kaki kanan Kyungsoo sudah di kusen jendela. Selangkah lagi, maka Kyungsoo akan bebas.
Sayangnya, Tuhan lebih suka hamba imutnya ini terperangkap di neraka dunia-Nya.
Kai menarik pinggang Kyungsoo dan melempar tubuhnya ke tempat tidur lagi. Kali ini Kai merangkak di atasnya.
Kyungsoo menatapnya tajam. Apa-apaan pria gosong ini?
"Apa maumu?" desis Kyungsoo. Kai tersenyum, lebih tepatnya menyeringai.
Bukannya menjawab Kyungsoo, Kai malah bangkit dan mengangkat tubuh Kyungsoo yang –sangat mengejutkan– ringan sekali. Tangan Kyungsoo yang terikat dikalungkannya ke leher jenjangnya.
"Kau tahu, aku seharusnya mendapatkan $5000000 tadi sore, namun sayang, sekarang uang itu melayang,"
Kyungsoo mengerenyit bingung, kenapa pria dihadapannya ini malah bercerita hal yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaannya?
"Kau tahu kenapa?" wajah Kai mendekat membuat wajah Kyungsoo otomatis menjauh. Kyungsoo refleks menggeleng,
"Polisi itu menggagalkan transaksiku dengan klienku. Mereka mengambil semua kokain dan marijuana, juga uang yang seharusnya jadi milikku, Kyungsoo-ah,"
Kyungsoo tersentak, alarm peringatan berdering di kepalanya. Badannya mulai bergerak gelisah. Kai mengabaikannya dan melanjutkan ceritanya,
"Jadi, aku memutuskan untuk mengambilmu. Kalau Do Seungsoo bisa mengambil uangku, maka aku akan mengambil anaknya," Kai menyeringai seram,
"Anggap saja uang itu adalah uang untuk membelimu."
Kyungsoo tersentak. Otaknya berputar untuk mencari jalan keluar.
Dengan keras, kepalanya dibenturkan ke kepala Kai, membuat Kai meringis dan refleks mendorong Kyungsoo hingga terjatuh dari tempat tidur. Setelah menendang perut Kai keras, Kyungsoo berlari ke jendela tadi.
"Kalau aku tidak bisa mendapatkanmu, aku akan menculik adikmu,"
Kyungsoo membeku. Langkahnya berhenti. Ancaman Kai mempengaruhinya begitu kuat.
Tangan Kai melingkar di pinggang Kyungsoo. Mendekapnya kuat. Tangan satunya lagi melingkari mata Kyungsoo, menutup pandangannya. Kyungsoo dapat merasakan hembusan napas Kai di telinganya.
"Jinri kecil akan berkenalan denganku bila kau keluar dari kamar ini,"
Lidah hangat Kai menyapa cuping telinga Kyungsoo, membuat tubuh kecil itu bergetar. Tangan tan itu kini menelusup ke balik pakaiannya.
Secara tiba-tiba, Kai melepaskan Kyungsoo begitu saja. Pemuda tan itu berjalan menjauhi Kyungsoo. Tubuh topless itu bersandar di samping jendela. Matanya menatap Kyungsoo tajam, seduktif.
"Kau bebas memilih, Do Kyungsoo," ucap Kai,
"Kau... atau adikmu yang akan jadi milikku,"
Tangan Kai mendorong daun jendela, membuatnya terbuka lebar.
Kyungsoo terdiam menatap lantai, bingung dengan apa yang harus dipilihnya.
Dia memang tidak dekat dengan keluarga ayahnya yang baru. FYI, Kyungsoo adalah anak dari pernikahan Do Seungsoo dari istri pertamanya yang meninggal dua bulan setelah melahirkan Kyungsoo. Kini ayahnya sudah menikah lagi dan memiliki putri berumur 6 tahun, terpaut 10 tahun dari Kyungsoo.
Tapi demi Tuhan, meskipun Kyungsoo benci dengan ibu tirinya, dia sayang setengah mati pada adik satu ayahnya itu. Dia sudah berjanji tidak akan membiarkan apapun terjadi pada adik manisnya.
"Sembilan tahun lagi, Jinri mungkin laku lebih dari $5000000,"
Kyungsoo tersentak. Matanya menatap Kai tajam. Dia geram.
Kai menyeringai. Umpannya berhasil. Tinggal sedikit lagi, dan dia akan mendapatkan apa yang dia mau.
"Bukankah itu yang kau mau? Membuat ibu tirimu menderita?" pancing Kai lagi.
Kyungsoo berjalan pelan. Kini tubuh mungilnya sudah ada di pinggir jendela. Tinggal beberapa langkah lagi dia akan bebas. Namun dengan cepat kaki kecil itu melangkah ke arah Kai, membuat seringai bos narkoba itu semakin lebar.
"Cukup sakiti aku saja, jangan sentuh keluargaku yang lain!" Seru Kyungsoo penuh determinasi.
Kai tersenyum. Direntangkannya tangannya lebar-lebar. Dengan ragu, Kyungsoo mendekatkan tubuhnya pada tubuh tinggi Kai. Kyungsoo melingkarkan tangan mungilnya di punggung Kai, sementara sang bos narkoba melingkarkan tangannya di pinggang si pelajar.
Kyungsoo menyembunyikan wajahnya di leher Kai.
"Pegang janjimu," gumam Kyungsoo dengan suara teredam. Tawa Kai berderai,
.
"Selama kau tidak mencoba kabur dariku."
.
dan pagutan kuat Kai di bibir Kyungsoo seakan mengesahkan kepemilikan bos narkoba itu akan sang pemuda berwajah manis.
.
.
.
TBC
HOLAA~~
maaf repost,,
ada yang salah kah dengan fic2 kaisoo saya?
author bikin dua fic kaisoo semuanya dihapus...
ada yang laporin atau memang ada kesalahan?
kalau ada yang merasa ada yang salah dengan fic-fic saya, tolong kasih tahu yaa^^
