A KaiSoo Fanfiction

Cast :

Do Kyungsoo (Genderswitch), Kim Kai, Kris Bastien (demi kelancaran cerita, nama Kris saya ganti), Jessica Jung dll

Genre :

Romance, Hurt

Discalimer :

Fanfiction ini adalah remake dari sebuah Novel berjudul 'Autumn In Paris' yang ditulis oleh Illana Tan. Jadi saya hanya mengubah nama dan sedikit dari beberapa hal yang memang diperlukan untuk memperlancar jalan cerita ini ^^

Silakan membeli novel asli milik kak Illana Tan jika ingin mengetahui versi aslinya ^^

Multichapter | Genderswitch | PG-15 | DLDR

Autumn In Paris

Chapter 1

PROLOG

JALANAN sepi.

Langit gelap.

Angin musim gugur bertiup kencang.

Ia merapatkan jaket yang dikenakannya, namun tubuhnya tetap saja menggigil. Bukan karena angin, karena saat ini ia sama sekali tidak bisa merasakan apa pun. Sepertinya saraf-sarafnya sudah tidak berfungsi. Ia tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa bersuara, dan tidak bisa merasakan apa-apa.

Kecuali rasa sakit di hatinya. Ia bisa merasakan yang satu itu. Sakit sekali...

Butuh tenaga besar untuk menyeret kakinya dan maju selangkah. Sebelah tangannya terangkat ke dada, mencengkeram bagian depan jaket. Tangan yang lain terjulur ke depan dan mencengkeram pagar besi jembatan. Pagar besi itu seharusnya terasa dingin di tangannya yang telanjang, tapi nyatanya ia tidak merasakan apa pun walaupun ia mencengkeram pagar besi itu sampai buku-buku jarinya memutih.

Matanya menatap kosong ke bawah. Permukaan sungai terlihat tenang seperti kaca besar berwarna hitam yang memantulkan cahaya dari lampu-lampu di tepi jalan.

Air sungai itu pasti dingin sekali. Ia pasti akan mati kedinginan bila terjun ke sungai itu. Mati beku.

Ia hanya perlu membiarkan dirinya jatuh. Setelah itu seluruh tubuhnya akan membeku. Rasa sakit ini juga akan membeku. Ia tidak akan merasakannya lagi.

Autumn In Paris™

Ruangan itu sudah sepi sejak satu jam yang lalu. Semua lampu sudah dimatikan, kecuali yang terdapat di sudut ruangan dekat jendela. Lampu di sana masih menyala karena masih ada seseorang di sana. Gadis yang menempati meja di dekat jendela itu sebenarnya tidak benar -benar membutuhkan penerangan karena ia tidak sedang bekerja.

Do Kyungsoo duduk bersandar di kursi dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Keningnya berkerut dan matanya menyipit menatap lekat-lekat ponsel yang tergeletak di meja kerjanya. Ia menggigit bibir dan tidak habis pikir kenapa ponsel imut dengan berbagai macam hiasan gantung itu tidak berdering, tidak berkelap-kelip, tidak bergetar, tidak melakukan apa pun!

Ia memutar kursi menghadap jendela besar dan memandang ke bawah, memerhatikan mobil -mobil yang berseliweran di jalan raya kota Paris dengan tatapan menerawang. Langit sudah gelap. Ia melirik jam tangan dan mendesah. Jam tujuh lewat. Dengan sekali sentakan ia memutar kembali kursinya menghadap meja kerja.

"Ke mana saja kau?" desis Kyungsoo sambil mengetuk-ngetuk ponselnya dengan kukunya.

"Kau bicara dengan ponsel?"

Kyungsoo mengangkat wajah dan menoleh. Jessica Jung yang baru masuk ke ruangan tersenyum kepadanya. Jessica manis yang berambut pirang emas sebahu, bermata hijau, dan berhidung berbintik-bintik itu berusia 29 tahun, beberapa tahun lebih tua daripada Kyungsoo, tapi secara fisik wanita itu tidak terlihat seperti wanita Eropa seusianya. Ia mempunyai darah Korea – Eropa dari ayah dan ibunya. Dan sepertinya bentuk fisik dari negara asal ibunya berhasil mendominasi dalam dirinya. Perawakannya kurus, kecil, dan dengan wajah seperti gadis remaja. Di satu sisi Jessica menyukai kenyataan itu—siapa yang tidak suka punya wajah awet muda? Tapi di sisi lain ia dongkol setengah mati kalau ada orang yang menganggap remeh dirinya karena berpikir ia masih remaja ingusan.

"Sudah selesai siaran?" Tanya Kyungsoo ringan sambil mencondongkan tubuh ke depan, menumpukan kedua siku di meja dan bertopang dagu.

Jessica mengangguk dan berjalan ke meja kerjanya yang persis di depan meja Kyungsoo. "Bukankah kau sudah selesai siaran sejak...," ia melirik jam dinding, "satu setengah jam yang lalu?" tanya Jessica dengan alis terangkat.

Kyungsoo mendesah. "Memang," jawabnya lemas. Ia menunduk dan menyandarkan kening di meja, lalu mendesah keras sekali lagi.

Mereka berdua sama-sama penyiar di salah satu stasiun radio paling populer di Paris. Jessica lebih senior daripada Kyungsoo, dan siaran utama yang ditanganinya adalah Je me souviens, yaitu acara yang membacakan surat-surat dari para pendengar, sementara Kyungsoo membawakan program lagu-lagu populer dan tangga lagu mingguan.

"Hei, kenapa lesu begitu?" tanya Jessica sambil mengetuk-ngetuk pelan kepala Kyungsoo dengan bolpoin. "Bukankah biasanya kau paling suka hari Jumat?"

Kyungsoo mengangkat kepala dan tersenyum muram. Hari Jumat memang hari yang paling disukainya karena hari Jumat adalah awal akhir pekan yang ditunggu-tunggu. Tapi hari ini jadi pengecualian. Ia sedang tidak gembira atau bersemangat.

"Ooh... aku mengerti," kata Jessica tiba-tiba dan tersenyum. "Belum menelepon rupanya."

Kyungsoo menggigit bibir dan mengangguk lemah. Ia kembali melirik ponselnya. Lalu seakan sudah membulatkan tekad, ia mendengus dan meraih ponsel itu. "Lupakan saja," katanya tegas, lebih kepada dirinya sendiri. Dengan gerakan acuh tak acuh ia melemparkan ponselnya ke dalam tas tangan dan berdiri dari kursi.

"Jessica, ayo kita pulang sekarang," katanya. "Duduk mengasihani diri sendiri juga tidak ada gunanya." Jessica menatap temannya dengan bingung. "Yang mengasihani diri sendiri itu siapa?"

Autumn In Paris™

Lima belas menit kemudian, Kyungsoo dan Jessica sudah berada dalam lift kaca yang membawa mereka turun ke lantai dasar. Kyungsoo berdiri membelakangi pintu lift dan menikmati pemandangan malam kota Paris yang terbentang di depan mata. Pada awal perceraian orangtuanya dua belas tahun lalu, ia tinggal bersama ibunya di Seoul. Empat tahun kemudian, ketika berumur enam belas, ia memutuskan pindah ke Paris dan tinggal bersama ayahnya. Sejak saat itu, Paris menjadi hidupnya.

Bunyi denting halus membuyarkan lamunan Kyungsoo. Mereka sudah tiba di lantai dasar. Kyungsoo keluar dari lift dan melambaikan tangan kepada temannya. Ia memarkir mobilnya di lapangan parkir di luar gedung sementara mobil Jessica sendiri diparkir di basement. Kyungsoo tidak mendapat fasilitas parkir di basement karena ia tidak biasanya mengendarai mobil ke mana-mana. Ia lebih suka naik Metro (kereta bawah tanah di Paris) walaupun ia harus ekstra hati-hati terhadap tukang copet. Tetapi pagi ini hujan turun cukup lebat, jadi terpaksa ia naik mobil.

Kyungsoo menunggu sampai pintu lift menutup dan membalikkan badan. Ia baru saja akan melangkah ketika melihat seorang laki-laki berdiri di dekat meja resepsionis di lobi gedung. Langkah kakinya terhenti dan ia menahan napas, tapi hanya sesaat. Ia lalu memutuskan mengabaikan orang itu dan kembali melangkah.

Laki-laki itu melihat Kyungsoo berjalan terburu-buru ke arah pintu utama. Ia tersenyum dan melambai, tapi Kyungsoo mengabaikannya dan mempercepat langkah.

"Kyungsoo!"

Kyungsoo mendengar panggilan laki-laki itu, tapi pura-pura tidak mendengar. Ia keluar dari gedung dan melangkah cepat ke tempat mobilnya diparkir, berusaha keras mengabaikan bunyi langkah kaki yang menyusulnya. Angin musim gugur menerpa wajahnya dan Kyungsoo merapatkan jaket yang dikenakannya.

"Kyungsoo, tunggu sebentar."

Ketika ia hampir sampai di tempat parkir Mercedes biru kecilnya, Kyungsoo mengeluarkan kunci mobil. Terdengar bunyi pip dua kali tanda pintu mobil sudah terbuka dan ia cepat-cepat masuk. Ia baru akan menutup pintu ketika gerakannya tertahan.

"Bisa tunggu sebentar, Kyung?" tanya laki-laki itu sambil menahan pintu mobil.

"Kenapa buru-buru?"

"Mau apa?" tanya Kyungsoo dengan nada sama sekali tidak ramah. Ia menatap lawan bicaranya dengan tatapan yang dia harap berkesan tajam dan menusuk.

Kyungsoo tidak pernah tertarik dengan pria Eropa pada umumnya, dengan rambut pirang, mata biru, dan kulit putih. Tidak, ia lebih memilih yang berkulit agak gelap dan rambut gelap, atau setidaknya cokelat. Tetapi anehnya ia menganggap laki -laki jangkung berambut pirang yang berdiri di sampingnya ini menarik.

Laki-laki itu terkekeh pelan dan menunduk. Rambut pirangnya yang dipotong rapi jatuh menutupi dahinya. "Aku sedang bertanya-tanya apakah kau mau menemaniku makan malam."

Dasar laki-laki Prancis! Kyungsoo menggerutu dalam hati. Ia mendengus kesal dan melirik orang di sampingnya. Laki-laki itu sedang membetulkan letak kacamata yang bertengger di hidungnya dan seulas senyum penuh percaya diri tetap tersungging di bibirnya, seakan yakin Kyungsoo takkan menolak ajakannya. Dasar playboy!

Karena Kyungsoo tidak menjawab, pria itu menambahkan, "Aku yang traktir, tentu saja. Kau boleh memilih restaurannya."

Kyungsoo berusaha terlihat tidak peduli, tapi akhirnya ia tidak tahan lagi dan berseru, "Brengsek kau, Kris Bastien! Ke mana saja kau selama ini? Kenapa tidak meneleponku?"

Senyum Kris Bastien melebar, sama sekali tidak terpengaruh omelan Kyungsoo.

"Aku mau makan Jjajangmyeon!" kata Kyungsoo ketus. Ia bersedekap dan menatap lurus ke mata Kris.

Autumn In Paris™

Di Paris ini ada satu bistro kecil tidak terkenal yang menjadi kesukaan Kyungsoo karena mereka menyajikan masakan Kyungsoo, khususnya Jjajangmyeon kesukaannya. Bistro itu terletak di sebuah jalan kecil yang agak sepi dan lumayan jauh dari pusat kota. Tidak banyak orang yang tahu keberadaan bistro itu kecuali beberapa orang yang menjadi langgangan tetapnya, seperti Kyungsoo.

Selain ibunya, satu-satunya yang dirindukan Kyungsoo dari Korea adalah makanannya. Bukannya Kyungsoo pemilih soal makanan, tapi kadang-kadang ia bosan dengan makanan Prancis dan Jjajangmyeon yang sederhana itu bisa menjadi semacam kemewahan baginya.

Lain halnya dengan Kris. Laki-laki itu tidak terlalu suka Jjajangmyeon atau masakan Korea. Singkatnya, ia tidak terlalu suka makanan lain selain makanan Eropa.

Sewaktu membiarkan Kyungsoo memilih, ia tahu benar Kyungsoo akan memilih bistro ini karena gadis itu penggemar berat Jjajangmyeon. Tidak apa-apa. Kali ini Kris mengalah. Ia lebih suka melihat Do Kyungsoo yang sibuk makan Jjajangmyeon dengan gembira daripada Do Kyungsoo yang pura-pura tidak mengenal dirinya. Karena itu Kris harus puas dengan nasi goreng kimchi yang dipesannya. Setidaknya makanan itu kelihatannya lumayan.

"Jadi," kata Kyungsoo dengan mulut yang masih agak penuh. Ia mengunyah sebentar, menelan, lalu melanjutkan, "Ke mana saja kau seminggu terakhir ini? Kalau kau masih ingat, waktu itu kau janji mau menjemputku di bandara. Kau tahu berapa lama aku menunggu? Kalau tidak bisa menjemput, kau kan bisa menelepon? Bukankah itu salah satu alasanmu membeli ponsel? Untuk menelepon?"

Kris tidak segera menjawab. Ia menahan senyum dan berusaha meyakinkan dirinya sendiri sekali lagi bahwa ia lebih suka Do Kyungsoo yang cerewet daripada Do Kyungsoo yang pura-pura tidak mengenalnya.

"Aku tahu apa yang sedang kaupikirkan. Jangan coba-coba mengataiku cerewet," ancam Kyungsoo sambil menunjuk-nujuk dengan sumpitnya ke arah Kris dan menatapnya dengan mata disipitkan.

Mereka berdua sudah berteman sejak Kyungsoo pindah ke Paris. Mereka bertemu untuk pertama kalinya ketika Kris diajak menghadiri pesta pembukaan restoran baru ayah Kyungsoo di Quartier Latin. Kris pernah mengaku pada Kyungsoo bahwa pada awalnya ia berpikir gadis itu anak angkat karena Kyungsoo berbeda sekali dengan ayahnya. Apalagi nama mereka yang berbeda jauh.

Ayah Kyungsoo bernama James Dupont. Setelah perceraian kedua orangtuanya, Kyungsoo memutuskan untuk memakai marga ibunya di Korea, yaitu Do. Ia ingin tetap mengingat Korea sebagai kota kelahirannya serta tempat tinggal ibu kandungnya.

James Dupont adalah tipikal orang Eropa, jangkung, tampan, dengan rambut cokelat terang, hidung mancung, mata kelabu, dan kulit putih pucat, sedangkan putrinya, Do Kyungsoo, memiliki ciri-ciri dominan orang Asia, dengan rambut panjang berwarna hitam dan kulit yang putih, tapi tidak pucat. Sebenarnya kalau diperhatikan dengan saksama, Kyungsoo juga memiliki mata bulat berwarna kelabu dan hidung mancung seperti ayahnya. Hanya saja tinggi badannya tetap seperti kebanyakan orang Asia. Gabungan antara unsur Timur dan Barat membuat Do Kyungsoo memiliki wajah yang unik, menarik, dan tidak mudah dilupakan.

Pada awalnya Kris tidak terlalu peduli pada Kyungsoo karena menganggap gadis itu hanya orang asing yang belum bisa berbahasa Prancis, tapi ia salah. Bahasa Prancis Kyungsoo tanpa cela dan Kris langsung kagum, apalagi setelah tahu selain bahasa Prancis dan Korea, gadis itu juga menguasai bahasa Inggris. Bahasa Inggris Kris yang orang Prancis buruk sekali, sampai-sampai dia malu pada gadis Asia ini.

Kris kemudian menganggap Kyungsoo seperti adiknya sendiri dan mereka berdua sangat cocok. Mungkin karena mereka punya kesamaan nasib. Mereka berdua anak tunggal, orangtua mereka sudah bercerai walaupun masih berhubungan baik, dan mereka tinggal bersama ayah mereka.

"Halo? Kau mau mulai menjelaskan sekarang atau mau menunggu sampai salju turun?" Kris mengangkat wajah dan mendapati Kyungsoo sedang menatapnya dengan alis terangkat.

"Baiklah, aku minta maaf," kata Kris hati-hati dan menyunggingkan senyum seribu watt-nya. "Aku minta maaf karena tidak bisa menjemputmu di bandara. Aku juga minta maaf karena tidak menghubungimu."

"Kau ke mana saja seminggu terakhir ini?"

"Tokyo."

Kyungsoo mengerjapkan mata. "Tokyo? Jepang?"

Kris mengangguk. "Waktu itu ayahku sedang ada di Tokyo untuk urusan kerja. Hari Sabtu lalu, hari kau kembali ke Paris, aku mendapat telepon yang mengabarkan ayahku tiba-tiba jatuh pingsan di tengah rapat."

"Oh."

Kris mengangkat sebelah tangan. "Tidak usah cemas," selanya cepat ketika melihat raut wajah Kyungsoo berubah prihatin. "Ayahku hanya kelelahan dan jantungnya memang dari dulu sedikit bermasalah. Jadi aku harus langsung terbang ke Tokyo untuk menggantikannya. Aku sudah pernah cerita tentang rencana pembangunan hotel di sini yang bekerja sama dengan Jepang, bukan?"

Kyungsoo mengangguk. Ia ingat Kris pernah menyebut-nyebut tentang proyek itu. Perusahaan arsitek ayah Kris akan bekerja sama dengan perusahaan Jepang untuk membangun hotel di Paris. Kris adalah salah satu arsitek yang terlibat dalam proyek ini.

"Karena ayahku harus beristirahat beberapa hari di rumah sakit, aku yang harus melanjutkan pekerjaannya," Kris meneruskan. "Aku tidak punya banyak waktu luang untuk menelepon. Ditambah lagi perbedaan waktu yang besar antara Jepang dan Prancis. Aku tidak bisa menemukan waktu yang cocok untuk menghubungimu."

"Di mana ayahmu sekarang?"

"Sudah sehat dan kembali bekerja seperti biasa," sahut Kris, lalu mengangkat bahu dan tersenyum lebar. "Ayahku itu tipe orang yang tidak bisa diam."

Kyungsoo mengangguk-angguk, lalu menunduk memandang makanannya. Ia agak menyesali sikap gegabahnya. Marah-marah sendiri sebelum tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Bagaimana kabar ibumu?" tanya Kris mengalihkan pembicaraan.

Kyungsoo mengangkat wajahnya. "Eomma? Seperti biasa. Masih sibuk mendesain perhiasan dan aksesori."

"Belum menikah lagi?"

Kyungsoo mengangkat bahu. "Belum. Sepertinya Eomma tidak berniat menikah lagi. Sama seperti Papa, kurasa."

"Ada kabar baru apa lagi dari Korea?" tanya Kris. Ia memang tidak mengenal keluarga Kyungsoo yang ada di Korea, tapi ia suka mendengar gadis itu bercerita. Do Kyungsoo memiliki suara yang jernih dan menyenangkan. Tidak heran ia dengan mudah diterima menjadi penyiar utama program radio populer di salah satu stasiun radio paling terkenal di Paris.

"Kabar baru apa ya?" gumam Kyungsoo sambil menekan-nekan bibirnya dengan ujung sendok. "Aku bertemu sepupuku."

"Sepupumu yang mana?"

"Yang tinggal di Beijing. Aku baru tahu ternyata pacarnya artis." sahut Kyungsoo, lalu mendadak mengalihkan pembicaraan, "Ngomong-ngomong soal pacar, bagaimana dengan Jepang? Kau bertemu gadis Jepang cantik di sana?"

Kris menjentikkan jarinya. "Ah, aku hampir lupa memberitahumu."

"Apa?" Kyungsoo mengerutkan kening dan langsung waswas. Tadi ia hanya sekadar bertanya, tidak sungguh-sungguh ingin mendengar kisah cinta Kris dengan gadis Jepang atau gadis mana pun.

"Aku punya teman di Jepang," Kris memulai. "Namanya Kim Kai. Dia berdarah Prancis-Korea namun menetap di Jepang."

Kim Kai. Hmm... Sepertinya bukan nama perempuan, pikir Kyungsoo.

"Dia juga arsitek dan dia akan bergabung dalam proyek pembangunan hotel ini. Arsitek Jepang yang sebelumnya bertanggung jawab dalam proyek ini mendadak menarik diri dari pekerjaan ini. Karena itu perusahaan pihak Jepang mengusulkan agar Kai yang menggantikannya.

"Tetapi ketika aku dan ayahku bermaksud menemuinya di Tokyo, kami diberitahu dia sedang berada di Paris. Aku berhasil menghubunginya dan berjanji akan meneleponnya lagi kalau aku sudah kembali ke Paris.

Kyungsoo menunggu kelanjutannya. Ia masih belum mengerti arah pembicaraan Kris. "Jadi tadi aku meneleponnya dan memintanya datang ke sini," kata Kris ringan.

Kyungsoo mengerutkan kening. "Ke sini? Maksudmu sekarang?"

Kris mengangguk. "Ya. Kau tidak keberatan, bukan? Kau pasti akan menyukainya. Dia orang yang menyenangkan."

Keberatan? Tentu saja Kyungsoo keberatan dan ia mengatakannya langsung kepada Kris.

"Kenapa kau tidak menemuinya besok atau hari lain? Hari ini aku sedang tidak ingin berkenalan dengan orang asing."

Kris heran melihat Kyungsoo mendadak kesal. "Kai bisa berbahasa Prancis. Sangat lancar. Kau tidak usah cemas," tambahnya, salah mengerti alasan kekesalan Kyungsoo.

"Kau kira aku keberatan dengan orang yang tidak bisa berbahasa Prancis?" balas Kyungsoo jengkel. "Kau yang selalu merasa semua orang di dunia harus bisa berbahasa Prancis. Tapi masalahnya bukan itu. Aku hanya... Ah, sudahlah! Lupakan saja."

Kris memperbaiki letak kacamatanya dengan bingung.

Kyungsoo tahu Kris mengharapkan penjelasan. Sebenarnya Kyungsoo kesal karena Kris seenaknya saja mengajak temannya bergabung dengan mereka. Sudah lama ia tidak bertemu dengan Kris dan hari ini Kyungsoo ingin mengobrol berdua saja dengannya. Memangnya Kris tidak bisa menemui orang itu setelah makan malam? Memangnya Kris tidak mengerti perasaannya?

"Tapi kupikir..." Kris baru akan menjelaskan ketika ponselnya berbunyi. "Halo? Oh, Kai. Sudah sampai?"

Kris berpaling ke arah pintu dan Kyungsoo dengan enggan mengikuti arah pandangnya. Ia melihat seorang pria berwajah Asia memasuki bistro sepi itu sambil memandang ke sekeliling ruangan. Kris melambaikan tangan. Pria itu melihatnya dan tersenyum.

"Aku akan berkenalan dengannya, tapi aku tidak akan lama," kata Kyungsoo cepat. "Hari ini aku sedang tidak ingin berbasa-basi. Aku capek."

Kris tidak menjawab karena temannya sudah tiba di meja mereka.

"Kris, apa kabar? Senang bertemu lagi," sapa Kai gembira. Bahasa Prancis-nya lancar, tidak terdengar logat asing sedikit pun.

Kris berdiri, merangkul dan menepuk-nepuk punggung temannya. "Aku juga senang bertemu denganmu lagi."

Kyungsoo memerhatikan Kim Kai dengan cermat. Laki-laki itu masih muda, usianya pasti sebaya Kris, sekitar akhir dua puluhan. Bertubuh jangkung, hampir menyamai tinggi Kris, dan sedikit lebih kurus daripada Kris. Kulitnya agak kecoklatan, berbeda dengan kulit orang Jepang kebanyakan. Rambut hitamnya agak panjang—belum termasuk gondrong, syukurlah, karena Kyungsoo benci laki-laki berambut gondrong—tapi sangat bergaya. Mungkin itu model yang sedang trendi di Jepang. Cocok dengan bentuk wajahnya. Matanya tidak begitu kecil seperti layaknya orang Jepang, hidungnya mancung, dan dagunya kecil. Mungkin dikarenakan ia mempunya darah Prancis-Korea. Secara keseluruhan Kim Kai memiliki wajah yang menyenangkan... dan menarik. Kyungsoo langsung memberi nilai tujuh setengah untuknya.

Namun ada sesuatu yang mengganggu...

Kyungsoo mengerutkan kening. Laki-laki bernama Kim Kai ini sepertinya tidak asing. Tidak, Kyungsoo yakin betul ia tidak pernah bertemu laki-laki itu sebelumnya, tetapi ada sesuatu yang terasa tidak asing dari diri Kim Kai.

"Kenalkan, ini temanku, Do Kyungsoo." Kyungsoo mengalihkan pandangan dan mendapati Kris sedang menatapnya.

"Kyungsoo, ini Kim Kai," Kris melanjutkan. "Teman baikku dari Jepang yang juga mempunyai darah Korea sepertimu."

Kyungsoo memaksakan seulas senyum dan menyambut uluran tangan Kai. "Halo," sapa Kyungsoo pendek. Seperti yang sudah dikatakannya tadi, ia tidak berniat berbasa-basi.

"Halo. Kau juga berdarah Korea? Panggil aku Kai saja," kata Kai. Ia tersenyum lebar, sambil sedikit membungkuk,sama sekali tidak menyadari suasana hati Kyungsoo. "Senang berkenalan denganmu, Kyungsoo."

Alis Kyungsoo terangkat sedikit. Koreksi, nilai Kim Kai baru saja naik menjadi delapan. Ia suka cara pria itu mengucapkan namanya. Orang Prancis melafalkan namanya dengan cara yang berbeda dengan orang Korea, karena itu nama Kyungsoo selalu terdengar aneh kalau diucapkan dalam lafal Prancis. Selama ini hanya keluarganya yang di Korea yang bisa mengucapkan namanya dengan tepat. Sekarang pria Jepang yang berdiri di hadapannya ini memanggilnya dengan cara yang membuatnya merasa nyaman.

Sementara Kris dan Kai bertukar sapa, Kyungsoo terus memutar otak mencari tahu apa yang membuat Kim Kai terasa tidak asing, tapi tetap tidak mendapat jawaban. Kyungsoo tidak suka merasa penasaran. Ia tidak boleh penasaran karena rasa penasaran itu akan terus menggerogotinya seperti lubang di gigi yang bisa membuat seluruh badan ikut sakit. Dan pada pertemuan pertama saja Kim Kai sudah membuat Do Kyungsoo penasaran setengah mati.

"Kuharap aku tidak mengganggu acara kalian," kata Kai, membuyarkan lamunan Kyungsoo.

"Tidak, tidak," sahut Kris cepat, sebelum Kyungsoo sempat bereaksi. "Kau tidak tersesat kan? Bistro ini memang agak terpencil."

Kai menggeleng. "Sopir taksiku hebat," katanya sambil tersenyum lebar.

"Duduklah. Kau sudah makan?" lanjut Kris. "Kuharap kau tidak keberatan makan-makanan Korea. Kyungsoo ini penggemar fanatik Jjajangmyeon."

"Oh ya?" tanya Kai sambil melepaskan jaket cokelatnya dan menyampirkannya ke sandaran kursi. "Makanan Korea sangatlah lezat. Aku bersedia mencoba makanan apa pun. Aku bukan orang yang pemilih soal makanan."

Kyungsoo tersenyum acuh tak acuh, namun membuat catatan dalam hati. Koreksi lagi, nilai Kim Kai naik menjadi delapan setengah. Katanya tadi ia tidak memilih-milih kalau menyangkut makanan. Sikap yang disenangi Kyungsoo.

"Dia juga penyiar radio," Sebastian melanjutkan, seolah sedang membanggakan anak kesayangan. Tiba-tiba Kris menjentikkan jari dan menatap Kyungsoo. "Kalian punya acara yang membacakan surat-surat dari pendengar, kan?" tanyanya.

Kyungsoo tidak menyahut, hanya mengerjapkan matanya dan mengangguk acuh tak menoleh ke arah Kai dan menepuk bahu temannya. "Dengar, bukankah kau punya cerita bagus? Kau bisa menulis surat ke acara itu."

Kai tertawa kecil dan menggeleng-geleng.

"Apa? Cerita apa?" tanya Kyungsoo. Oke, Kris berhasil membangkitkan rasa penasarannya. Ia menumpukan kedua tangan di meja dan mencondongkan tubuh ke depan.

"Dia belum menjelaskan detail ceritanya, tapi tadi ketika dia meneleponku, katanya dia bertemu gadis Prancis yang membuatnya terpesona," sahut Kris. "Begitu datang dari Jepang langsung tertarik dengan gadis Prancis. Hebat sekali."

Kai tersenyum malu. "Dia melebih-lebihkan," katanya pada Kyungsoo. "Aku tidak bilang begitu."

"Jangan hiraukan Kris," sahut Kyungsoo tanpa memandang Kris. "Kalau kau punya cerita menarik, silakan tulis surat ke acara kami. Siapa tahu kami akan membacakannya saat siaran."

"Akan kupikirkan," kata Kai.

Tiba-tiba Kyungsoo merogoh tas tangannya dan mengeluarkan ponsel. Ia menatap benda itu sejenak, lalu berkata kepada kedua laki-laki di hadapannya itu dengan nada menyesal, "Maaf, aku tidak bisa tinggal lebih lama. Ada urusan mendadak. Aku harus pulang sekarang."

"Kenapa buru-buru?" tanya Kris bingung. Untuk sesaat tadi ia pikir Kyungsoo sudah tidak kesal, tapi kenapa gadis itu harus berpura-pura mendapat pesan tentang urusan mendadak?

Kyungsoo mengenakan kembali jaket dan syalnya sambil berkata, "Aku akan meneleponmu lagi nanti, Kris." Ia menoleh ke arah Kris, mengulurkan tangan dan tersenyum singkat.

"Senang berkenalan denganmu. Aku minta maaf karena tidak bisa mengobrol lebih lama. Mungkin lain kali."

Kai menyambut uluran tangannya dan tersenyum. "Tidak apa-apa. Sampai jumpa."

"Sampai jumpa." Kyungsoo merangkul Kris dan menempelkan pipinya di pipi Kris dengan cepat, setelah itu ia melambai kepada Kai dan keluar dari restoran.

~ TBC ~

Hai hai saya kembali dengan FF remake dari sebuah novel favorite saya berjudul 'Autumn In Paris' dengan penulis ternama Illana Tan ^^

Keliatannya FF ini bakalan sampe chapter 20 lebih lah mengingat ini FF berasal dari sebuah novel.

Btw nama Kris keliatan aneh ga chingu? -_- Saya sempet ragu memberi nama Prancis yang bagus buat Kris. Tapi setelah berpikir keras yang saya dapat hanya nama 'Bastien'. Yah ga terlalu buruk sih menurut saya hehe..

Oh ya, bagi yang nungguin FF saya yang lainnya, bakalan secepatnya diupdate kok. Terutama FF OnKey berjudul "Only One" yang udah lama nganggur dan dipenuhi sarang laba-laba(?)

Oke deh sekian bacotan ga jelas dari saya, FF ini akan saya update secepatnya kalau review-nya 10+ yepp RnR juseyoo ^^