My Stalker Girlfriend

Naruto © Kishimoto Masashi

Warning: Rate T+ for suggestive theme

.

.

Gue gak pernah mengerti dengan pikiran spesies bergenre cewek.

"Ah, lihat! Dia keren banget!"

"Itu, cowok yang rambutnya pirang. Mata biru, kulit tan…ah, ngeliatnya aja bikin ngiler."

"Tipe cowok playboy, kan?"

Mereka ngomong seenaknya sendiri. Selalu dan selalu. Setiap detik, kemanapun Gue pergi. Mereka tidak pernah merasa bosan bergosip.

"Udah pasti playboy tuh. Lihat aja gayanya. Gimana ya…ah, tipe anak nakal gitu, kan?"

"Aduh, kok aku jadi ingin dipermainkannya juga!"

"Tapi meski playboy begitu gak kelihatan jelek ya. Malah jadi terkesan elit. Dia mungkin udah tidur sama puluhan wanita."

"Dua atau tiga wanita dalam semalam?"

"Mungkin, klo aku minta one-night-stand oke juga."

"Oh, hentikan pikiran itu. Kayaknya dia tipe yang suka sama cewek dewasa."

"Kau ngomong apa sih? Siapapun bisa aja. Terlebih jika performaku bagus aku bisa jadi teman pelepas penatnya. Kalau beruntung."

"Newbie kayak kamu sih gak bakalan deh kayaknya."

"Apa kau bilang? Mau ngajak berantem?!"

Gue beneran gak ngerti. Cewek itu sungguh, meminjam kata Shikamaru, merepotkan. Sesuka hati mereka membicarakan sesuatu yang gak ada bener-benernya. Menjerumuskan Gue dalam pencitraan aneh yang memuakkan. Beneran, lama-lama hidup Gue bakalan hancur gara-gara omongan mereka.

Wajah badboy apaan? Playboy apaan?

Tidak lama sebelum ini Gue deket sama cewek. Ceweknya imut banget. Tipe yang gak Gue temuin di seantero Sekolah. Dia ngajak kenalan pas Gue lagi nongkrong bareng Sasuke-teme di Shibuya. Tapi, baru seminggu kenalan dia tiba-tiba nangis.

"Apa aku tidak cukup menarik untukmu? Saat aku mengajakmu kerumahku kau harusnya sudah mengerti, kan? Kita sudah dekat selama seminggu tapi kau bahkan tak menunjukkan ketertarikan padaku. Ciuman saja tidak! Kau merasa bosan denganku? Kau bahkan merasa bosan sebelum benar-benar menyentuhku? Apa aku seburuk itu?"

Sungguh! Itu benar-benar memuakkan! 'mengajak kerumah' berarti main, kan? 'dekat selama seminggu' apa itu waktu yang cukup untuk tiba-tiba berciuman da-dan…

Oh, sialan! Ini Gue yang aneh atau memang hubungan antara cowok-cewek memang secepat itu? Maksud Gue, apa yang mereka harapkan dari seorang perjaka kayak Gue?!

"Yo, dobe. Merasa kesulitan dengan sesuatu?"

"Entahlah teme." Naruto memberengut. Entah sejak kapan semua kegilaan ini dimulai. Tapi tiba-tiba saja semua tuduhan badboy itu melekat kuat di dalam diri Gue. Dasar cewek, jika terus seperti ini Gu-Gue nggak tahu lagi apa yang akan Gue lakukan dengan masa depan Gue sendiri.

"Jangan ngeliatin Gue kayak gitu. Menjijikkan." Sasuke mendecih.

"Apa yang harus Gue lakuin, teme? Gue gak mau nyia-nyiain masa muda Gue kayak ini terus."

"Kalau gitu Lu cari cewek, dong!"

Naruto mengerjap. Mendadak berdiri dari bangkunya lalu menyalak, "Lu gila!? Cewek-cewek itu aneh. Gue emang pengen sih punya pacar, tapi…klo harus tidur dalam waktu seminggu dengan mereka G-Gue…"

"Jangan banyak mikir, bro. Ikutin aja apa yang mereka mau and have fun!" Ujar Kiba menanggapi.

"Huh?"

Beneran! Ini Gue yang gak normal atau hubungan cowok-cewek benar-benar harus secepat itu? Maksud Gue, bukankah kita harus saling mengenal satu sama lain terlebih dahulu? Menghabiskan waktu bersama, berkencan, pegangan tangan…melamar, berpelukan, lalu menikah, berciuman dan ba-barulah… kesannya emang kolot dan gak kekinian. Tapi bukankah harusnya seperti itu? Untuk memasukkan 'ini' kedalam 'itu' dalam waktu seminggu? Ya, Tuhan…

Tentusaja, Gue pengen melakukannya. Gue cowok tulen dan cowok adalah makhluk mesum. Namun untuk mengekspos seluruh tubuh Gue dihadapan wanita yang baru Gue kenal dalam seminggu? I-itu terlalu memalukan. Gue bakalan mati karena menahan malu.

"Lu cuma gak punya nyali aja kan, Naruto?"

"Huh?"

"Gak usah sok jual mahal deh, Loe. Disodorin kayak gitu sok nolak. Lihat! banyak banget cewek yang nawarin diri buat loe, tapi loe malah ogah-ogahan. Loe jangan sombong deh, mentang-mentang Gue harus usaha keras dulu buat dapetin satu cewek sedangkan Loe? Loe cuma perlu nyapa mereka dan…mereka langsung kelepek-kelepek sama Loe. Jadi cowok ganteng emang dosa, ya?" Kiba menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak habis pikir dengan nasib mujur yang didapatkan sobat karibnya.

"Ini bukan masalah tidur sama cewek, Kiba!" Sulut Naruto tidak terima.

"Terus apa? Akhir dari nyari cewek emang buat itu, kan? Ngajak ke tempat tidur!"

Naruto tercengang, tentu saja. Jaman apaan ini? Kenapa semua orang ujung-ujungnya mikir ke sana? Naruto tak habis pikir. Bukankah untuk tidur bersama itu butuh cinta? Dan kita gak bisa dapet cinta dalam waktu sebentar. Dibutuhkan waktu untuk memahami pribadi satu dengan yang lainnya. Apalagi Naruto sama sekali tidak mengerti jalan pikiran para cewek.

"Gue gak setuju sama Lu, Kiba. Untuk ngelakuin hal intim kayak gitu bukannya perlu cinta? Klo kita ngelakuin itu hanya untuk muasin diri kita doang, bukannya itu gak adil buat pihak cewek? Lagi pula hal itu hanya patut dilakukan setelah menikah! Hadiah istimewa yang boleh dibuka pas malam pertama bersama istri kita!"

Kiba, Sasuke dan teman-teman nongkrong Naruto ternganga. Mereka terdiam beberapa detik sebelum suara tawa mereka pecah membelah keheningan di ruang kelas itu. Kiba tertawa sampai air matanya keluar. Bahkan si wajah datar Sasuke pun ikutan tertawa!

"Hahaha, bener-bener gak sesuai tampang Lu." Kiba memegangi perutnya. "Loe hidup jaman apaan sih? 'hanya patut dilakukan setelah menikah'? Loe mau terus jadi perjaka sampe nikah? Hahaha."

"Gue tahu Lu emang bodoh. Tapi Gue gak nyangka Lu sebodoh ini, dobe." Timpal Sasuke.

"Oh, diamlah kalian." Naruto menjenggut rambutnya dengan frustasi. Ia akhirnya memutuskan untuk diam sampai teman-temannya berhenti tertawa. Well, percuma Naruto berbicara pada mereka saat ini. Itu hanya akan membuat tawa mereka semakin keras.

"Tapi, Naruto." Shikamaru yang terbangun dari tidur siangnya tiba-tiba ikut nimbrung, "Lu emang butuh cewek."

Naruto mendesah, "Lu jangan ikut-ikutan mereka juga dong, Shikamaru!"

"Mendokusai na, Gue cuma nyaranin aja. Seenggaknya cewek Loe itu bisa dijadiin tameng. Yah, klo loe pengen tetep jadi perjaka sampe malem pengantin Loe."

"Huh? Tameng?"

"Yup, tameng buat ngehalau Lu dari cewek-cewek karnivora yang ngeliat Lu kayak daging segar siap santap." Sahut Chouji.

Naruto menegak ludahnya. Seberat itukah menjaga keperjakaan? Dan Naruto sama sekali tidak mengerti kenapa ia terlihat seperti 'daging segar siap santap' bagi cewek-cewek karnivora. Naruto bahkan tidak melakukan apapun! Apa mereka pernah memergokinya berciuman panas sama cewek? Hell, pegangan tangan aja Naruto tak pernah sanggup melakukannya tanpa inisiatif pihak cewek duluan!

"Semua pembicaaraan ini gila. Gue bisa jadi gila kalo gini teruuus." Naruto kembali mendesah. Ia sudah tidak tahan dengan semua pandangan menuduh tentang dirinya.

"Makanya cari cewek."

"Seenggaknya cewek yang aman buat Loe. Yang gak bakalan nyerang Loe diam-diam. Cewek yang bener-bener cinta mati sama Loe sampe meski Loe cuekin tuh cewek, dia tetep terima."

"Gak neko-neko dan penurut abis."

"Agak cantikan biar Loe ada hiburan. Siapa tau Loe mulai tertarik ke dunia dewasa."

Naruto mencibir. "Please, Kiba berhenti sama omongan mesum Loe."

"Oh, siapa tahu. Kan Kita gak tahu apa yang bakalan terjadi ntar." Timpal Kiba seraya menepuk bahu Naruto sambil tersenyum mahfum. "Jadi, cari cewek?" Tawarnya kemudian.

Naruto mengedarkan pandangannya pada teman-teman yang juga sedang balas menatapnya. Biarpun Naruto menolak ia tahu itu akan sia-sia karena teman-temannya akan terus memaksanya sampai ia mau. Well, ini gak kayak Naruto adalah cowok anti pacaran atau apa. Gak ada salahnya nyoba, siapa tahu ini bisa berjalan dengan baik dan ia bisa dapet cewek yang 'normal' seperti dirinya. Naruto Uzumaki, 16 tahun, dengan ini membulatkan tekadnya untuk berubah. "Oke."

~My Stalker Girlfriend~

Usaha buat nyari cewek 'normal' memang tidak akan mudah. Di jaman vulgar seperti saat ini, mencari perempuan yang sefaham dengannya seperti mencari jarum di tumpukan jerami.

Tidak cukup dengan masalah yang ia miliki saat ini, timbullah masalah lainnya.

"Kau sudah dengar? Kabarnya, Naruto-kun sedang mencari pacar."

"Apa? Seriusan? Ia mau tobat dari title Playboynya?"

"Siapa yang peduli dengan title-nya. Justru karena titlenya itu lah ia jadi semakin menggairahkan."

"Bahkan bagiku jadi pacar ke-dua, ke-tiga…ke-sepuluhpun aku rela!"

"Oh, aku harus mempersiapkan diriku untuk menarik perhatiannya. Mungkin aku akan memendekkan rokku?"

"Aku akan mencari parfum yang lebih dewasa."

"Sepertinya aku butuh make up yang agak menonjol."

"Menyingkirlah dari jalanku, kalian wanita menyedihkan. Percuma saja kalian melakukan usaha-usaha tidak berguna seperti itu. Naruto-kun pasti akan memilihku. Kecantikan palsu seperti kalian tidak akan menarik perhatiaanya."

"Dasar banyak omong, ja-la-ng!"

"Ngomong apa Lu? Mau ngajak berantem?"

"Ayo! Siapa takut!"

Itu adalah sepenggal dari banyaknya kehebohan yang terjadi di sekolah. Nampaknya, percakapan yang terjadi beberapa hari yang lalu di kelas itu terdengar oleh seseorang dan ya, cewek gak pernah bisa menjaga mulutnya yang bocor.

Hasilnya? Kericuhan yang terjadi semakin membahana. Para cewek makin ganas melancarkan serangan.

"Ceile, ini bau apaan ya? Wanginyaa." Kiba, si anjing jejadian, memainkan hidungnya semenjak ia membuka pintu kelas pagi itu. Para cewek-cewek di kelas telah bersiap dengan senjata andalan masing-masing.

"Loe apa-apaan sih Ino? Mau nyaingin Matahari? Udah rambut pirang, Lu pake iketan kuning, lensa kuning, gelang kuning, kaus kaki sampe sepatu ikutan kuning juga!"

Ino langsung mendelik galak, "Loe udah bosen idup ya, anjing jejadian?"

"Ampun deh, non." Kiba buru-buru angkat tangan.

Gak di kiri, gak di kanan. Semua cewek mendadak dandan. Ada yang ketebelan sampe malah keliatan kayak badut ada juga yang tambah cantik sampe jadi pangling. Cewek yang biasanya pake kaca mata tebel tiba-tiba menggantinya dengan lensa kontak dan memoles matanya jadi super cantik. Cewek yang rambutnya lurus mendadak keriting begitupun yang keriting mendadak jadi lurus. Yang biasa diiket rambutnya mendadak diurai dan yang biasa diurai mendadak diiket tinggi-tinggi sampe tengkuk mulus jadi pemandangan yang menggoda iman.

Naruto hanya bisa mengela napas pasrah dengan pemandangan di kelasnya. Mata cewek-cewek langsung mengilap begitu sosok Naruto memasuki kelas.

"Ohayou, Naruto-kun." Sapaan itu beragam, ada yang pake nada di-imut-imut-in, ada yang dibuat super lembut ada juga yang dibuat jadi nada manja.

Naruto langsung melempar pandangan ada-apa-ini pada Kiba yang hanya mengangkat bahunya cuek. Naruto sudah tidak tahu lagi bagaimana menghadapi para cewek. Naruto akui ia memang sedikit menarik jika diliat dari sisi tampang. Namun sobat karibnya Sasuke jauh lebih menarik darinya. Jika Sasuke memiliki aura kalian-bodoh-menjauhlah-dari-ku, maka Naruto memiliki aura kemarilah-dan-makan-aku. Sudah sifat bawaannya, Naruto ramah dan punya aura welcome yang bikin para cewek ngantri di dekatnya. Tentu fans Sasuke tidak kalah banyak darinya, namun ini bukan masalah banyaknya fans melainkan perlakuan para fans yang berbeda seratus-delapan-puluh-derajat. Fans Sasuke tidak memandangnya dengan tatapan ingin-memakan seperti yang dilakukan fans Naruto padanya. Mungkin Teman-temannya benar, ia harus segera mencari pacar untuk menghalau semua pandangan menginginkan dari cewek-cewek gila itu.

BRAK!

Sebuah dentuman keras menghentikan seluruh aktifitas aneh yang terjadi pagi itu. Para siswa yang berada di dalam kelas berhamburan keluar. Lalu pemandangan papan mading yang tergeletak bersama dengan seorang gadis indigo menjadi fokus semua orang.

Gadis berambut panjang itu tersungkur di lantai dengan papan mading di bawahnya. Nampaknya ia terjatuh karena menabrak papan yang diletakkan di koridor kelas. Wajah putihnya merona. Mungkin kerena malu atau menahan sakit.

Saat melihat rambut indigo itu, Naruto merasa sangat kasihan. Gadis itu pasti merasa sangat malu. Naruto tahu, karena Hinata Hyuga adalah gadis kaku-pemalu-pendiam-dan-teraneh di kelasnya. Dia adalah satu-satunya gadis selalu menyembunyikan matanya dibalik poni tebal miliknya. Ia juga selalu dilingkupi oleh aura kehadirannya yang tipis. Intinya, dia gadis aneh-tidak popular yang ada atau tidaknya dia di kelas tidak banyak siswa yang sadar.

Semua orang terdiam di tempat. Hanya memandangi gadis malang itu tanpa ada yang berniat membantunya.

"Oi, kau baik-baik saja?" Tanya Naruto. Jiwa kemanusiaannya terpanggil. Bagaimanapun ia teman sekelas gadis aneh itu.

Hyuga Hinata mengangkat kepalanya. Matanya membulat. "Na-Naruto-kun?"

"Ada yang sakit?" Lanjut Naruto saat Hinata hanya mampu tergagap.

Naruto membungkuk di hadapannya. Wajah Hyuga Hinata merona hebat. "Kenapa? Kepalamu terbentur keras? Apa sakit?"

Tangan Naruto secara otomatis terangkat menyentuh kepala indigo itu. "Dahimu sedikit benjol. Ayo kuantar ke UKS. Apa kakimu baik-baik saja?"

Terdengar suara jeritan tertahan dari orang-orang disekitarnya. Tapi Naruto tidak punya waktu untuk menanggapi lingkungan sekitarnya. Ia terlalu takjub pada betapa meronanya wajah gadis Hyuga itu untuk menyadari keadaan.

"Oi!" Naruto mengguncang bahu Hinata yang bergeming. "Hinata?"

Blush…!

Wajah gadis itu semakin memerah hingga mencapai telinganya. Lalu detik selanjutnya mata gadis itu tertutup dan tubuhnya terkulai tak berdaya.

"Oi! Hinata! Kau baik-baik saja?"

…sang Hyuga jatuh pingsan.

~My Stalker Girlfriend~

"Dia baik-baik saja. Mungkin hanya sedikit syok." Dokter UKS berkata setelah menempelkan kompersan di kepala Hinata.

Naruto mengangguk, "syukurlah kalau begitu."

"Kakinya juga baik-baik saja. Hanya sedikit lebam dan benjol di dahinya." Lanjut Shizune-sensei.

Setelah menyelimuti Hinata, Shizune-sensei menutup tirai penghalang. Memberikan sedikit privasi bagi Naruto dan Hinata. Shizune selalu mendukung percintaan para murindnya. Ia adalah pemerhati pasangan muda terutama para siswa yang menggendong siswi ke UKSnya dengan tatapan cemas ala komik shoujo.

Naruto menatap wajah Hinata yang tertidur lelap. Nah, setelah dilihat-lihat Hinata ternyata cantik juga. Wajahnya putih mulus. Hidungnya mancung, bulu matanya lentik dan bibirnya merona-basah. Untuk sesaat Naruto tidak bisa mengalihkan matanya dari gadis Hyuga.

Bel sekolah berdentang. Naruto hendak meninggalkan UKS untuk ikut pelajaran pertama saat sebuah lengguhan lemah diikuti kelopak mata Hinata yang perlahan-lahan bergerak membuatnya mengurungkan diri. Kelopak matanya perlahan terangkat dan manik lavender itu langsung fokus pada manik safirnya dalam hitungan sedetik.

"Uaaah!" Hinata Hyuga terkesiap. Ia meloncat dari ranjang UKS dan mundur beberapa langkah hingga punggungnya menyentuh tembok. Wajahnya kembali memerah dan bibirnya terlihat gemetar. "Na-Naruto-kun?!"

Itu adalah reaksi yang aneh. Tapi apa yang Naruto harapkan dari seorang Hyuga? Hinata Hyuga memang aneh.

"Tadi kau pingsan. Lalu aku membawamu ke UKS." Naruto berujar saat menemukan pandangan heran dari raut wajah Hinata.

Hinata menarik tirai di belakang punggungnya dan bersembunyi di balik tirai itu. Ia menengokkan kepalanya dan berkata, "ttetteterimakasih!" dengan nada cepat sambil memejamkan matanya kuat-kuat.

Naruto memandangi gadis Hyuga dan terpaku pada keanehan yang dimilikinya. Kenapa wajah gadis itu gampang sekali memerah? Kenapa ia menutup matanya seperti itu? Kenapa ia gagap saat berbicara? Kenapa ia mudah sekali pingsan? Dan jutaan kenapa lainnya yang tak bisa Naruto pahami. Dalam beberapa hal, Naruto menemukan perbedaan janggal antara cewek-aneh-Hyuga dengan cewek-cewek pada umumnya.

Berbeda dengan cewek pada umumnya yang cenderung bergelayut manja padanya, Hinata malah langsung menjauh dan bersembunyi darinya. Daripada menatap matanya dengan tatapan memangsa, Hinata malah menutup atau menundukkan kepala untuk menyembunyikan matanya. Dia adalah jenis cewek langka dalam kategori aneh.

Tapi keanehan cewek Hyuga tidak ada hubungannya dengan Naruto. Jadi Naruto memilih untuk berhenti memikirkan keanehan-keanehan gadis lugu itu.

"Bel udah bunyi barusan. Aku mau balik ke kelas. Kamu istirahat aja dulu, biar aku bilang ke Gai-sensei kalau kamu ijin pelajaran olahraga. Cepet sembuh, ya. Bye."

Naruto berjuang untuk mempertahankan nada dinginnya. Bagaimanapun ia tidak mau menambah daftar fangirls-nya. Naruto sedang mencoba menerapkan metode aura kalian-bodoh-menjauhlah-dari-ku milik Sasuke untuk menekan pertumbuhan jumlah fangirls-nya.

Hinata menarik tirai jendela yang membungkus tubuhnya sambil mengangguk kecil ia mengucapkan, "Terimakasih." dengan nada sangat pelan.

"Jadi gimana?" Pertanyaan itu langsung menodong Naruto begitu ia kembali ke kelas.

Naruto berlagak bodoh. Ia mengambil baju olahraganya dan buru-buru mengenakkannya. "Apanya?" Ujar Naruto acuh tak acuh.

"Cewek Hyuga itu. Atau harus Gue panggil 'Hi-na-ta'-Chan?" Kiba memanyunkan bibirnya. Menggoda Naruto.

"Lu kenapa, sih?" Tukas Naruto dengan nada malas.

"Loe cuma manggil nama kecilnya dan dia langsung pingsan! Bukankah itu sangat lucu? Yaampun, Loe bahkan langsung ngegendong gadis aneh itu ke UKS, ninggalin puluhan cewek patah hati di seantero sekolah!"

"Plis Kiba, Gue lagi gak mood nih."

"Nah, kalo diinget-inget lagi ini takdir!"

"Ha?"

Kiba mengusap dagunya dengan jari telunjuknya. Alisnya mengerut dan matanya memincing serius. "Gue sobat lu dari SMP, Naruto. Gue tau bener kapan kita kenalan sampe bisa jadi bbf-an sama lu."

Naruto menatap Kiba dengan pandangan jijik. "Lu ngomong apaan sih, Gue jadi merinding gini dengernya."

"Nah, dari sana Gue tahu dengan jelas temen-temen disekitar Lu. Sampe sekarang Gue masih inget kronologinya. Dari perjumpaan pertama kita sampe detik ini. Kita emang gak sekelas pas kelas dua tapi di kelas satu sama kelas tiga kita sekelas."

"Plis, Kiba. Lu kalo ngomong to-the-point aja deh, gak usah pake prolog. Maksud Lu apa?!" Potong Naruto dengan tidak sabaran.

"Ish, dengerin Gue dulu. Gue belum beres ngomong."Kiba buru-buru meletakkan telunjuknya di depan mulutnya sendiri. Memberikan isyarat diam kepada teman-temannya yang juga menatapnya heran.

"Lu inget temen-temen sekelas Lu di SMP gak?"

Naruto mengerutkan keningnya. Lalu menggeleng pelan, "enggak. Gue cuma gaul sama Lu pada doang."

"Nah, seinget Gue gadis Hyuga itu juga dari SMP yang sama dengan kita semua. Hebatnya lagi tu cewek suram sekelas sama Lu tiga tahun berturut-turut!" Ujar Kiba setengah menyalak. "Klo ditambah sama SMA berarti Lu udah empat tahun lebih sekelas sama tu cewek."

"Salah." Kilah Sasuke membuat teman-temannya beralih fokus padanya. "Lebih tepatnya 11 tahun lebih."

"Seriusan?!" Pekik Kiba dan Chouji bersamaan. Kiba buru-buru menatap Sasuke, "11 tahun? Sekelas terus? Be-berarti dari TK dong? Uwaah!" Kiba memekik heboh.

"Bahkan Lu yang soulmate banget sama Sasuke gak sampe tuh sekelas ama dia sampe 11 tahun." Chouji menepuk pundak Naruto yang nampak terpekur. "Ini bukan hanya sekedar kebetulan, bro! Ini-"

"-takdir." Potong Sai. "Sudah pasti takdir, kan?"

Mata Naruto membulat. Untuk beberapa saat waktu terasa berhenti berdetak. "tta—takdir?"

Kiba diikuti Chouji mengangguk pelan. "Sudah jelas, kan?"

"Bisa jadi jodoh juga." Timpal Shikamaru setengah menguap.

~My Stalker Girlfriend~

Bola mata itu menajam, lalu bersinar mengikuti gerakan seseorang pada fokusnya. Sambil bersembunyi dibalik tirai jendela UKS, mata Hinata mencuri pandang pada sosok pirang yang berlari di lapangan. Sudah lumayan lama Hinata memperhatikannya. Namun meskipun tidak ada yang menarik dari melihat teman-teman sekelas berlari mengelilingi lapangan pagi itu, Hinata tidak merasa bosan. Baginya ini adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Tanpa disadari, sebuah lengkungan tipis terbentuk di bibirnya yang merona.

Sudah menjadi kebiasaannya mengamati cowok pirang itu. Sejak kecil Hinata sudah terbiasa bersembunyi—entah itu dibalik pohon, tembok, tiang listrik, pintu, pagar, semak-semak, lorong atau jendela bertirai seperti sekarang—untuk mengamati sang pangeran yang sudah mengisi hatinya sejak sebelas tahun yang lalu. Benar, Hyuuga Hinata telah menjadi stalker Naruto Uzumaki sejak 11 tahun yang lalu.

Hinata tahu ini adalah kebiasaan yang jelek namun Hinata tidak berniat buruk. Lagipula ia terlalu pemalu untuk menyerang cowok berkulit eksotik itu. Melihatnya dari jauh sudah cukup. Baginya, Naruto selalu jadi Matahari, sumber energinya, semangatnya.

"Ehem! Sedang asyik mengamati pacar, huh?"

Hinata tersentak. "Shishishishizune-sensei!"

"Ara, Apa aku mengagetkanmu?"

Hinata buru-buru membungkus dirinya dengan tirai yang ia pegang erat. Kemudian dari lilitan tirai yang membungkus tubuh mungilnya, kepalanya mengintip malu-malu. "Enggak. Apa yang Anda lakukan disini, Sensei?"

"Menurutmu, apa yang guru kesehatan lakukan di UKS?" Jawab Shizune seraya ikut mengintip seseorang dibalik jendela. "Jadi, cowok pirang itu pacarmu, ya?"

"Eeh?!"

"Enaknya jadi anak muda. Seorang Ikemen menggendong pacarnya yang terluka ke UKS. Ah, aku merasa bisa melihat bunga-bunga bertebaran disekitar kalian pagi tadi. Oh, betapa indahnya masa muda."

"Se,sensei itu tidak be,benar. Soalnya Na,Naruto-kun bu,bukan—"

"Jadi namanya Naruto?" Shizune menangkup pipinya lalu menjerit histeris. "Ah, jadi dia cowok yang digosipin badboy itu? Playboy nakal yang suka mempermainkan hati perempuan. Tapi kok, aku jadi merasa gak masalah dipermainkan dia. Cinta terlarang guru UKS dan siswa Ikemen! Kyaaa~ betapa berdosanya diriku ini. Ne, Hinata-chan kau ini siapanya Naruto-kun? Pacar? Selingkuhan? Teman tidu—"

"Bukan!"

Tubuh Hinata tampak bergetar. Wajahnya merona hebat dan ia terlihat seperti mau menangis. Shizune menatap Hinata dengan pandangan menyelidik setengah penasaran. "Ah, kau istrinya ya?! Atau tunangannya karena dijodohkan oleh kedua orang tua kalian?"

"Ha?" Hinata terdiam. "Bu,bukan! A,aku bbbu,bukan siapa-siapanya Naruto-kun."

Shizune mengusap dagunya lalu mengangguk-anggukkan kepalanya sebari mengguman, "Ya ya, aku mengerti kau tidak usah menutupinya. Itu karena hubungan kalian rahasia kan? Jika sekolah tahu bahwa kalian suami-istri, kalian pasti akan dikeluarkan dari sekolah terlebih lagi teman-teman dan fansclub suami mu itu tidak akan tinggal diam. Jadi demi menutupi semuanya kau sengaja merahasiakan hubungan kalian. Jadi kau hanya bisa mengamati dirinya dari jauh seperti ini saat berada di sekolah. Ah, betapa menyedihkannya kehidupan cinta kalian. Bersabarlah setahunan lagi kalian bisa mengumumkan pada dunia bahwa Naruto milikmu. Aku tahu ini berat, tapi Hinata-chan percayalah pada kekuatan cinta kalian." Ujar Shizune panjang lebar sembari menggenggam jemari Hinata.

"Sen,sensei I,itu-"

"Aku pasti akan mendukungmu, Hinata! Aku pasti menjaga rahasiamu dengan nyawaku sendiri. Jadi, kau tidak usah khawatir. Hubungan pernikahan rahasia kalian aman bersamaku. Aku tidak akan mengatakan pada siapapun bahwa kau dan Naruto-kun adalah Suami-Istri." Shizune menatap Hinata dengan mantap.

"Ttapi ssensei, iitu…aku dan Naruto-kun bukan…A,anu A,anda ssa,salah pa,paham."

Genggaman tangan Shizune pada Hinata mengerat. "Kau tidak usah menutupinya dariku. Aku mengerti situasi kalian."

"Makanya, Anda salah paham…" Hinata merasa sangat tidak nyaman dipandangi intens seperti itu oleh Shizune. Ia meneguk ludahnya lalu buru-buru mengalihkan pandangan mencekik dari Shizune. "…aku dan Naruto-kun hanya…"

Dunia Hinata terasa berhenti berputar. Rengekan Shizune juga riuhnya sekolah saat jam pelajaran kedua berbunyi mendadak tidak terdengar sama sekali. Dada Hinata terasa sesak karena debaran-debaran yang tidak menentu, namun Hinata tetap tidak bisa mengalihkan pandangannya dari11manik safir yang mengunci matanya. Dalam sepersekian detik tubuh Hinata terasa membeku.

Terpana.

Hanya beberapa detik, namun tubuh Hinata seperti peralatan elektronik yang mati karena aliran listrik terhenti.

Kiba menubruk Naruto hingga tubuh cowok pirang itu tersungkur ke tanah tanpa perlawanan. Hinata mengerjap. Rasanya seperti seseorang menyadarkannya dari lamunan panjang. Hinata melihat Kiba menertawakan Naruto. Cowok pirang itu terlihat menggerutu. Ia bangkit dan menepuk-nepuk lututnya yang dipenuhi debu. Lalu ia terlihat membentak Kiba yang masih asyik tertawa.

Rasanya seperti mimpi. Pandangan mereka bertemu dan Naruto menatapnya beberapa saat. Hinata meletakkan kedua tangannya di dada. Debaran itu masih ada bahkan lutut Hinata terasa lemas. Hinata kembali menoleh ke jendela berharap semua yang terjadi hanyalah ilusi semata. Namun safir itu kembali menangkapnya dan jantung Hinata yang malang meletup hingga lutut Hinata yang sudah lemas tak sanggup lagi menompang tubuhnya. Hinata terduduk di lantai dengan wajah merona hebat.

"Ara, Hinata-chan?!" Jerit Shizune.

~My Stalker Girlfriend~

"Hora, Naruto! Lu ngapain sih? Buruan udah ini pelajaran Anko, lho!" Kiba berteriak memanggil Naruto yang nampak terdiam.

Naruto menengadahkan kepalanya lagi. Namun sosok indigo tidak lagi terlihat. Safir itu berkedip saat melihat pucuk surai ungu gelap dibalik tirai ruang UKS di lantai dua terlihat menggulung secara tidak alami.

Sudut bibir Naruto terangkat. Dasar aneh. Pikir Naruto.

"Oi, Dobe buruan!"

Naruto menggeleng perlahan. Berusaha menghilangkan gambaran aneh tentang iris lavender yang tiba-tiba menghantuinya. "Hai, hai." Sahutnya sembari mengikuti langkah teman-temannya.

Hyuga Hinata, huh?

Jika Naruto mengingat-ingat lagi gadis itu sungguh aneh. Seperti apa yang Sasuke katakan, mereka secara mengejutkan telah menjadi teman sekelas untuk waktu yang tidak sebentar, 11 tahun. Meskipun begitu, Naruto belum pernah benar-benar berbicara dengannya.

Hyuga Hinata adalah gadis yang jika berbicara selalu terbata-bata. Wajahnya gampang sekali memerah. Ia selalu menyembunyikan dirinya dibalik poni panjangnya. Dan entah mengapa, Naruto selalu merasakan perasaan diikuti jika berada dekat dengannya.

"Hinata-chan, daijoubu?"

Telinga Naruto menajam. Seseorang bercepol dengan surai berwarna coklat terlihat memasuki kelas bersama dengan seorang pria berambut panjang.

"Kudengar kau masuk UKS tadi pagi. Apa kau baik-baik saja?" Lanjut cewek bercepol.

Hinata menggeleng lemah. "Hai, daijoubu."

Hinata kembali menundukkan kepalanya. "Tenten-chan, Neji-niisan tidak usah khawatir. Aku baik-baik saja." Lanjut gadis itu. Ia terlihat memainkan kedua telunjuknya.

Benar-benar tipikal cewek pemalu. Pikir Naruto.

"Syukurlah kalau begitu." Sahut pria berambut panjang. "Setelah sekolah selesai aku ada rapat di ruang osis. Anda pulang duluan saja, Hinata-sama."

"Oi, Neji! Dia baru saja pingsan tadi pagi. Bagaimana bisa kau membiarkan sepupu-mu pulang sendiri setelah dia pingsan seperti itu? Kau ini sepupu yang jahat sekali."

"Ah, tidak apa-apa Tenten-chan. Aku tidak apa-apa, kok. Lagi pula kejadian tadi itu karena aku…" Hinata terdiam. Suaranya terdengar makin kecil. Padahal ia duduk tak jauh dibelakang Naruto. Namun Naruto harus mengerahkan seluruh konsentrasinya untuk bisa mendengar suara Hinata ditengah riuhnya suasana kelas di jam istirahat.

"Apa? Kenapa?" Gadis bercepol itu terlihat mendesak Hinata. Hinata semakin menundukkan kepalanya. Wajahnya merona.

"…" Hinata berbisik. Naruto sama sekali tidak bisa mendengar apa yang gadis itu katakan.

"Oh, Ayolah Hinata ini kesempatanmu!" Gadis bercepol itu menggebrak meja dan membuat kehebohan di kelas. Dalam sekejap semua mata tertuju pada Hinata dan gadis bercepol.

"Te,Tenten-chan!"

"Kau dengar gosipnya juga, kan? Kalau tidak sekarang kapan lagi!"

"Ttta,tapi—"

"Jangan berlebihan begitu. Bayangkan dia cuma teman. Lagian kalian memang teman sekelas, kan?"

"Gak mungkin. Aku bisa mati berdiri karena terlalu gugup."

"Lalu kau mau terus seperti ini sampai kapan Hinata? Sampai kau jadi nenek tua? Kau tidak akan selamanya muda, kan?"

"Tetap saja aku tidak bisa—"

"Arghhh!" Tenten kembali menggebrak meja. Lalu tangannya dengan cepat mengambil sebuah buku berwarna pink dari meja Hinata. Wajah Hinata mendadak pucat.

"Kembalikan!" Seru Hinata.

"Tidak. Aku akan memberikannya pada Naruto."

Huh?

"Ja,jangan kumohon! Kembalikan!" Seru Hinata dengan suara bergetar menahan tangis.

"Oi, Naruto!" Panggil gadis bercepol itu. Naruto mengerjap. Mendadak semua terasa begitu tidak nyaman bagi pria yang sedari tadi mencuri dengar percakapan keduanya. Lebih dari itu, kenapa ia tiba-tiba masuk dalam percakapan mereka?!

"Ya?" Jawab Naruto heran.

"Kau kenal dengan gadis ini?" Tunjuk Tenten pada Hinata yang wajahnya sudah banjir keringat dingin.

"Ya," jawab Naruto tidak mengerti, "Lalu?"

"Antarkan gadis ini pulang!" Titahnya seraya mendorong Hinata hingga gadis lavender itu tersungkur jatuh dipangkuan Naruto

"Kyaaa, Tidak!"

Sekonyong-konyong jeritan menggema di udara seperti bom nuklir yang meledak. Suara dengan nada tinggi itu secara brutal hampir memecahkan gendang telinga Naruto jika ia tidak dengan cepat menutup kedua lubang telinganya dengan jari telunjuk.

"Urusai!"

"Tapi, ini Naruto-kun! Dia yang lagi nyari pacar disuruh nganterin gadis kelam ini pulang. Tidak!"

"Aku gak rela. Lagian aku mau ngajak dia jalan pulang sekolah nanti."

"Jalan denganmu? Mimpi saja sana karena hari ini Naruto harus bersama denganku!"

"Enggak, sama aku."

Suasana mendadak panas. Namun Naruto sama sekali memperhatikan gadis-gadis yang sedang adu mulut di sekitarnya. Pandangannya jatuh pada gadis Hyuga yang dalam kehebohan itu secepat angin menyingkir dari pangkuan Naruto dan buru-buru menyembunyikan dirinya dibalik tirai jendela kelas.

"Oi, Hinata!" Panggil Tenten. Tidak percaya pada kelakuan temannya yang super pemalu.

Cewek bercepol itu menatap tajam Hinata hingga tubuh gadis itu bergetar ketakutan. Dalam satu gerakan pasti Tenten menunjukkan buku bersampul pink dihadapan Hinata dan dengan gerakan lambat hendak menyerahkannya pada Naruto yang masih kaget dengan keadaan di sekitarnya.

Namun, belum sempat buku pink itu berpindah tangan Hinata menjerit keras. "Makanya, percuma!"

Naruto tersentak begitupun seluruh siswa di dalam kelas.

"Oi, oi, Gue gak nyangka Lu sebegitu dibencinya sama Hinata-chan." Sahut Kiba memecah keheningan. Kini, semua orang menatap Kiba yang mulai tertawa.

"Aku gak benci Naruto-kun, aku menyukainya." Sanggah Hinata setengah menjerit.

"Eeh?!" Pekik siswa seantero kelas.

Mata Hinata membulat. Kaget dengan pengakuan yang ia buat barusan. Ia buru-buru menutup mulutnya dengan kedua tangan berusaha menutupi wajahnya yang bukan hanya merona, namun sudah jadi mejikuhibiniu. Wajah Hinata memerah lalu tak lama memutih pucat, menghijau, lalu membiru, mengungu hingga menghitam.

Kekagetan luar biasa terlihat jelas dari ekspresinya. "m..mmm..makanya, gak mungkin. U..uuu..untuk berbicara langsung sama orangnya atau pu..pu…ppu..pulang bareng gak mungkin. Gak mungkin!"

Hinata menarik tirai jendela erat-erat. Menutupi dirinya dengan tirai itu sambil menguatkan dirinya yang sudah kepalang malu. "Mm..mma..makanya, aku ccu…cuma bbibi…bisa bersembunyi dan mengintip. Berhentilah menggangguku!"

Ha? Naruto terpaku sampai tubuhnya mendadak membatu. Tadi itu dia nembak, kan?

"Lho, tadi dia nembak Naruto-kun, kan?"

"Dia ngomong apa sih?"

"Maksudnya, dia tadi ngaku jadi stalker Naruto-kun, kan?"

"Barusan itu apa?"

"Itu pengakuan cinta apa pengakuan dosa?"

Wajah Hinata kembali jadi mejikuhibiniu. Namun bedanya, kali ini tubuh gadis itu membatu dan tak lama setelah itu ia terjatuh. "Hinata-sama!"

"Eh, dia pingsan?"

"Apaan? Abis nembak terus pingsan?"

"Emangnya yang tadi keitung nembak?"

"Hahahahaha~"

"Bwaahahahahaahaa~"

Sorak sorai tawa mulai menggema memenuhi ruang kelas.

"Lho, keren banget nembaknya. Siapa sangka Hinata si cewek lugu bisa bikin acara 'mengungkapkan cinta' yang spektakuler kayak gini." Ujar Kiba sambil menahan tawa.

"Lu, kayaknya mending jadian sama Hinata, deh." Sambung Sasuke setengah menyeringai.

"Iya. Jadian aja sama stalker Hinata, bukannya Lu lagi nyari pacar?"

"Hahaha, bener-bener! Gue dukung deh klo Lu jadian sama Hinata."

"Yeah, hidup stalker Hinata!" Sorak anak-anak cowok heboh.

"Eeh, sori boys tapi Gue gak terima! Yang jadi pacar Naruto selanjutnya itu GUE, bukan stalker Hinata. Jadi buang jauh-jauh pikiran itu." Sanggah Ino.

"Ha? Ngimpi Lu. Cewek kecentilan kayak Lu gak bakalan deh. Lu mendingan minggir, jelas-jelas yang bakal jadi cewek Naruto selanjutnya itu Gue."

"Kalian ngomong apa, sih? Jelas Gue lah yang bakalan dipilih Naruto-kun."

"Enggak, jelas Gue. Lagian kalian udah pada punya cowok, kan?"

"Gue udah putusin tuh cowok kemarin. Udah deh, Lu semua minggir dari jalan Gue karena Gue yang bakalan jadi cewek Naruto selanjutnya."

"Berisik, Lu. Dasar nenek lampir."

"Apa Lu bilang?"

"Lu jelek banget gak mungkin Naruto-kun milih Lu." Cewek berambut merah itu menarik paksa rambut kuning Ino.

"Kyaa! Awas Lu!" Cakar ino tepat di wajah Karin.

"Kyaa, Lu kalo nyakar liat-liat dong, kucing bodoh!" Dorong Karin hingga menubruk cewek lainnya di belakang Ino. Alhasil?

"Apa masalah Lu?" Dorong gadis yang terdorong tubuh Ino.

"Mau ngajak berantem, Lu? Hayoh!" Tantang para cewek serempak.

"Kyaa~"

"Ugh, Kyaa~"

"Ahh!"

Duak, Brug, Prang!

Naruto menghela napasnya. Para cewek yang berantem gila-gilaan dan si cewek stalker yang pingsan. Ketenangan jam istirahat berubah menjadi arena perang. Para cowok menatap Naruto dengan padangan 'tanggung-jawab!' Ini bahkan bukan kesalahan Naruto. Setelah semua yang terjadi pada hidup Naruto menyangkut makhluk bergenre cewek, Naruto bener-bener gak mood buat ngurusin mereka apalagi milih satu diantaranya buat dijadiin pacar.

Gue ini apaan sih? Herbivora bukan, Karnivora ogah!

"Ngg…hmm…" Gadis Hyuga itu melengguh lemah. Mulai tersadar dari pingsannya.

"Hinata, kau baik-baik saja?" Tanya cewek bercepol.

Hinata mengerjapkan matanya berulang kali. Setelah ia bisa membuka matanya dengan penuh, kekacauan di ruangan menjadi pemandangan mengkhawatirkan. Manik lavender itu memutari setiap sudut ruangan lalu pandangannya berhenti saat bersibobrok dengan sepasang safir yang balas menatapnya.

Terpana.

Jantung Hinata jumpalitan dan perutnya bergejolak aneh sebelum ingatan akan kejadian sebelum ia pingsan kembali ke otaknya dan membuat wajahnya menjadi mejikuhibiniu.

Hinata menggigit bibirnya keras-keras. Tubuhnya bergetar antara takut, malu, bingung… Rahasia yang ia jaga baik-baik selama 11 tahun, hancur begitu saja! Hancur sudah, semuanya hancur berkeping-keping. Setelah ini Naruto akan membencinya dan teman-temannya akan mulai menjauhinya.

"Aku ini menjijikan." Bisik Hinata pada dirinya sendiri.

"Hinata?"

Menguntit seseorang memang prilaku yang tidak baik. Tapi Hinata tidak bisa menghentikan dirinya.

"Hinata."

Mau bagaimana lagi? Menjadi stalker adalah profesi yang telah dilakukan Hinata selama 11 tahun. Itu sudah jadi kebiasaan bagi Hinata. Sumber energinya, kebahagiaannya.

"Oi, Hinata!" Panggil Naruto setengah membentak.

"Yyy—Ya?" Sahut Gadis Lavender itu seraya menegakkan tulang punggungnya lalu menoleh pada arah suara. "Nn…Nnna..Naruto-kun!"

"Nanti pulangnya bareng."

Hanya sebuah kalimat. Benar, Naruto hanya mengatakan sebuah kalimat. Namun, kalimat yang cuma sebiji itu sukses membungkam semua orang di ruangan.

"Haa…i" Jawab Hinata pelan ditengah serangan syok yang menimpanya, lalu gelap.

"Hi,Hinata? Oi, Hinata-chan?!" Panggil Tenten mengguncang tubuh temannya. "Oi, Bangun Hinata-chan!"

"Eeeeehhhh?!"

~My Stalker Girlfriend Part 1/2 END~

-TBC-