Masashi Kishimoto © Naruto
" I Remember "
By Akarui Hikari (Rui)
"Waktu tidak akan pernah bisa untuk diputar kembali, jadi jangan sia-siakan semuanya. Karena, jika penyesalan telah datang maka itu kesalahanmu yang telah menyia-nyiakannya"
Manis . . .
Asam . . .
Asin . . .
Pahit . . .
Hidup dengan berjuta rasa. Emosi juga dapat disebut rasa. Tepatnya luapan perasaan.
Berbagai rasa yang menguras emosi. Tawa dan tangis, senang dan sedih. Itu emosi. Tidak dapat dikendalikan dan terkadang pula sebaliknya. Menguras air mata. Terbuang sia-siakah jika menangisi sesuatu? Adakah yang berpikir untuk menahan sakitnya dengan tidak menangis? Atau ingin kuat dan tegar tanpa tangis? Tidak ada yang melarangmu menangis disini. Tangismu, luapan emosimu. Akan tetapi, berikan waktumu untuk menenangkan tangismu saat itu reda. Jangan larut dalam kesedihanmu, itu hanya akan membuatmu semakin jatuh dalam kesuraman. Bangkitlah, ini hidupmu. Dalam cerita penuh rasa.
Tik.. Tok.. Tik … Tok
Jarum panjang pada jam dinding yang menghiasi bilik ini terasa bergerak begitu cepat. Seolah dikejar oleh sesuatu. Mustahil memang. Semakin didengar maka akan terdengar jelas pula seperti ketukan pendek namun cepat. Berlawanan dengan detak jantung seorang wanita yang terbaring disebuah ranjang besar disana. Detak jantung yang tak beraturan, namun terkesan sangat lemah. Surainya terlihat lepek, wajahnya juga tak terlihat segar. Siapapun tau, dia terlihat sangat lemah. Kelopak matanya menutupi iris teduhnya. Tak ada beban dipundaknya. Akan tetapi, entah kenapa dia terlihat sangat terluka. Ketika mata menatap dirinya, tak ada yang salah dengan fisiknya. Hanya orang-orang yang dekat dengannya yang tau apa yang terjadi padanya.
Tiiiitttttt…
Benar benar bunyi yang memekakkan telinga. Semua orang tak menyukai bunyi seperti ini. Bunyi yang membawa duka pada setiap getarannya. Kedukaan.
Pintu bilik tiba-tiba terbuka. Seorang gadis bersurai merah muda panjang muncul dari balik pintu, perlahan ia mendekati wanita yang berbaring di ranjang. Matanya berkaca-kaca, ia menggeleng keras seolah mengelak takdir yang diberikan kepadanya. Disamping ranjang ia jatuh terkulai dan terisak.
"Ibu…."
-Haruno Mebuki, sang Ibu, telah menghembuskan nafas terakhirnya.
PROLOGUE ENDS
