.
.
Author: svtAlien
Rate: T
Cast: Lee Jihoon, Kwon Soonyoung, etc.
Pairing: SoonHoon/HoZi
Disclaimer: Cerita milik saya dan karakter dari Tuhan YME
.
.
Kau seharusnya tidak membuat janji yang tidak dapat kau tepati, Kwon Soonyoung.
.
.
Jihoon masih ingat awal mereka bertemu. Saat itu mereka berdua masih kelas sebelas. Klub dance memutar lagu terlalu keras hingga klub musik yang berada tepat di sebelah klub dance merasa terganggu. Dengan kesal, Jihoon masuk ke dalam ruang klub dance setelah mengetuk pintunya berapa kali.
Hal yang pertama kali ia lihat adalah Soonyoung yang sedang menari. Mengesankan.
"…"
Jihoon diam. Ia yang awalnya sudah siap untuk memprotes ketua klub tersebut langsung terdiam ketika melihat pemuda berambut cokelat di depannya. Bahkan hingga Soonyoung menghampirinya, Jihoon masih dalam keadaan blank.
"Jihoon-ssi?"
Sadar. Jihoon mendongak untuk melihat wajah yang lebih tinggi.
"Ada hal yang bisa kubantu, Jihoon-ssi? Eh, namamu Jihoon kan?"
"Ya, namaku Jihoon. Bisakah kalian mengecilkan volume speaker tersebut, err—"
"Soonyoung. Kwon Soonyoung."
"—Soonyoung-ssi?"
"Baiklah. Karena kau manis, akan kukecilkan volumenya." Jawab Soonyoung sambil tersenyum.
"Ma-makasih." Jihoon sedikit merasa malu. Ia lalu beranjak kembali ke ruang musik.
"Aigo~ Manisnya~"
Jihoon tidak pernah lupa dengan perkataan Soonyoung yang—menurut Jihoon—setengah mengejeknya.
.
.
Pertemuan kedua mereka berlangsung di kantin. Jihoon sedang makan siang sendirian kala itu, lalu Soonyoung datang sambil membawa beberapa roti dan sebotol jus jeruk.
"Hai, sendirian saja?"
Jihoon tidak menjawab. Ia sibuk mengunyah roti isi dalam mulutnya. Soonyoung juga memilih untuk membuka bungkusan roti melon di tangannya lalu menggigit roti tersebut. Soonyoung menatap Jihoon dalam diam.
Diam. Tidak ada yang bicara di antara mereka berdua.
"Jangan menatapku terus, Kwon."
"Aku kan menunggumu menjawab pertanyaanku."
"Memangnya kau tidak bisa lihat sendiri kalau aku sedang sendiri?"
"Kalau begitu salahkan mukamu yang sangat manis sehingga enak untuk dipandang."
Jihoon juga ingat ia hampir tersedak saat itu.
.
.
Hari-hari selanjutnya, Jihoon dan Soonyoung jadi sering sekali bertemu, entah disengaja maupun tidak. Ditambah lagi, klub dance, klub hip-hop dan klub musik akan melakukan kolaborasi saat tampil di festival sekolah, menyebabkan ketiga klub tersebut harus latihan bersama.
"Soonyoung, kau tidak istirahat?" Jihoon duduk di sudut ruang latihan sambil memperhatikan pemuda di depannya yang sedang asik menari.
"Sebentar lagi, Jihoon."
"Tapi kau sudah latihan selama tiga jam." Jihoon meluruskan kakinya, mencari posisi yang nyaman untuk duduk.
"Dan kau sering kali terjaga hingga tengah malam untuk menyelesaikan lagumu."
"Tahu dari mana?"
"Seokmin."
Jihoon mendengus pelan, "Tapi kau harus istirahat sekarang, Soonyoung. Aku tidak mau kami harus mengganti penggantimu pada hari H."
"Baiklah." Soonyoung mengalah. Ia beranjak ke arah Jihoon, lalu tidur dengan kepalanya yang berada di atas paha Jihoon.
"Yak! Kenapa kau tidur di sini?"
"Pahamu enak sekali dijadikan bantal, Jihoon~"
"Bukan berarti kau bisa tidur di situ, Soonyoung.."
"Kan kau yang tadi menyuruhku istirahat."
"Tapi kan.." Jihoon terus menolak, setengah merengek.
"Besok kutraktir di kantin deh."
"Serius? Baiklah kalau begitu."
"Serius. Apa sih yang tidak untuk Jihoonku yang manis?"
Jihoon cuma tersenyum tidak ikhlas saja saat itu, yang dibalas dengan senyuman—entah tulus atau tidak—oleh Soonyoung.
.
.
Esoknya, Jihoon benar-benar ditraktir Soonyoung di kantin.
"Ambilah yang kau mau."
"Kau yakin?"
"Yakin, asalkan kau berhenti memasang ekspresi bak wanita matre yang menemukan sugar daddy barunya."
"Hehe."
Jihoon mengambil beberapa bungkus kimbap dan roti serta sekotak susu. Selesai Soonyoung membayar, mereka berdua pun menghampiri meja yang ditempati oleh Jun, Minghao, Seokmin, dan Jisoo.
"Kami duduk di sini ya, hyung." pinta Soonyoung ke Jisoo yang dibalas anggukan ringan.
Jihoon membuka bungkusan kimbapnya lalu memakan kimbap itu perlahan sambil memperhatikan percakapan antar lima orang yang sedang duduk semeja dengannya.
Beberapa menit kemudian, Soonyoung menoleh ke arah Jihoon dan menatapnya. Jihoon yang merasa tiba-tiba ditatap oleh Soonyoung membalas pemuda sipit itu dengan memberikan tatapan 'Apa yang salah denganku'. Soonyoung tersenyum lalu mengusap sudut bibir Jihoon dengan jari jempolnya. Sebutir nasi terlihat di jempol Soonyoung. Ia lalu memakannya.
"Kau! Kenapa kau memakannya?" seru Jihoon.
"Memangnya kenapa? Ini kan tidak kotor."
"Tapi.."
"Aku baru tahu kalian dekat." Ucapan Seokmin membuat Soonyoung menoleh ke arahnya.
"Hem?"
"Aku kaget mengetahui ada orang yang dapat menyentuh Jihoon tanpa dipukul olehnya." ujar Seokmin lagi.
"Ini kan hal biasa. Kenapa Jihoon harus memukulku?"
"Kau tidak tahu ya, Soonyoung? Jihoon kan seperti kucing betina yang sedang PMS, kau sentuh sedikit di tempat tertentu, ia akan langsung mencakarmu."
"Seokmin, kau mau latihan dengan tenang nanti kan?"
Pertanyaan Jihoon membuat Seokmin meringis pelan.
"Eh, Hal seperti ini kan wajar." Soonyoung menyentuh ujung bibir Minghao yang duduk di sampingnya dengan ibu jarinya lalu menempelkan jari tersebut ke bibir bagian bawahnya. "Iya kan, Minghao?"
"Eum." ucap Minghao sambil menganggukan kepalanya lucu.
Wajar yah. Mendengar itu, Jihoon merasa hatinya agak sakit. Entah kenapa. Saat itu, ia juga tidak tahu.
.
.
Beberapa hari berlalu. Hari itu hujan. Klub musik pulang lebih dulu daripada klub dance dan hip-hop. Sayangnya, Jihoon lupa membawa payung, alhasil, hingga Soonyoung telah pulang pun ia masih berdiri di gerbang masuk sekolah dekat loker siswa, meneduhkan dirinya dari hujan.
"Jihoon, kau belum pulang?
"Belum, aku harus ke halte tapi lupa bawa payung."
"Wah, kau juga mau ke halte ya? Mau pergi ke sana bersama?"
"Memangnya kau bawa payung?"
"Tidak."
Jihoon menatap Soonyoung lelah, "Lalu bagaimana caranya kau ke halte?"
"Lari. Terobos saja hujan ini."
"Bagaimana jika besok aku sakit dan suaraku jadi tidak bagus?"
"Ah.. Kalau itu.." Soonyoung melepas jas yang ia kenakan, lalu mengangkatnya hingga ke atas kepala Jihoon, "Biarkan aku yang melindungimu!"
Jihoon memandang Soonyoung dengan tatapan tidak percaya setengah meremehkan.
"Tenang saja, Jihoon. Percayalah padaku." Soonyoung tersenyum, mengingatkan Jihoon akan hamster peliharaan teman SDnya dulu.
Jihoon menghela nafas panjang, "Kalau sesuatu terjadi ke suaraku, aku akan membunuhmu."
"Siap, tuan putri~"
Jihoon menendang tulang kering Soonyoung sebelum akhirnya mereka benar-benar pulang dengan menerobos hujan.
Esoknya, Jihoon bisa latihan dengan suaranya yang bagus seperti biasa, namuna ia harus sabar mendengarkan keluhan Soonyong tentang kepalanya yang sakit dan hidungnya yang beringus.
.
.
Hari H. Jihoon berjalan mondar-mandir di backstage. Soonyoung yang berdiri di dekatnya merasa pusing melihat tingkah Jihoon. Mereka akan tampil setelah yang satu ini.
"Kau tidak bisa diam ya?"
"Tidak bisa, Soonyoung."
"Gugup?"
"Entahlah."
Jihoon merasa sedikit khawatir. Sebenarnya, saat kelas satu ia juga tampil saat festival sekolah sih. Masalahnya, tahun lalu yang menonton tidak sebanyak tahun ini dan hal itu membuatnya merasa sedikit khawatir.
"Kau pasti bisa melakukannya, Jihoon."
"Tapi bagaimana kalau aku berbuat kesalahan? Bagaimana jika suaraku tidak stabil nanti?"
"Kau terlalu khawatir, Jihoon. Tenang saja. Jika kau melakukan kesalahan, aku akan berada di sampingmu saat itu."
Jihoon masih berjalan mondar-mandir. Tampaknya kekhawatirannya belum hilang. Soonyoung tidak suka melihat Jihoon seperti itu. Ia meletakan kedua tangannya di pundak Jihoon, membuat Jihoon menghentikan langkahnya.
"Ada yang ingin kujanjikan kalau performance kita nanti lancar."
"Apa itu?"
"Aku akan menceritakan sesuatu kepadamu."
"Kalau tidak lancar?"
"Maka aku akan melakukan sesuatu untuk membuatmu merasa lebih baik."
Belum sempat Jihoon membalas perkataan Soonyoung, mereka sudah diminta untuk bersiap. Soonyoung menarik tangan Jihoon. Jihoon tersenyum, ia janji akan berterima-kasih kepada pemuda yang sedang memegang tangannya ini jika mereka tampil bagus nanti.
Saat itu, mereka tampil dengan sempurna.
.
.
Festival sekolah. Sekarang sudah malam. Orang-orang sedang menyalakan api unggun sambil bernyanyi dan menari ceria di lapangan sekolah. Jihoon dapat melihat teman-temannya. Satu orang yang ia tidak rasakan keberadaaanya, Kwon Soonyoung.
"Jun, kau tahu dimana Soonyoung?"
"Dia izin ke kelasnya. Ada yang mau diambil katanya."
"Ok, makasih ya."
Jihoon melangkah cepat ke dalam bangunan kelas dua. Ia ingin berbicara dengan Soonyoung, meminta balasan dari janjinya serta berterima kasih ke Soonyoung. Masuk ke dalam kelas, Jihoon dapat melihat punggung Soonyoung yang sedang melihat pemandangan lapangan sekolah yang ramai dari jendela kelas. Jihoon menepuk pundak Soonyoung. Ia lalu berdiri di samping pemuda itu.
"Jihoon, kenapa kau di sini? Kukira kau ikut bersenang-senang dengan mereka di bawah?"
"Justru aku yang harusnya tanya begitu. Aku pikir tadinya kau bersama dengan kami di bawah."
"Aku kemari untuk mengambil sesuatu."
"Dan tidak kembali ke bawah?"
"Yah, kau tahu.."
Hening sejenak.
"..ada saatnya dimana aku ingin menikmati waktuku sendirian, terutama setelah tampil seperti tadi."
"Heh, haruskah aku pergi?" ucap Jihoon lalu bersikap seolah akan beranjak pergi, sebelum akhirnya Soonyoung menahan tangannya.
"Tidak perlu. Tetaplah di sini."
Jihoon menelan air ludahnya. Ekspresi yang Soonyoung tunjukan sekarang, ekspresi itu baru pertama kali ia lihat. Menenangkan tapi menuntut, seolah memaksa Jihoon untuk tetap berada di sini.
"Baiklah."
Keduanya kemudian asyik melihat orang-orang di bawah sana yang menari di sekitar api unggun, sedangkan beberapa sedang menyiapkan kembang api. Tidak ada yang bicara di antar mereka berdua.
"Rasanya aneh." ujar Jihoon tiba-tiba.
"Apanya yang aneh?"
"Kita pertama kali berkenalan sekitar empat bulan yang lalu, namun kita berdua seperti ini pada malam festival kebudayaan. Seolah kita telah lama kenal."
"Heh~ Benarkah? Menurutku empat bulan bukan waktu yang singkat."
"Bagiku itu waktu yang singkat. Kita bahkan tidak sekelas, tapi aku bisa sedekat ini denganmu." Jihoon tersenyum. Sungguh manis di mata Soonyoung. "Meskipun aku tahu kau menganggapku sebagai satu di antara banyaknya temanmu yang lain, tapi bagiku kau lebih dari sekedar teman biasa. Makasih sudah menjadikanku temanmu, Soonyoung."
Pipi Soonyoung bersemu merah. Jihoon yang berterima kasih sambil tersenyum itu menurutnya sangat manis.
"Jihoon,"
"Ya?"
"Masih ingat dengan janjiku?"
"Tentu saja. Kau baru mengatakannya tadi sore. Kau kira ingatanku seburuk apa?" Jihoon menatap Soonyoung kesal.
Soonyoung terkekeh pelan, "Iya, iya. Jangan marah dong, nanti manisnya hilang."
"Aku turun ke bawah sekarang."
"Jihoon, jangan pergi!"
Untung Jihoon tidak jadi ngambek. Suasana di antar mereka berdua pun kembali seperti semula.
"Yang ingin kukatakan itu sebenarnya.."
Soonyoung mengambil oksigen sejenak.
"..Aku telah mengagumimu sejak lama."
"Eh?"
"Empat bulan yang lalu itu.. Itu bukan pertama kalinya aku mengenalmu. Ingat saat aku memanggilmu 'Jihoon-ssi'? Aku sudah tahu namamu sejak lama. Kau pernah menyanyi untuk lomba di sebuah mall ketika kelas satu pada saat akhir semester satu, bukan? Aku sedang jalan-jalan sendiri saat itu untuk mengobati moodku yang buruk. Mendengar suaramu membuat moodku langsung membaik. Terima kasih untuk itu."
Kali ini, pipi Jihoon lah yang bersemu merah.
"Saat festival sekolah tahun lalu, kau tampil dengan bernyanyi. Saat itulah aku tahu ternyata kita satu sekolah." Soonyoung melanjutkan, "Ketika kelas dua, kau menjadi ketua klub, begitu pula denganku. Sering kali kita duduk bersebelahan saat rapat antar klub. Mukamu manis sekali. Itulah salah satu alasan aku rajin menghadiri rapat-rapat seperti itu. Makasih."
Dengan ucapan itu, pipi Jihoon semakin memerah.
"Saat kau menghampiriku karena musik dari ruang klub dance yang mengganggu klub musik, itu sebenarnya salah Jun yang memasang volume speaker yang terlalu besar, namun sepertinya aku harus berterima kasih kepadanya karena aku bisa bertemu denganmu."
"Kau terlalu membesar-besarkan.." ujar Jihoon dengan pipi yang memerah.
Soonyoung tidak peduli. Ia hanya tersenyum lalu kembali melanjutkan perkataannya. "Aku sangat mengagumi, Ji. Bagiku, kau luar biasa. Terima kasih sudah menganggapku lebih dari sekedar teman biasa."
Jihoon yakin ia tidak bisa tidur nyenyak nanti malam.
"Satu lagi, aku tidak mungkin membiarkan seorang teman biasa berdua denganku di kelas saat malam festival sekolah, terutama ketika sebenarnya aku sedang ingin sendiri."
Dengan berakhirnya perkataan Soonyoung, bunyi kembang api terdengar. Indah. Jihoon bersyukur ia bisa melihat pemandangan itu dengan Soonyoung di sampingnya.
Malam itu adalah malam yang tidak akan mungkin Jihoon lupakan. Tidak akan pernah.
.
_ToBeContinued_
.
Halo~ Makasih udah baca fanfic ini.
[1] Fanfic ini awalnya pengen dibikin jadi oneshot tapi karena terlalu panjang, mungkin bakal saya jadiin sekitar tiga chapter.
[2] Itu terakhirnya SoonHoon masih temenan loh ya. Yah, semacam TTM gitu lah, hihi.
Heum heum. Kritik, saran, dan respon anda sangat berarti untuk saya. Review juseyooo~
