Ketika keheningan mengiringimu yang tengah menatap rembulan, suara apa yang kau dengar di kepalamu? Aku menikmati momen tenang yang terjadi tiap kita selesai bertarung. Tentu saja itu berakhir dengan kemenanganmu, tapi itu tidak membuatku menyerah. Belum. Malah, kekalahanku membuatku semakin bersemangat karena itu berarti, saat aku akhirnya menang nanti, aku bisa membalaskan seluruh kekalahan yang kuderita kini. Maka aku akan datang padamu lagi, dan lagi, lalu lagi. Beberapa kali aku hampir mengalahkanmu, tapi 'hampir menang' dan 'menang' memiliki arti yang sama sekali berbeda.

Kadang aku bertanya-tanya. Apa yang membuatku datang padamu tiap bulan purnama, padahal setiap kali aku melakukannya, kau hanya akan mengalahkanku saja? Kurasa aku tahu jawabnya. Tentu saja aku ingin menang darimu, tapi ada hal lain yang kunikmati lebih dari sekadar pertarungan kita.

Yang kunantikan justru keadaan damai yang dapat kurasakan, meski sejenak, pada tiap akhir pertarungan kita. Saat di mana kita hanya berbaring menatap bulan, membicarakan hal tidak penting—yang biasanya berakhir dengan kau mengolokku yang belum pernah sekalipun berhasil mengalahkanmu.

Kedamaian yang singkat itu, apakah kau menikmatinya juga?

Saat kepalamu tengadah pada kilau warna-warni di langit malam, apa yang kau pikirkan? Begitu indah kah kemilau itu hingga tatapanmu yang penuh binar tak teralih, hingga dari matamu saja aku tahu kau sedang tersenyum? Kembang api yang tengah mengambang di langit, aku tahu pasti itu elok. Yang membuatku tak yakin, apakah keindahan itu datang dari cahaya kembang api, atau karena cahaya itu berpendar, memantul di matamu?

"Kembang api..."

Napasku tercekat, sepertinya terlalu cepat aku menoleh ke arahmu saat kau mengatakannya.

"Kuharap aku bisa melihatnya setiap hari," katamu lirih.

Aku tidak banyak mendengar kata-kata seperti itu darimu. Permohonanmu, keinginanmu, kau tak banyak membicarakannya. Apa yang membuatmu mengatakannya kini? Pasti karena terbawa suasana damai yang menyelimuti sementara kembang api mengisi malam, dan bukan karena kau sedang duduk bersisian denganku. Aku tidak ingin banyak berharap.

Begitu aku menyadarinya, aku tertawa. Berharap? Memangnya apa yang kuharapkan? Berharap kau akan menjadi sedikit terbuka denganku hanya karena kita beberapa kali bertanding? Berharap kau akan menganggapku seseorang yang mampu membuatmu tenang di antara himpitan tugas dan takdir yang menantimu, padahal sebelum ini kita saling ingin mengungguli satu sama lain?

Tidak, bukan itu harapanku. Lalu apa?

Aku benci saat perasaan ini muncul. Perasaan yang membuatku tidak yakin pada diriku sendiri dan pada apa yang kuinginkan. Selama ini hariku kuhabiskan untuk membuktikan bahwa aku bisa mengalahkanmu, bahwa kemampuanku berada beberapa tingkat lebih tinggi darimu. Namun aku menyadari ada beberapa detik di mana aku berharap aku bisa berjalan bersisian denganmu. Ada saat di mana aku, yang biasanya ingin menang darimu, hanya ingin berbaring menatap kemerlap bintang yang berusaha menghias hamparan langit kelam.

Aku benci saat perasaan ini muncul.

Aku benci padamu yang membuatku bingung pada perasaan dan keinginanku.

Dan aku juga benci pada diriku sendiri karena saat kau membicarakan kembang api, aku sempat berharap kau memanggil namaku.

Hanabi

by

chounojou

disclaimer

Mobile Legends (c) Moonton

"Tapi kurasa, kebencianku tidak cukup untuk membuatku berhenti menemuimu."

-END-