Cursed doll

GintamaHideaki Sorachi

Warning: OC, Typo's, umm.. author masih newbie, dll

.

.

.

Siang hari di musim panas benar- benar hebat, buktinya baru saja beberapa detik setelah Sougo melangkahkan kakinya keluar dari barak shinsengumi, kulit putih Sougo langsung terbakar oleh sengatan raja siang itu hingga memerah. Sambil sibuk menyumpahi Hijikata yang memaksanya tetap berpatroli, ia berjalan di depan Yamazaki yang menjaga jarak darinya, takut terkena imbas dari kekesalan si sadis. Sambil berharap kemarahan Sougo segera menurun, Yamazaki tiba- tiba melihat sebuah toko yang menjual barang- barang yang cukup aneh. Mengapa di zaman sekarang masih ada yang menjual cats paw? Memang nya ada yang masih ingin membeli head cursher?. Dan lagi, dari mana toko itu menyuplai barang-barang mereka?. Mencurigakan. Ia tidak pernah melihat toko seperti ini di Kabukichou.

" Nee, Okita- taichou!"

Ah, ternyata suaranya masih bisa di dengar oleh Sougo. Setelah melihatnya berhenti, Yamazaki lalu menunjuk ke sebuah toko.

" Aku akan memeriksa toko itu sebentar, ya?" tanya nya meminta persetujuan Okita. Sementara yang ditanya hanya mengangguk- angguk tidak peduli.

Dengan rasa penasaran yang tinggi, perlahan Yamazaki melangkahkan kakinya. Ia sempat berhenti saat tangannya ingin memegang kenop pintu, menimbang- nimbang apakah cukup aman jika hanya ia sendirian yang masuk ke dalam situ. Jantungnya berdegup jauh lebih cepat, hingga ia merasa bisa mendengarnya sendiri. Matahari hari ini sangat panas. Walau begitu entah kenapa saat jarinya menyentuh kenop pintu di depannya, suhu tubuh Yamazaki langsung menurun dengan sangat drastis. Tidak. Yamazaki tidak bisa ke dalam sendirian. Ia tidak mau mengakuinya, tetapi ia benar- benar takut untuk masuk ke dalam sana. Akhirnya ia memutuskan untuk meminta pertolongan Sougo.

" Ta.. taichou, ya.. yappari..."

Hyuuuu~

Yamazaki terdiam sendirian di depan pintu toko. Saat ia sadar kembali, Sougo sudah meninggalkannya sejak lama untuk mengambil jatah bolosnya hari ini.

' KIETTAAAA!'

Menangis tanpa suara, Yamazaki mengasihani dirinya sendiri. Mengapa ia selalu mendapat giliran untuk berpatroli bersama orang kejam, dingin nan sadis seperti Okita? Mengapa tuhan begitu tidak adil dengannya? Ia memang pernah menguping pembicaraan yang ehem-ehem antara taichounya dan Kamiyama, tetapi apa itu juga termasuk dalam karmanya?.

Dengan gontai dan nyawa yang siap untuk lepas, Yamazaki memutuskan untuk memutar kenop pintu di depannya. Mungkin seperti kata pepatah, jangan lihat buku dari covernya. Itu pun harusnya juga berlaku ke pada sebuah toko-jangan lihat toko hanya dalam sebatas pamflet nya.

.

.

.

Sougo menatap rimbunnya pepohonan yang meneduhi kepalanya. Di sini tidak terlalu panas, mungkin tempat ini akan menjadi tempat favoritenya selain taman. Ia menaruh pedangnya dan mulai duduk bersandar. Ia tidak ingin kegiatannya diganggu lagi oleh orang lain. Ia sudah membuat schedule untuk musim panas kali ini, diantaranya adalah: rapat dengan dirinya sendiri mengenai strategi yang bisa di pakai untuk membunuh Hijikata. Dan kali ini ia ingin memulai rapat itu, berhubung semangatnya baru terbakar saat Hijikata menendangnya keluar tadi. Ia merasa memiliki motivasi yang lebih dari cukup untuk menyusun tema rapatnya saja.

Berbekal dengan membuka jas shinsengumi- yang tidak di desain untuk musim panas- ini, ia mulai memasuki ruang rapat pribadinya. Hal pertama yang harus di lakukan untuk membuka pintu itu adalah dengan memejamkan ma-

" OKITA- TAICHOOOOO!"

CIH!

Kenapa setiap kali ia ingin bekerja (dalam tidur) selalu ada yang bersedia menganggunya. Rapat kali ini membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi dari sekedar bersemedi. Ia menatap dengan malas ke arah Yamazaki yang terlihat menangis dengan ingus yang mengalir dari hidungnya. Kali ini Yamazaki berdiri di depannya dengan sesenggukan.

" Taichoou~ kau jahat sekali meninggalkan ku di sana sendi-"

Tiba-tiba Yamazaki merasakan benda dingin yang tajam menyentuh lehernya, membuatnya segera terdiam dan sedikit mundur. Ia melihat pedang Okita sudah bersiap untuk merobek lehernya, di tambah dengan aura membunuh yang keluar secara berlebihan dari sana. Ia menatap Yamazaki dengan tatapan sado khas klan Okita.

" Zakki... kau benar-benar minta di bunuh, hmm?"

DEG!

Dan kali ini pun, Yamazaki lari terbirit- birit dari ruang jangkauan pangeran sadis. Ah. Ia tetap berada di tempat yang menyeramkan, pada akhirnya. Ia lupa kalau saja saat ia tadi melewati kamar Kondo- san, ia mendengar bahwa Ketsuno Ana mengatakan tidak ada lagi harapan untuk bintangnya dalam keberuntungan hari ini.

" Ara? Zakki, kau bawa barang yang bagus, tumben"

" Barang? Barang a-"

Saat Yamazaki sadar, di lubang gesper shinsenguminya sudah terselip tali yang menggantung sebuah boneka lusuh. Boneka anak perempuan yang mengenakan dress berwarna pink. Dengan senyum yang kelihatan sedikit menyeramkan, mungkin karena senyuman itu terbuat dari jahitan yang tidak rapih. Sejak kapan ia memungut benda itu? Atau lebih tepat nya, sejak kapan benda itu ada di sana?.

" Apa kau membeli nya sebagai souvenir dari toko tadi pagi?" tanya Sougo sambil mengambil boneka itu. Ia mengangkat boneka itu tinggi- tinggi, ingin melihat wajah sang boneka lebih jelas karena rimbun nya pohon membuat bayangan yang menutupi boneka itu.

" A.. ano, Okita- taichou, benda itu.."

" Are? Apakah sebelum nya boneka ini bergaya seperti ini?"

Terlepas dari kegiatan berusaha-mengingat oleh Yamazaki, ia melihat kembali ke arah boneka itu, dan langsung menelan ludahnya sambil sedikit terkejut. Sebuah cairan berwarna merah darah mengalir dari mulut sang boneka yang tertutup, dan mengeluarkan bau bangkai yang menyengat.

" Uhuk! K... kusai..!"

Tiba- tiba, Sougo terlihat sangat pucat. Ia tidak bisa berhenti batuk. Nafasnya terdengar berat, seperti sebuah suara nafas yang tertutup cairan pekat. Panik, Yamazaki memegang bahu sougo.

" Taichou?! Anda baik-baik saja?!"

" Ohok!"

Bruuugh!

Tubuh Sougo ambruk. Kesadarannya menghilang sesaat setelah ia memuntahkan darah. Yamazaki menoleh ke arah boneka yang masih berada di genggaman Sougo. Entah kenapa, mungkin ini hanya perasaannya. Tetapi cairan di boneka itu mengalir dengan betuk yang sama seperti aliran darah di mulut Sougo.

' Abaikan hal itu.. aku harus segera menelpon fukuchou!'

.

.

.

Hijikata masih berkutat di depan mejanya. Kenapa hanya untuk membuat laporan kasus saja membutuhkan waktu berjam- jam seperti ini?. Tangannya jauh lebih pegal daripada saat ia memegang sebuah katana. Sungguh tidak masuk akal.

Hujan di luar membuat mood sang oni fukuchou memburuk. Hujan tidak akan membuat semuanya membaik. Ia kemudian mengambil gelas berisi kopi di meja dan menyesap nya perlahan. Uap berhembus keluar seiring dengan helaan nafasnya.

' di tambah lagi, orang itu belum pulang..'

Tiba- tiba, handphone bercorak shinsengumi itu berdering, membuat kegiatan minumnya terhenti. Entah kenapa, tetapi jantungnya berdegup kencang tepat sebelum mengangkat telephonenya. Tidak, mungkin ini hanya karena hujan. Ia tidak seharusnya berpikiran yang buruk sebelum benar- benar mengetahui sesuatu.

" Ya, Hijikata di sini.. APA?!"

Raut wajah yang tadinya masih terlihat tenang, dalam sekejap berubah menjadi sangat pucat dan tegang. Tangannya segera mencari- cari kunci mobil di antara kertas-kertas yang bertebaran di meja. Keringat mengalir dari atas dahi nya, turun ke dagu dan menetes. Ia masih menempelkan handphone di telinganya walaupun kaki itu sudah mulai berlari.

Mulut Hijikata tidak berhenti merutuk saat ia terjengkal oleh meja nya sendiri di antara aksinya untuk berusaha keluar dari ruangan, walau begitu ia tetap mendengarkan orang yang berbicara di seberang sana. Suaranya makin meninggi saat menjawab. Sebuah situasi yang sangat jarang di lihat dari seorang oni-fukuchou.

Ah, harusnya ia tidak meragukan firasatnya lagi.

" Sekarang kau di mana?!... aku sendiri yang akan ke sana!"

TBC

.

.

.

Ini fic pertama yang aku tulis, jadi tolong kritik dan saran, ya?*membungkuk*. Maaf kalau masih banyak kesalahan*membungkuk lagi*.