Suasana didalam ruangan itu nampak sangat mencekam

Bau amis darah yang begitu menyengat seakan tidak digubris olehnya.

Pria dengan jubah hitam itu berjalan santai dalam lautan darah

Mengabaikan setiap korban yang terbaring tak berdaya dikakinya

Korban pisau lipatnya yang tersimpan rapi didalam kantong jubahnya

Dialah sang pembunuh kejam yang menghabisi nyawa orang-orang tanpa belas kasih.

"Masih ada satu orang lagi" gumamnya lirih sambil mengambil kembali pisau lipatnya

Berjalan santai menyusuri bangunan megah ditengah pekatnya malam.

Inilah kehidupannya. Tidak ada kebahagiaan, yang ada hanya penderitaan

Semua kebahagiaan itu telah terkubur bersama dengan semua masa lalunya. Dunia ini memang kejam batinnya dalam hati

Menjadi seorang pembunuh adalah pilihan terakhirnya demi bertahan didalam dunia yang busuk ini.

Tapi bukankah dia juga sama busuknya dengan dunia ini?

Dia membunuh. Mengambil kebahagiaan orang lain

Langkahnya terhenti didepan pintuh megah dilantai tiga dalam bangunan megah tersebut

Dengan gerakan santai dia membuka pintu tersebut

Disana terbaring seorang gadis

Yang sebentar lagi akan mati. batinnya

"Aku tidak percaya akan mengatakan ini tapi.. Kau terlalu cantik untuk mati diusia semuda ini" lirihnya saat menatap wajah damai sang gadis sambil mempersiapkan pisau lipatnya.

Inilah akhirnya.. Pikirnya saat pisau itu sebentar lagi akan mengoyak leher sang gadis malang.

"Selamat tinggal"

Kejadiannya begitu cepat. Saat maut sebentar lagi akan menjemput sang gadis, mata dengan iris keabuan itu terbuka dan langsung menerjang pria tersebut.

Pisau lipatnya terlempar ke sisi ranjang

Dengan gerakan cepat gadis itu mengambil jarak dengan berlari menuju balkon kamar.

Namun belum sampai balkon sebuah tangan besar dan dingin menahan gerakannya.

"Kau pikir mau kemana Mikasa Ackerman?" Percuma jika melakukan perlawanan. Kekuatan pria ini tidak main-main

Dengan pemikiran terakhir Mikasa menggigit tangan pria itu dan berlari menuju balkon. Namun belum sempat pintu balkonnya terkunci, tubuhnya langsung terpental ke belakang akibat tendangan kuat pria itu.

Apakah ini akhir dari hidupnya? Pikir Mikasa saat menyadari dia benar-benar terkurung sekarang.

"Menyerahlah.." nada lirih itu bahkan mampu membuat Mikasa takut

"Siapa.. Kau sebenarnya? Kenapa kau mau membunuhku?"

Pria itu diam disana wajahnya tertutup dengan gelapnya malam. Tampak begitu menakutkan. Tampak seperti malaikat maut yang siap mengambil nyawanya

Dia maju perlahan, menampakan wajahnya.

Iris biru kelam itu.. Ekspresi datar itu.. Yang disinari oleh cahaya bulan.

Mengerikan.

"Levi.. Levi saja. Dan alasan kenapa aku ingin membunuhmu, karena ini adalah perintah" jawabnya dengan intonasi rendah

"Aku sudah membunuh Ayah dan Ibumu.. Jadi menyerahlah"

Seketika tubuh Mikasa menegang saat mendengarnya.

Kenapa dia bisa mengatakan hal mengerikan itu dengan ekspresi tak bersalah begitu? Kenapa? Apa yang salah dengan kelurganya sampai pria kejam ini membunuh mereka?

Semua pemikiran itu memenuhi kepala Mikasa. Dia tampak memegangi kepalanya. Mencengkramnya.

"A..apa yang salah dengan keluarga..ku??" Ditengah rasa terguncangnya gadis itu melirih.

Angin malam terasa semakin mencekam saat pria itu berjalan mendekati sang gadis.

"Bukan keluargamu yang salah.." Levi berjongkok didepan Mikasa.

Dia memegang dagu gadis itu dan mengangkatnya

Mempertemukan dua iris yang berbeda. Menyelami arti dari tatapan masing-masing.

"Tapi dunia inilah yang salah" pria itu mengusap pipi sang gadis perlahan, untuk sementara Mikasa terbuai dengan perlakuan Levi

Sebelum akhirnya napasnya tercekat saat pria itu memegang lehernya mencekiknya.

Gadis itu berusaha melepas lilitan tangan Levi namun percuma. Pria itu terlalu kuat

"Matilah" kalimat itu menjadi penutup malam itu saat Levi mengangkat tubuh Mikasa. Posisi gadis itu yang saat ini tergantung tak berdaya tidak sedikitpun melunturkan niat membunuh Levi. Pria itu bahkan masih memasang ekspresi datarnya.

Terlihat begitu dingin dan kejam

Tidak... Dia hanya berusaha mengabaikan perintah hatinya

Perintah untuk tidak membunuh gadis itu. Ada rasa aneh yang muncul saat melihat gadis itu tersiksa. Rasanya seperti... sakit.

Tidak.. aku sudah sejauh ini. Aku sudah setenggelam ini.

Tidak ada yang bisa diubah walau aku mengikuti kata hatiku

Pembunuh tetaplah pembunuh. Kalimat itu memenuhi kepala Levi

Ya benar.. tidak ada yang bisa diubah. Dunia ini memang busuk

Dengan mengabaikan kata hatinya, Levi melepaskan cengkraman tangannya. Membiarkan Mikasa terjatuh melayang kebawah.

Sementara gadis itu memejamkan kedua matanya.. dan tersenyum

Jadi seperti ini akhir dari hidupnya ya.

Tidak pernah terpikirkan olehnya jika hidupnya akan berakhir seperti ini

Menyedihkan.

Levi memejamkan matanya saat bunyi keras itu memasuki indra pendengarnya. Tubuh gadis malang itu membentur lantai licin dengan keras. Akhir dari hidupnya pikir Levi saat melihat darah yang mulai mengenang disekitar tubuh Mikasa

"Selamat tinggal Mikasa"

Entah apa yang membawa Levi kesini. Ketempat dimana Mikasa meregang nyawa.

Tubuh gadis itu tak bergerak saat Levi sampai disana

Pria itu masih berdiri disana memandang gadis itu tanpa ekspresi

Gadis malang.

Levi memejamkan matanya lalu menghela napas panjang

berbalik dan mulai melangkahkan kaki perlahan

sebelum akhirnya gerakannya terhenti dan mata tajamnya terbelalak saat sebuah tangan berlumuran darah menahan kakinya

"t..tolong.."

TBC

pertama kalinya dalam hidup nulis cerita hehe

mohon maaf jika masih berantakan yaaa