Criminal Girls

Disclaimer : Masashi Khisimoto

Rated : T

Genre : Friendship, Adventure, Supernatural, a littel Romance, and maybe Humor

Character : Naruto, Gaara, Sasuke, Temari, Kiba, Akamaru, Sai, Ino, and Tsunade

Pair : —

Warning : Typo's, OoC, Bahas Jepang yang ngasal, kurangnya kata, dll.

Chapter 1 : Prologue

Ket :

Italic : Bahasa Jepang atau bahasa yang bukan bahasa Indonesia.

Bold : Dalam pikiran


Namikaze Naruto sebisa mungkin menghindari lemparan pisau dari sosok berpakaian putih yang sedari tadi mengejarnya. Pria itu terus menerus melemparkan pisau setipis kertas ke arahnya. Dan hampir semua lemparan itu akurat menggenai tubuhnya. Walau hanya meninggalkan goresan-goresan kecil tak berarti.

Matanya awas mentap sekitar dengan pencahayaan yang minim di lorong gang kecil yang baru saja di masukinya. Pria yang mengejarnya masih tetap mengikuti di belakang, berlari cepat di dinding gang tanpa kesulitan.

Satu pisau kembali melesat menggores pakaian serba hitam yang kini ia kenakan. Mata biru saffirnya mengerjab sesaat, kagum akan kemampuan melempar pria berpakaian putih itu. Semuanya tepat, cepat, dan akurat. Naruto bahakan tidak yakin pria itu sempat mengecek posisinya kini. Ia yang berlindung di balik dinding setinggi nyaris tiga meter tentu harusnya menyulitkan lawanya. Tapi tidak dengan yang satu ini.

Sementara Naruto sibuk memikirkan cara untuk membalik keadaanya yang sudah terpojok, pria itu, Sabaku Gaara mencoba mencari cara agar Naruto keluar dari persembunyiannya secepat mungkin. Persediaan pisaunya sudah mulai menipis dan Naruto belum mendapatkan luka serius sama sekali. Keadaan seperti ini bisa membuatnya kalah, cepat atau lambat.

Merasa keadaan mulai menyudutkannya, Gaara yang kini keadaannya sama dengan Naruto, mulai menerjang di mana tempat Naruto bersembunyi dengan pisau potong di tangan Kanan. Tepat seperti dugaan Gaara, Naruto juga ikut menerjang. Ia melemparkan sebuah benda mirip kawat tebal ke arah kaki kiri Gaara yang tampak terbuka.

Gaara yang tidak menduga serangan itu terlambat mengelak dan benda dari tangan Naruto melukai bagian paha Gaara. Celana kain Gaara tergores dan Gaara nyaris terjatuh ke arah Kanan di mana tadi ia menghindar. Tangan kanan Gaara segera menumpu dan memutar tubuhnya sehingga ia kembali berdiri tegak di atas tanah dengan kakinya. Tapi sesaat kemudian Naruto kembali menyerang bagian sisi kiri Gaara yang terbuka tanpa pertahanan.

Gaara mendecih kesal dan kembali menghindar dengan melompat tinggi membuat serangan Naruto hanya mengenai angin kosong. Kali ini Naruto yang mendecih kesal dan mengumpat pelan karena saat ini posisinya sangat membahayakan. Ia bisa diserang kapan saja oleh Gaara jika ia tidak cepat-cepat berbalik dan mencari tempat aman.

Gaara yang tidak ingin kesempatannya hilang langsung menyerang Naruto dengan segenap kekuatannya. Ia herharap, serangannya ini bisa berdampak besar pada Naruto dan semua bisa berakhir cepat. Tapi Naruto pun tidak ingin kalah, pria bersurai pirang jabrik itu melompat ke kiri bertumpu pada tong berukuran sedang dan kembali melompat menyongsong Gaara yang bergerak cepat ke arahnya.

Naruto menyeringai saat kunai khususnya membuat luka di bahu kiri Gaara. "Sepertinya aku yang akan menang kali ini, Gaara." Katanya senang. Ia melompat tinggi berniat menjauhi tubuh Gaara yang sudah terlebih dahulu berpijak.

"Tidak, jangan mimpi, Namikaze!" Balas Gaara sengit. Gaara memutar tubuh di udara dan memberikan tendangan bermanufer cepat yang telak mengenai perut Naruto.

Naruto mengerang sesaat sebelum kembali meloncat mundur memberikan jarak antara ia dan Gaara. Pria berkulit tan itu menggenggam perutnya kesakitan dan berjalan tertatih mempersiapkan serangan berikutnya.

Merasa lebih baik, Naruto mendesis dan mengacungkan pedang pendeknya di depan Gaara. Menebasnya di udara sesaat dan langsung berlari menerjang Gaara yang sudah bersiap menahan serangan dari Naruto. Gaara menunduk saat Naruto menusuk bagian dadanya. Ia menendang pergelangan tangan Naruto dan menyambar pedang pendek yang terlepas dari tangan Naruto.

Seolah sudah memprediksi hal tersebut, Naruto menginjak kaki Gaara dan menendang pelipis Gaara dengan ujung tumitnya. "Gaahhh.." Gaara kembali mengerang, ia mundur beberapa langkah dari Naruto dan melakukan tendangan berputar.

Naruto menahan serangan Gaara, kaki Gaara yang berniat menendang pelipis kanan Naruto malah tertahan di udara. Naruto menyeringai dan memukul pergelangan kaki Gaara, kemudian menghempaskan kaki Gaara berserta tubuhnya ke arah dinding sebelah kiri mereka.

Gaara langsung menahan tubuhnya dengan kaki kanan. Kaki kirinya sendiri berdenyut-denyut akibat serangan Naruto. Tubuhnya yang limbung jatuh dan menghantam tanah. Gaara bangkit berdiri dengan cepat, pakaian serba putihnya sudah kotor oleh debu dan air dari gang sempit yang menjadi arena bertarung mereka.

Gaara bersiap menyerang Naruto kembali seandainya sebuah katana tidak menghalangi langkahnya. Gaara mendongak, menatap sosok pria yang mengenakan hakama dengan tidak benar, sehingga dada bidangnya terekspor dengan jelas.

"Sudah cukup, kalian berdua. Kita kembali." Ujar sosok itu dingin. Wajahnya datar dan menatap Naruto dan Gaara dingin.

Naruto tampak kesal dengan kehadiran orang itu, "Apa hakmu memerintah kami, teme?" sergah Naruto tidak terima. Ia memasang wajah tidak suka.

"Jelas, dobe. Kakashi-sensei menyuruhku 'menjemput' kalian." Kata Sasuke kesal. Ia tampak muak mengurusi teman-tapi-musuhnya itu.

Susah-susah ia mengejar dan menjemput Naruto dan Gaara yang kabur dari latihan dan malah berlatih dengan berlebihan di luar arena sekolah, tapi pria blonde itu malah sama sekali tidak menghargainya. 'Harusnya orang lain saja yang menjemput mereka berdua.' Pikir Sasuke geram.

"Hahh, sudahlah kalian. Kita pulang sekarang Naruto." Gaara akhirnya buka suara dan menyeret Naruto mengikuti Sasuke yang sudah pergi terlebih dahulu.

Naruto mendecih dan membiarkan dirinya ditarik oleh Gaara. Sesaat ia bisa melihat iris mata yang sangat familier di sudut gang tadi. Tapi ia memilih mengabaikan dan mulai melompati atap seperti Gaara dan Sasuke yang sudah jauh meninggalkannya.

Sampai sosok ketiga pemuda itu menghilang di tengah kegelapan malam, iris sewarna batu amethsty itu terus mengintai di balik bak tong sampah besar di dekat Gaara terakhir kali terjatuh. Ia terus mengamati bak kucing mengamati mangsanya. Manik matanya bersinar, seolah ia telah menemukan mangsa yang telah lama diincarnya.

Senyum tipis tercetak di wajahnya yang berkulit pucat. Ia tampak seperti tengah menyeringai lebar di kegelapan yang seolah menelannya bulat-bulat.


Naruto melangkah menuju sebuah taman di samping mensionnya. Taman itu luas, sangat malah. Dengan rumah kaca, kolam ikan, dan taman batu memenuhi bagian samping mensionnya itu. Juga ada kursi panjang bercat putih kesukaannya. Dan jalan kecil dari rumput yang kini membawanya ke taman belakang yang tiga kali lebih luas.

Sebenarnya bagian samping dan belakang mensionya di batasi oleh pagar putih setinggi satu meter, dan jalan rumput itulah satu-satunya akses menuju taman belakang dari taman samping. Tapi Naruto tidak melihat jalan itu padahal jelas baru setengah jalan ia lalui. Naruto kini malah berdiri di sebuah ayunan di taman depan dan anehnya lagi ia bisa melihat dirinya saat kecil di ayunan lainnya.

Saat Naruto hampir bersuara, sosok lain memasuki indra pengelihatannya. Sosok gadis manis dengan surai indigo pendek yang tengah menatap sosok kecilnya marah. Naruto besar jelas mengenali sosok itu karena matanya melebar tidak percaya.

"Dia? Kenapa ada dia?"

Naruto terus berpikir saat menyaksikan ingatan kilas baliknya. Saat ia masih berusia enam tahun dan gadis di hadapannya memarahi dengan suara kecilnya yang membuatnya tampak imut. Tapi tidak di telinga Naruto yang masih merasa ngeri pada sosok itu walau ia sudah lama tidak melihatnya.

Gadis itu adalah teman kecil Naruto seperti Gaara dan Sasuke. Bedanya, Naruto berani melawan Gaara dan Sasuke, tapi tidak dengan gadis itu. Baginya, gadis itu sama seramnya dengan Ibunya. Wajah yang mencebik imut itu bagaikan iblis penjabut nyawa di mata Naruto. Tapi gadis itu juga sama pentingnya dengan Ibunya.

Ngomong-ngomong tentang Gaara dan Sasuke, seingat Naruto ia baru saja melakukan 'Latih Tanding' melawan Gaara yang langsung dihentikan oleh Sasuke saat ia hampir saja menang. Memang sih, itu kesalahannya karena keluar dari batas teritorial yang ada. Tapi tetap saja menyebalkan.

Naruto kembali fokus pada dua anak kecil di sampinganya. Gadis itu sudah tidak lagi memasang wajah kesal. Gadis itu malas tengah menarik sosok kecilnya masuk ke dalam mensionnya yang besar. Sepertinya menuju dapur, karena mereka berbelok ke kiri dimana dapur besar mension Naruto berada.

Pemandangan di depan mata Naruto kembali berubah. Kali ini sebuah ruang kelas menjadi latar belakang tempatnya berada. Ia kini tengah terduduk manis di atas meja guru yang diyakininya ruang kelasnya saat kelas satu. Lalu di dekat jendela, seorang gadis tengah menatap keluar kelas dengan efek tirai yang bergerak-gerak tertiup angin. Rambutnya yang sepanjang punggung juga ikut menari-nari nakal, membuat si gadis terus-menerus menyelipkan anak rambut ke belakang telinga.

Tiba-tiba gadis itu menoleh ke arah Naruto, lebih tepatnya ke arah sosok lainya yang tengah terduduk tepat tiga bangku di depanya. Gadis itu mendesah lama, yang lebih terdengar seperti desah kecewa di telinga Naruto.

Naruto ingat kejadian ini, tepat satu setengah tahun yang lalu, saat terakhirnya melihat gadis itu dengan mata biru saffirnya. Saat itu, gadis itu menodongnya dengan pisau dan mengancam Naruto dengan wajah seramnya. Meminta (menyuruh) agar Naruto tidak berhenti berlatih dan bisa mengalahkanya saat kembali nanti. Yang menurut Naruto seperti ucapan perpisahan tidak langsung.

Sampai sekarang Naruto belum kembali bertemu gadis itu. Kalau boleh jujur, sebagian hatinya sangat merindukan gadis itu. Dan sebagiannya lagi takut gadis itu kembali dan menyiksanya lebih dari yang dulu.

Naruto menggelengkan kepalanya dengan pelan, menghapus pemikiran bodohnya dan kembali mengamati apa yang gadis itu lakukan pada sosoknya yang lain. Gadis itu mendekat pada sosok Naruto yang tengah mengenakan seifukunya. Kemudian memeluk tubuh pria itu dengan erat seolah enggan melepasnya.

Naruto ingat begaimana cara gadis itu memeluknya, mendekapnya erat namun lembut di saat yang bersamaan. Tidak lama gadis itu memeluknya, hanya sekitar setengah menit kemudian melepaskanya. Tersenyum meremehkan, gadis itu melangkah menjauhi sosok Naruto yang lain. Kemudian pandangan Naruto mejadi buram dan gelap lalu semuanya menghilang.


Naruto membuka manik biru saffirnya yang sedari tadi terpejam. Diliriknya jam di dinding yang kini menunjukan pukul dua dinihari. Mimpi itu masih sedikit memenuhi kepalanya, Naruto sendiri tidak tahu kenapa ia tiba-tiba memimpikan teman masa kecilnya itu. Tiba-tiba saja ponselnya bergetar, mengalihkan perhatian Naruto dari lamunannya. Ia segera meraih gadget berwarna hitam itu dan membuka pesan yang baru saja ia terima.

'Satu Pesan Masuk. Dari Sasu-Teme' Naruto menyernyitkan dahinya bingung. Tidak biasanya pria macam Sasuke mengiriminya pesan di jam seperti ini, pikir Naruto. Jemarinya menyentuh layar ponselnya dan pesan itu terbuka, menampilakan sederet huruf kanji yang dibaca Naruto dengan cepat.

'Aku akan menjemputmu lima belas menit lagi, bersiaplah atau aku akan mendobrak paksa kamarmu.

Sabaku T.'

Naruto tidak bisa menahan keterkejutanya. Alis kirinya terangkat naik saat melihat nama yang tertera di bagian bawah pesan masuknya. 'Untuk apa Temari-nee memakai ponsel Sasuke?'. Dahi Naruto semakin mengerut saat melihat batas waktu yang Temari berikan untuknya.

'Lima belas menit.' Naruto melirik jam pesan itu masuk 02.25, kemudian melirik waktu di kanan atas ponselnya, 02.30. 'Oh, shit. Tinggal sepuluh menit.' Tanpa menunggu lama Naruto menuju kamar mandinya untuk mencuci muka dan mengganti pakaiannya. Kemudian lengannya menyambar sebuah tas dan memasukan dompet, ponsel, dan beberapa keperluan lainnya.

Ia berjalan keluar dengan perlahan. Sepatu ketsnya menimbulkan bunyi berderap pelan yang terdengar sangat jelas di mension Namikaze yang tampak lenggang. Melihat pukul berapa saat ini, Naruto pikir itu sangat normal. Setelah mencapai pintu bagian depan dan membukanya, Naruto bisa melihat sosok Sasuke dan Temari di samping sebuah mobil sport hitam metalik.

Jujur, Naruto cukup heran melihat Temari bisa bersama Sasuke mengingat mereka selalu bertengkar karena hal sepele. Berbeda jika bersama dengan Shimakaru, Temari tampak lebih cerewet dan berisik saat bersama dengan Sasuke dan Sai. Mungkin kedua orang itu sama seperti adiknya, jadi Temari mencereweti dua orang itu sama seperti ia mencereweti Gaara, adiknya.

Naruto meringis pelan saat melihat Temari mulai mengepalkan tangannya dan menunjukan pada Naruto dengan mimik wajah kesal. Sasuke sih tidak mau ambil pusing. Ia lebih senang mendengarkan musik dari iPodnya. Terbukti dari headphon hitam yang menggantung di telingannya. Pria itu menaikan kaca mata hitamnya saat melihat sosok Naruto dan membuka pintu mobilnya.

Temari dan Naruto ikut masuk ke dalam mobil yang diiringi suara Temari yang tengah memarahi Naruto karena terlambat tujuh menit tiga belas detik. Mobil sport itu berlalu dari kediaman Namikaze dalam hitungan detik.


Naruto mencebik kesal saat melihat ruang kelas khusus telah sepi oleh manusia. Kelas malam itu kosong, hanya ada beberapa orang di sana yang sibuk dengan urusannya sendiri. Mengabaikan Naruto seorang diri, padahal mereka harusnya tahu orang seperti apa Naruto itu. Orang yang tidak bisa diam dan harus selalu di temani atau ia akan mengamuk.

Sebenarnya ia bingung mengapa Temari dan Sasuke menjemputnya tadi. Ia pikir ada hal penting apa sampai dua orang yang paling tidak akur dengannya itu sampai mau menjemputnya. Tahunya, setelah mereka sampai, Temari dan Sasuke langsung meninggalkannya di pintu depan.

Naruto melirik Sai yang duduk di hadapnnya. Pria itu tengah melukis sesuatu dengan cat airnya. Wajahnya tampak damai, sama sekali tidak menghiraukan Naruto yang tengah menatapnya tajam. Di samping kiri Naruto ada Sasuke yang tengah mengaca dengan narsisnya. 'Mungkin membersihkan giginya dari kulit tomat.' Pikir Naruto tidak ambil pusing walau wajahnya menyiratkan rasa jijik.

Di dekat pintu, ada Ino dan Temari yang tengah mengobrol entah tentang apa Naruto tidak mengerti. Tapi tentu saja Naruto tidak akan ikut mengobrol bersama mereka seperti;

"Konbawa, Ino, Temari-nee"

"Oh, Naruto. Konbawa." Balas Temari diiringi senyum tipis.

"Konbawa, Naruto." Ino membalas singkat.

"Malam ini cerah ya? Tahu ngak? Harga lipstick di toko B sedang diskon?" tanya Naruto dengan wajah ala ibu-ibu arisan tukang gosip.

.

.

.

Hening sejenak dalam otak Naruto. Mungkin pria bersurai blond itu harus pergi dari sana sebelum ia menjadi gila atau mungkin lebih parah, menjadi pria-tidak-wanita-juga-bukan macam Deidara. Jika ia lebih lama di sana mungkin otaknya itu bisa rusak. Dan soal pemikirannya tadi..

Rasanya Naruto hanya perlu melupakanya dan manganggapnya angin lalu sebelum ia benar-benar menjadi pria yang kejantanannya dipertanyakan seperti si Hebi, Orochimaru. Naruto meringis dalam hati, kemudian beranjak pergi dari kelas itu yang diiringi wajah tidak mengerti dari Sasuke.


Dan di sinilah ia sekarang, duduk-duduk di paviliun tempat ia dan teman-temannya biasa berkumpul untuk makan siang, dengan angin malam musim gugur menjadi teman bisu. Angin yang berhembus kencang sepertinya tidak menggoyahkan keinginan Naruto yang ingin berada di sana lebih lama lagi.

Naruto mendongak, menatap langit cerah tanpa awan penuh bintang. Langit yang sangat gadis itu sukai. Naruto tersentak dengan pemikirannya sendiri. Apa ia barusan sedang memikirkan gadis di mimpinya? Apa karena ia baru saja memimpikan gadis itu?

Naruto sendiri tidak tahu dengan pasti jawabannya. Yang jelas ia hanya ingat apa saja yang gadis itu sukai. Dari bunga, makanan, minuman, musim, warna, benda, lagu, sampai angka kesukaanya. Naruto bukannya sengaja mengingat itu semua. Hanya saja otaknya tanpa diperintah mengingat itu semua dengan pasti, tanpa terlewat satu hal pun. Bahkan hal terkecil dari gadis itu.

Naruto mendesah petus asa saat bayangan gadis itu tidak lekas hilang dari pikirannya. Ia malah semakin mengingat semua hal tentang gadis itu tanpa terlewat satu pun. Ia bahakan mengingat kejadian yang menrutnya tidak penting dengan mendetail.

Naruto terus asik dengan pikirannya sampai suara berat khas laki-laki mengintupsinya. Mengambil sebagian jiwa Naruto yang tengah asik dengan alam pikirannya hingga pria blondie itu sadar sepenuhnya.

"Yo, Naruto! Sedang apa kau di situ? Mau mati kedinginan ya?" tanya Kiba sinis. Kemudian tertawa keras seolah menertawakan kesintingan Naruto yang berada di luar malam-malam saat pertengahan musim gugur.

"Urusai, baka Inu!" balas Naruto sarkastik. Pria itu memanyunkan bibir atasnya, membuat wajah manisnya kian bertambah imut. Tapi Kiba yang melihatnya malah memasang wajah ingin muntah. Begitu pula Akamaru yang ada di pelukan Kiba. Anjing itu menggonggong dengan nada jijik.

"Kau ini.. Aku mau susah-susah kemari, kau malah bersikap menyebalkan seperi itu. Tahu begitu lebih baik aku tidak ke sini saja. Dasar!" cerocos Kiba panjang lebar. Seolah tidak peduli dengan mimik wajah Naruto yang kian bertambah kesal.

"Apa katamu saja lah." Naruto memutar matanya bosan, "Mau apa kau ke sini? Jangan bila mau mengencani salah satu yurei di sini? Mentang-mentang kau jomblo."

Kali ini Kiba yang mendelik kesal. Dia memang jomblo (singel lebih tepatnya), tapi tidak sampai segitunya sampai ia mau sama yurei jejadian macam Naruto. Ah, lupakan saja, tidak penting, pikirnya.

Kiba berdehem singkat, kemudian membuka mulut berniat menyampaikan maksud dari kedatangannya ke situ, "Tsunade-sama mencarimu. Dia bilang ada kejutan 'kecil' di ruang kepala sekolah."

Naruto menangakat salah satu alisnya tinggi-tinggi. Bingung. Tapi, sebagian kecil hatinya merasakan firasat buruk tentang ini. Tapi di buangnya perasaan itu jauh-jauh. Tidak ingin ber'negatif thinking' pada Neneknya.

"Shion juga di panggil?" tanya Naruto ragu.

Kiba mengendikan bahunya acuh dan melangkah meninggalkan Naruto. Pria pencinta anjing itu sama sekali tidak menilik wajah Naruto yang seolah tengah menahan buang air besar. Mungkin Kiba tahu apa yang terjadi karena pria itu menyeringai tipis setelah berbalik pergi. Tapi, mungkin pria itu juga tidak tahu karena ia juga bingung tentang apa yang Nenek-tapi-muda itu siapkan.

Naruto memilih bangkit dan segera masuk ke dalam gedung sekolah. Mengabaikan semua perasaan buruk yang menghinggapi pikirannya. Toh ia bukan orang yang terlalu banyak berpikir seperti Shikamaru dan Sasuke. Jadi jalani saja, kalau hal itu buruk yang tinggal kabur. Toh tidak ada salahnya pergi, ia bisa kembali kapan saja. Tapi, itu pun kalau ia bisa kembali.


Naruto membuka pintu ruang kepala sekolah yang simpel tapi rapi. Cukup mengherankan karena yang menempati adalah wanita usia enam puluh tahunan yang gila judi dan mabuk-mabukan. Pasti Shizune, wakil kepala sekolah, sudah bekerja sangat keras untuk membuat ruangan itu tetap rapi.

Naruto memilih mengabaikan dan fokus pada wanita berwajah muda di hadapannya. Tsunade duduk tenang di tempatnya dengan tangan terlipat di atas meja. Mata coklat mudanya menatap Naruto dalam-dalam.

"Yo, Baa-chan." Naruto menyapa Tsunade layaknya menyapa teman sebayanya. Kemudian ia duduk di sofa yang tidak jauh dari meja Tsunade, kakinya berselonjor di atas meja tanpa memperdulikan tatapan tajam dari Tsunade.

"Namikaze-san, kalau kau tidak keberatan panggil aku Kepala Sekolah dan bersikaplah sopan." Ucapnya dengan senyum di wajah. Bukan tipe senyum manis dan ramah, tapi senyum mengancam yang membuat Naruto langsung menurunkan kakinya.

"Ada urusan apa Tsunade-sama memanggilku?"

Tsunade tersenyum puas, "Kau dapat misi baru. Berterima kasihlah aku memilihmu bukan orang lain."

Naruto menaikan alis kirinya tinggi-tinggi, bingung. "Maksud Baa-chan?" saking bingungnya, Naruto bahkan lupa memanggil Tsunade-sama pada Neneknya itu. Namun dalam hati ia meruntuk, 'Tidak, lebih baik aku merawat taman Kaa-chan ketimbang melakukan misi tidak jelas yang mungkin saja membahayakan nyawaku.'

"Kau akan dapat rekan baru. Yah, tidak benar-benar baru, tapi sudah lama kau tidak bertemu dengannya kan?"

Naruto semakin bingung dengan perkataan Tsunade. Di tatapnya wanita yang menjadi ibu ayahnya itu. Tiba-tiba entah kenapa Naruto mendapatkan firasat buruk tentang misi barunya ini. Rasanya ada perasaan gelisah menekan dadanya.

"Misinya akan kuberitahu nanti." Naruto bisa melihat senyum di wajah Tsunade, "Kau, masuk." Perintah Tsunade entah kepada siapa di luar ruangan.

Pintu bercat coklat emboni itu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok seorang gadis bersurai panjang yang baru saja muncul di mimpi Naruto. Lama Naruto menatap gadis itu dalam keterkejutannya. Gadis itu seolah mengidahkan keberadaan Naruto dan melangkah masuk ke dalam ruangan. Kemudian berhenti tepat di samping Tsunade.

"OMAEEE..." Teriakan Naruto menggema di seluruh ruangan kepala sekolah, jari telunjuknya menuding gadis itu.

Si gadis hanya menyeringai kecil dan memberi salam kepada Naruto gadis itu bahkan membungkuk sopan pada Naruto, "Konbawa, Naruto-kun." Dan dunia Naruto seakan runtuh saat itu juga. Hilang dan gelap, buram. Ia pingsan di tempatnya berdiri.

*Tsuzuku*


Mungkin chapter ini masih membingungkan dan banyak typo yang tidak termaafkan saking banyaknya. Tapi, review anda sekalian sangat dibutuhkan di sini.