chapter I:

PROLOG

Brak!

"Pak! Anda tidak bisa seenaknya mengirim saya ke sana, Pak! Tugas-tugas saya nanti mau dibagaimanakan!? Dibuang ke Laut Jawa!? Selat Natuna!? Samudera Indonesia dan Hindia!?"

Suara perempuan yang begitu memekakkan itu menyusul suara dari meja yang digebrak.

"Masih ada 'saudara-saudara'mu juga di sini, bukan? Jadi mengapa nak Nesia tidak ke sana saja? Sekaligus mencari teman dari negara lain juga, kan?"

Jawaban pria di hadapan perempuan muda itu terdengar santai.

Namun justru si gadis sebaliknya; amat sangat tidak santai.

"Mereka sudah punya tugas di wilayah masing-masing, Pak!" bantahnya.

"Kalau begitu, bapak dan ibu saja yang akan menuntaskan pekerjaan nak Nesia..." balas lawan bicaranya.

Gadis itu menggemeretukkan gigi-giginya kesal.

"Saya tidak mau, Pak! Nanti kalau yang ada malah Perang Dunia Ketiga, bagaimana!? Saya tidak mau terkena masalah hingga berakhir dijajah dipadu dengan adegan berdarah!"

Dua saudara dan satu saudarinya memijit pelipis secara berjamaah. Haduh, mengapa jadi seperti ini, ya?

Orang ini keras kepala, melebihi batu, mungkin...

Demi menghindari adu argumen yang jauh lebih dalam lagi yang berujung kudeta berseparasi dari kedua belah pihak, Kartika, salah satu dari mereka yang duduk dan saudari tunggal Kirana, menengahi.

"Ckckckckck... Ngene wae... Dhik Kirana melu percobaan wae sikik. Yen kerasan tur kepenak suasanane ning bathin, dhik Kirana lanjut wae. Ananging yen ora kerasan kaliyan enthuk masalah, bali wae ning Indonesia...

"Gelem ra? Mung sak semester kok..."

("Ckckckckck... Begini saja... Dik Kirana ikut percobaan dulu saja. Misalnya kalau betah dan enak suasananya dalam batin, Kirana lanjut saja. Tetapi kalau tidak betah dan dapat masalah, kembali saja ke Indonesia...

"Mau, tidak? Hanya satu semester kok...")

Gadis yang bersematkan nama 'Kirana' tertegun, bukan hanya kakaknya yang mau berbicara panjang lebar seperti tadi, bukan. Ada hal yang lain.

"Pikir saja dulu." Andra menengahi hening, tertuju untuk Kirana yang sedari tadi diam.

Ada keraguan, Kirana menjawab pelan. "Iya... Tapi kalau..."

"Masalah? Kita tuntaskan saja bersama-sama..."

Andra mengangguk pasti. Senyum tipis Andhika belum berhenti.

Pak presiden tersenyum. "Apa yang dikatakan Nak Nesia tentang masa percobaan itu benar, nak. Lebih baik dicoba dulu saja, orientasi..."

Tunggu sebentar, 'Nesia'? "Asmanipun kangge kawula iku udu 'Nesia', pak! Kula iki 'Kartika'! (Nama (untuk) saya itu bukan 'Nesia', pak! Saya ini 'Kartika'!)"

Kartika merengut kesal di muka.

Ketiga muda-mudi yang lain menahan tawa.

Pak presiden menggaruk bagian belakang kepala.

"Nama kalian semua susah-susah, sangat panjang, pula. Jadi, saya panggil pakai 'Indo' dan 'Nesia' saja semuanya."

Lain cerita, perempatan siku-siku muncul di sudut kepala masing-masing.

"IKU ASMANIPUN NAGARI, PAK! AJA NGGONTA-NGGANTI JENENGKU!

(ITU NAMA NEGARA, PAK! JANGAN MENGGANTI-NGGANTI NAMAKU!)"

chapter I: finished.