Disclaimer: Amano Akira.
Warning: 8!YL. Drabble.
—Giotto, S. Tsunayoshi.
.coba pejamkan mata; lihat warna emas?.
Banyak orang menyatakan, bahwa keinginan terambang sukar terkabul. Dapat menyentuh dengan ujung kuku saja, tergolong beruntung. Asumsikan, seperti menemukan cecurut berkelas, jas mahal dikenakan, pergelangan tangan mungil dihiasi jam perak, uang berlimpah, naik kasta—tunggu, artikan cecurut secara literal. Sulit dipercaya, tapi tidak mustahil. Dapat saja kalian mendandani si cecurut sampai rupawan, namun pertanyakan. Apakah rasa jijik dapat luput dalam sekejap?
Tsunayoshi pantas berbangga, atas asumsi barusan. Hologram juga bagian dari harapan terambang, karena anak tunggal Sawada tidak terlampau bodoh untuk mengharapkan tubuh mati tersisa tulang. Jadi ketika sosok pendahulu muncul di hadapannya dengan senyum hangat sebagai sambutan, wajar saja sudut mata memberikan akses bagi air mata untuk jatuh; tidak deras.
"Coba pejamkan mata," kata Giotto.
Perintah tidak mungkin ditolak. Karena sekali lagi, Tsunayoshi paham apa yang harus dilakukan. "Sudah, Primo." Mata benar-benar terpejam, kali ini berbeda. Bukan hitam tanpa batas yang jadi panorama awal. Butiran-butiran sekecil pasir dengan warna emas memenuhi benak. Sempat berpikir soal tingginya imajinasi, tapi ditepis.
"Lebih baik dibanding hitam?" tanya Vongola Primo. Tubuh hologram tidak memperburuk kualitas suara.
Anggukkan. "Uh-huh."
Tsunayoshi benar-benar membuka mata ketika Giotto tertawa kecil. Jiwa muda masih dapat dilihat jelas oleh Decimo, meskipun yang ada di hadapannya adalah hasil kerja mesin berkarat—masih berfungsi, ajaibnya. "Warnanya sama dengan tulisan yang kuukir untukmu. Sudah, ya."
"A-Apa?" Responnya adalah penutup konversasi. Terambang pula, seperti harapannya untuk bertemu sang pendahulu. Sekali lagi air mata menerobos, hologram dengan pembicaraan singkat dapat dikatakan sebagai bukti bahwa Giotto akan meluangkan waktu untuk menariknya dari kesengsaraan. Benda persegiempat dengan berat dua kilo hancur secara otomatis, mungkin sudah direncanakan sejak awal.
Tapi sekali lagi, Tsunayoshi pantas berbangga.
.end.
"Tulisannya berwarna emas, panjang sekali. Kaudapat membacanya ketika sudah berhadapan dengan pintu surga. Jangan jadikan hal ini sebagai alasan bagimu, untuk mempercepat kematian. Haha."
a/n
aw nulis apa gue.
buon compleanno, tsuki-san (profe fest)! sorry cuma bisa ngasih ginian, semoga yang diinginkan terkabul, ya. cie makin tua lmao. oh, oh. pertamakalinya gue nulis G27. /)A(\
