Dark Hand

Author : Banannaa Byun

Disclaimer © Naruto - Masashi Kishimoto

Pair : Sasuke U. & Sakura H.

Rate : M

Genre : Romance & Horror

.

.

.

Chapter 1

Sakura menutup al-kitab yang berada di tangannya. Ia segera berdiri dari bangkunya. Matanya menatap lurus ke depan tanpa melirik ke samping.

Hari sudah sore namun gadis berambut Soft-pink sebahu ini masih berada di sekitar sekolahnya. Ia berjalan tenang di koridor sekolah yang di terangi cahaya jingga yang menembus kaca jendela.

Duk duk duk

Suara benturan nyaring terdengar di telinga gadis itu. Perlahan langkah dari kaki mungil nan jenjang itu memelan dan berhenti. Gadis itu menoleh ke sisi kiri dimana ada ruang olah raga disisi kirinya.

Mata emerald itu senantiasa mengawasi pergerakan seorang pemuda tampan yang sibuk bermain basket sendirian sampai larut sore. Sakura hanya diam mengawasi pemuda berambut emo dengan wajahnya yang tampan.

Senyum tipis terukir di bibir mungil itu sebelum ia kembali melangkah meninggalkan koridor tersebut. Dengan tenang ia melangkah keluar gedung menghampiri seorang pemuda tampan berambut merah bata. Mata hazel itu menatap malas Sakura yang sedang menuruni tangga.

Pemuda itu yang awalnya bersandar pada besi pembatas di sisi tangga pun segera berdiri tegak. Kedua tangannya masih di dalam saku.

"Kenapa kau lama sekali ?"

Sakura mengendikan bahunya tidak peduli lalu memilih berjalan beriringan dengan pemuda itu. "Aku ada urusan sedikit."

Dan selanjutnya hanya di isi keheningan hingga mereka tiba di rumah mereka.

.

.

Sasori hanya menatap lurus pekarangan rumahnya yang gelap gulita. Pikirannya melayang entah kemana. Pemuda berwajah manis itu termenung sendirian di teras rumah yang di terangi cahaya lilin.

Mata hazel lembut itu menatap lurus menembus pepohonan rindang di seberang halaman rumahnya. Rumah pemuda itu memang jauh dari pemukiman. Bahkan bisa di bilang di dalam hutan. Tepatnya di sebuah kuil kuno yang berada di puncak bukit.

Seorang gadis berambut Soft-pink duduk mengambil posisi di sebelahnya. Menatap lurus ke depan tanpa menatap Sasori. "Apa yang kau lakukan disini ?"

"Aku hanya termenung."

Sakura memalingkan wajahnya menatap Sasori dengan pandangan bertanya yang begitu ketara di wajahnya. "Apa ?"

Sasori melirik Sakura yang masih menatapnya. "Nasib kita ke depan seperti apa."

Sakura mengendus sembari memalingkan wajahnya ke depan. "Apa kau mau membaca kartu tarot lagi, heh ?" Pertanyaan dengan nada mengejek pun membuat Sasori mengendus menahan tawa.

"Ya, ya, ya... aku tahu disini kau ahlinya."

Sakura tertawa pelan sebelum tawanya berubah menjadi helaan nafas panjang. Emerald itu menyendu menatap tangannya yang berada di pangkuannya. "Aku... membaca sebuah ramalan tadi."

"Jangan bilang kau membaca masa depanmu sendiri."

"Hanya mencoba saja, tapi..." Sakura menarik nafas dalam. "Akan ada sesuatu yang menimpa kita, aku tidak tahu apa itu baik atau buruk. "

Sakura mengendikkan bahunya, ia menghela nafas panjang seraya memejamkan matanya. Menjadi seseorang yang memiliki keahlian lebih adalah hal yang begitu berat. Apalagi keahlian itu juga berpengaruh pada keseimbangan antara dunia manusia dan dunia iblis.

Sakura memang bukan biksu ataupun pendeta, dia adalah seorang gadis biasa yang di takdirkan untuk menyeimbangkan dunia manusia dan iblis. Bersama Sasori, kakaknya.

Tidak sepenuhnya mudah karena harus memiliki tenaga ekstra dan kontrol yang baik agar dapat mengendalikan iblis yang memberontak. Namun jika tidak memiliki keduanya, maka bukan hanya dirinya yang bisa terluka, tapi juga nyawanya yang sebagai taruhan.

"Mungkinkah ini ada kaitannya dengan simbol bintang itu ? Bukankah kita juga mencari tahu siapa yang melakukan ritual pemuja iblis itu ?"

"Mungkin seperti itu." Sakura terdiam menatap tangannya kembali. Simbol bintang dengan lingkaran itu adalah simbol milik Lucifer. Mereka menemukan simbol itu yang terukir di tanah di dalam hutan tempat mereka tinggal, namun mereka tidak tahu siapa yang membuat dan untuk apa simbol itu di buat.

Sakura menghela nafas panjang, emerald-nya mendongkak ke atas. Menatap kanvas hitam yang bertabur ribuan cahaya kecil yang begitu indah. Ia mengeratkan yukata-nya sebelum menaruh tangannya di belakang tubuhnya, menompang berat tubuhnya.

"Kapan kita bisa hidup normal ?" Guman Sakura pelan membuat Sasori menatapnya.

"Apa kau menyesal ?"

Sakura menggeleng pelan. Matanya tetap menatap ke atas sana. "Tidak, aku hanya ingin merasakan hidup normal. Seperti... bagaimana rasanya mencintai seseorang."

Sasori mengendus menahan tawanya. "Kau seperti seorang gadis kesepian, bukankah kau sudah merasakannya ?"

Deg

"hah ?" Sakura segera menatap Sasori yang menatapnya penuh arti dengan serigaian tipis di bibirnya.

"Uchiha Sasuke, bukankah dia orang yang kau sukai."

Sakura merasakan pipinya memanas. "Nii-san !" Sakura memalingkan wajahnya, meski begitu samar-samar ia tersenyum tipis sebelum kembali menatap gelapnya malam.

Emerald itu menatap bulan yang sabit dengan tatapan berbinar hingga tatapan berbinar berubah menjadi tatapan tajam saat ada sosok hitam yang melintas di langit angkasa dengan kecepatan tinggi.

Sakura segera bangkit membuat Sasori menatapnya. "Kita masuk, mereka sudah mulai berkeliaran."

Sasori yang memahami maksud Sakura pun mengangguk pelan dan segera bangkit mengikuti Sakura yang sudah masuk ke dalam terlebih dahulu.

.

-oOo-

.

Konoha Gakuen tampak begitu lenggang, mengingat sekarang sudah waktunya istirahat. Sakura masih diam membaca novel di tangannya. Mengabaikan beberapa siswi yang mengerumuninya meminta untuk di bacakan nasibnya.

"Ayolah, Sakura... Ku mohon, sekali ini saja." Ujar gadis berambut pirang pudar yang sedari tadi menggoyangkan tangan Sakura pelan.

"Ku mohon, Sakura. Hanya kali saja, aku tidak akan mengganggumu lagi." Sahut gadis berambut hijau gelap dengan tangannya yang berada di depan dada.

"Untuk kali ini saja."

Sakura menutup novelnya lalu menghela nafas panjang. Ia menatap satu per satu gadis yang ada di hadapannya. "Kalian mau apa ?" Tanya gadis itu dengan nada kalem.

Gadis berambut pirang pudar itu terlihat antusias. Mata violet-nya berbinar menatap Sakura. "Bisakah kau baca masa depanku ?"

Sakura tersenyum tipis. "Aku tidak bica membaca masa depan Shion-san, aku hanya bisa menebaknya. Dan itu pun bisa berubah jika kau melakukannya secara hati-hati."

Shion merengut menatap Sakura. "Ayolah Sakura, aku ingin kau membaca kartu tarotmu."

Sakura menghela nafas panjang lalu menatap Shion penuh arti. "Bukannya aku tidak mau membantu, Shion-san, tapi hari ini aku tidak bawa kartu tarot."

Shion pun menghela nafas kecewa menatap Sakura. Begitu juga dengan Yuki dan Sara yang menatap kecewa Sakura. Namun Sakura tersenyum tipis. "Mungkin besok aku akan usahakan membawanya."

Mata Shion kembali berbinar. "Baiklah, besok aku akan kembali lagi. Jaa ne, Sakura." Shion segera pergi meninggalkan Sakura yang kembali menghela nafas panjang dan kembali membaca novelnya.

Sasori melenggang memasuki kelas Sakura dan segera menghampiri gadis itu yang sibuk dengan buku novelnya. "Kita makan."

Sakura menatap Sasori yang berdiri di sampingnya. Gadis itu menutup novelnya dan menyimpannya di laci mejanya dan segera keluar mengikuti Sasori.

Mereka berpapasan dengan sosok yang begitu mereka kenal. Uchiha Sasuke, pemuda itu melenggang begitu saja melewati Sakura dan Sasori.

"Dobe, buku tugasku mana ?"

Samar-samar Sakura dapat mendengar suara dingin nan dalam milik pemuda Uchiha itu.

"Aku tahu kau senang bertemu dengannya. Tapi bisakah kita segera ke kantin, aku sungguh lapar."

Ucapan bernada datar milik Sasori terdengar oleh Sakura membuatnya tersentak kaget. Gadis itu hanya mengendus pelan lalu segera berjalan beriringan ke kantin.

.

.

Naruto hanya menguap malas menatap sahabatnya yang berdiri di samping bangkunya dengan tatapannya yang menyebalkan. "Entahlah, coba tanya Kiba. Dia yang terakhir membawanya.".

Sasuke menyengit mendengar jawaban dari Naruto. "Apa maksudmu, Dobe ? Jika buku itu sampai hilang, tidak akan aku ampuni kau." Sasuke segera berjalan ke arah pemuda berambut coklat yang memiliki tato segitiga di pipi kanan dan kirinya.

Naruto hanya termenung menatap Sasuke yang sepertinya mulai beradu argumen dengan pemuda pecinta anjing itu.

Pamuda manis itu menghela nafas panjang, ada beban yang ada di pikirannya hingga membuatnya enggan menanggapi ucapan Sasuke tadi.

"Kau terlihat buruk, Naruto-san."

Naruto melirik pemuda berkulit pucat yang kini menatapnya dengan senyum palsunya yang terukir di bibirnya. Pemuda bernama Shimura Sai itu duduk di hadapannya. "Apa ada masalah ?"

Naruto menghala nafas panjang sebelum menatap Sai dengan tatapan serius. "Sai, kau tahu."

Sai mengangkat alisnya menatap penuh antusias Naruto. "Apa ?"

"Di apartemenku, ada-"

"Dobe, aku kembali ke kelas."

Ucapan Naruto terpotong oleh Sasuke yang menyela begitu saja. Pemuda itu pergi begitu saja tanpa menatap Naruto yang menatap kepergiannya.

"Ada apa dengan apartemenmu, Naruto-san ?" Tanya Sai setelah terdiam beberapa lama akhibat efek Sasuke yang memotong ucapan Naruto.

"Ah !" Naruto tersentak kaget lalu menatap Sai setelah ia tersadar. "Kau tahu Sai, akhir-akhir ini. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan apartemen yang aku tempati."

"Memangnya apa yang terjadi ?"

Naruto mengendikan bahunya pelan. "Entahlah, saat tengah malam aku merasa ada yang berkeliaran di apartemenku tapi aku tidak dapat melihatnya."

Sai tampak berpikir sejenak sementara Naruto menghela nafas putus asa. Pemuda yang biasanya begitu berisik kini diam dengan frustasi dan ketakutan yang membuncah.

"Bahkan aku sering mendengar jika pintu apartemenku di ketuk tengah malam, saat aku buka tidak ada orang sama sekali." Naruto kembali menatap Sai dengan wajah horornya. "Dan yang parah, ada seseorang yang mengetuk kaca balkonku. Kau tahu kan, jika apartemenku berada di lantai tujuh dan itu tidak mungkin jika ada orang iseng."

Sai mengangguk setuju. "Kau benar Naruto-san, sepertinya apartemenmu berhantu."

Naruto mengacak-acak rambut bloonde-nya frustasi. "Aku harus bagaimana ? Aku tidak tahan jika seperti ini terus."

Sai kembali berpikir sebelum matanya terjatuh pada bangku yang biasa di tempati Sakura. Gadis yang di kenal bisa membaca masa depan dengan sebuah kartu. Mungkin gadis itu bisa membantu Naruto. "Bagaimana kalau kau meminta bantuan Haruno Sakura ?"

Naruto yang sedari tadi menggerutu frustasi kini terdiam mencerna ucapan Sai. "Apa itu bisa ?" Naruto tampak berpikir sebentar. "Bukankah, Sakura-chan hanya bisa membaca kartu saja."

Sai mengendikan bahunya. "Entahlah, tapi ku dengar dia tinggal di kuil. Ku pikir dia bisa melihat apa yang ada di apartemenmu."

Naruto hanya menganggukkan kepalanya. "Aku akan meminta bantuannya kalau begitu." Naruto segera melesat pergi mencari keberadaan Sakura yang sebenarnya tidak di ketahui oleh Naruto.

Setelah berputar-putar di koridor sekolah. Mengunjungi perpustakaan bahkan ke atap akhirnya ia menemukan Sakura duduk di bangku taman dengan Sasori yang bersandar di pohon Eek di samping bangku yang di tempati Sakura.

"Sakura-chan !" Naruto berteriak memanggil Sakura membuat dua kakak beradik itu menatapnya dengan tatapan bingung.

"Ada apa Naruto ?" Tanya Sakura kalem menatap Naruto yang terengah-engah menata nafasnya kembali. Sementara Sasori hanya diam mengamati gerak-gerik Naruto.

"Sakura-chan, bisa kau bantu aku." Naruto kembali bersuara setelah berhasil mengatur nafasnya. "Di apartemenku, ada sesuatu yang janggal disana."

Sakura hanya diam menatap Naruto lalu ia beralih menatap Sasori yang menatapnya. Sasori hanya mengangguk pelan, membuat Sakura kembali menatap Naruto. "Baiklah, Naruto. Sepulang sekolah kami akan ke sana untuk melihat apartemenmu."

Mata Naruto berbinar menatap Sakura dan Sasori bergantian. "Arigatou Sakura-chan." Dan dengan segera pemuda itu berlari pergi meninggalkan dua kakak beradik itu.

.

.

To Be Continuen