Reason
Disclaimer : Fujimaki Tadatoshi
Genre : Romance, Drama
Pair : Akashi Seijurou x Reader
Enjoy~
"Ah, sorry..."
"Can you tell me who's that girl?"
"The girl who's sitting by the window..."
"Can you tell me her name? Please..."
"[First Name][Last Name]"
That Girl
Jam menunjukkan pukul 05.00 pagi, Akashi bangun dari tempat tidurnya dengan malas disertai mata yang masih setengah terpejam.
.
.
Tok... tok... tok..
"Seijuuro, apa kau sudah bangun, sayang?" terdengar suara dari balik pintu kamarnya.
"Ya, aku sudah bangun Kaa-san.." jawabnya malas.
"Segera mandi dan pergi sarapan ya, Kaa-san tunggu di meja makan." langkah ibunya yang menjauh terdengar jelas. Akashi bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.
.
.
"Sekolah jam 7 pagi? Sekolah macam apa sih ini..." gerutunya sambil memakai dasi di kemejanya. Mulai hari ini ia akan menjalani program pertukaran pelajar di Indonesia, tepatnya di Batavia International High School selama 6 bulan kedepan. Awal yang buruk untuk memulai harinya, Akashi benar – benar tidak habis pikir, untuk apa berangkat ke sekolah sepagi ini? Oh, ayolah jika di Jepang, sudah pasti dirinya saat ini masih bergelut dengan mimpi dan meringkuk di bawah selimut. Di sekolahnya bel masuk biasa berbunyi pukul 10 pagi, sungguh perbedaan waktu yang sangat jauh.
.
.
"Bersikaplah yang baik Seijuuro, anak – anak Indonesia ramah kok..." ucap ibunya saat Akashi turun dari mobil di gerbang sekolah, ia hanya mengangguk singkat. Malas lebih tepatnya.
"Bahkan sepagi ini pun banyak sekali kendaraan yang berlalu – lalang hingga nyaris aku terjebak macet, haaah..." Akashi heran, kenapa bisa ada kendaraan pribadi sebanyak itu di tempat ini, bahkan jam 7 pagi nyaris macet? Mana ada ungkapan macet di Jepang, sebab tak banyak orang yang memiliki kendaraan, mereka lebih menyukai naik sepeda sehingga tidak nampak polusi dimanapun.
"Macet dan Polusi, negara ini benar – benar tidak beres..."
.
.
.
"Anak – anak, Bapak mohon perhatiannya."
Seketika seisi kelas 12 – 1 sunyi senyap, para siswa mendadak harus menghentikan aktifitas mereka. Semua memperhatikan seseorang yang tengah diajak Kepala Sekolah memasuki kelas mereka.
"Perkenalkan ini Akashi Seijuuro, siswa pertukaran pelajar dari Rakuzan International High School di Jepang. Selama 6 bulan kedepan dia akan belajar bersama kita disini, jadi bergaulah dengannya seperti kalian bergaul satu sama lain." Kepala Sekolah tersenyum dan mempersilakan Akashi untuk duduk di bangku yang telah disediakan. Pojok kanan depan. Akashi membungkuk dengan hormat, lalu berjalan menuju bangkunya. Pikirannya sangat sulit diatur saat ini, rasanya dia benar – benar ingin muntah. Ia meneliti sekelilingnya, semua tampak kembali sibuk dengan kegiatan masing – masing. Tak ada satupun dari mereka yang mendekati Akashi untuk sekedar berkenalan atau berbasa – basi.
"Kaa-san bohong, ramah apanya? Mereka hanya menatapku dengan pandangan seperti itu dan tidak peduli samasekali!" Ia menghela nafas berat. Jam pelajaran pertama terasa berlangsung sangat lambat baginya.
.
.
Akashi membolak balikkan buku referensi Sastra Indonesia yang tengah digenggammnya. Dia benar – benar tidak mengerti apapun mengenai pelajaran ini, meski sebagian dari dirinya mengalir darah Indonesia. Ya, ibunya adalah orang asli Indonesia, Akashi memang pernah tinggal di sini hingga usianya 8 tahun, sampai pada akhirnya sang ayah membawanya turut serta pergi ke Jepang. Tapi, itu sudah lama sekali, Akashi bahkan sudah tidak ingat lagi bagaimana caranya mengucapkan salam dalam Bahasa Indonesia, karena ibunya pun berbahasa Jepang padanya.
"Ini benar – benar menyebalkan! Aku benci semua ini!" gerutunya kesal sambil memutar – mutar pensil mekanik merah milikknya.
Teng... Tong... Teng... Tong...
Bel tanda istirahat berdentang, itu artinya pelajaran yang sangat membosankan ini telah berakhir, Akashi merapikan buku – bukunya dan berjalan keluar kelas, menyusuri koridor lantai 3, sesekali ia melirik keluar jendela untuk sekedar mengamati sekelilingnya. Di halaman depan gedung ini tumbuh beberapa pohon besar yang bunganya berwarna merah muda. Sekilas bunga itu benar – benar mirip bunga Sakura dari Negrinya. Ah, padahal belum ada 3 hari berada disini dirinya sudah sangat merindukan rumahnya, baginya berada di Jepang lebih baik dari apapun. Kini Akashi berdiri di depan sebuah ruangan, "Basket Club" bacanya ragu, perlahan ia membuka pintu dan masuk kedalam. Ada sekeranjang besar bola basket disana, Akashi mengambil salah satunya, ia mendrible bola itu berirama, lalu melakukan shoot jarak jauh. Entah kenapa, Akashi begitu merindukan teman – teman (Baca : Budak – budak) klubnya di Rakuzan, ia terus menikmati kesendiriannya saat ini. Tanpa sadar lemparannya melesat keluar ruangan.
"Aduuhh!" jerit seseorang dari luar, Akashi berlari menuju sumber suara.
"Gomenasai, ah sorry, i am sorry... are you okay?" ucapnya cepat. Gadis dihadapannya mencoba berdiri dan menepuk – nepuk seragamnya.
"Oh, no problem, i am okay. Thank you." balasnya sambil merapikan kertas warna – warni yang berceceran.
"Ah... Let me help you." Akashi memungut beberapa potongan kertas itu dan memberikannya pada gadis didepannya.
"Haik... ah... here you are." Akashi mengambil bola basket yang terlempar itu dan belari masuk ke ruang klub meninggalkan sang gadis yang masih terdiam menatapnya. "Ah, aku harus kembali ke kelas. Jam istirahat sudah habis."
.
.
.
"Apa dia bisa berbahasa Indonesia?" Akasi melirik kerumunan siswa yang nampaknya sedang membicarakannya,
"Mungkin dia bisa Bahasa Inggris..." seorang lagi berkomentar,
"Mana mungkin dia bisa, dia kan pertukaran pelajar dari Jepang, kabarnya sih, orang Jepang jarang ada yang bisa berbahasa Inggris." tukas seorang lagi.
"Iya juga ya, daritadi aku ragu menyapanya, takut dia tidak mengerti dengan apa yang aku ucapkan. Susah ya, kalau jaman sekarang tidak bisa Bahasa Inggris. Hahaha..." Akashi melirik kerumunan itu dengan jengkel.
"Huh, aku benci ditatap seperti itu!" Akashi mengumpat kesal, walaupun dirinya tidak begitu paham dengan apa yang dibicarakan oleh segerombolan tukang gosip di belakangnya, tapi ia jelas merasa kalau yang menjadi topik pembicaraan itu adalah dirinya.
"Awas kalian semua, kalau benar yang kalian bicarakan itu aku, matilah!"batinnya lagi masih dengan kadar kejengkelan yang tidak berkurang.
Braaakk!
Akashi beranjak dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkan kelas, sekumpulan anak yang bergosip tadi sempat kaget, namun sedetik kemudian mereka melanjutkan aktifitas mereka kembali. Bergosip. Akashi benci sekali pada sekolah ini. Bukan, bukan karena fasilitas dan tempatnya, melainkan karena perbedaan suasana yang sangat besar yang terjadi di sekelilingnya, termasuk teman – temannya yang dianggapnya tidak ramah. Tidak seperti di Jepang, sistem belajar di Indonesia sangat berbeda jauh dari yang dipikirkannya, berada di sekolah selama hampir 8 jam dengan total waktu istirahat yang hanya 30 menit, banyak sub – sub mata pelajaran yang tidak begitu penting, juga selingan mata pelajaran yang hanya berlangsung 1 jam.
"Benar – benar tidak efektif." Pikirnya sambil menautkan alis. Bukan hanya itu saja, di negara ini semua siswa dari SD, SMP dan SMA wajib mengikuti Ujian Nasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah Negara, dan ujian ini menentukan nasib sang siswa selanjutnya, jika tidak lulus, maka harus mengulang lagi bersekolah dan menunggu ujian nasional setahun lagi. Bertambah lagi alasan ketidaksukaannya terhadap Indonesia.
"Betapa menyedihkannya tempat ini..."
.
.
.
Akashi berjalan mengelilingi sekolah, "Aku perlu waktu untuk mendinginkan kepala... haaaah, untung saja di kelas sedang tidak ada guru." Batinnya sambil terus berjalan menuju halaman belakang sekolah.
"Bahkan di halaman belakang pun ada pohon besar ini? Hmm..." Matanya menatap sejenak pohon yang sedang berbunga lebat itu. Angin bertiup amat kencang, membuat kelopak – kelopak bunga itu jatuh berguguran.
Sraaaakkk!
Akashi masih bergeming, sekilas ia merasa melihat seseorang dengan kertas yang berterbangan berbaur bersama kelopak bunga itu.
"Ki, Kirei desu..." ucapnya tanpa sadar.
"Ah... bisa aku minta tolong? Kedua tanganku penuh..." Akashi tersadar dari lamunannya.
"Gadis ini bicara bahasa apa? Bahasa Indonesia kah? Ah, sepertinya dia minta tolong..." Tanpa mempedulikan pertanyaan yang berkecamuk, ia memungut semua lembaran kertas yang berceceran dan menyerahkannya.
"Makasih ya..." Ucap gadis itu sambil tersenyum, dan bergegas pergi meninggalkan Akashi yang mematung. "Itu tadi benar Bahasa Indonesia kan? Hmmm... Iya pasti benar, kalau bukan lalu itu bahasa apa? Ahhh... Kenapa aku mendadak bodoh begini, ini kan Indonesia, sudah pasti itu Bahasa Indonesia! Sadar Seijuuro, sadar!" Runtuknya sambil mengacak rambut.
.
.
.
"Sejarah yaaaa..." Akashi susah payah menahan agar dirinya tidak menguap di depan guru saat ini, ia begitu berat menjalani hari pertamanya sebagai siswa pertukaran pelajar. Kalau bukan karena perintah ayahnya, sudah pasti ia menolak mentah – mentah tawaran kepala sekolahnya di Rakuzan untuk mengikuti program ini.
"Otou-san tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mengambil program itu sekalian jenguk Okaa-san mu di sana." Perintah sang ayah saat Akashi menyatakan keberatannya dengan tawaran itu.
"Tapi Otou-san..." belum sempat Akashi melanjutkan kalimatnya, sang ayah sudah menatapnya tajam.
"Seijuuro, perintah Otou-san itu..." Akashi menghela nafas berat,
"Mutlak, iya baiklah aku akan menurutinya." Pada akhirnya memang selalu dirinyalah yang kalah bila berhadapan dengan ayahnya yang keras kepala itu, karena tidak ada gunanya membangkang lebih jauh lagi.
"Otou-san no baka bakashi..." gumamnya pelan. Sementara itu rasa kantuk yang dirasakannya semakin menjadi – jadi, "Sialan, kenapa juga aku harus mempelajari sejarah negara ini? Dan kenapa juga daritadi pelajarannya membosankan begini sih, huh!" Hari ini ia merasa amat lelah. Lelah mengeluh lebih tepatnya.
Tok... tok... tok...
"Ya, silakan masuk..." Ucap guru yang sedang menuliskan materi pelajaran di papan tulis,
"Maaf bu, sejak tadi pagi ada beberapa urusan di klub yang harus diselesaikan, jadi baru sekarang saya bisa mengikuti pelajaran..."
Seketika rasa kantuk luar biasa yang dirasakan Akashi lenyap entah kemana, ia terpaku menatap sosok yang tidak asing dimatanya.
"Baiklah, silakan duduk." Gadis itu membungkuk sedikit dan berjalan menuju bangkunya. Pojok kiri belakang.
.
.
"Ah, sorry, can you tell me who's that girl?" tanpa sadar Akashi bertanya pada anak yang duduk di belakangnya, sementara yang ditanya masih melamun dan mencoba mencerna apa yang barusan terjadi pada dirinya.
"The girl who's sitting by the window..." lanjut Akashi tidak mempedulikan gelagat aneh yang ditunjukkan oleh anak dibelakangnya itu.
"Can you tell me her name? Please..." setelah seluruh kesadarannya terkumpul, dengan grogi anak itu menjawab, "[First Name][Last Name]"
Suara riuh terdengar begitu dentangan bel pulang sekolah berbunyi, teman – temannya mulai repot membereskan buku pelajaran mereka, sementara itu Akashi mencoba menoleh ke belakang, ke tempat duduk gadis itu dan memperhatikannya. Ia sedang membereskan buku – buku dan melipat beberapa kertas warna – warni yang kemudian dimasukkan kedalam tasnya. Sepertinya dia tidak menyadari kehadiran Akashi di kelas dan sibuk sendiri dengan hal – hal yang dikerjakannya. Beberapa menit kemudian, Akashi tersadar dari lamunannya.
"Sepertinya memang ada yang salah dengan otakku saat ini..." simpulnya dalam hati, lalu bergegas meninggalkan kelas.
.
.
"Ngg... nomer 2031, oh.. ini dia lokerku..." Akashi membuka lokernya dan menaruh beberapa buku didalamnya.
Kreeek!
Tanpa sadar Akashi menoleh kearah sumber suara, lagi – lagi matanya membulat tidak percaya. [Name], gadis itu baru saja menutup loker yang hanya berjarak 3 loker dari miliknya.
"Ah, kau rupanya... Selamat siang..." sapanya sambil tersenyum, Akashi sedikit gelagapan, bukan hanya karena gadis ini menyapanya, tapi ia sama sekali tidak mengerti oleh apa yang didengarnya.
"Ah... sorry, You speak english, right?" ralatnya kemudian.
"Ummm, that's right..." jawab akasi begitu dirinya bisa mengatur nafas dengan baik.
Gadis itu tersenyum kembali, "Good Afternoon, umm... are you a student exchange?" tanyanya lagi.
"Yes, I'am a student exchange..." entah kenapa Akashi sama sekali tidak bisa melanjutkan kalimatnya, seolah semua terhenti begitu saja di kerongkongannya.
"Alright, [Name] nice to meet you..." ia mengulurkan tangannya.
"Akashi Seijuuro..." Akashi benar – benar mengutuk dirinya sendiri saat ini, kenapa dirinya jadi segrogi ini? Oh ayolah, ini hanya perkenalan biasa, namun pipinya mendadak terasa menghangat.
"Okay, see you tomorrow Akashi Seijuuro..." Akashi hanya bisa mengangguk untuk meresponnya.
.
.
.
"Kenapa lama Seijuuro?" tanya ibunya yang sejak tadi sudah menunggunya di depan sekolah.
"Kaa-san, boleh aku meminta sesuatu?" ibunya menaikkan sebelah alis,
"Apa?" Tanyanya kemudian,
"Ne, ajari aku Bahasa Indonesia lagi ya Kaa-san..
A/N : Mungkin Akashi disini rada OOC, soalnya dia kan saya culik ke Indonesia wahahaha, semoga suka deh, chapter selanjutnya bakalan updet setiap hari, mohon ditunggu ya XDXD. Terimakasih banyak bagi yang berkenan mampir untuk membaca cerita abal - abal ini ya...
Mind To Review?
