Cinderella of The Year

Author: Grace Jung a.k.a Jung Eun Hye

Main Cast:

Kim Jaejoong

Jung Yunho

Support Cast:

Park Yoochun

Lee Hyukjae

Lee (Choi) Taemin

Genre: Romance, Fluff, Drama

Warning: Genderswitch! for uke, typo(s), cerita pasaran, dll.

DON'T LIKE? DON'T READ THEN!

LIKE? ENJOY READING^^

.

.

CHAPTER 1

.

.

.

Minggu pagi yang cerah di kota Seoul. Langit biru tanpa awan sedikitpun. Tampak orang-orang berlalu lalang di jalan menikmati hari libur mereka. Ada yang sekedar berjalan kaki, lari pagi, dan bersepeda. Semua terlihat tenang dan santai.

Tapi sepertinya itu tidak berlaku di sebuah gedung kecil tak jauh dari HanYoung Middle School. Tepatnya di sebuah ruangan di balik pintu bernomor 06.

Kenapa?

Tentu saja karena pertama kalinya dalam sejarah, seorang Kim Jaejoong bangun kesiangan!

"Gawat! Gawat!"

Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi ketika Jaejoong berlari keluar dari kamar mandi dan mendobrak kasar pintu kamar mungilnya. Dengan terburu-buru dia membuka lemari, mengambil sebuah bra, CD, kaos, cardigan, dan celana jeans. Setelahnya dia melempar handuk yang melilit tubuhnya asal lalu memakai semua pakaiannya cepat.

Selesai dengan berpakaian, Jaejoong beranjak ke meja rias. Memakai pelembab, bedak, dan terakhir lipgloss agar bibinya tidak kering. Sebagai sentuhan terakhir, dia menyisir rambut panjangnya yang agak berantakan.

"Sip," gumamnya puas melihat bayangan dirinya terpantul dengan cantik di cermin. Dia mendongak ke dinding. Mata doe-nya membulat sempurna.

"Jam 10! Aigoo~"

Secepat kilat Jaejoong menyambar tas yang tergantung di dinding lalu berlari keluar setelah sebelumnya tak lupa memakai sepatu. Dengan tergesa-gesa Jaejoong mengunci pintu apartemennya yang ternyata malah berakhir dengan dirinya yang melempar si kunci kesal karena tak kunjung berhasil masuk lubang.

"Aish, jinjja!" Jaejoong menarik ujung rambutnya frustasi. Dia menatap kunci yang tergeletak tak berdaya di tanah dengan sengit lalu mulai menunjuk-nujukkan jari telunjuknya.

"Hey, kau! Kau, kau jangan membuatku marah sepagi ini ya! Setelah bocah tengil itu membuatku begadang dan bangun kesiangan, sekarang kau juga mau membuatku terlambat bekerja, huh?! Ayo cepat masuk ke dalam lubang!"

Hening.

"Ya! kau tidak mendengarku?!"

Tak ada respon. Sepertinya Jaejoong lupa kalau dia sedang berbicara dengan benda mati -.-

"Kaukah itu Jae? Berbicara dengan kunci?"

Jaejoong menoleh dan mendapati sesosok yeoja paruh baya berdiri tak jauh darinya. Seketika wajahnya memerah mengingat kelakuannya barusan. Dia menggaruk lehernya yang tidak gatal.

"Eh, Taemin ahjumma. Darimana, ahjumma?"

"Habis buang sampah," jawab Taemin –atau lengkapnya Choi Taemin, seorang janda beranak satu yang merupakan tetangga Jaejoong. Apartemennya berada persis di sebelah kanan apartemen Jaejoong. Gedung apartemen yang mereka tinggali sendiri merupakan sebuah gedung kecil bertingkat dua dengan 8 apartemen kecil dan sederhana di dalamnya.

"Ada apa kau berteriak seperti itu? Tumben sekali," tanya Taemin sambil berjalan mendekat.

"Ah, anu, kunci itu tidak masuk-masuk. Membuatku kesal saja, ahjumma." Jaejoong menggembungkan kedua pipinya cute. Taemin langsung menjerit melihatnya.

"Omo, Jae kau imut sekali!" serunya histeris. Dengan gemas dia mulai mencubiti pipi chubby Jaejoong, membuat yeoja cantik itu mengaduh kesakitan.

"Appo~"

"Aigo, haha.. mian Jae. Habis kau imut sih. Coba kalau anak ahjumma perempuan, pasti sekarang dia sudah tumbuh jadi gadis cantik, imut, dan manis sepertimu. Tapi sayang sekali ahjumma malah dapat anak laki-laki seperti Jonghyun, tidak ada imut-imutnya sama sekali!"

"Aku dengar itu, eomma!" seruan terdengar dari balik pintu apartemen Taemin. Jaejoong terkikik sementara Taemin mengabaikannya.

"Jadi, ada yang bisa ahjumma bantu? Mengunci pintu mungkin? Sepertinya kau terlalu santai untuk melakukannya." Taemin mengangkat kedua alisnya.

Jaejoong nyengir. "Ah, ne ahjumma. Tolong." Jaejoong mengambil kuncinya dari lantai lalu menyerahkannya pada Taemin. Taemin mendekati pintu Jaejoong lalu dengan lancar memasukan kunci serta memutarnya di dalam lubang pintu.

'Klik'

"Nah, beres deh. Ini," Taemin mengembalikkan kuncinya pada Jaejoong.

"Gomawo, ahjumma." Jaejoong membungkukkan badannya. "Aku berangkat dulu. Annyeong!"

"Hati-hati!"

"Ne!"

Padahal ini hari minggu, tapi bus yang Jaejoong tumpangi penuh dan sesak. Membuat Jaejoong mau tak mau harus berdiri. Dalam hati Jaejoong terus mendumel kesal karena dia harus berhadap-hadapan dengan seorang bapak tua berwajah mesum yang sedari tadi terus menatapnya mupeng.

Jaejoong bergidik. Jangan sampai di masa depan nanti dia mendapatkan suami macam itu –sudah punya istri tapi tetap melirik yeoja lain. Ihhhh, membayangkannya saja sudah membuat Jaejoong merinding. Sebisa mungkin dia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Menatap kets hijau usangnya lebih baik. Aish, ingatkan dia untuk membeli sepatu baru.

'Tin!'

Kurang lebih 15 menit kemudian bus sampai di halte berikutnya. Jaejoong mendesah lega karena akhirnya dia bisa terbebas dari bapak tua itu. Buru-buru dia menerobos keluar.

"Permisi, permisi, saya mau lewat. Permisi."

Jaejoong berhasil turun dari bus. Seakan teringat sesuatu, dia melihat tas bawaannya lalu membukanya dengan cepat. Dia sedikit trauma naik bus dengan keadaan sesak. Dompet yang disimpannya di tas pernah hilang. Beruntung di dalamnya hanya berisi uang tiga ribu won –saat itu dia benar-benar dalam keadaan krisis, dan barang penting seperti KTP pun tengah disita pemilik apartemen sebagai jaminan uang sewa yang menunggak 2 bulan -.-

Dan yang lebih beruntung lagi, hari itu adalah harinya mengambil gaji.

Jadi kesimpulannya, dia tidak kehilangan sesuatu yang berarti di pengalaman pertamanya dicopet.

"Phew, masih lengkap. Syukurlah." Setelah memastikan isi tasnya tak kurang suatu apapun, Jaejoong melanjutkan perjalanannya. Hanya butuh berlari sekitar 5 menit untuknya sampai di pusat perbelanjaan apgujeong-dong (sejenis myeong-dong, hanya saja harga-harga disini lebih mahal). Dengan nafas terengah-engah dia membuka pintu sebuah cafe. Red Ocean. Begitulah bunyi rangkaian huruf yang tersusun dengan apik di depan bangunan cafe itu.

"Ah, Jaejoongie, kau sudah datang?"

Jaejoong menoleh dan mendapati seorang yeoja yang memegang nampan tengah melambai kearahnya.

"Hyukkie," Jaejoong berlari kecil menghampiri yeoja itu. "Aku terlambat ya? Setengah jam lagi. Mianhae."

"Aish, cafe belum begitu ramai, tenang saja. Kau datang dari tadi juga tidak ada bedanya." Yeoja yang bernama asli Hyukjae tapi lebih sering dipanggil Eunhyuk itu menggamit lengan Jaejoong dan membawanya masuk ke ruang khusus karyawan.

"Tapi tumben sekali kau terlambat. Biasanya kau yang lebih dulu datang dari yang lain. Ada apa? Semalam malam minggu, jangan bilang kalau- " Eunhyuk berhenti, lalu menatap Jaejoong dengan wajah horror. "Jangan bilang kalau kau habis berkencan sampai larut malam dan melakukan 'itu' sampai pagi? Astaga! Omo! Jadi sekarang kau punya pacar?! Kenapa kau tidak cerita padaku! Apa Junsu-ie sudah ta-ouch!"

Eunhyuk mengusap kepalanya sambil cemberut. "Kenapa kau memukulku!"

"Aku tidak berkencan dengan siapapun. Jadi berhenti berkata yang tidak-tidak." Jaejoong memasuki ruang ganti karyawan khusus wanita dan mulai membuka lokernya. Eunhyuk mengekor dibelakangnya.

"Aish, benarkah? Aku heran kenapa kau selalu menolak namja yang mendekatimu. Padahal mereka rata-rata kaya lho," Eunhyuk mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini mengganjalnya.

"Entahlah, aku hanya belum ingin berpacaran," jawab Jaejoong asal. Dia mengganti bajunya dengan seragam yang sama dengan Eunhyuk serta mengganti kets usangnya dengan sebuah selop hitam. Dengan sigap dia mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda.

"Aish, dasar kau ini."

"Sudahlah, ayo kita kerja!" Jaejoong menepuk punggung Eunhyuk lalu berlari keluar menyapa karyawan-karyawan lainnya. "Selamat pagi semua!"

.

..GJ..

.

BRAK!

Jung Yunho menutup pintu mobil kasar. Membuat Park Yoochun yang sedang menelepon kaget.

"Chagi, aku tutup dulu ya, nanti malam kuhubungi lagi.. ne, aku juga mencintaimu.. bye.."

Yoochun menutup teleponnya lalu memandang Yunho dengan alis terangkat.

"Wae? Ayahmu mengetahui kau berkelahi di kampus lalu memarahimu? Apa lagi yang dia sita kali ini? Kartu kredit?"

Yunho mendesah panjang. "Lebih parah. Pria tua itu, selalu saja membuat mood-ku buruk."

"Dan pria tua itu adalah ayahmu," ucap Yoochun kalem. Dia menyalakan mesin mobilnya, membawanya keluar dari pekarangan sebuah rumah mewah yang baru saja mereka singgahi.

"Ne, dia ayahku. Karena itu aku harus menuruti perintahnya, bukan begitu?" balas Yunho sarkastik.

"Aish, kau ini.. Memang apa yang dilakukannya kali ini? Jangan bilang kau diusir dari rumah?" Yoochun terdiam sejenak, lalu matanya membulat. "Astaga, setelah aku dengan sukarela menjadi supirmu sekarang kau juga akan tinggal dirumahku?!" Yoochun horror sendiri dengan pemikirannya.

Perlu diketahui, Jung Yunho adalah namja yang suka berbuat seenaknya. Sering kali setelah membuat masalah ayahnya menyuruh Yunho pulang hanya untuk memarahinya panjang lebar dan setelah itu menyita barang-barangnya. Apartemen pribadi dan motor pernah jadi korbannya.

Dan baru dua minggu yang lalu, ayahnya kembali menyita semua koleksi mobil sport mewah Yunho gara-gara balapan liar yang diikuti olehnya –yang membuatnya ikut terjaring polisi. Selama seminggu penuh peristiwa itu menjadi makanan media massa. Menghiasi halaman koran dan majalah, internet, serta wara-wiri di layar televisi. Bisa dibayangkan betapa malunya ayah Yunho saat itu.

Semenjak itulah Yunho selalu menumpang mobil Yoochun. Membuat semua jadwal kencan Yoochun berantakan karena harus menjadi supir dadakan sang tuan muda.

Yunho menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bodoh, mana mungkin dia berani mengusir anaknya yang paling tampan sedunia ini," ujarnya narsis.

Yoochun menghela nafas lega. "Lalu?"

Yunho terdiam, memikirkan kata-kata yang akan diucapkannya. "Dia bilang, aku akan bertunangan dalam waktu dekat ini," jawabnya enggan.

"Oh-MWO?!" Yoochun menganga, menatap Yunho tak percaya. "Be-bertunangan?! Maksudmu, dengan yeoja yang sudah dijodohkan denganmu dari kecil itu?! Cucu Kim Hyunjoong?! Pewaris tunggal HM Group?!"

Yunho mengangguk.

"Jadi, dia...?" Yoochun tak melanjutkan kata-katanya. Terlalu speechless.

Lagi-lagi Yunho mengangguk. "Ne, kau benar."

Yoochun kembali menghadap ke depan, masih dengan wajah shock-nya. "Oh, astaga! Aku tak percaya ini! Lalu, kenapa masih belum ada pemberitaan?"

Yunho mengangkat bahu. "Entahlah, mungkin mereka masih menunggu waktu yang tepat," jawabnya tak peduli.

Yoochun mengangguk setuju. "Tentu saja. Ini akan menjadi berita besar, kau tahu."

"Hmm."

"Jadi, kau benar-benar akan menjadi penerus Kim Hyunjoong seperti yang sudah direncanakan. Lalu, seperti apa yeoja itu? Kau sudah melihat fotonya?" tanya Yoochun penasaran.

"Belum," jawab Yunho acuh. "Dan bisakah kau berhenti membicarakannya? Kau membuat mood-ku tambah buruk, Park Yoochun."

"Aish, baiklah tuan muda."

Tak berapa lama mobil Yoochun memasuki kawasan apgujeong-dong, membuat dahi Yunho mengkerut.

"Untuk apa kita kesini?"

"Kau tahu, belanja bisa menghilangkan stressmu," Yoochun menjawab santai. Yunho mencibir.

"Itu untuk wanita, bodoh." Yunho meletakkan kedua tangan di belakang kepalanya lalu menyandarkan dirinya di jok dengan santai. "Satu-satunya yang bisa menghilangkan stressku adalah melampiaskannya. Kenapa kau tidak membawaku ke gym? Aku bisa memukul sansak disana. Atau, kau mau membantuku?"

Yoochun tertawa garing. "Hahaha.. tidak terimakasih. Aku janji akan membawamu ke gym setelah ini. Sebentar saja, ok? Aku ingin membeli sepatu baru, aku sudah bosan dengan sepatu-sepatuku ini."

Yunho tak menjawab. Dia menutup matanya, merasakan angin yang masuk dari jendela mobil yang dibiarkannya terbuka membelai wajahnya lembut. Pikirannya terlalu penat sekarang. Bertunangan lalu setelah itu menikah dengan yeoja yang tak dikenalnya? Dia memang sudah menerima kenyataan ini sejak lama, tetapi tetap saja kalau dipikir-pikir rasanya konyol.

Setelah Yoochun mendapat sepatu-sepatu yang diinginkannya, mereka berdua kembali ke dalam mobil. Tapi baru satu menit mobil berjalan, Yoochun menghentikannya tiba-tiba. Yunho memandangnya aneh.

"Wae? Kau meninggalkan sesuatu?"

Yoochun menoleh lalu menunjuk sebuah bangunan tak jauh di depan mereka. "Kau lihat cafe itu? Aku sering melihat Su-ie kesana jika aku sedang disini. Kita kesana sebentar ok? Siapa tahu hari ini aku beruntung dan dia ada disana sekarang."

"Hah, apa kau tak lelah terus memperhatikannya diam-diam seperti ini?" tanya Yunho tak habis pikir. Terkadang dia heran dengan yang namanya yeoja. Apa yang mereka lakukan sampai membuat namja hanya bisa memandang mereka seorang?

"Tentu saja tidak," jawab Yoochun. "Kau juga akan seperti ini jika nanti kau jatuh-cinta-yang-entah-kapan-itu, haha.."

Yunho memutar bola matanya. "Yah, yah, whatever."

Mereka berdua keluar dari mobil setelah Yoochun memarkirkannya di tempat parkir cafe. Yunho mengambil kacamata hitamnya lalu memakainya. Begitu pula Yoochun.

"Kau tahu, makan juga bisa mengurangi stressmu," Yoochun mulai mengoceh lagi.

"Yeah, tapi aku bukan Changmin kalau kau lupa."

"Hehe~" Yoochun cengengesan.

"Lagipula..." Yunho berhenti lalu menatap Yoochun. Seringai terukir jelas di wajah tampannya. "Aku punya cara yang lebih baik."

.

..GJ..

.

"Jaejoong-ah!" teriakkan nyaring terdengar dari arah dapur.

"Ne!" Jaejoong yang tengah membersihkan meja yang baru saja ditinggali pelanggan bergegas menuju dapur.

"Pie apel dan kopi hitam. Pesanan meja 5." Ryeowook menyerahkan sebuah nampan berisi makanan yang tadi disebutkannya pada Jaejoong. Jaejoong mengangguk.

"Permisi, ini pesanan anda. Selamat menikmati," Jaejoong tersenyum ramah pada seorang kakek berkacamata hitam yang menduduki meja 5. Dengan cekatan Jaejoong menata pie apel dan kopi hitam pesanan kakek tua itu ke meja.

"Hmm," kakek tua itu hanya bergumam kecil, tatapan matanya tak lepas dari wajah cantik pelayan di depannya. Memandang lekat Jaejoong dari balik kacamata hitamnya.

"Apa ada lagi yang kakek perlukan?" tanya Jaejoong.

Kakek tua itu menggeleng lalu tersenyum. "Tidak. Kau boleh pergi."

"Ne, kalau begitu saya permisi." Jaejoong membungkukkan badannya lalu berbalik pergi. "Astaga, gaya sekali kakek-kakek itu memakai kacamata hitam. Harusnya kan dia memakai kacamata plus," gumamnya.

'Kling'

Baru saja Jaejoong akan memasuki dapur, bunyi bel terdengar menandakan ada pelanggan masuk. Jaejoong berbalik dan mendapati dua orang namja berpakaian stylish serta berkacamata hitam tengah mengamati isi cafe. Mereka berdua lalu berjalan menuju sebuah meja yang terletak di dekat jendela dan duduk disana.

Dengan sigap Jaejoong menghampiri mereka.

"Selamat datang tuan, mau pesan apa?" tanya Jaejoong ramah.

Seorang namja berambut cokelat yang mengenakan kaos putih serta jaket merah-hitam hanya membuka kacamatanya, menatap Jaejoong dengan pandangan menilai, lalu mengalihkan pandangannya pada buku menu.

Jaejoong terpana sejenak. Tampan. Sepertinya dia pernah melihat wajah itu, tapi dimana ya?

"Coffee Late," jawabnya singkat.

"Oh, eh, ne.." Jaejoong tersadar dari lamunannya dan buru-buru mencatat pesanan namja itu. "Kalau anda, tuan?" Jaejoong berbalik menatap namja satunya lagi. Kali ini seorang namja berambut hitam. Namja itu membuka kacamatanya lalu tersenyum.

"Aku mau Cappucino," jawab namja itu ramah.

Lagi-lagi Jaejoong merasa familiar dengan wajah itu. Tak mau ambil pusing, Jaejoong tersenyum. "Ne, mohon tunggu sebentar." Jaejoong membungkuk lalu bergegas kembali ke dapur.

Tanpa Jaejoong sadari, seorang kakek berkacamata hitam tengah mengawasinya sedari tadi. Dia menyesap kopi hitam yang tadi dipesannya.

"Jung Yunho, eoh?" Bibir kakek itu melengkung membentuk senyuman misterius. "Sepertinya menarik."

.

.

.

To be continue...

Happy Valentine Day! *tebar kembang*

Hehe.. mian, bukannya update ff malah dateng bawa ff baru. Abis gimana ya, I can't help it xD

Gimana menurut kalian fic ini? Ceritanya memang pasaran. Aku yakin kalian udah tau lanjutannya gimana, hoho ._.v

Ohya, mau minta pendapat kalian nih. Sebaiknya abiz ini ff mana dulu yg mesti aq kerjain ya, Creating Love, Crazy for Dash Girl, atau My Nerdy Girl? Ada yg mau memberi saran?