PROLOG
Ketika malam itu bergayut, Ten duduk termenung di atas ranjang, entah kenapa malam ini tidak seperti biasanya. Ten merasa ngeri, rasa ngeri ini hampir sama dengan kengerian yang selalu menyerangnya di malam-malam dulu. Burung di pepohonan depan yang rimbut berbunyi-bunyi dengan suara menakutkan, mencicit seolah memberi pertanda.
Tetapi pertanda apa?
Ten bolak-balik memeriksa alarm pintunya, dan menghela napas panjang. Alarm sudah terpasang dengan sempurna, pintu sudah tertutup rapat dengan kunci dan gerendel terpasang. Kenapa dia tetap merasa takut?
Ten masuk lagi ke kamar, mengunci pintu kamarnya dan berbaring, menarik selimutnya sampai ke punggung. Seharusnya dia sudah merasa bebas, seharusnya dia tidak didera ketakutan lagi. Tetapi kenapa perasaan ini sama? Rasanya sama seperti dulu...jauh di masa lalu, dimana kenangan buruk menyeruak, kenangan yang sangat ingin dilupakannya.
Tiba-tiba terdengar suara keras di pintu belakang rumahnya. Ten begitu terperanjat sampai terlompat dari tempat tidurnya. Jantungnya berdebar dengan keras, dia menatap ke arah pintunya dan meringis...
Apakah dia tadi sudah mengunci pintu kamarnya?...Apakah ada seseorang yang menerobos pintu belakangnya? Bagaimana kalau orang itu masuk ke kamarnya?
Pertanyaan-pertanyaan itu mendorong Ten melompat panik, dan kemudian memeriksa kunci pintu kamarnya.
Terkunci...tentu saja...
Ten menghela napas panjang, dan menyandarkan tubuhnya di pintu. Lama dia menunggu, mungkin akan ada suara-suara lagi diluar sambil menahankan debaran jantungnya yang membuatnya makin sesak napas.
Tetapi suasana sungguh hening, tidak ada suara apapun. Ten bahkan merasa bahwa dia hampir mendengar debaran jantungnya sendiri yang berpacu dengan begitu kuatnya.
Apakah suara di pintu belakangnya tadi hanyalah halusinasinya?
Setelah menghela napas panjang, Ten membuka kunci pintunya. Dia tahu bahwa dia telah melakukan tindakan bodoh seperti di film-film horor yang sering dilihatnya, mendengar suara aneh... bukannya lari dan bersembunyi tetapi malahan mendatangi bagaikan ngengat yang tertarik mendatangi api yang akan membunuhnya.
Rumah Ten kecil sehingga kamarnya langsung mengarah ke ruang tamu yang merangkap sebagai ruang keluarga dengan TV besar mendominasi bagian tengahnya, lalu ada lorong kecil ke area dapur... dapur tempat suara itu berasal.
Ten menyalakan lampu ruang tengah dan menghela napas panjang ketika menyadari bahwa tidak ada siapapun di sana. Jantungnya makin berdebar ketika menunggu melangkah ke arah dapur... di sana gelap dan pekat. Dengan hati-hati Ten menyalakan saklar lampu tetapi langsung mengerutkan kening ketakutan ketika saklar itu putus. Lampu dapur tidak menyala dan Ten mengernyit menyadari kegelapan di depannya. Tangannya meraba-raba mencari ponsel yang tadi sempat dimasukkannya ke dalam saku piyama.
Dengan pencahayaan ponsel yang seadanya, Ten melangkah maju memasuki area dapur itu. Cahayanya gelap dan remang-remang, membuat Ten merasakan bulu kuduknya berdiri. Tampaknya di dapur tidak ada siapapun. Tetapi kemudian mata Ten terpaku pada sesuatu di dapur. Sesuatu yang membuat jantungnya berpacu cepat dan wajahnya pucat pasi. Sesuatu yang memancarkan cahaya lembut berwarna kuning redup terselubungi lilin yang berwarna biru.
Masa tenang kehidupannya sudah berakhir...impian untuk menjalani hari-harinya seperti orang biasa musnah sudah.
Ten berpegangan ke dinding untuk menopang kakinya yang gemetaran, matanya menatap ke arah benda itu. Sebuah tanda...tanda yang samar-samar menyeruak ke dalam alam bawah sadarnya, menarik ingatan Ten yang telah lama hilang dan mengingatkannya.
Seketika pengetahuan mendalam muncul di benak Ten, membuatnya merasakan ngeri yang luar biasa. Lilin berwarna biru yang menyala itu adalah tanda, tanda yang ditinggalkan oleh sang pembunuh paling kejam yang dia tahu entah kenapa.
Pembunuh itu sudah menemukannya...
Selesailah sudah. Nyawa Ten mungkin tinggal beberapa saat lagi. Matanya melirik ketakutan ke arah tanda di meja dapurnya.
Lilin berwarna biru itu...jumlahnya ada sembilan buah ...diletakkan dengan rapi dan diatur indah setengah lingkaran di atas meja dapurnya, cahaya redupnya tampak kontras dengan ruangan dapur yang gelap gulita...
Lalu seperti muncul begitu saja dari bayangan gelap di belakangnya, jemari yang kuat tiba-tiba menyentuh lehernya dari belakang, lembut dan tenang. Ten tercekat, tetapi tidak bisa memberontak, pada akhirnya yang bisa dilakukannya hanyalah memejamkan matanya.
###
Tanpa perlawanan yang berarti tubuh Ten lunglai dalam pelukannya, ada rasa sakit dan terkejut luar biasa di sana. Mata Ten yang membelalak mengatakan demikian. hingga beberapa detik kemudian, mata Ten kehilangan cahayanya, menutup dengan lemah, meninggalkan bercak gelap yang merintih tak bersuara disana.
Sang Pembunuh alih-alih melarikan diri terburu-buru, malahan dengan tenang mengangkat tubuh Ten yang pingsan dengan kedua tangannya, ke sudut ruangan, ke bagian ruang tengah rumah berlantai kayu yang dipernis mulus itu. Dia duduk disana dan memangku tubuh Ten yang lunglai tanpa daya, dibelainya rambut hitam Ten, diciuminya aroma leher korbannya. Sungguh diperlakukannya Ten bagai kekasih tertidur yang akan ditinggal pergi diam-diam. Sorot mata Sang Pembunuh adalah sorot mata kekasih, penuh cinta dan harapan yang meluap-luap.
Bukan sekali dua kali ini ia membereskan seseorang yang lemah seperti Ten, ia sering menyebutnya "order kecil". Cepat, mudah dan tak jarang korbannya cantik luar biasa, seperti apa yang dilihatnya sekarang. Anehnya Sang Pembunuh selalu saja menetapkan harga yang amat sangat tinggi untuk order kecil seperti ini.
Tanpa alasan jelas, ia selalu bilang begitu kepada kliennya, karena tak mungkin mereka mengetahui bahwa Sang Pembunuh adalah pemuja wanita, butuh pengorbanan besar dari nurani untuk membunuh seseorang, tetapi bahkan ia akan mengorbankan lebih besar lagi untuk membunuh Ten, satu-satunya pemuda yang telah menyentuh hatinya.
Bibir sang pembunuh menyentuh bibir Ten, melumatnya lembut penuh cinta. Sebelum akhirnya gelap dan pekatnya malam yang semakin dalam, menelan mereka berdua.
Annyeong...
aku balik lagi dengan ff remake hahaha...
entah kenapa pingin ngeremake lagi padahal ff remake Cruch in Rush belum kelar
Tapi aku cuma up prolognya aja kalau ada yang minat bakal aku lanjutin tapi gatau kapan bakal up chapter 1 mungkin nunggu ff remake Cruch in Rush tamat kekeke soalnya aku sibuk banget biasalah namanya juga mahasiswa #gaknanya heheh
sampai disini dulu cuap-cuapnya...
See you muachhh...
