Kedatangan dan Sambutan
Gelap. Aku tak bisa bergerak. Sekujur tubuhku terasa kaku. Aku tak bisa melihat apapun. Di mana aku? Apa aku masih bermimpi? Kalau ini mimpi, seseorang tolong bangunkan aku. Aku ingin keluar dari tempat ini. Ada setitik cahaya di sana, kecil dan redup, cahaya itu menarik perhatianku, aku memperhatikannya lagi dan lagi. Satu, dua, tiga, kenapa cahayanya terus bertambah? Aku berhenti menghitungnya. Perlahan semuanya semakin jelas. Kini aku bisa melihat gedung-gedung pencakar langit dihiasi dengan lampu berwarna-warni. Gemerlap dan sangat indah. Aku melihat keindahan ini dengan mata kepalaku sendiri. Bagiku ini lebih indah dari menatap bintang-bintang di langit. Sungguhkan ini mimpi?
Dan kemudian hanya rasa sakit yang bisa kurasakan di sekujur tubuhku. Sakit yang luar biasa, seakan bisa meremukkan tulangku dan melahapku hidup-hidup. Kepalaku, tubuhku, hatiku, ah sakit ini sungguh menyiksa. Aku tak bisa bergerak, biarkan aku beristirahat sejenak. Mungkin aku akan terbangun dari mimpi ini kalau aku kembali tidur.
"Frankie, aku bisa merasakannya." aku langsung beranjak dari tempat duduk ku dan berdiri diam terpaku. Perasaan ini, apa ini yang namanya takut? Bencana sudah datang. Bergerak sangat cepat menghancurkan semua yang menghalanginya. Kemudian sesuatu seperti menusuk dadaku. Hatiku terasa sakit jantungku berdegup sangat cepat suaranya sampai memekakkan telingaku. Aku berusaha menghentikan kegelisahan ini tapi sosoknya tiba-tiba menghampiri benak ku. Lord? Seluruh tubuhku gemetar hebat.
Frankie memegang pundak ku, memaksaku untuk menatapnya, dia berbicara padaku tapi aku tak bisa mendengarnya, aku hanya bisa mendengar suara detak jantungku. Aku berusaha fokus, wajahnya sangat serius, aku ingin tahu apa yang dikatakannya, aku memerhatikan gerak bibirnya, No-na ku-mo-hon an-da ha-rus te-tap te-nang. Hal i-ni su-dah ka-mi pre-dik-si. Jadi maksudmu hanya aku yang tidak tahu? Aku menatapnya dengan perasaan campur aduk, marah, kecewa, sedih, sakit. Aku harus mengatakan sesuatu. "Lord," kata-kata itu terdengar menyakitkan di telingaku sendiri. Air mataku pun jatuh tak tertahan. Dia menatapku dengan pandangan itu lagi. Iba. Dan kemudian memelukku.
Aku berusaha sekuat tenaga meyakinkan diriku, ini bukan waktunya untuk bersedih, aku melepaskan pelukannya dan menatapnya dengan mantap, dia mengangguk. "Nona kita tak punya banyak waktu lagi. Ku mohon pergilah ke lab ku sekarang. Di sana ada pesawat kecil penjelajah waktu," Kau membuatnya? Dia mengangguk sekali lagi sambil menatapku. "Dunia ini sudah tak punya harapan lagi."
Apa maksudnya ini? "Frankie, kau ingin aku lari dari takdirku?" Sungguhkah kau berpikir demikian?
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, "Justru sebaliknya Nona, inilah takdir yang harus anda pikul, dunia ini tak punya harapan lagi semuanya akan segera binasa, malapetaka jatuh menimpa seluruh makhluk tak terkecuali kaum bangsawan maupun kaum werewolf," Muzi? "Jadi sang Lord memberikan perintah terakhirnya, misi yang hanya bisa dilakukan oleh sang Noblesse. Pergilah ke masa lalu, dan hentikanlah sumber bencana itu sebelum menjadi malapetaka bagi setiap kaum."
Misi? Ini misi pertama dari sang Lord, tak pernah kubayangkan juga jadi yang terakhir. Aku mendengarkan semua penjelasannya, rinciannya, semua tentang masalah yang harus kuselesaikan di masa lalu, situasi yang akan kuhadapi nanti, apa yang boleh dan tak boleh kulakukan. Aku mendengarnya dengan sangat teliti. "Frankie, kita bisa pergi bersama," Aku tak melihat alasan kenapa dia tak bisa ikut.
"Nona, aku tak bisa. Tugasku sampai di sini. Aku akan tidur untuk selamanya dan bergabung dengan tuanku dan yang lainnya."
Aku terdiam sejenak. "Kalau misi ini berhasil, kalau aku bisa mengubah masa lalu, apa masa depan juga akan terselamatkan?" Sebuah harapan mulai tumbuh di benak ku. "Kalian semua akan selamat, begitu bukan?" Sekarang aku mengerti, tenang saja semuanya aku akan menyelamatkan kalian. Karena aku sang Noblesse.
"Apa yang akan anda lakukan di sana tak kan berdampak di sini?" Frankie, apa maksudmu? "Nona, seperti yang kukatakan sebelumnya dunia ini sudah tak punya harapan lagi," Tunggu dulu, aku pernah mendengar kata-kata itu. Lord pernah mengatakannya padaku, inikah maksudnya? "Ketika anda pergi ke masa lalu, dunia baru tercipta, dunia ini dan dunia yang akan anda datangi tak lagi berhubungan. Dunia ini akan mati anda tak bisa menyelamatkannya, tapi dunia yang akan anda kunjungi masih memiliki harapan, inilah takdir yang harus anda pikul Nona, sebagai sang Noblesse, selamatkanlah kehidupan kami semua yang ada di dunia itu."
Sekarang aku mengerti. Ini tanggung jawabku sebagai sang Noblesse. "Dan Lord juga menitip pesan, untuk tidak terburu-buru bergabung dengan kami, dia ingin anda hidup dengan bahagia sekali lagi." Dia menatapku dalam-dalam. "Sekarang anda harus bergegas Nona, Anda tinggal masuk ke dalam pesawat dan mengaktifkannya, aku sudah mengatur semuanya bersama sang Lord."
Aku melihatnya membalikkan badan, kaki ku berat untuk melangkah pergi, "Frankie, terima kasih."
Dia terhenti kemudian menoleh ke belakang, "Untuk apa, Nona?" Dia sedikit terkejut terlihat dari raut wajahnya.
Aku melemparkan senyum terbaikku ke arahnya, aku ingin dia tahu kalau aku sangat bersyukur memilikinya di sisiku, "Untuk semuanya."
Dia hanya tersenyum puas dan langsung pergi. Aku berlari ke lab dan menemukan objek yang dimaksud Frankie. Aku masuk lalu menekan satu-satunya tombol merah yang ada di depanku. Pesawatnya aktif. Aku menatap sekelilingku untuk terakhir kali nya, di dunia ini, tempat aku dilahirkan dan orang-orang yang berharga bagiku tinggal, walau dunia ini akan mati, kenangan yang kami miliki takkan pernah mati.
Berat. Tubuhku tiba-tiba terasa berat. Aku tidak bisa bergerak. Rasanya ada sesuatu yang menekan dan menarik tubuhku. Kepalaku sakit, seperti mau meledak. Aku tak bisa menahannya lagi, aku menjerit sekuat tenaga. Tapi aku tak mendengar apapun. Kenapa suaraku tak mau keluar? Ataukah pendengaranku yang tak lagi berfungsi? Apa ini? Sakit sekali! Dan kemudian tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Apa aku sedang bermimpi?
Cahaya. Ini bukan mimpi. Apa ini masa lalu? Aku sudah bisa menggerakkan tubuhku walau masih terasa kaku. Akhirnya aku berhasil keluar dari dalam pesawat dan aku pun langsung menghancurkannya, aku ingat Frankie bilang aku harus melenyapkan bukti tanpa jejak. Dia juga bilang kalau aku akan mendarat di lokasi yang bernama 'zona berbahaya'. Union adalah musuh dan mereka sering melakukan pertarungan disini. Dia bilang hal pertama yang harus kulakukan setelah menghilangkan jejak adalah mencarinya. Tapi aku lupa bertanya bagaimana caranya.
Sesuatu bergerak ke arahku. Dengan sangat cepat. Aku melihatnya dengan samar dan itu seperti senjata milik Karius. Aku menghentikannya dengan mudah lalu menggenggamnya. Ini memang milik Karius. Aku bingung, apa yang terjadi disini? Kenapa dia mengarahkan senjatanya padaku?
Tak berapa lama dia datang bersama dengan tiga orang yang tak kukenal. Mereka mengenakan pakaian yang sama. Apa Karius sedang melakukan misi di dunia manusia? "Karius," aku memanggilnya dan dia tampak terkejut. Ah, benar. Di dunia ini dia tidak mengenalku. Tak seorang pun mengenalku.
Dia melihatku menggenggam anak panahnya, "Aku rasa kau tak sengaja melemparkan anak panah ini ke arah ku, ini ku kembalikan padamu," aku berjalan terseok-seok ke arahnya sambil menyodorkan tanganku ke arahnya.
"Jangan mendekat!" dia bergerak mundur. Aku terhenti.
"Siapa kau?" seseorang yang tak kukenal yang memiliki aura werewolf dalam dirinya angkat bicara.
"Aku tidak menjawab pertanyaan orang asing." Siapa dia? Siapa mereka? Mereka jelas bukan manusia. Mungkinkah ini yang dimaksud Frankie dengan manusia modifikasi?
"Kalau begitu, apa kau mengenalku?" Karius bertanya dengan memasang wajah curiga ke arahku.
"Tentu saja," aku memperhatikan reaksinya, penuh dengan kebingungan dan keraguan.
"Dari penampilanmu kau ini kaum bangsawan, tapi aku tak mengenalmu, dan energi yang kau miliki itu," dia tak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Aku harus bertemu dengan Frankie, maksudku Frankenstein," aku tahu Karius bisa membawaku padanya.
"Aku yakin dia akan segera datang, sesaat setelah merasakan energimu itu," Karius benar, aku bisa merasakan beberapa energi bergerak ke arahku. Ayah juga akan datang. "Berapa umurmu?" Dia tiba-tiba menanyakan pertanyaan yang tidak ada kaitannya dengan situasi ini, tapi aku takkan heran. Karena dia adalah Karius.
"Enam puluh tahun." Bagi kaum bangsawan itu masih terlalu muda, aku tahu.
Mereka semakin dekat. Satu, dua, tiga, empat, ada empat orang yang akan datang kemari. Mereka sudah sampai. Ayah, Frankie, Rael, siapa satu lagi itu? Dia mirip dengan Rael, mungkinkah dia adalah Razark? Jadi disini Razark masih hidup. Baguslah. Aku ingat bagaimana Rael sangat bangga tiap kali menceritakan tentang kakaknya itu. "Siapa kau?" mendengar suara Frankie membawa kembali kenangan terakhir saat itu.
"Aku yakin kalian sudah bisa merasakannya, aku adalah sang Noblesse." Semuanya terkejut termasuk Ayah.
"Jangan main-main kau!" aku mendengar suara Rael.
"Rael Kertia, aku serius," dia terkejut, mungkin karena aku memanggil namanya.
"Kami hanya memiliki satu Noblesse, dan dialah orangnya," Rael meggerakkan wajahnya ke arah Ayah. Aku mengangguk mengerti.
"Ya, aku adalah sang Noblesse dan dia adalah ayahku."
"APAA!?" Mereka semua sangat terkejut. Kalau aku tidak dalam kondisi ini, aku mungkin sudah tertawa terbahak-bahak melihatnya. Aku bisa melihat ekspresi Ayah, dia sangat kebingungan sekarang. Semua mata tertuju padanya, "Aku juga tidak mengerti." Dia mengatakannya sambil melihat ke arah Frankie.
"Aku datang dari masa depan," mereka semua kembali menatapku, "Frankie membuat alat penjelajah waktu dia menyuruhku untuk langsung mencarimu sesampainya disini," aku melihat ke arah Frankie. "Tapi aku malah melihat anak panah Karius nyasar ke arahku," sambil mengangkat tangan kananku yang masih menggenggam anak panah miliknya. Aku sangat lelah, terlalu banyak yang terjadi dan tubuhku masih sakit, menjelajah waktu sepertinya cukup menguras energi kehidupanku. "Aku baru saja sampai dan aku sudah menjelaskan situasinya, jadi bisakah kita lanjutkan lagi besok saja? Aku perlu istirahat."
