.

.

.

Hana Yori Dango 3

The Next Generation

Season II

.

.

.

Disclaimer

Hana Yori Dango selalu menjadi milik Yoko Kamio–sensei,

sementara Naruto dan karakter-karakter lainnya milik Masashi Kishimoto-sensei.

Written by ButaTokki and CamsaHead

Translated by Ravensky Y-chan

.

.

.

Chapter 1

Sudah tiga hari sejak insiden penembakan itu dan Sasuke masih belum sadar. Setelah operasi, di mana peluru di bahunya telah diangkat, lukanya dijahit dan cedera kepalanya ditinjau, para dokter memberitahu mereka satu hal: "kami tidak tahu kapan atau apakah dia akan bangun."

Sakura duduk di samping tempat tidur Sasuke dan memandangnya dengan cemas, menunggu setiap gerakan darinya. Sebuah kedutan, geliat, sentakan, apapun, semua jenis gerakan yang menunjukkan bahwa Sasuke sadar, bahwa dia akan baik-baik saja.

"Sakura-chan, aku sedikit lapar. Kau ingin makan sesuatu?" Mikoto bertanya sambil berdiri. Sakura hanya menggeleng sebagai jawaban. "Teruslah percaya, Sayang," katanya, mencium kepala Sakura sebelum dia meninggalkan ruangan.

Sakura hampir tidak berbicara hari ini. Sebagian besar waktunya berada di rumah sakit, selalu berada di sisi Sasuke, tidak pernah meninggalkannya. Mikoto hampir selalu bersamanya dan mereka menunggu bersama-sama.

"Sasuke," bisik Sakura, menyelipkan jari-jarinya di antara jari-jari Sasuke, berharap ada tanggapan tapi tidak terjadi apapun. Air mata meluncur menuruni pipinya saat bunyi 'bip' monoton dari monitor EKG menjawabnya. "Kumohon," pintanya, "jangan tinggalkan aku." Dia menyandarkan kepalanya di tempat tidur, diam-diam menangis, merasa semakin kesepian. Bukankah dia sudah cukup menunggu? Sepanjang waktu... dia hanya menunggu dengan putus asa, terus menunggu. Sudah cukup. Dia ingin hidup mulai berjalan adil untuknya. "Kumohon, Sasuke," ulangnya lagi dengan kepala yang masih menunduk.

Dua minggu berlalu tanpa sedikitpun kemajuan dari Sasuke. Beberapa kali Naruto, Sasori dan Sai harus menyeret Sakura keluar dari ruangan, membuatnya pulang dan beristirahat, tetapi tidak peduli seberapa banyak Sakura tidur, dia tidak bisa beristirahat, yang mana benar-benar dia butuhkan. Dua minggu lagi berlalu dan Sakura tidak tahu apa yang harus dilakukan, kehidupan menjadi begitu menyakitkan, tetapi dia harus terus berjuang melalui hari.

"Ohayo~" kata Tayuya saat dia bertemu Sakura di pintu masuk rumah sakit.

"Ohayo." Sakura berkata lembut.

"Kau kehilangan berat badan," kata Tayuya. Mereka jadi dekat sejak bulan lalu dan Tayuya jadi bersikap protektif terhadap Sakura seperti dia bersikap protektif terhadap Karin. "Kau butuh daging," katanya, menyilangkan lengan.

Sakura tersenyum. "Aku baik-baik," katanya pelan saat mereka berjalan menyusuri lorong-lorong rumah sakit.

"Aku merasakan dejavu yang aneh."

"Mengapa kau berkata begitu?" tanya Sakura saat mereka berbelok.

"Kau pernah mendengar cerita ini sebelumnya, kan? Mengenai salah satu orang tua Sasuke... Bukankah ayahnya pernah melalui hal yang sama, sadar dari koma dan melupakan Mikoto-san?"

Sakura berhenti mendadak. "A-apa yang kau bicarakan?" Suaranya bergetar.

"Aku tidak akan terkejut jika dia terbangun dan tidak bisa mengingat salah satu dari kita."

Tayuya terus berjalan, meninggalkan Sakura dengan pikirannya. Untuk beberapa alasan, pemikiran bahwa dia bisa saja dilupakan tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Sakura. Dia mengerutkan bibirnya dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu tidak mungkin terjadi. Sasuke tidak akan pernah melupakannya... dia tidak akan bisa. Sambil mengangguk meyakinkan, dia mengikuti Tayuya menuju kamar Sasuke.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Sakura kepada Tayuya, yang menyamankan diri di sofa di seberang tempat tidur Sasuke.

"Masih sama," jawab Tayuya.

"Oh," kata Sakura.

Sakura duduk di tempat biasa, di kursi di samping tempat tidur Sasuke, sambil mengangkat tangan Sasuke seperti yang biasa dia lakukan. Dia tersenyum sedih, sentuhan halus yang familiar dari tangan itu menenangkannya seperti biasa tapi dia juga merasakan sentakan familiar di hatinya saat tangan itu terasa tak bernyawa. Ponsel Tayuya tiba-tiba berdering dan dia mengangkatnya, pamit dari ruangan untuk menerima telepon itu. Sakura, sekali lagi, sendirian. Dia berdeham, tiba-tiba mendapat ide dan ingin mencobanya.

"Jadi... kau tahu, Naruto, Sasori, dan Sai harus menyeretku pulang sesekali. Mereka bilang aku butuh istirahat tapi aku tidak bisa meninggalkanmu, Sasuke," kata Sakura, berbicara dengan Sasuke... atau mungkin dengan dirinya sendiri, entahlah. "Tapi pada akhirnya mereka menang. Aku pulang. Tiga lawan satu, jadi tidak ada yang bisa kulakukan untuk menang. Tapi aku kembali keesokan harinya. Aku akan selalu kembali." Dia melanjutkan dan tertawa pendek.

.

.

#The Next Generation#

.

.

"Apa yang dia lakukan?" Naruto bertanya, berdiri di pintu yang terbuka sedikit. Dia bisa mendengar Sakura berbicara.

"Berbicara pada dirinya sendiri," kata Tayuya sambil menyimpan ponselnya.

"Tapi kenapa?" tanya Naruto, masih tidak yakin apakah dia harus memasuki ruangan itu.

"Kadang-kadang orang harus melakukan hal-hal gila untuk menjaga kewarasan," jawab Tayuya. "Itu masuk akal. Kau tidak masuk?"

"Tidak," kata Naruto. "Ayo beri dia beberapa menit lagi dengan Sasuke."

.

.

#The Next Generation#

.

.

Sakura meremas tangan Sasuke dengan lembut. "Ketika kau bangun, aku benar-benar akan memukulmu." Dia tersenyum sendiri. "Aku rindu padamu," katanya, mendekat untuk memberikan ciuman lembut di bibir Sasuke. Saat menarik diri, dia merasa air mata menusuk matanya. Dia membutuhkan udara. "Aku akan kembali," katanya sambil berdiri. Ketika dia membuka pintu, dia menemukan dirinya memandangi Tayuya dan Naruto. "Menguping?" katanya sambil menyilangkan lengan.

"Apa?! Tidak~" kata Naruto membela diri.

"Aku... itu sangat menyentuh," kata Tayuya menggoda dan mendapatkan tamparan kecil dari Sakura saat dia keluar ruangan. Mereka mengikutinya sampai ke taman.

.

.

#The Next Generation#

.

.

Karin masuk ke ruangan itu, anehnya tidak ada seorang pun yang menemani Sasuke dan dia pikir belum seorang pun tiba. Dia menempatkan bunga-bunga yang dibawanya di samping tempat tidur.

"Aku benci aster."

Karin melompat kaget saat mendengar suara Sasuke. Dia menatapnya saat mata Sasuke menuduhnya karena sengaja membawa aster.

"Kau sudah tahu itu."

"Kau sadar!" kata Karin, hatinya membuncah.

"Mengapa aku di rumah sakit?" tanya Sasuke sedikit kesal.

"Kau tidak ingat?"

"Tidak."

"Aku akan memanggil dokter."

.

.

#The Next Generation#

.

.

"Uchiha-san, bisa kau katakan tahun berapa ini?" Dokter bertanya pada Sasuke yang sedang duduk di tempat tidurnya.

"Um... 2015, kan?" Sasuke berkata ragu-ragu.

"Bagus," kata dokter.

"Normal kan jika dia tidak mengingat kecelakaan atau alasan mengapa dia sampai begini?" tanya Karin cemas.

"Mengenai peristiwa itu sendiri, biasanya ya, tapi untuk kasus ini kami belum begitu yakin. Kami harus melakukan tes lebih lanjut." Dokter berbisik kepada Karin.

"Tes apa? Apa yang salah denganku?" tanya Sasuke tidak sabar, bagaimanapun dia mendengar kata-kata dokter itu.

"Sasuke!" Seru Sakura terengah-engah, masuk ke ruangan dengan terburu-buru. Dia berlari ke arah Sasuke. Air mata bahagia menusuk matanya saat dia melemparkan diri padanya, melingkarkan tangan di tubuhnya. Dia merasa kebahagiaan bangkit dalam dirinya, dunianya kembali bersamaan dengan saat Sasuke terjaga. "Aku sangat senang kau sadar! Jangan pernah lakukan itu lagi padaku!"

Sakura menangis dan menarik diri untuk melihat Sasuke tapi tangannya masih terus terkunci di pundaknya. Sasuke terdiam sejenak, dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Hanya mengawasi Sakura sebelum dia memutar kepalanya untuk melihat Karin.

"Apa aku mengenalnya?"

Sasuke melihat Karin membeku. Dia berbalik untuk melihat gadis di depannya—Sakura, yang menatapnya dengan tidak percaya.

"K-kau tidak ingat?" Naruto bertanya saat Sakura perlahan-lahan menarik diri dari Sasuke.

"Maaf, tidak." Sasuke berkata pelan, melihat gadis itu berdiri tegak. Tangannya terkepal di sisinya. Sakura tidak percaya, dia tidak mau percaya... Sasuke melupakannya?!

"Kau jadi seperti ayahmu," kata Karin sambil menyilangkan tangannya kesal.

"Apa?"

"Kau tidak ingat Sakura-chan?" Karin bertanya dan Sasuke menggeleng. "Apa kau ingat Tayuya?"

Sasuke berpaling untuk melihat Tayuya. Dia memiringkan kepalanya ke samping.

"Aku pikir aku melihatnya sekali di Paris."

"SEKALI?! Kita tersesat di Meksiko bersama-sama?!" kata Tayuya, benar-benar kesal karena temannya melupakannya.

"Kita? Tunggu, mengapa aku di Meksiko?"

"Aku ingin taco," kata Karin.

"Ah, masuk akal."

"Kau benar-benar tidak ingat Sakura, Sasuke?" Naruto bertanya.

Sasuke menatap Naruto, kemudian Sakura. Dia merasa bersalah. Sakura tampaknya dekat dengannya tapi dia tidak bisa mengingat. Dia, bagaimanapun, merasakan kebaikan tertentu terhadap Sakura, dia pasti teman yang sangat baik.

"Gomen."

"Sasuke, kau tidak bisa tidak mengingatnya! Dia Sakura! Kau KENAL dia!" Naruto berkata tegas. Dia merasa Sasuke sudah cukup mempermainkan emosi Sakura.

"Aku... tidak ingat," kata Sasuke lembut.

"Jangan menempatkan begitu banyak tekanan padanya dulu," kata dokter, menutup diskusi.

Sakura berlari keluar ruangan dan Naruto mengejarnya. Karin menyaksikan Naruto pergi. Dia tampaknya selalu mengejar Sakura.

"Jadi kau benar-benar tidak ingat aku?" Tayuya terus mendorong Sasuke.

"Aku ingat sedikit," jawab Sasuke ragu-ragu.

"SEDIKIT!" Tayuya berkata dan mendesah. "Aku tidak percaya ini."

Sasuke melihat Tayuya cemberut, benar-benar kesal karena dilupakan. Karin tertawa pelan dan semakin banyak orang mulai mengisi ruangan itu. Sasori berjalan dengan dua gadis lain yang kemudian Sasuke ketahui bernama Shion dan Ayame. Sai datang beberapa jam kemudian dengan dua orang lainnya yang bernama Lee dan Shikamaru dan seorang gadis. Sai benar-benar harus menyeretnya ke dalam ruangan karena gadis itu tampak kesal dengannya.

Semua orang berbicara meskipun untuk beberapa alasan Sasuke merasa matanya teralih beberapa kali ke arah pintu. Dia tahu bahwa dia sedang menunggu seseorang tapi dia tidak tahu siapa. Orang tuanya datang beberapa jam kemudian, diikuti oleh F4 yang asli. Dia senang melihat mereka dan mereka tampak bersemangat untuk melihatnya. Mereka mengumumkan bahwa dia dapat meninggalkan rumah sakit lusa dan Sasuke bersyukur atas berita itu. Dia melihat semua orang mulai berbicara dan membuat lelucon untuk meringankan suasana tapi dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari orang tuanya yang sedang berbicara dengan dokter di sudut ruangan. Dia punya begitu banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban.

"Sensei," Sasuke memanggil dokter dan ruangan segera tenang untuk mendengarkannya.

"Hai'!" kata dokter, mendekat kepadanya.

"Sensei... apa yang salah denganku?" Sasuke bertanya dan ketika dokter hanya diam, dia melanjutkan. "Mengapa semua orang tampaknya tahu sesuatu yang tidak kuketahui? Mengapa beberapa ingatanku tampak buram? Apa yang terjadi padaku?"

"Sasuke," kata Mikoto, memegang tangan anaknya. "Kami tahu kau memiliki banyak pertanyaan, tapi tolong tunggu sebentar lagi, ne?"

"Iyada. Siapa gadis yang pergi tadi?" Sasuke memaksa. Dia membenci perasaan bahwa dia melupakan sesuatu yang sangat penting. Itu membuatnya kesal.

"Gadis mana?" Shion bertanya pada Karin.

Tayuya membungkuk padanya. "Sakura-chan."

Mereka mengangguk mendengar Tayuya, namun Ino butuh waktu sejenak untuk memahami apa yang dimaksud Sasuke karena mereka belum benar-benar paham seluruh situasi. Karin hanya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah dengan Sasuke. Dia tidak pernah menyebutkan secara spesifik apa yang terjadi.

"Chotto!" Ino berkata sambil berdiri menatap Sasuke. "Kau..." Dia menatapnya, tiba-tiba mendapatkan gagasan apa yang mungkin terjadi. "Siapa aku?" tanyanya tiba-tiba.

Sasuke menatapnya. "I-Ino."

"Oh, kau brengsek." Ino menyumpah. Keagresifan dalam suaranya mengejutkan Sasuke.

"Kau ingat dia tapi kau tidak ingat aku?" kata Tayuya, lebih dari sekedar kesal sekarang.

"Tidak. Aku hanya... Aku tahu bahwa dia pacar Sai," kata Sasuke pelan.

Ino mencerca. "Aku bukan pacarnya."

"Ya, itulah kau," kata Sai dan Ino berbalik ke arahnya. Matanya tampak berbahaya.

"Tidak. Aku. BUKAN. Pacarmu!" Dia berbalik kembali ke Sasuke dengan marah. "Kau benar-benar keledai," katanya. Dia mengambil tasnya dan menyerbu keluar, meninggalkan Sasuke yang kebingungan.

"Sasuke-kun," dokter memulai, "bisakah kau menyebutkan semua orang di ruangan ini untukku dan bagaimana kau mengenal mereka?"

Sasuke memandang sekeliling ruangan dan mengambil napas dalam-dalam. "Ada Uchiha Mikoto, ibuku, Uchiha Fugaku, ayahku. Ada Sai dan Sasori, teman-temanku sekaligus anggota F4 dan Naruto, yang meninggalkan ruangan tadi. Ada Karin, sepupuku yang manja, Shion, Tayuya dan Ayame, anggota H4. Lalu... Sh-Shikamaru... Lee.. dan Ino yang aku ingat berkencan dengan Sai tapi dia membantah." Sasuke menyelesaikan.

"Mengapa aku disebut sebagai manja?!" Karin kesal pada sepupunya.

"Nah, nah," kata Sasori, menahan Karin sebelum dia bisa menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada Sasuke.

"Dan... bagaimana dengan gadis yang meninggalkan ruangan beberapa waktu lalu?" tanya dokter.

Sasuke memejamkan mata, mencoba mengingatnya sebaik yang dia bisa, tapi setelah beberapa saat, dia membuka mata putus asa.

"Naruto dan Karin mengatakan namanya Sakura, tapi... aku tidak benar-benar yakin bagaimana hubunganku dengannya." Sasuke mengakui dan merasa semua melirik kepadanya dengan kebingungan, kasihan, sedih dan sebagainya. "Siapa dia?" tanyanya pada mereka semua.

Karin membuka mulut untuk berbicara.

"Ah!" Suara lembut itu mengalihkan perhatian mereka pada sang Dokter. "Aku sarankan jangan memberitahunya apa-apa," dia mulai. Mata-mata yang bingung menatapnya.

"Kenapa?" Ayame bertanya. Nada suaranya lembut dan menyenangkan namun terdengar menuntut.

"Jika kau menceritakan memori itu kepadanya, kita tidak akan pernah tahu pasti apakah dia ingat apa yang terjadi karena kenangan itu kembali atau karena dia hanya menerima apa yang kau katakan padanya. Aku pikir sebaiknya apa yang dia lupakan jangan diberitahukan kepadanya. Dia harus mengingatnya sendiri."

Karin merosot kembali sambil cemberut dan Sasuke menunduk frustasi.

"Dan kapan dia akan mendapatkan ingatannya kembali?" Sasori bertanya pada dokter sambil mencibir.

"Dia mungkin mendapatkannya kembali hari ini, besok, seminggu, sebulan, setahun atau mungkin tidak kembali sama sekali."

Kata-kata itu jatuh pada mereka semua seperti seember air dingin. Pintu ruangan terbuka dan Naruto melangkah masuk. Sakura tidak bersamanya. Mereka berasumsi Ino telah menemukan Sakura karena mereka tahu bahwa Naruto tidak akan meninggalkannya sendiri. Naruto langsung mendekati Sasuke, mengabaikan tatapan yang lain.

"Apakah kau belum ingat?" tanyanya pada Sasuke, nadanya datar dan serius.

"Ingat apa?! Aku bahkan tidak tahu apa yang kalian harap bisa kuingat! Hubungan apa yang kumiliki dengan gadis itu atau apa yang kulakukan atau katakan padanya atau apa aku berutang sesuatu padanya?" Sasuke balik bertanya, benar-benar jengkel oleh fakta bahwa tidak ada yang membantunya.

"Aku rasa itu artinya 'tidak'," kata Naruto dan mendesah dalam-dalam.

"Ini tidak adil. Itu kenanganKU dan aku memiliki hak untuk tahu," bentak Sasuke, kehilangan kesabaran.

"Baik! Kau ingin tahu apa yang seharusnya kau ingat?! Semuanya! Segala sesuatu tentang Sakura! Aku tidak percaya kau bisa melupakan sesuatu seperti itu. Dia adalah—"

"AH! CHOTTO MATTE, Naruto!" Karin berteriak dan menutup mulut Naruto dengan tangannya. "Kita tidak seharusnya memberitahu dia!" Karin berbisik ke telinganya.

Naruto tampak siap untuk meledakkan bom atau sesuatu. Dia memegang tangan Karin dan—dengan kelembutan yang tidak pernah Karin rasakan dari Naruto sebelumnya—menyingkirkan tangannya dari mulutnya. Dia menatap Sasuke. Matanya terlihat marah.

"Suatu hari kau akan bangun dan menyadari hal yang paling penting dalam hidupmu telah hilang."

Sasuke terkejut mendengar kata-kata Naruto. Sesuatu yang penting baginya... hilang?

"Apa maksudmu?"

"Pikirkan saja itu. Aku senang kau sudah bangun," kata Naruto.

"Aku minta maaf tapi aku harus membawa Uchiha-sama untuk pemeriksaan." Seorang perawat berkata sambil mengintip ke dalam ruangan. Dokter membiarkannya lewat dan mereka menyaksikan perawat dan dokter itu membawa Sasuke keluar dari ruangan dengan kursi roda.

"Jadi," kata Shikamaru saat Sasuke sudah pergi, "di mana Sakura?"

"Di atap."

"Kau meninggalkannya sendiri di atap?! Dalam kondisi begitu?! Bagaimana jika dia melompat?" Lee berkata panik. Tangan Shion menampar bagian belakang kepalanya.

"Diam! Jangan mengatakan hal-hal seperti itu."

"Kalau aku jadi dia, aku akan melompat dari atap juga." Tayuya berkata, melihat Shion yang mengangguk setuju.

"Dia bersama Ino. Aku tidak akan meninggalkannya sendirian!" kata Naruto membela diri.

"Oh, begitu," kata Lee, membuat Shion tertawa geli.

"Takdir benar-benar kejam, ne~" kata Sai sambil bersandar di dinding.

"Benar-benar memainkan sebuah permainan dengan kita semua," tambah Tayuya.

"Tapi jika benar-benar seperti itu maka Sasuke pasti akan mendapatkan ingatannya kembali. Fugaku dulu begitu," kata Mikoto kepada mereka semua, berusaha untuk bersikap optimis.

"Sampai sekarang takdirnya mengikuti jalan kami," kata Fugaku setuju.

"Aku ingin tahu apakah ini turun-temurun?" Sasori bertanya dan Karin memberinya tatapan 'kau bercanda kan?' yang membuatnya tutup mulut.

"Ah!" kata Karin, dengan cepat merubah suasana hatinya, memukul tinjunya pada telapak tangannya. "Aku punya ide!" katanya penuh semangat.

"Kau mengubah suasana hati terlalu cepat." Shikamaru mendesah.

"Ayo kita buat operasi 'Membuat Sasuke ingat Sakura'!" Dia melanjutkan, mengabaikan Shikamaru.

"Bisakah kau memikirkan nama yang lebih baik?" Sai bertanya sambil meringis atas apa yang baru saja Karin katakan.

"Apaaa~? Itu keren~!" balas Karin. "Ayo semuanya bantu Sasuke, ne~?"

"Aku merasa dejavu," kata Mikoto sambil menyilangkan lengannya. Minato, Akasuna dan Shimura mengangguk dengan ekspresi kesal yang sama dengan yang ditunjukkan Mikoto di wajahnya.

"Tunggu, kalian mencoba untuk membantu Fugaku-san mendapatkan ingatannya kembali?" Sasori bertanya dan mereka mengangguk.

"Apakah itu berhasil?" tanya Ayame. Mereka menggelengkan kepala.

"Apapun itu membuatnya lebih buruk," kata Akasuna, menggaruk kepalanya.

"Aku sarankan agar kita hanya memperkenalkan Sakura ke Sasuke dan kita biarkan mereka menghabiskan waktu bersama-sama. Aku tahu itu sedikit kejam mengingat fakta bahwa anakku tidak mengingat Sakura, tapi pasti dia akan mulai mengingat perasaannya dan perasaan itu bisa memicu ingatannya," kata Mikoto.

"Yeah, tapi aku ragu Sakura mau berdekatan dengan Sasuke sekarang," kata Tayuya, yang lain mengangguk.

"Dia tidak punya pilihan. Besok dia pindah ke rumah kami."

Saat Mikoto mengatakan ini semua orang, kecuali dirinya dan F4 yang asli, menatapnya kaget.

.

.

.

TBC

.

.

.

-ABA-

Yuhuuuuu… minna-san. Akhirnya The Next Generation Season II diposting juga. Makasih buat yang udah nunggu-nunggu. Buat yang baru mampir, selamat bergabung. Kalau kurang ngerti, mampir ke Season I-nya dulu ya. Review tetap ditunggu. Tha-tha for now :)