Story in The Night



Saat malam datang

Ku ingat kau

Tentang kebersamaan kita

-

-

-

Kini kau tinggal cahaya

Cahaya samar

Dalam gelap malam

-

-

-

Kan selalu ku ingat

Janjimu

Dengan saksi sang rembulan

-

-

Kini

Ku bercerita

Tentang malam

Saat kita bersama



Bulan malam itu tampak bersinar terang. Bulat begitu indah. Indah dan menenangkan. Ditambah bintang-bintang yang berkelap-kelip disekelilingnya. Seolah bercengkrama menghangatkan suasana di malam yang dingin itu.

Malam memang sudah larut. Tapi aku, dan kedua teman ku belum beranjak memandang langit sambil berbaring di atas rumput hijau tanah lapang itu. Seolah tak ingin pergi dari sana. Tapi walaupun kami pulang larut malam, tak kan ada yang memarahi kami. Karena kami tinggal sendiri. Tanpa keluarga. Tapi kami anggap, kami bertiga adalah keluarga. Keluarga dan sahabat. Keindahan dan kenyaman persahabatan. Itulah yang aku rasakan.

"Hey! Lihat! Aku yang jadi bulannya. Dan kalian berdua yang jadi bintangnya. Dan langit itu jadi rumput yang kita tempati. Baguskan?" laki-laki berambut pirang yang berbaring di sebelahku berseru riang sambil tersenyum senang.

"Mimpi!" laki-laki berambut hitam pekat itu mencela tanpa membuka matanya menghadap sang lawan bicara. Kurasa dia tadi tidur, tak bergerak sama sekali.

"Apa teme? Kau bilang itu mimpi? Sudah berbaik hati aku ibaratkan kau seperti bintang sama seperti Sakura-chan. Ternyata kau memang lebih baik jadi…" Natuto berhenti sejenak untuk berfikir, lalu tak lama kemudian ia melanjutkan kata-katanya "meteor sajalah. Meteor itukan mengganggu, suka datang tiba-tiba, dan berisik mungkin." kata Naruto sedikit berfikir lalu menoleh ke arah Sasuke yang masih memejamkan matanya.

"Kamu mengambil contoh benda langit yang sama seperti dirimu, dobe!" kata Sasuke yang sudah membuka matanya, matanya melihat tajam ke arah Naruto lalu tersenyum sinis. Seolah ingin mentertawakan kebodohan temannya.

"Ya, apapun! Pokoknya aku tetap ingin jadi bulan." Tegas naruto sambil memalingkan wajahnya dari Sasuke. Lalu dia berdiri namun tatapannya menerawang langit. Seolah ingin menemukan sesuatu disana.

Hening.

Tak ada yang bersuara. Sampai aku menyadari. Ada yang berubah.

Raut wajahnya berubah sendu. Yang aku lihat dia sedikit mengusap pipinya. Mungkin sesuatu jatuh di pipinya. Air mata mungkin? Atau sesuatu yang lain? "Aku kan jadi bulan karena ingin kalian terus ada disamping ku. Aku tidak pernah merasakan bagaimana mempunyai keluarga. Dan aku ingin orang-orang mengakui ku. Mengakui keberadaanku. Bulankan besar. Jadi semua bisa melihatku. Melihat sinarku yang setidaknya dapat membantu." kata Naruto. Ia berusaha menghilangkan raut wajahnya yang suram, berusaha menyembunyikannya dari kedua teman-temannya. "Maka dari itulah menjadi Hokage adalah impianku. Impianku agar sedikitnya selangkah sama mendekati bulan."

"Kenapa tak sekalian jadi matahari saja? Matahari itukan lebih besar." Sasuke mengangkat tubuhnya dalam posisi duduk. Melihat Naruto yang masih tetap menerawang cakrawala.

Bocah berambut pirang itu memandang ke arah bocah bermata onyx itu. "Itu karena matahari tak dapat dilihat jelas. Lagi pula, bulankan tak setiap malam datang. Jadi jika bulan datang pada suatu malam. Pasti semua orang akan senang akan keistimewaannya. Bulankan bisa dilihat dengan jelas. Lagi pula aku memang istimewa,kan?" katanya sambil membanggakan dirinya dihadapan kedua temannya. Raut wajahnya berubah riang kembali. Aku senang melihatnya. Tapi aku sekarang sedang tak ingin berkata apa-apa. Aku sudah cukup lelah dengan latihan tadi pagi. Dan sepertinya kepala ku mulai sedikit pusing. Tapi aku menahannya.

"Mimpi."

"Tidak. Aku memang istimewa." Naruto memandang tajam rekan satu timnya itu.

"Mimpi."

"Tidak."

"Mimpi."

"Tidak."

Adu mulut itu tak akan selesai dengan sendirinya. Dan akulah yang bertugas menengahi mereka berdua. Karena mereka sama-sama keras kepala. Sebenarnya ini bukan tugas. Hanya saja kalau dibiarkan. Keadaan kuping ku mungkin akan memburuk dan aku akan semakin pusing. Huh..

Aku yang daritadi hanya terdiam mendengarkan pertengkaran mereka, kini beranjak mendekati Naruto. Aku tahu, dia dari dulu tak pernah tahu akan orang tuanya. Dia hidup sendiri. Orang-orang bahkan menjauhi dirinya. Karena di dalam tubuh Naruto berdiam sang rubah berekor sembilan yang beberapa tahun yang lalu menyerang Konoha dan menyebabkan sang Hokage keempat tewas. Tapi apa salahnya? Apa salah Naruto? Dia hanya seorang bocah kecil yang tak tahu apa-apa. Kalau pun sesuatu yang mengerikan itu ada di dalam tubuhnya. Itu bukan salahnya,kan?

Dan sekarang pun aku mengerti apa yang dia rasakan. Sejak orang tua ku meninggal 2 tahun yang lalu. Kesepian yang dia rasakan setiap hari. Walaupun kehidupan yang dia rasakan sangat menyedihkan. Tapi aku bangga padanya. Karena dia tetap bisa tersenyum dan ceria di balik pahitnya kehidupan yang dia alami.

Kurasa Sasuke juga merasakannya. Ya, itu pasti. Karena dia juga merasakan kehilangan keluarga, dan kesepian. Semua keluarganya meninggal karena serangan pasukan berbaju hitam yang menyerang klan Uchiha itu. Sasuke tak ikut terbunuh, karena pada saat pembunuhan itu terjadi dia sedang menjalankan misi dengan kami. Sungguh sangat terpukulnya dia. Saat mengetahui seluruh keluarganya telah tewas saat itu. Berminggu-minggu lamanya dia hanya ingin sendiri. Dipenuhi dendam yang menyelimuti dirinya. Sampai suatu hari ia keluar dari rumahnya, tepatnya desanya. Konoha. Dengan maksud membalas dendam pada segerombolan pasukan biadab itu. Untung saja Naruto dapat menghentikan niatnya. Walaupun untuk menghentikannya dia harus bertarung dulu melawannya. Tapi apalah artinya sebuah nyawa untuk sebuah persahabatan?

Aku berada tepat di tengah mereka berdua yang masih saja beradu mulut. "Sudahlah. Sudah malam. Aku ngantuk. Ayo kita pulang. Lagi pula tampaknya bulan sudah menghilang melihat kalian berdua bertengkar. Sangat berisik." Aku melangkahkan kaki ku menjauhi mereka berdua. Dan sepertinya mereka berdua sudah berhenti bertengkar.

"Hei, Teme! Yang pasti aku ini istimewa." Kata Naruto sambil menyamakan langkahnya dengan Sasuke yang ada di depannya yang tak jauh dari ku.

"Hn. Aku tidak peduli."

"Tanggapan mu sangat tidak bermutu." Kata Naruto sambil berjalan mendahului Sasuke.

"Sakura-chan! Aku antar ya?" seru Naruto ke arah ku. Aku menoleh ke arahnya.

"Tidak usah. Kita kan berbeda arah. Lagi pula sekarang sudah larut. Sebaiknya kau pulang saja. jangan sampai besok kau datang telat lagi seperti tadi.

"Ya sudahlah." Naruto tertuntuk lemas dan berjalan ke arah yang berlawanan arah dengan ku. "Kalau begitu sampai besok." Naruto melambaikan tangannya dan menghilang dalam kegelapan malam.

"Ya."

Malam di musim gugur sangatlah dingin. Walaupun bulan tampak bersinar. Tapi tetap saja tak dapat menghangatkan suasana jalanan yang sepi dan lengang yang sedang ku lewati ini. Benar-benar sepi. Mungkin yang terdengar hanya suara gonggongan serigala di hutan itu, mungkin. Berpikir tentang serigala. Aku jadi ingat cerita 'Harry Potter' seri ketiga itu. Mungkin tidak, ya? Kalau gonggongan serigala itu adalah serigala jadi-jadian? batinku.

Hening.

Aku masih dalam perjalanan pulang. Rumah ku memang jauh. Rasa kantuk yang ku rasakan tak dapat aku tahan. Bulan yang tadinya nampak. Lambat laun cahayanya mulai terlihat samar. Bentuknya pun hanya tinggal semperempatnya. Tertutup awan. Membuat malam yang gelap menjadi bertambah gelap.

Mungkin sekarang aku terlihat berjalan seperti orang yang mabuk. Oleng ke kanan. Bangun. Lalu oleng ke kiri. Sampai aku berjalan dengan mata yang hampir menutup. Tapi aku tak menyadarinya. Karena itu adalah kata-kata seseorang. Langkah ku mungkin agak tak karuan. Sampai akhirnya ada sesuatu yang menyentuh pundakku. Aku tersadar dari tidur ku. Tidur? Mungkin. Aku terkejut dan tak tahu apa yang aku lakukan tadi. Entahlah…

Aku menoleh ke belakang, tepatnya pada 'sesuatu yang tadi sempat menepuk pundak ku'. Aku menhembuskan nafas lega. Aku kira musuh. Tapi aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat untuk melawan musuh ku itu saat aku sedang mengantuk berat. Lagi-lagi, 'Entahlah…'

"Sasuke, kau membuat ku kaget."

Dia berjalan selangkah mendahului ku tanpa menoleh sedikit pun. "Jalan yang benar. Kalau kau berjalan seperti tadi kau bisa-bisa jatuh.". Aku tersentak. Ternyata tadi aku tertidur sampai-sampai aku tak sadar. Ya untung saja yang tadi itu Sasuke. Kalau musuh. Mungkin aku sudah jadi tawanan mereka. Tapi…

"Ya, aku ngantuk sekali. Dan aku sedikit pusing. Tapi… kenapa kau ada disini?"

Sasuke tetap meneruskan langkahnya dan tak menoleh sedikit pun. "Kau lupa! Rumah ku kan memang jalan sini. Bodoh!"

Hening.

Sasuke merasa aneh. Tak biasanya dia tak menanggapi omonganku, batinnya. Sasuke menghentikan langkah lalu menoleh ke belakangnya.

"Sakura!"


TBC


catatan.

Maap dan terima kasih.