Prologue

.

.

.

.

.

Harapan...

Apa itu harapan?

Sebuah kata-kata yang baru?

Haruskah kata-kata itu dimasukkan kedalam system nya?

Ah...

Untuk apa? Tidak ada gunanya.

Lagipula hidupnya akan segera berakhir...

Kan?

•~•

Kaki kecilnya berlari, terus berlari di tengah lebatnya hujan yang kini membasahi seluruh kota Yokohama.

Dirinya tidak mempedulikan sekitar dan terus berlari hingga ia berdiri tepat di sebuah jembatan yang besar dan ramai. Ia melangkahkan kakinya mendekati sisi dari jembatan tersebut dan memandang sungai yang arusnya terlihat besar dan berbahaya, diakibatkan oleh hujan yang lebat saat ini.

Cocok untuk melakukan bunuh diri, pikirnya.

Dengan hati-hati, ia memanjat sisi jembatan tersebut sembari tetap memandang ke arah sungai yang berarus makin besar itu. Mungkin kebanyakan orang akan takut dan menjauh dari sungai itu agar tidak hanyut kedalamnya, namun tidak dengan pemuda kecil ini. Pemuda brunette ini malah sangat senang, ia tersenyum lebar namun hampa. Inilah yang dinantikannya. Dimana ia bisa bebas. Bebas dari segala beban. Bebas dari segala penderitaan dan kehampaan yang ia alami selama ini. Ia bebas...

Pemuda brunette itu perlahan menutup matanya dan membiarkan dirinya jatuh ke sungai tersebut.

Namun seseorang menghentikan aksinya. Ia membelakakan matanya dan melihat siapa yang sudah menahan tubuhnya untuk tidak jatuh kesungai itu.

Dilihatnya seorang pria paruh baya yang mengenakan setelan jas putih namun terlihat sangat berantakan dan kusut. Pria itu menurunkan dirinya dari sisi jembatan dan menghela nafasnya sambil tersenyum ramah. Dia membungkukan badannya, menyamai tinggi pemuda kecil itu.

Seorang dokter, tebaknya.

"Apa yang barusan ingin kau lakukan? Mencoba untuk membunuh dirimu, manis?"

Tidak ada jawaban.

Pemuda brunette itu hanya terdiam dan memandang pria itu dengan tatapan yang hampa dan kosong, seperti tidak ada kehidupan didalamnya.

Pria berjas itu perlahan menepuk bahu pemuda kecil itu sembari ia tetap mempertahankan senyum ramahnya.

"Menarik sekali. Perkenalkan, namaku Mori Ougai. Siapa namamu, manis?"

Sekali lagi, pemuda brunette itu memandangnya dengan tatapan yang sangat kosong dan dalam, tetapi ia menggerakkan bibirnya, mencoba mengucapkan sesuatu.

"O... Osamu. Namaku Dazai Osamu." Ucapnya dengan nada yang lirih dan berbisik.

Pria itu— Mori Ougai menyeringai kecil setelah mendengarnya. Ia pun menjulurkan tangannya terhadap Dazai, seperti akan mengulurkan bantuan kepada pemuda kecil yang rapuh ini.

"Nama yang sangat indah dan cocok untukmu, bukankah begitu? Ikutlah bersama denganku, Dazai-kun. Aku akan memperlihatkanmu sesuatu yang menarik ditempatku. Sebuah kehidupan yang mungkin kau inginkan daripada kau membuangnya sekarang. Bagaimana menurutmu?"

Dengan seringainya, Mori tetap menjulurkan tangannya terhadap Dazai, seakan memberikan harapan yang dinantikan banyak orang bahkan untuk Dazai sendiri. Ia menatap tangan itu dan perlahan menggenggamnya dengan tangan kecilnya yang dingin dan pucat.

"Sempurna," ucap Mori dengan sebuah senyuman kekanakan namun terlihat menyeramkan. Ia mengeratkan genggamannya pada pemuda kecil itu dan menuntunnya masuk kedalam mobil pribadi miliknya. "Akan kuperlihatkan padamu, bahwa didunia ini kau bisa melakukan apa saja yang kau inginkan bahkan...hal yang buruk sekalipun."

Dazai hanya menganggukan kepalanya dan mengikutinya tanpa ekspresi dan emosi. Mungkin ini adalah pilihan yang tepat yang bisa ia coba untuk melakukan sesuatu yang baru dan menutupi segala kehampaan yang ia alami selama ini.

"...baiklah."

.

Mungkin.