Ten Count : Count 01

Segala hal didunia ini kotor.

Rak sepatu, gagang telepon, knop pintu, gantungan kereta.

Udara yang dihirup orang lain…

Rasanya susah kuhirup.

Tapi karena hanya susah kuhirup, bukan berarti aku akan mati.

Jika aku tak ingin menyentuh sesuatu, maka aku tidak akan melakukannya.

Dalam hal ini aku bertahan untuk hidup.

Aku tak bisa dihentikan.

.

.

Ten Count

Kyuhyun x Sungmin

Disclaimer :

All cast are belong to God and their family

Ten Count (original version) milik Takarai Rihito

Genre :

Drama. Psychological. Romance

Warning :

Yaoi. Mature. OOC. Typo. DLDR. dan lainnya

Ini adalah fict remake dari manga dengan judul yang sama

.

.

"Tuan Presdir, ini jadwal anda untuk hari ini. Jam satu siang anda ada pertemuan dengan Tuan Hangeng. Lalu jam tiga anda sudah kembali. Anda juga mendapatkan pesan di e-mail–"

"Oh, tunggu dulu," sang Presdir –Kim Youngwoon– yang diajak berbicara menyela ucapan yang cukup panjang dari pemuda disampingnya yang sedang membaca sederet jadwal padat untuk hari ini. Matanya menatap sejenak ponsel pintarnya yang berdering sebelum akhirnya memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Ya. Aku sudah keluar dari mobil."

Sepasang foxy-eyes milik sang pemuda menatap datar atasannya yang keluar mobil. Entahlah mungkin panggilan pribadi, pikirnya.

"Tuan Presdir tolong hati-hati. Lihat kendaraan disekitar anda dulu." peringatnya. Mengingat mobil yang sedang mereka tumpangi sedang berhenti dipinggir jalan.

"Ya," jawab sang Presdir entah kepada dirinya atau kepada sang penelfon.

Pemuda bersurai blonde tersebut menghela nafas melihat atasannya tersebut tak mengindahkan peringatannya. Ia pun memutuskan tak ambil pusing dan mengecek jadwal sang atasan di buku jurnalnya.

"Baiklah, kita akan membicarakan nanti–"

Disela kegiatannya, pemuda tersebut menyempatkan diri untuk melirik sejenak kaca spion yang ada didalam mobil. Maniknya membulat tatkala ia menangkap pantulan truk yang melaju menuju atasannya.

"Soal pembicaraan kita yang kemarin–"

Tubuhnya sontak bergerak ke arah pintu mobil, sementara tangannya menggapai, "TUAN PRESDIR!" dan..

BRAK!

.

.

-Rumah Sakit Seoul-

"Tumit anda bengkok."

Pemuda bersurai putih diam. Maniknya menatap seorang dokter yang masih mengamati hasil rontgen dari kaki Presdirnya.

"Walaupun bengkok tak sampai patah, jadi tak perlu memerlukan perawatan khusus. Anda masih bisa tetap disini jika tak ada seseorang yang merawat anda di rumah. Sekaligus untuk mengobservasi tumit anda."

Sang atasan menghela nafas. Matanya mengikuti langkah dokter yang keluar dari ruangannya hingga menyisakan dirinya, sekretarisnya dan juga sang pemuda yang masih betah berdiri didekat pintu.

"Yah, ini buruk. Aku masih senang jika hanya jatuh, tapi.."

Pemuda bersurai putih menghela nafas, "Ya, mungkin karena faktor umur, jadi tulang anda tak sekuat dulu,"

Yang diajak bicara melengos, sedikit membenarkan yang dikatakan sekretarisnya dalam hati.

"Apa yang anda inginkan pada pekerjaan anda? Akan saya urus semua mulai besok." lanjutnya.

Kim Youngwoon melirik sosok yang tengah berdiri disamping pintu, masih diam dan sepertinya enggan untuk buka suara. Kemudian matanya melihat Sungmin –sekretarisnya– yang masih menatapnya untuk menanti jawaban dengan pandangan datar khas miliknya.

"Untuk sekarang lakukan yang biasanya kau lakukan, Sungmin-ah."

"Baik."

"Jika ada yang ingin bertemu denganku bilang bahwa aku sedang ke luar negeri."

"Baik."

"Dan jadwalku ke Dongdaemun–"

Youngwoon masih memberikan beberapa perintah untuk sekretarisnya, sementara tangan Sungmin yang berbalut sarung tangan putih miliknya masih melanjutkan mencatat setiap omongan sang Presdir kedalam buku jurnalnya.

Dan pemandangan itu tak luput dari sepasang obsidian yang menatap Sungmin lekat.

Perbincangan antara Presdir dan sekretarisnya tersebut sedang diperhatikan oleh pemuda bersurai hitam yang masih tetap diam. Kemudian pandangannya jatuh pada jari-jari Sungmin yang sedang menorehkan pena diatas kertas.

'nampak hangat…' pikirnya.

Hingga akhirnya ia menyadari sesuatu, dia telah membuang waktu cukup lama.

Maka ia pun melangkah mendekati Youngwoon yang masih duduk dipinggir ranjang kamar rawat. Obsidiannya menatap sosok Youngwoon datar.

"Apa tidak apa-apa jika ku tinggal? Aku harus kerja," ucapnya.

Youngwoon tersenyum, "Ah, maaf. Kau Kyuhyun-ssi benar? Kau sudah menolongku. Terima kasih."

Pemuda bersurai hitam pekat bernama Cho Kyuhyun itu terdiam, mengingat rentetan kejadian yang membuatnya berakhir disini.

Kejadian dimana ia menyelamatkan Youngwoon dari truk yang tengah melaju kala ia tak sengaja bersepeda dan melewati daerah itu untuk pergi ke tempat kerjanya.

"Aku berhutang budi padamu. Tolong biarkan aku membalasnya. Maukah kau memberikan kontakmu?"

Sungmin hanya menatap datar atasannya yang sedang mencoba berterima kasih. Tak berniat ikut campur.

Kyuhyun tersenyum tipis, "Tidak, itu tidak perlu. Lagi pula aku tak menolong banyak dan tumit anda juga terluka"

Youngwoon terkejut.

"Maafkan aku. Semoga cepat sembuh." dan pemuda tersebut membungkuk sekilas kemudian berbalik menuju pintu keluar.

Tersadar, Youngwon segera memanggilnya, "Hei! Hei!"

Namun pemuda tersebut sudah terlanjur keluar dari ruangan inapnya.

"Sungmin-ah!"

"Ya!" jawab Sungmin agak terkejut.

"Kejar dia!"

"Baik."

Dan dengan pasrah akhirnya Sungmin mencari keberadaan pemuda yang telah menolong atasannya tersebut. Sedikit menggerutu kenapa sang Presdir tak membiarkan orang itu pergi saja.

Langkah kakinya dibawa menuju elevator. Dan netranya menangkap sosok tersebut tengah berdiri menunggu pintu elevator didepannya untuk terbuka.

"Tunggu!" sedikit berteriak, Sungmin berlari kearah pemuda itu. Nafasnya sedikit memburu setelah ia berhenti beberapa langkah dari tempat Kyuhyun berdiri.

Kyuhyun menaikkan satu alisnya,

"Aku– Aku sekretaris Kim Youngwoon. Lee Sungmin–"

Sungmin menyerahkan sebuah kartu nama. Menggunakan kedua tangannya yang masih berbalut sarung tangan putih.

Sebenarnya Kyuhyun lebih mengamati tangan Sungmin yang bersarung tangan dibanding kartu nama yang tengah disodorkan kearahnya.

"–ku kira, kau seharusnya membiarkan kami membalas pertolonganmu."

Kyuhyun hanya memandang datar kartu nama yang sekarang sudah berpindah tangan. Sementara Sungmin masih terdiam didepannya.

Mereka cukup lama berdiam diri, hingga "Apa kau memiliki Mysophobia [1] ?"

Pertanyaan tersebut membuat Sungmin membulatkan kedua foxy-nya.

Hening. Tak ada yang berucap. Foxy-eye dan obsidian itu hanya saling menatap.

Bunyi 'ding' menandakan bahwa elevator yang ditunggu sudah mencapai lantai dimana Kyuhyun dan Sungmin berdiri saat ini.

"Nampaknya sudah memburuk, jadi ku sarankan untuk pergi ke dokter dan berkonsultasi." lanjutnya dengan masih menatap Sungmin lekat.

Kyuhyun mengalihkan perhatiannya ke pintu elevator didepannya yang sekarang terbuka, "Dan juga, seperti yang ku katakan.. aku tak butuh balas budi atau semacamnya." lanjutnya bersiap memasuki elevator.

"Bagaimana bisa?" sebuah pertanyaan yang diucapkan Sungmin mengurungkan Kyuhyun untuk memasuki elevator. Hingga pintu didepan Kyuhyun tertutup.

"Bagaimana bisa.. kau bilang 'nampaknya memburuk' saat kau saja baru kali ini melihatku?"

Netra Kyuhyun teralih ke kedua tangan Sungmin yang terbungkus sarung tangan putih. Jika dilihat baik-baik, sarung tangan itu tak benar-benar putih.

"Karena ada bercak darah di sarung tanganmu. Aku pikir itu karena tanganmu yang sering kau basuh setiap saat." ucap Kyuhyun membuat Sungmin menautkan kedua tangannya sedikit gelisah. Beberapa keringat terlihat mengalir menuruni pelipis Sungmin.

Si surai putih menunduk, sepertinya pemandangan ujung sepatunya lebih baik daripada tatapan menghakimi pemuda didepannya. "Ini.. baik-baik saja, sungguh."

"Aku tak perlu ke dokter." lanjutnya pelan.

"Kalau kau mengobatinya segera, aku yakin–"

"Ini tak ada hubungannya dengan orang asing seperti dirimu!" suara Sungmin sedikit meninggi dengan seiringnya tangannya yang mengepal kuat. Matanya menatap tajam pemuda didepannya

Kyuhyun terperanjat, begitu pula dengan Sungmin yang menyadari bahwa dia telah membentak Kyuhyun karena hal sepele.

Dengan cepat Sungmin mengalihkan perhatian, "Ah, maaf.."

"Aku hanya.. emm.."

Batin Sungmin tengah mengutuk diri sendiri. Membayangkan Youngwoon yang nanti akan memarahinya karena telah membentak penyelamatnya.

Menunduk dengan sopan, "Jika kau berubah pikiran–"

'meski aku harus menghormati perkataannya'

"–silahkan hubungi kartu yang kuberikan kapan saja."

'seperti yang biasa kulakukan saat bekerja, tak ada kesalahan'

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Sungmin segera menegakkan badannya dan berbalik pergi. Dia tak ingin lebih lama dengan pemuda yang telah dibentaknya tadi.

'Hari ini adalah hari yang buruk' batin Sungmin.

.

.

Hari sudah gelap ketika Sungmin kembali ke apartemennya. Setelah menutup pintu, ia segera melepaskan jas dan dasi yang terpasang rapi sejak pagi. Hingga menyisakan kemeja putih yang dua kancing teratasnya dibiarkan terbuka.

Hari ini ia merasa lebih lelah dari biasanya. Mungkin karena pemuda tadi. Sungmin jadi merasa telah melakukan hal yang seharusnya tidak perlu ia lakukan.

Melangkahkan kaki ke kamar mandi, Sungmin segera melepaskan sarung tangan putih yang telah membantu tangannya sedikit terlindungi dari bakteri-bakteri di luar sana. Meskipun dia yakin bakteri atau kuman jahat itu masih bisa mengontaminasi tangannya. Tapi setidaknya sepasang sarung tangan itu telah membantunya mengurangi kontaminan akan kuman.

'Pluk'

Dan sepasang sarung tangan putih tersebut berakhir di tempat sampah.

Ia menyalakan keran dan membasuh tangannya yang sebenarnya masih bersih dengan air dingin. Meskipun di mata Sungmin dia sudah sangat risih dengan tangannya yang mungkin mengandung banyak mengandung kuman.

Tak hanya itu, ia juga menggunakan alkohol untuk membersihkan tangannya. Dituangkannya alkohol ke kedua tangannya yang penuh luka dan beberapa masih berdarah.

"Setelah kejadian tadi, dia mungkin tak akan menghubungi perusahaan" monolog Sungmin lesu ketika memorinya memutar kejadian dimana ia membentak pemuda bersurai hitam tersebut.

Sungmin memperhatikan luka-luka ditangannya,

'Meskipun ini tak ada hubungannya dengan pekerjaan, ini pertama kalinya aku bersikap seperti itu kepada orang yang baru saja aku temui'

'Alasan kenapa aku marah, mungkin karena..'

'Aku membenci diriku sendiri karena ragu, untuk menggapai tangan presdir atau tidak pada saat itu'

Sungmin menghirup oksigen pelan-pelan. Dan karbondioksida sebagai gantinya dikeluarkan dengan pelan juga.

Sungmin tak berbohong saat dia bilang dia tak butuh dokter. Hal ini sudah dianggap normal baginya. Tapi terkadang, hari seperti hari ini membuatnya sulit bernapas.

Memorinya memutar kebersamaannya dengan sang Ayah. Bagaimana dulu saat ia masih kecil yang terus bersikeras menggenggam tangan Ayahnya yang terasa hangat ditangannya.

'Kalau kau mengobatinya segera aku yakin–'

Kalimat Kyuhyun berputar di kepalanya.

"Apa kau yakin.. Akan lebih mudah untuk bernapas?"

.

.

Mungkin sekitar jam sepuluh pagi. Dan hari itu adalah hari yang cerah.

"Ini seperti ujian berat buatku,"

Sungmin memandang ragu bangunan didepannya. Dari sepuluh menit yang lalu dia hanya mondar-mandir di depan gedung bertuliskan Lee Donghae Psychomatics yang seperti tengah menantangnya.

'aku harus masuk..' dua langkah kedepan.

'ah tapi aku tak bisa..' dua langkah berbalik.

'tapi aku harus..' dua langkah kedepan.

'ck sial..' dua langkah berbalik.

Ia menelan ludah gugup. Dasi yang terpasang rapi agak ia longgarkan. Ia merasa tercekik dan tak bisa menghirup udara dengan bebas. Pasalnya dia kehilangan keberanian untuk bertemu seorang psikiater didalam sana.

"Aku menyerah. Mungkin lain ka–"

CKIITT!

"Ah..?" Seseorang menghentikan sepedanya tepat beberapa langkah dari Sungmin berdiri.

Terkejut, Sungmin menunjuk orang itu dengan jari telunjuknya, "Loh? Yang kemarin?"

Kyuhyun tersenyum tipis, dia mengunci sepedanya diparkiran yang disediakan.

"Ah, soal kemarin.. uhm.."

Kyuhyun masih sibuk dengan sepedanya.

"Te-Terimakasih.." ucap Sungmin terbata.

'Tapi kenapa dia disini? Apa dia juga memerlukan sesuatu di klinik ini?' pikir Sungmin melihat orang yang menyarankan pergi ke psikiater malah pergi ke psikiater juga.

Kyuhyun berdiri, "Mungkinkah kau.. Sudah memutuskan untuk berobat? Mysophobiamu?"

Sungmin mengalihkan pandangan. Obsidian itu lagi-lagi seperti menghakiminya.

"Apa kau juga mau berobat disini?" Sungmin bertanya balik. Tak ingin menjawab pertanyaan retoris Kyuhyun.

Tampak Kyuhyun melirik papan nama klinik itu sekilas,

"Tidak, Aku.. seorang psikiater di klinik ini."

'EH?!'

'dia..dia..' Sungmin terkejut bukan main. Jadi yang dibentaknya kemarin adalah–

"Ugh.. Sudah kuduga! Aku akan pergi!" Ucapnya kemudian berbalik arah hendak lari dari tempat itu.

Sungmin malu. Demi apa?!

"Tunggu!"

Sungmin menghentikan langkahnya. Tubuhnya menegang melihat sebelah tangan Kyuhyun tengah menghadangnya.

"Tidak apa-apa. Aku tak akan menyentuhmu.." tambah Kyuhyun cepat.

'Deg deg deg'

Jantung Sungmin memacu lebih cepat. Keringat mulai bercucuran dipelipisnya. Hampir saja tangan orang lain menyentuhnya.

Setelah cukup mengatur nafas, Sungmin mulai menegakkan diri dan melangkah mundur. Menjaga jarak dari Kyuhyun.

"Aku tahu, mendatangi psikiater membutuhkan keberanian yang besar. Jika kau mau, bisakah kau berbincang denganku sebentar diluar?"

Tawaran Kyuhyun terdengar lebih baik daripada harus melangkah masuk ke gedung bercat putih dibelakangnya. Jadi Sungmin menganggukkan kepalanya.

.

.

"Terimakasih. Ini pesanan anda." ucap seorang waitress yang tengah mengantarkan minuman pesanan Kyuhyun dan Sungmin.

Mereka berakhir duduk berhadapan disebuah café yang tak jauh dari klinik yang tadi Sungmin kunjungi.

Hening.

"Apa kau baik-baik saja dengan café seperti ini?" tanya Kyuhyun memecah keheningan diantara mereka. Situasinya benar-benar canggung.

Sungmin menatap Kyuhyun tanpa ekspresi, "Tak masalah. Saat aku pergi dengan orang, biasanya aku tidak makan."

"Oh begitu," Kyuhyun mengangguk paham. Netranya tak pernah melepaskan sosok bersurai putih didepannya yang sekarang menundukkan kepala.

Entah apa yang sedang dipikirkannya.

'saat ini seperti.. aku terjebak dalam situasi yang aneh'

Otak Sungmin sedang merangkai hal-hal yang terjadi sehingga melibatkan Kyuhyun seperti ini.

'apa ini semacam kebetulan jika orang asing itu adalah psikiater..?'

Sungmin masih sibuk dengan pemikirannya. Dia hanya tidak menyangka Kyuhyun adalah psikiater. Penampilannya sama sekali tak terlihat seperti psikiater di mata Sungmin. Kaos panjang hitam yang senada dengan rambutnya membuat Kyuhyun terlihat casual. Bukan style psikiater menurut Sungmin.

"Lee Sungmin-ssi, aku tahu ini cukup tiba-tiba. Tapi bisakah aku menanyakan beberapa hal?" tanya Kyuhyun memulai. Dia meminum espressonya sebentar untuk membasahi tenggorokannya yang kering.

"Ah. Ya." jawab Sungmin.

"Tapi sebelum itu, aku tahu ini sedikit terlambat tapi bagaimana soal pekerjaanmu hari ini Kyuhyun-ssi?" tambah Sungmin. Sepertinya dia sudah mulai bersikap biasa.

Kyuhyun mengangkat alis, sedikit heran,

"Aku libur hari ini. Aku ke klinik karena ingin mengambil sesuatu yang ku tinggal kemarin." jelasnya sambil meminum espressonya lagi.

"Sekarang, giliranku" ucap Kyuhyun. Bunyi 'tak' pelan terdengar saat Kyuhyun meletakkan gelasnya yang sekarang isinya sudah berkurang setengah.

Menatap Sungmin, Kyuhyun yakin pemuda didepannya kini tengah mengatur nafas untuk menjawab hal-hal yang akan dia tanyakan.

"Kau tidak perlu menjawab pertanyaan yang tak ingin kau jawab."

'Padahal aku masih memiliki pertanyaan lagi.' batin Sungmin.

"Baik" jawab Sungmin masih tak ingin menatap Kyuhyun.

Kyuhyun tengah serius sekarang. Pandangannya seakan mengunci sosok didepannya. Membuat Sungmin sedikit gugup dan meremas kedua tangannya dibawah meja.

"Apa kau pernah mendatangi psikiater atau berkonseling sebelumnya?"

"Tidak."

"Apa kau pernah mencoba mencegah atau mengobati dirimu sendiri?"

"Aku selalu berpikir bahwa 'Aku tidak apa-apa seperti ini' jadi tak perlu,"

"Aku pernah mencari buku pengobatan diri sendiri, tapi aku tak bisa memilih buku ataupun mengambil buku yang akan kubawa ke rumah karena aku berpikir bahwa orang-orang mungkin sudah menyentuh buku itu." lanjutnya. Sungmin sedikit tersenyum miris mengingatnya.

Ya, dia benar-benar melakukan hal itu. Sungmin hanya berpikir semua benda diluar sana apalagi yang berada ditempat umum mengandung jutaan kuman karena telah tersentuh orang-orang.

Kyuhyun mengangguk, "Ah begitu. Apa ada hal lain yang sangat kau hindari untuk kau lakukan?"

"Ada banyak sekali. Setiap aku pergi keluar hampir segala hal itu kotor dan terkontaminasi kuman. Ada juga yang kutahan karena pekerjaanku, tapi tuan Presdir –ah– maksudku Tuan Youngwoon yang kau tolong kemarin, paham akan kondisiku. Jadi aku sangat berterimakasih padanya akrena telah memberiku pekerjaan."

Anggukan lagi Kyuhyun berikan, dia mencatat hasil jawaban-jawaban dari Sungmin kedalam bukunya.

"Aku mengerti. Lalu.. kapan tepatnya kau menyadari bahwa kau telah mengidap mysophobia?"

Pertanyaan Kyuhyun yang ini membuat Sungmin mendongak untuk menatap Kyuhyun.

"Aku tak ingat."

"Apa kau pernah berpikir sebab terjadinya?"

"Aku tak tahu."

Dan jawaban terakhir Sungmin diiringi tatapan sendu miliknya. Entahalah, seperti terdapat luka yang dalam dari jawaban atas pertanyaan yang Kyuhyun ajukan.

"Ah. Sungmin-ssi, apa kau membawa notebook sekarang?"

Pertanyaan Kyuhyun yang ini membuat atensi Sungmin teralih. Ditatapnya Kyuhyun dengan heran. Dia pun mengeluarkan notebook miliknya yang selalu tersimpan didalam tas kerjanya. Sungmin menggelar sebuah sapu tangan putih sebagai alas untuk notebooknya. Menghindari kuman yang ada dimeja oke?

Kyuhyun tak ambil pusing dengan sikap aneh Sungmin, dia mengerti phobia pemuda didepannya ini. Jadi dia menunjuk notebook tersebut, "Disini.. tulislah nomor satu sampai nomor sepuluh."

"Tulislah 'hal yang tak mungkin bisa kau lakukan' dan tulis hal yang paling mudah yang enggan kau lakukan di nomor satu. Jadi 'hal yang sangat tidak mungkin kau lakukan' akan berada di nomor sepuluh. Sedangkan kau menulis yang paling mudah di nomor satu." jelas Kyuhyun panjang lebar.

Sungmin masih memperhatikan Kyuhyun dengan baik.

"Contohnya, 'menyentuh gagang pintu tanpa sarung tangan', bagaimana menurutmu?" tanya kyuhyun to the point.

"Eh?!" agaknya Sungmin sedikit ragu dengan hal itu. Bagaimanapun juga dia pengidap mysophobia.

"Hanya jika aku bisa membasuhnya dengan alkohol terlebih dahulu.. tapi aku masih tak ingin melakukannya.." jawab Sungmin akhirnya. Berpikir sepuluh kali untuk melakukan hal itu. Knop pintu tentu saja mengandung kuman yang banyak mengingat bagian pintu itu yang paling sering dipegang orang.

Kyuhyun masih memandang Sungmin, lelaki itu tahu akan sulit bagi Sungmin untuk memulai semua ini, "Kalau begitu tulis itu sebagai nomor satu. Kau bisa berpikir dulu, jadi silahkan tulis daftar itu sampai sepuluh."

Sungmin menatap notebooknya lama. Berpikir apa saja hal-hal yang tak ingin dilakukannya. Cukup sulit bagi Sungmin memutuskan apa saja yang akan ia tulis.

Sementara Kyuhyun masih memperhatikan bagaimana jari-jari Sungmin yang tentu saja terbalut sarung tangan menorehkan kata demi kata diatas kertas.

"Apa kau sudah selesai?" tanya Kyuhyun akhirnya. Setelah sekitar sepuluh menit Sungmin menulis daftar itu.

Sungmin terlihat berpikir, sedikit menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia agak ragu, mungkin. Raut wajahnya menyiratkan perasaan yang begitu tertekan, seolah ada beban berat yang sedang dipikulnya.

"Bisa kau perlihatkan padaku?" pinta Kyuhyun.

Diletakkanya notebook yang tadi Sungmin pegang ke atas meja –di atas sapu tangan tepatnya– dan mengarahkannya terbalik agar Kyuhyun bisa membaca tulisannya.

1.Menyentuh gagang pintu
2.Membiarkan orang lain menyentuh barang-barangku
3.Membeli buku di toko buku
4.Menyentuh gantungan kereta
5.Makan di restoran
6.Bersalaman dengan orang
7.Menyentuh barang milik orang lain
8.Meminum dari gelas orang lain
9.Membiarkan orang masuk ke kamarku
10.

Kyuhyun mengernyit sebentar. Memperhatikan nomor sepuluh yang masih kosong.

"Kau belum mengisi nomor sepuluhnya?" tanyanya retoris. Jelas-jelas sudah tahu kalau nomor sepuluh masih kosong.

Sungmin terdiam, tak berniat menjawab.

Mengangkat bahunya, "Yah, sudahlah," akhirnya Kyuhyun tak ingin terlalu ambil pusing. Mungkin Sungmin butuh waktu untuk mengisi bagian terakhir dari daftarnya tersebut.

"Aku akan membiarkanmu mengosongkan nomor sepuluh untuk sementara. Mulai saat ini aku akan membuatmu melakukan hal-hal yang kau tulis disini. Dimulai dari nomor satu."

"EH?"

Sungmin kaget, tentu saja. Tubuhnya sedikit menegang dan matanya memandang Kyuhyun dengan tatapan 'kau bercanda?'

Kyuhyun sudah menduga reaksi tersebut dari Sungmin, jadi dia hanya terus menatap Sungmin. "Apa kau pernah mendengar tentang terapi pemaparan? Itulah nama dari pengobatanku ini?"

Obsidian itu menatap Sungmin lekat-lekat, "Saat kita sudah mencapai nomor sepuluh, kau akan benar-benar sembuh." lanjutnya menjelaskan.

"Kyuhyun-ssi?" panggil Sungmin pelan.

"Ya?"

Foxy Sungmin memandang Kyuhyun penuh tanya, "Kenapa.. kau melakukan hal sejauh ini pada seseorang yang baru saja kau temui?"

Ya. Pertanyaan itu sudah mengganggu Sungmin sejak tadi. Apa alasan Kyuhyun yang sebenarnya?

Kyuhyun sedikit terkekeh dengan pertanyaan yang Sungmin lontarkan. "Apa kau percaya bahwa aku tak memiliki alasannya?" jawabnya.

"Yah.. mungkin kau benar-benar orang asing yang aneh," celetuk Sungmin. Ah Sungmin hanya mengutarakan apa yang ada dipikirannya tanpa sadar.

Kekehan kecil terdengar dari bibir Kyuhyun. Dia memberikan Sungmin senyum kecil yang terlihat bermakna.

"Terdengar bagus. Aku sangat menyukai orang jujur." Kyuhyun memiringkan kepalanya, "Kalau begitu, aku akan memberitahukan alasanku saat kau sudah menulis daftar kesepuluh."

.

.

TBC

.

.

[1] Mysophobia : Mysophobia adalah gangguan mental obsesif-kompulsif (OCD). Penderita biasanya memiliki ketakutan terhadap noda, kuman dan bakteri yang berlebihan.


*lihat atas*

*nunduk*

Eto.. Sepertinya saya harus minta maaf ke Takarai-sensei TT

Ini fict pertama yang berani dipublish di ffn, jadi yah... masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu kritik dan saran sangat dibutuhkan.

Big thanks buat Kuroi Kanra-san yang sudah mengizinkan daku buat jadiin ffnya contoh kkk

Dan buat wullancholee yang udah koreksi hihi...

Kalau ada yang ingin baca manga aslinya ten count, search saja, banyak kok hehe..

See you next chap,

Thankyou