FIFTY SHADES OF FREED
-TRILOGY OF FIFTY SHADES OF GREY karya EL James-
[REMAKE CHANBAEK VERSION – GS]
Chapter 1
Aku menatap melalui sela payung hijau rumput pada langit yang sangat biru, musim panas yang cerah, Laut Mediterrania yang biru dengan nafas panjang penuh kesenangan. Chanyeol disampingku, meregang pada kursi berjemurnya. Suamiku.
Suamiku yang seksi, tampan, tanpa baju, dan jeans pendek - sedang membaca sebuah buku tentang prediksi keruntuhan sistem bank aliran barat. Setelah semua perhitungan, dia membalik halaman bukunya. Aku belum pernah melihatnya duduk diam seperti ini, sekalipun. Dia lebih terlihat seperti seorang murid daripada seorang CEO papan atas yang berada pada peringkat tinggi perusahaan milik pribadi di Amerika.
Di penghujung bulan madu kami, kami bersantai di pantai saat matahari siang pada teras yang bernama Pantai Plaza Monte Carlo di Monako, meskipun kami tidak benar-benar menginap di hotel itu. Aku membuka mataku dan menatap keluar dari 'Fair Lady' yang bersauh di pelabuhan. Kami tinggal, tentu saja, di atas kapal pesiar yang mewah.
Dibangun pada 1928, dia mengapung dengan anggun di atas air, ratu dari semua kapal pesiar yang ada di pelabuhan. Dia terlihat seperti mainan anak-anak yang menggoda. Chanyeol sungguh menyukai kapal ini – aku menduga dia tergoda untuk membelinya. Jujur saja, laki-laki dan mainannya.
Duduk kembali, aku mendengarkan iPod baruku yang berisi lagu-lagu campuran dari Chanyeol Park dan selusin dari matahari siang yang terus bersinar, sembari bermalasmalasan dan mengingat saat dia melamarku. Oh lamarannya yang sungguh hebat di rumah kapal...Aku hampir bisa mencium aroma dari bunga padang rumput itu...
..
"Bisakah kita menikah besok?" Chanyeol berbisik lembut di telingaku. Aku tergeletak di dadanya di dalam bungalow rumah kapal yang penuh dengan bunga, puas akan gairah setelah bercinta.
"Hmm."
"Apakah itu artinya YA?" aku mendengar harapannya yang tak terduga.
"Hmm."
"Tidak?"
"Hmm."
Aku merasakan seringainya. "Nona Byun, pikiranmu sedang kacau ya?"
Aku tersenyum lebar. "Hmm."
Dia membungkusku dan memelukku erat, mencium ujung kepalaku. "Besok, Vegas, lalu pernikahannya."
Dengan mengantuk aku mengangkat kepalaku. "Kupikir orang tuaku akan sangat tidak senang dengan itu."
Dia mengetuk-ketukan ujung jarinya keatas dan kebawah pada punggung telanjangku, membelaiku dengan lembut.
"Apa yang kau inginkan, Baekhyun? Vegas? Pernikahan besar dengan segala hiasannya? Katakan padaku."
"Tidak besar...Hanya teman dan keluarga." Aku menatapnya dengan penuh perhatian pada permintaan mendesaknya dalam mata abu-abu yang berpijar. Apa yang dia inginkan? "Oke." Dia mengangguk. "Dimana?" Aku mengangkat bahu.
"Bisakah kita mengadakannya disini?" dia bertanya denga ragu-ragu.
"Di tempat keluargamu? Apa mereka akan setuju?"
Dia mendengus. "Ibuku akan berada di surga tingkat tujuh."
"Oke. Disini. Aku yakin ibu dan ayahku juga akan setuju." Dia mengusap rambutku.
Bisakah aku lebih bahagia lagi?
"Jadi, kita sudah menetapkan dimana, sekarang kita tetapkan waktunya."
"Tentu saja kau harus bertanya pada ibumu."
"Hmm." Senyuman Chanyeol melengkung ke bawah. "Ibu punya waktu sebulan, itu saja. Aku terlalu menginginkanmu dan tidak bisa menunggu lebih lama lagi."
"Chanyeol, kau memilikiku. Kau memilikiku saat ini. Tapi baiklah – waktunya sebulan." Aku mencium dadanya, ciuman lembut nan murni, dan tersenyum padanya.
..
"kau akan terbakar." Chanyeol berbisik di telingaku, membuatku takjub dan tersadar dari rasa kantukku.
"Hanya untukmu." Aku memberinya senyuman termanisku. Matahari sore telah bergeser, dan aku tepat di bawah kilauan penuhnya. Dia menyeringai dan dalam sekali gerakan cepat mendorong kursi berjemurku kedalam tempat teduh di bawah payung.
"Hindari matahari Laut Tengah, Mrs. Park."
"Terimakasih atas altruisme (sifat yang mementingkan kepentingan orang lain, -pent.)-mu, Mr. Park."
"Dengan senang hati, Mrs. Park, dan aku sama sekali bukan seseorang yang berusaha untuk mementingkan kepentingan orang lain. Jika kau terbakar, aku tidak akan bisa menyentuhmu." Dia mengangkat alisnya, matanya bersinar oleh kegembiraan dan hatiku mengembang. "Tapi aku sudah menduga kamu mengetahuinya dan menertawakanku."
"Bisakah aku seperti itu?" aku melenguh, pura-pura tidak bergairah.
"Ya kau bisa dan kau melakukannya. Sering. Ini adalah salah satu dari sekian banyak hal yang aku cintai dari dirimu." Dia membungkuk dan menciumku, menggigit dengan main-main pada bibir bawahku.
"Aku berharap kau mau menggosok tubuhku dengan losion anti matahari." Aku mencibir di bibirnya.
"Mrs. Park, itu adalah pekerjaan kotor...tapi itu adalah sebuah tawaran yang tidak bisa aku tolak. "duduklah." Dia memerintahku, suaranya serak. Aku melakukan sesuai perintah, dan dengan usapan lembut yang cermat dari jari-jari yang kuat dan luwes, dia melumuriku dengan losion pelindung matahari.
"Kau sungguh sangat mengagumkan. Aku pria yang beruntung." Dia bergumam saat jari-jarinya meluncur diatas payudaraku, menyebarkan losionnya.
"Ya kau memang lelaki yang beruntung, Mr. Park." Aku menatapnya denga tersipu melalui bulu mataku.
"Kamu sungguh sopan, Mrs. Park. Berbaliklah. Aku akan melumuri punggungmu.
Tersenyum, aku memutar tubuhku, dan dia membuka tali pengikat dari bikini mahalku yang menyeramkan. "Bagaimana perasaanmu jika aku bertelanjang dada, seperti wanita-wanita lain di pantai?" aku bertanya.
"Tidak senang." Tidak berkata tanpa ragu. "Aku sangat tidak senang melihatmu memakai pakaian yang minim seperti saat ini." Dia mendekatiku dan berbisik di telingaku. "Jangan memaksa keberuntunganmu."
"Apa itu sebuah tantangan, Mr. Park?"
"Tidak. Ini pernyataan tentang sebuah fakta, Mrs. Park."
Aku mendesah dan menggelengkan kepalaku. Oh, Chanyeol...si posesifku, pencemburu, Chanyeol sok penguasa. Ketika dia selesai, dia memukul punggungku. "Sudah selesai, darl."
Blackberry-nya yang selalu hadir dan selalu aktif berbunyi. Aku memasang tampang masam dan dia menyeringai.
"Jangan jauh dari mataku, Mrs. Park." Dia menaikkan alisnya dalam peringatan yang main-main, memukul punggungku sekali lagi, kembali duduk di kursi berjemurnya untuk menanggapi panggilan itu.
Dewi batinku mendengkur. Mungkin malam ini kita akan melakukan semacam pertunjukkan hanya untuk dirinya saja. Dia menyeringai dengan paham, melengkungkan alisnya. Aku tersenyum lebar pada pikiran itu dan melayang kembali pada tidur siangku.
"Mam'selle? Un Perrier moi, un Coca-Cola light pour ma femme, s'il vous plait. Et quelqe chose a manger...laissez-moi voir la carte."
Hmm...Chanyeol yang berbicara fasih dalam bahasa perancis telah membangunkanku. Bulu mataku berkepak dalam silauan matahari, dan aku menemukan Chanyeol menontonku saat wanita berpakaian pelayan itu pergi menjauh, mengangkat nampan tinggi diatasnya, ekor kuda tingginya terayun secara provokatif.
"haus?" dia bertanya.
"Ya." Aku bergumam mengantuk.
"Aku sanggup menontonmu seharian. Lelah?"
Aku memerah. "Aku tidak dapat cukup tidur tadi malam."
"Aku pun begitu." Dia tersenyum lebar, menaruh kembali Blackberry-nya, dan berdiri. Celana pendeknya turun sedikit dan menggantung...dengan cara itu celana pendek renangnya terlihat sangat tidak pantas. Chanyeol menarik turun celana pendeknya, melepaskan dari sandal jepitnya. Aku kehilangan alur pikiranku.
"Berenang bersamaku." Dia menjulurkan tangannya saat aku menatapanya, linglung.
"Berenang?" kata dia lagi, menelengkan kepalanya ke satu sisi, dan menunjukkan eskpresi geli di wajahnya. Ketika aku tidak memberikan respon, dia menggelengkan kepalanya perlahan.
"Aku pikir kau butuh panggilan untuk bangun." Tiba-tiba dia menerkam dan mengangkatku di tangannya ketika aku menjerit, lebih terkejut daripada mendengar ketakutan.
"Chanyeol! Turunkan aku!" Aku memekik.
Dia terkekeh. "hanya jika kita sudah dilaut, sayang."
Beberapa orang yang sedang berjemur di pantai menonton dengan tatapan melongo yang khas dengan tipe orang yang melongo namun menunjukkan ketidaktarikan, yang sekarang baru aku sadari bahwa memang seperti itu orang-orang Perancis saat Chanyeol membawaku ke laut, tertawa dan mengarunginya.
Aku mendekapkan tanganku di sekitar lehernya. "kau tidak akan melakukannya." Aku berkata terengah-engah, mencoba menahan kekehanku.
Dia menyeringai. "Oh, Baekhyun, sayang, apa kau tidak belajar apapun bahwa kita mengenal satu sama lain dalam waktu singkat ini?" Dia menciumku, dan aku merebut kesempatan itu, melarikan jari-jariku melalui rambutnya, menggenggamnya dalam dua tangan penuh dan menciumnya dia kembali saat aku menyerang mulutnya dengan lidahku. Dia menghirup napas dan mundur kebelakang, matanya berasap namun waspada.
"Aku tahu permainanmu," Dia berbisik dan perlahan tenggelam ke dalam air yang dingin dan jernih, membawaku bersamanya saat bibirnya menemukan bibirku sekali lagi. Ketenangan Laut Mediterrania terlupakan dengan cepat saat aku membungkus tubuhku di sekitar suamiku.
"Kupikir kau mau berenang," aku bergumam pada mulutnya.
"kau sangat mengalihkan perhatianku." Chanyeol menyentuhkan giginya di sepanjang bibir bawahku." Tapi aku tak yakin aku ingin orang-orang baik di Monte Carlo melihat istriku dalam pergolakan nafsunya."
Aku melarikan gigiku di sepanjang rahangnya, ujung janggutnya menggeletik lidahku, tidak memperdulikan picisan tentang orang-orang baik di Monte Carlo.
"Baekhyun," erangnya. Dia membungkus ekor kudaku di sekitar pergelangan tangannya dan menariknya dengan lembut, memiringkan kepalaku kebelakang, memamerkan leherku. Dia menjalankan ciumannya dari kupingku turun ke leherku.
"Bisakah aku membawamu di lautan?" dia menarik napas.
"Ya." Bisikku.
Chanyeol menarik diri dan menatapku, matanya hangat, penuh keinginan, dan geli. "Mrs. Park, kau tidak pernah puas dan sangat tebal muka. Monster seperti apa yang sudah aku ciptakan?"
"Monster yang cocok denganmu. Dapatkah kau memilikiku dengan cara lain?"
"Aku akan memilikimu dengan posisi apapun yang bisa aku lakukan, kau tahu itu. Tapi tidak sekarang. Tidak dengan para penonton." Dia menengokkan kepalanya kearah pantai.
Apa? Aku cukup yakin, beberapa penjemur di pantai telah menanggalkan ketidakacuhan mereka dan sekarang memandang kami dengan ketertarikan. Tiba-tiba, Chanyeol menangkap pinggangku dan meluncurkanku ke dalam air, membiarkan ku jatuh ke dalam air dan tenggelam di bawah gelombang menuju pasir lembut di bawahnya. Aku muncul ke permukaan, terbatuk, memercik, dan terkekeh.
"Chanyeol!" hardikku, marah padanya. Aku pikir kita akan bercinta di laut...dan membuat keberuntungan pertama lainnya. Dia menggigit bibir bawahnya untuk menahan kegiranganya. Aku memerciknya, dan dia memercikku dengan air juga.
"Kita punya waktu semalaman," Katanya, tersenyum lebar seperti orang bodoh. "Nanti, sayang." Dia menyelam di bawah laut dan muncul ke permukaan sejauh tiga kaki dariku, lalu dalam ketidak pastian, merangkak dengan penuh syukur, berenang menjauh dari pantai, menjauh dariku.
Gah! Fifty yang menggiurkan dan suka main-main! Aku melindungi mataku dari matahari saat melihatnya menjauh dariku. Dia seperti penggoda...apa yang bisa kulakukan untuk membuatnya kembali? Saat aku berenang kembali ke pantai, aku merenungkan pilihanku. Minuman kami sudah tersaji di kursi berjemur, dan aku meneguk Coke dengan cepat. Chanyeol terlihat seperti titik lemah di kejauhan.
Hmm...aku membaringkan diriku di depan dan, meraba tali pengikat bikiniku, membukanya dan melemparkannya begitu saja ke atas kursi berjemur milik Chanyeol.
Lihat...betapa sanggupnya aku bertebal muka, Mr. Park. Rasakan ini. Aku menutup mataku dan membiarkan matahari menghangatkan kulitku...menghangatkan tulangku, dan aku hanyut kembali di bawah panasnya matahari, pikiranku kembali pada hari pernikahanku.
..
"Kau bisa mencium mempelaimu," Pendeta Walsh mengumumkan.
Aku berseri-seri menatap suamiku.
"Akhirnya kau menjadi milikku." Dia berbisik dan menarikku ke dalam lengannya dan menciumku dengan kemurnian di bibirnya.
Aku telah menikah. Aku adalah Mrs. Chanyeol Park. Aku riang dengan sukacitaan.
"Kau terlihat cantik, Baekhyun," dia bergumam dan tersenyum, matanya bersinar penuh rasa cinta...dan sesuatu yang gelap, sesuatu yang seksi. "Jangan biarkan orang lain melepaskan gaunmu kecuali aku, mengerti?" Senyumannya memanas ratusan derajat saat ujung jarinya berjalan turun di pipiku, memicu darahku.
Sialan...bagaimana dia melakukan ini, meski disini dengan semua orang-orang yang sedang menatap kami?
Aku mengangguk dalam diam. Tuhan, aku harap tidak ada orang yang mendengar kami. Sungguh beruntung Pendeta Walsh diam-diam melangkah mundur. Aku menatap sekilas pada kerumunan yang berkumpul dengan riasan pesta pernikahan mereka...
Ibuku, Siwon, Ki Bum dan keluarga Park semua bertepuk tangan – bahkan Luhan pendamping pengantinku, yang telihat mempesona dalam balutan gaun pink muda saat berdiri di samping pendamping pria Chanyeol, saudara laki-lakinya Sehun. Siapa yang tahu bahkan Sehun bisa terlihat sangat keren? Semua tersenyum lebar dan berseri-seri – kecuali Nyonya Park, yang sedang menangis penuh syukur pada sapu tangan putihnya yang halus.
"Siap untuk berpesta, Mrs. Park? Chanyeol berbisik, memberikanku senyuman malu-malu. Aku meleleh. Dia terlihat hebat dalam tuxedo hitam yang sederhanan dengan rompi silver dan dasi. Dia sangat...tampan.
"Siap seperti biasanya." Aku tersenyum lebar, benar-benar senyuman bodoh di wajahku.
Kemudian pesta pernikahan itu langsung pada puncaknya... Oganiser wedding ini benar-benar hebat. Mereka memiliki tenda besar yang dipasang dan dekorasi pink muda yang cantik, silver, dan warna gading dengan sisinya yang terbuka, memperlihatkan teluk. Kami di berkahi dengan udara yang bagus, sinar matahari sore diatas air. Ada satu lantai dansa diujung tenda besar, buffet yang mewah di sisi lainnya.
Siwon dan ibuku menari dan tertawa bersama. Aku merasakan pahit-manis melihat mereka bersama. Aku harap aku dan Chanyeol bisa bersama selamanya. Aku tak tahu apa yang akan kulakukan jika ia meninggalkanku. Menikah terburu-buru, menyesalinya saat di waktu luang. Kata-kata itu menghantuiku.
Luhan disebelahku, terlihat sangat cantik dalam gaun sutera panjangnya. Dia menatap sekilas padaku dan merengut. "Hey, ini seharusnya menjadi hari yang paling bahagia dalam hidupmu," tegurnya.
"Memang," bisikku.
"Oh, Baekhyun, ada apa? Apa kamu sedang melihat ibumu dan Siwon?" Aku mengangguk sedih.
"Mereka bahagia."
"Bahagia dengan berpisah."
"Apa kau memiliki keraguan?" Tanya Luhan khawatir.
"Tidak. Tidak juga. Ini hanya...aku sangat mencintainya." Aku membeku, tak mampu atau tak sanggup mengucapkan rasa takutku dengan jelas.
"Baekhyun, ini sudah jelas bahwa dia memujamu. Aku tahu kau punya hubungan yang diawali dengan keadaan yang tidak biasa, tapi aku bisa lihat betapa bahagianya kalian berdua telah melewati waktu lebih dari sebulan." Dia menggenggam tanganku, meremasnya. "Disamping itu, ini sudah terlambat." Dia menambahkan dengan seringaian.
Aku terkekeh. Kepercayaan Luhan untuk menunjukkan dengan jelas. Dia menarikku ke pelukan spesial ala Xi Luhan. "Baekhyun, kau akan baik-baik saja. Dan jika dia melukaimu sehelai saja rambut di kepalamu, dia akan menghadapiku." Sambil melepaskanku, dia tersenyum lebar dengan siapapun itu yang ada di belakangku.
"Hi, sayang." Chanyeol meletakkan tangannya ditubuhku, mengejutkanku, dan mencium ujung kepalaku. "Luhan," Dia mengakui keberadaan Luhan. Dia tetap bersikap dingin terhadap Luhan bahkan setelah enam minggu.
"Halo lagi, Chanyeol. Aku akan pergi mencari pendamping pria (best man) mu, yang juga menjadi pria terbaikku (best man)." Dengan senyuman untuk kami berdua, dia mendatangi Sehun, yang sedang minum bersama adik laki-lakinya Daniel dan teman kami Kris.
"Saatnya pergi." Chanyeol bergumam.
"Sekarang? Ini pesta pertama dimana aku tidak keberatan untuk menjadi pusat perhatian di dalamnya." Aku berbalik dalam lengannya untuk menghadap padanya.
"Kau pantas mendapatkannya. Kau terlihat mempesona, Baekhyun."
"Begitu pula dirimu."
Dia tersenyum, ekspresinya memanas. "Gaun cantik ini cocok untukmu."
"Gaun lama ini?" aku memerah malu-malu dan menarik hiasan renda halus pada gaun pengantin yang sederhana dan pas yang di rancang untukku oleh Ibu nya Luhan. Aku sangat suka pada rendanya yang menghiasi pundakku – sedikit sopan, namun memikat, aku harap.
Dia membungkuk dan menciumku. "Ayo. Aku tak mau lagi membagimu dengan semua yang ada disini."
"Memang kita bisa meninggalkan pesta pernikahan kita sendiri?"
"Sayang, ini pesta kita, dan kita bisa melakukan apapun yang kita mau. Kita sudah memotong kue. Dan sekarang, aku lebih suka untuk cepat-cepat membawamu keluar dan memilikimu hanya untuk diriku sendiri."
Aku terkekeh. "Kau memilikiku seumur hidupmu, Mr. Park."
"Aku sangat senang mendengarnya, Mrs. Park."
"Oh, disini kalian berdua rupanya! Seperti burung lovebird saja." Aku mengerang dalam hati...Ibu nya Nyonya Park telah menemukan kami.
"Chanyeol, sayang – dansa sekali lagi bersama nenekmu?"
Chanyeol mengerutkan bibirnya. "Tentu saja nek."
"Sekarang, kalian berdua benar-benar harus berusaha untuk memberikan aku cucu. Aku tak mau menunggu lebih lama lagi." Dia memberi kami senyum simpul.
Chanyeol menatapnya ngeri. "Ayo, nek," katanya, terburu-buru menarik tangan wanita tua itu dan menuntunnya ke lantai dansa. Chanyeol memandangku lagi dengan tatapan sekilas, praktis cemberut dan memutar bola matanya. "Nanti, sayang."
Saat aku berjalan ke arah kakek Chanyeol, Kris mencegatku. "Aku tidak akan memintamu untuk berdansa lagi. Kupikir aku sudah memonopoli waktumu terlalu banyak di lantai dansa tadi. Aku senang melihatmu bahagia, tapi aku serius Baekhyun. Aku ada disini...jika kau membutuhkanku."
"Kris, terima kasih. Kau adalah teman yang baik."
"Aku serius." Mata gelapnya bersinar dengan ketulusan.
"Aku tahu kau serius. Terima kasih Kris. Sekarang jika kau berkenan mengijinkanku – aku punya kencan dengan pria tua."
Dia mengerutkan keningnya dalam kebingungan.
"Kakeknya Chanyeol." Aku mengklarifikasi.
Dia tersenyum lebar. "Semoga berhasil kencannya, Baekhyunnie. Semoga berhasil dengan segalanya."
"Terima kasih, Kris.."
Setelah dansa dengan kakeknya Chanyeol yang paling menawan, aku berdiri di pintu perancis, menatap matahari tenggelam perlahan di Seattle, menuang kilauan bayangan orange dan biru laut melintasi teluk.
"Ayo pergi." Kata Chanyeol mendesak.
"Aku harus ganti pakaian." Aku menyambar tangannya, maksudnya untuk membawanya melalui jendela Perancis dan naik ke atas denganku. Dia mengerutkan dahi, tak mengerti dan menarik lembut tanganku, membuatku ragu.
"Kupikir kau mau menjadi satu-satunya orang yang melepaskan gaun ini," Aku menjelaskan. Matanya menyala.
"Benar." Dia memberiku seringai yang membangkitkan nafsu. "Tapi aku tidak menelanjangimu disini. Kita tak akan pergi sampai...Aku tak tahu..." Dia melambaikan jemari panjangnya, meninggalkan kalimatnya tidak selesai tapi maksudnya sangat jelas.
Aku merona dan melepaskan tangannya.
"dan jangan melepaskan rambutmu juga," dia bergumam gelap.
"Tapi-"
"Tidak ada tapi, Baekhyun. Kau terlihat cantik. Dan aku ingin menjadi satu-satunya yang melepaskan pakaianmu." Oh. Aku merengut.
"Kemasi baju berpergianmu." Perintahnya. "Kau akan membutuhkannya. Taylor sudah menyimpan koper besarmu."
"Oke." Apa yang dia rencanakan? Dia tidak memberitahuku kemana kita akan pergi.
..
Kenyataannya, kupikir orang lain juga tak tahu kemana tujuan kami. Tidak pula Kyungsoo atau Luhan yang berusaha membujuk Chanyeol untuk mengeluarkan informasinya. Aku kembali dimana ibuku dan Kyungsoo yang sedang berdiri di dekat situ.
"Aku tidak akan mengganti pakaianku."
"Apa?" Kata ibuku.
"Chanyeol tidak mau aku melakukannya." Aku mengangkat bahu seakan itu menjelaskan segalanya.
Dia mengerutkan alisnya sekilas.
"Kau tidak berjanji untuk patuh," dia mengingatkanku dengan bijaksana. Luhan mencoba menyamarkan dengusannya menjadi batuk. Aku menyipitkan mataku padanya. Tidak Luhan atau ibuku bisa mengerti pertengkaranku dengan Chanyeol mengenai masalah itu. Aku tak mau mengungkit-ungkitnya argumen itu. Tuhan, bisakah Fifty Shade ku merajuk...dan punya mimpi buruk. Ingatan itu menenagkan.
"Aku tahu, Ma, tapi dia suka gaun ini, dan aku ingin menyenangkannya." Ekspresinya melembut. Luhan memutar matanya dan dengan bijak pergi menjauh untuk meninggalkan kami sendiri.
"Kau terlihat sangat cantik, sayang." Dengan lembut Heechul mengusap anak rambut yang terlepas dari ikatannya dan membelai pipiku.
"Aku sangat bangga padamu, sayang. Kau akan membuat Chanyeol menjadi pria paling bahagia." Dia menarikku dalam pelukannya.
Oh, ibu!
"Aku tidak percaya betapa kau terlihat dewasa saat ini. Memulai hidup baru...ingatlah pria itu berasal dari planet yang berbeda, dan kau akan baik-baik saja."
Aku terkekeh. Chanyeol itu berasal dari alam semesta yang berbeda, jika saja dia tahu. "Terima kasih, Ma."
Siwon bergabung dengan kami, tersenyum manis pada kami berdua.
"Kau menciptakan seorang gadis cantik, Heechul," katanya, matanya menyala-nyala dengan rasa bangga. Dia terlihat sangat tampan dalam tuksedo hitamnya dan rompi pink muda. Air mata mulai menusuk belakang mataku. Oh tidak...sejauh ini aku sudah berencana untuk tidak menangis.
"Dan kau menjaganya dan membantu dia untuk tumbuh dewasa, Siwon," suara Heechul terdengar sedih. "Dan aku menyukai itu dalam setiap menitnya. Kau menjadi pengantin wanita yang hebat, Baekhyunnie." Siwon menyelipkan helai rambut yang sama ke belakang kupingku.
"Oh, Dad..." aku menahan tangis dan memeluknya sebentar, dengan cara yang aneh.
"Kau akan jadi istri yang hebat juga."Dia berbisik, suaranya serak.
Ketika dia melepaskanku, Chanyeol sudah ada di sampingku.
Siwon menjabat tangannya dengan hangat. "Jaga anak gadisku, Chanyeol."
"Itu memang tujuanku, Siwon, Heechul." Dia mengangguk pada ayah tiriku dan mencium ibuku.
Sisa-sisa dari tamu pesta pernikahan membentuk lengkungan manusia yang melewati jalan, menuntun lingkaran menuju bagian depan rumah.
"Sudah siap?" Kata Chanyeol.
"Ya."
Mengambil tanganku, dia menuntunku di bawah tangan-tangan yang terulur ketika tamu-tamu kami meneriakkan semoga beruntung dan selamat dan menyirami kami dengan beras.
Menunggu dengan senyuman dan saling merangkul di ujung barisan yang melengkung adalah Yunho dan Sandara—orang tua Chanyeol. Saat gilirannya mereka memeluk dan mencium kami. Sandara menjadi emosional lagi saat kami memberi ucapan selamat tinggal dengan terburu-buru.
Taylor menunggu untuk membawa kami dengan Audi SUV. Saat Chanyeol memegang pintu yang terbuka untukku, aku berbalik dan melemparkan buket bunga mawar pink dan putih ke keramaian wanita-wanita muda yang sudah berkumpul. Dengan penuh kemenangan Kyungsoo memegang buket itu tinggi-tinggi, dan tersenyum sangat lebar.
Saat aku meluncur masuk kedalam SUV menertawai tangkapan Kyungsoo yang berani, Chanyeol membungkuk untuk mengumpulkan ujung gaunku. Begitu aku aman didalam, dia menawarkan perpisahan kepada kerumunan yang menunggu.
Taylor memegang pintu mobil yang terbuka untuknya. "Selamat, Sir."
"Terima kasih, Taylor." Balas Chanyeol saat dia mendudukkan dirinya disampingku. Saat Taylor menarik diri, tamu pernikahan kami menyiram mobil dengan beras. Chanyeol menggenggam tanganku dan mencium buku jariku.
"Sejauh ini baik-baik saja, Mrs. Park?"
"Sejauh ini sangat mengagumkan, Mr. Park. Kita akan pergi kemana?"
"Sea-Tac," katanya simple dan tersenyum seperti senyum patung spinx.
Hmm...Apa yang dia rencanakan?
Taylor tidak menuju ke terminal keberangkatan seperti yang aku kira tapi melewati gerbang keamanan dan langsung menuju jalan yang berkerikil. Apa? Dan kemudian aku melihatnya – jet-nya Chanyeol...Park Enterprises Holding Inc. dalam tulisan biru yang sangat besar melintang di badan pesawatnya.
"Jangan bilang padaku kau telah menyalahgunakan properti perusahaan lagi!"
"Oh, aku harap tidak, Baekhyun." Chanyeol menyeringai.
Taylor berhenti pada pijakan kaki yang mengarah naik ke pesawat dan melompat keluar dari Audi untuk membuka pintu Chanyeol. Mereka berdiskusi singkat, lalu Chanyeol membuka pintuku – dan daripada memberi ruang untukku keluar dia membungkuk dan mengangkatku.
Whoa! "Apa yang kau lakukan?" Aku memekik.
"Membawamu menuju ambang pintu," katanya.
"oh." Bukankah itu seharusnya di lakukan di rumah?
Dia membawaku dengan mudah menaiki anak tangga, dan Taylor mengikuti dengan koper kecilku. Dia meninggalkannya di ambang pintu pesawat sebelum kembali ke Audi.
Di dalam kabin, aku mengenali Stephan, pilotnya Chanyeol, dalam seragamnya.
"Selamat datang di penerbangan ini, Sir, Mrs. Park." Dia tersenyum lebar.
Chanyeol menurunkanku dan menjabat tangan Stephan. Di samping Stephan berdiri seorang wanita dengan rambut gelap kira-kira berumur, Awal tigapuluhan? Dia juga mengenakan seragam.
"Selamat kepada kalian berdua," Lanjut Stephan.
"Terima kasih, Stephan. Baekhyun, kau kenal Stephan. Dia kapten kita hari ini, dan opsir Pertama Beighley."
Dia merona saat Chanyeol mengenalkannya dan berkedip cepat. Aku ingin memutar mataku. Wanita lainnya yang sangat terpikat dengan suamiku yang-sangat-tampan-untuk-kebaikannya-sendiri. "Sangat senang bertemu dengan anda," sembur Beighley. Aku tersenyum ramah padanya. Tapi pada akhirnya – dia milikku.
"Semua persiapan sudah lengkap?" Chanyeol bertanya pada keduanya saat aku menatap sekilas di sekitar kabin. Interiornya semua berwarna kayu maple pucat dan kulit krem muda. Sungguh indah. Wanita lain dengan seragamnya berdiri pada ujung sisi kabin satunya – wanita dengan rambut coklat yang sangat cantik.
"Semua sudah beres. Cuaca bagus dari sini menuju Boston." Boston?
"Turbulensi?"
"Tidak ada sebelum ke Boston. Itu cuaca di depan menuju Shannon yang mungkin memberi kita perjalanan yang buruk." Shannon? Irelandia?
"Aku mengerti. Baiklah, aku harap aku bisa tidur saat melalui itu semua," kata Chanyeol blak-blakan. Tidur?
"Kita akan segera berangkat, pak," kata Stephen. "Kami akan meninggalkan anda dengan pelayanan mahir dari Natalia, pramugari anda." Chanyeol melirik pada arahannya dan memberengut tapi beralih ke Stephen dengan tersenyum.
"Bagus sekali." Katanya. Meraih tanganku, dia membimbingku ke salah satu kursi kulit yang mewah.
Pasti ada sekitar dua belas jumlah total kursi yang ada disini.
"Duduk." Katanya sambil menyingkirkan jaketnya dan membuka potongan rompi brokat silvernya. Kami duduk di dua kursi yang saling berhadapan, dengan meja kecil yang di pelitur penuh diantara kami.
"Selamat datang di penerbangan ini, tuan, nyonya, dan selamat." Natalia berada disamping kami.
Menawarkan kami berdua segelas sampanye berwarna pink.
"Terima kasih." Kata Chanyeol, dan wanita itu tersenyum sopan pada kami berdua dan menarik diri kembali ke dapur pesawat.
"Ini untuk pernikahan yang bahagia, Baekhyun." Chanyeol mengangkat gelasnya ke gelasku, dan kami bersulang. Sampanye-nya sungguh lezat. "Bollinger?" tanyaku. "Masih tetap sama."
"Pertama kali aku minum ini, aku meminumnya dengan sebuah cangkir." Aku menyeringai.
"Aku mengingat hari itu dengan baik. Hari wisudamu."
"Kemana kita akan pergi?" Aku tak mampu menahan rasa penasaranku lebih lama lagi.
"Shannon." Kata Chanyeol, matanya berseri-seri dengan kegembiraan. Dia terlihat seperti anak pria kecil.
"Di Irlandia?" Kita akan pergi ke Irlandia!
"Untuk mengisi bahan bakar," tambahnya, menggoda.
"Lalu?" desakku.
Senyumnya melebar dan dia menggelengkan kepalanya.
"Chanyeol!"
"London," katanya, menatapku dengan seksama, mencoba untuk mengukur reaksiku.
Aku tergagap. Sialan. Kupikir kami akan pergi ke New York atau Aspen atau mungkin Karibia. Aku benar-benar tidak bisa percaya. Ambisi seumur hidupku adalah mengunjungi Inggris. Aku menyalamenyala dari dalam, berpijar dengan kebahagiaan.
"Lalu Paris." Apa?
"Lalu Perancis Selatan."
Whoa!
"Aku tahu kau selalu bermimpi untuk pergi ke Eropa," katanya lembut. "Aku ingin membuat mimpimu menjadi kenyataan, Baekhyun."
"Kau adalah mimpiku yang terwujud, Chanyeol."
"Begitupun kamu, Mrs. Park." Bisiknya.
Oh my...
"Pasang sabuk pengamanmu."
Aku tersenyum lebar dan melakukan apa yang dia perintahkan padaku.
Saat pesawat berjalan menuju jalur lepas landas, kami meneguk sampanye-nya, menyeringai bodoh satu sama lain. Aku tidak percaya ini. Pada umur dua puluh dua tahun, akhirnya aku meninggalkan Amerika dan pergi ke Eropa – ke London khususnya.
Begitu kami mengudara, Natalia melayani kami dengan menawakan sampanye lagi dan mempersiapkan perayaan pernikahan kami. Dan perayaannya adalah – salmon asap, diikuti oleh daging ayam hutan panggang dengan salad kacang hijau dan kentang dauphinoise, semua di masak dan disajikan oleh pelayanan Natalia yang sangat efisien.
"Makanan penutup, Mr. Park?" Tanya wanita itu.
Chanyeol mengelengkan kepalanya dan melarikan jarinya di bibir bawahnya saat dia menatapku dengan bertanya-tanya, ekspresinya gelap dan tidak terbaca.
"Tidak, terima kasih." Aku bergumam, tak mampu memutuskan kontak mataku dengan dirinya.
Bibirnya melengkung kecil dalam senyuman yang misterius dan Natalia menarik diri. "Bagus," gumamnya. "Aku lebih berencana mendapatkanmu sebagai makanan penutup." Oh...disini?
"Ayo," katanya. Bangkit dari meja dan menawarkan tangannya padaku. Dia menuntunku menuju bagian belakang kabin.
"Ada kamar mandi disini." Dia menunjuk pada sebuah pintu kecil dan membimbingku turun melewati koridor kecil dan menuju pintu yang berada di ujungnya.
Astaga...sebuah kamar tidur. Kabinnya berwarna krem dan kayu maple dan kasur dobel yang kecil di berlapis emas dan bantal berwarna kelabu tua. Terlihat sangat nyaman. Chanyeol berbalik dan menarikku ke dalam lengannya, menatap kearahku.
"Kupikir kita menghabiskan malam pengantin kita pada ketinggian tigapuluh lima ribu kaki. Ini sesuatu yang belum pernah aku lakukan sebelumnya."
Sialan...hal pertama yang lainnya. Aku melongo menatapnya, jantungku berdebar kencang...mile high club (bercinta di dalam pesawat dalam jarak yang tinggi dari permukaan – pent.), aku pernah mendengar tentang ini.
"Tapi pertama-tama aku harus mengeluarkanmu dari gaun indahmu ini." Matanya bersinar dengan cinta dan sesuatu yang gelap, sesuatu yang aku cintai...sesuatu yang memanggil dewi batinku. Dia membuatku sesak napas.
"Berbalik." Suaranya rendah, berkuasa, dan sangat seksi. Bagaimana dia bisa memasukkan begitu banyak janji ke dalam dua kata? Dengan rela aku memenuhinya dan tangannya berpindah ke rambutku. Dengan lembut dia menarik keluar jepit rambutku secara bersamaan, dengan jari yang lihai membuat pekerjaan itu menjadi cepat selesai. Rambutku jauh pada petakan bahuku, terkunci menjadi satu, menutupi bagian belakangku dan menuruni payudaraku. Aku mencoba untuk tetap diam dan tidak menggeliat, tapi aku melengkung oleh sentuhannya. Setelah hari yang panjang, melelahkan namun menyenangkan, aku menginginkannya, semua dari dirinya.
"Kau memiliki rambut yang begitu indah, Baekhyun." Mulutnya dekat dengan telingaku dan aku merasakan napasnya, melalui bibirnya yang tidak menyentuhku. Ketika rambutku terbebas dari jepitan, dia melarikan jari-jarinya melalui rambutku, dengan lembut memijat kulit kepalaku...oh my...aku menutup mataku dan menikmati sensasi itu. Jarinya berjalan turun, dan dia menarik lalu memiringkan kepalaku kebelakang untuk menampakan leherku.
"Kau milikku," dia bernapas dan giginya menarik daun telinga ku.
Aku mengerang.
"sekarang diam," dia menasehatiku. Dia menyapu rambutku melalui bahuku dan menjalankan jarijarinya melintasi bagian atas punggungku dari bahu ke bahu mengikuti tepi renda gaunku. Tubuhku gemetar dalam antisipasi, dia menanamkan ciuman yang lembut di punggungku di atas kancing pertama gaunku.
"Sangat cantik." Katanya saat dengan cekatan membuka kancing pertama. "Kau telah membuatku menjadi pria paling bahagia yang pernah hidup hari ini." Dengan kelambatan yang tak berbatas, dia membuka satu demi satu, seluruhnya menuruni punggungku.
"Aku sangat mencintaimu." Menjalankan ciuman mulai dari tengkuk leherku sampai ke ujung bahuku. Diantara setiap ciuman itu ia bergumam, "Aku. Menginginkanmu. Berada. Dalam. Diriku. Kau. Adalah. Milikku."
Setiap kata sungguh memabukkan. Aku menutup mataku dan memiringkan kepalaku, memberinya akses mudah ke leherku, dan aku jatuh lebih jauh ke dalam mantra yaitu Chanyeol Park, suamiku. "Milikku." Dia berbisik sekali lagi. Membuka gaunku turun melalu lenganku sehingga menjadi genangan berbentuk awan sutera gading dan renda di kakiku.
"Berbaliklah." Dia berbisik, suaranya tiba-tiba menjdi serak. Aku berbalik dan dia terengah-engah. Aku memakai korset ketat dari satin berwarna pink-merona dengan tali garter, sesuai dengan renda pendeknya, dan stoking sutera putih. Mata Chanyeol menjelajahi tubuhku dengan tamak, tapi dia tidak mengatakan apapun. Ia hanya menatapku, matanya melebar penuh keinginan.
"Kau suka?" Bisikku sadar akan rona malu merayap melalui pipiku.
"Lebih dari suka, sayang. Kau terlihat sangat sensasional. Kemarilah," dia menjulurkan lengannya dan aku mengambilnya, aku melangkah keluar dari gaunku.
"Tetap diam," dia bergumam dan tanpa mengalihkan pandangannya yang gelap dari mataku, dia menjalankan jari tengahnya diatas payudaraku, mengikuti garis korsetku, nafasku menjadi pendek - pendek, dan dia melanjutkan perjalanannya di atas payudaraku sekali lagi, jemarinya yang menggiurkan mengirimkan rasa yang menggelitik ke bawah tulang belakangku. Dia berhenti dan memutar telunjuknya diudara, menunjukkan bahwa dia ingin aku memutar tubuhku.
Untuk dirinya, saat ini, aku akan melakukan apapun.
"Berhenti." Katanya. Aku menghadap ranjang, jauh darinya. Lengannya melingkari pinggangku, menarikku ke dalam pelukannya, dan dia mencium leherku. Dengan lembut menangkup payudaraku, memainkannya, ketika ibu jarinya melingkar di atas putingku sehingga itu menyiksa di bawah kain korsetku.
"Milikku." Dia berbisik
Meninggalkan payudaraku yang merasa kehilangan dia melarikan tangannya turun menuju bagian atas perutku, dan ke pahaku, ibu jarinya meluncur pada organ seksku. Aku menahan rintihan. Jari-jarinya menjelajah turun pada setiap garter, dan ketangkasan yang terlatih, dengan serentak melepas kaitan setiap garter dari stokingku. Tangannya membelai di sekitar tubuh belakangku.
"Milikku," dia menarik napas saat tangannya menyebar melewati pantatku, ujung jarinya membelai organ seksku. "Ah."
"Ssstt." Tangannya menjelajah ke bawah bagian belakang pahaku, dan sekali lagi dia mebuka kaitan garterku.
Membungkuk ke bawah, dia menarik selimut yang ada di atas kasur. "Duduklah."
Aku melakukan seperti yang ia katakan dalam perbudakannya, dan dia berlutut di kakiku dan dengan lembut menarik satu demi satu sepatu pernikahan putih rancangan Jimmy Choo milikku. Dia merenggut ujung atas stoking kiriku dan menariknya turun ke bawah, melarikan ibu jarinya ke kakiku...oh my. Dia mengulangi proses itu pada stoking yang satu lagi.
"Ini seperti membuka hadiah natalku." Dia tersenyum padaku melalui bulu matanya yang gelap.
"Sebuah hadiah yang sudah kau miliki..."
Dia merengut karena mengingat. "Oh tidak, sayang. Kali ini benar-benar milikku."
"Chanyeol, aku sudah menjadi milikmu sejak aku mengatakan Ya." aku bergerak cepat kedepan dan menangkup wajahnya yang paling kusayangi dengan tanganku. "Aku milikmu. Aku akan selalu menjadi milikmu, suamiku. Sekarang, kupikir kau berpakaian terlalu lengkap." Aku membungkuk untuk menciumnya, lalu tiba-tiba dia bangun, mencium bibirku, dan merenggut kepalaku dengan tangannya, jari-jarinya menyusup ke dalam rambutku.
"Baekhyun." Dia menarik napas. "Baekhyun ku." Bibirnya menandai bibirku sekali lagi. Lidahnya meyakinkan dengan infasiv.
"Pakaian." Bisikku. Nafas kami berbaur saat aku mendorong rompinya dan dia berusaha melepaskannya, melepaskanku sesaat. Dia terhenti, menatap padaku, mata melebar, mata yang menginginkan.
"Tolong biarkan aku yang melakukannya." Suaraku lembut dan membujuk. Aku ingin menelanjangi suamiku, fifty-ku.
Dia berlutut kembali, dan condong ke depan saat aku merenggut dasinya - dasi silvernya, dasi kesukaanku - dan dengan perlahan membukanya lalu membebaskan simpul dasinya. Dia mengangkat dagunya untuk membiarkan diriku menyelesaikan dengan membuka kancing atas dari baju putihnya; dan sekali lagi itu terlepas. Aku beralih pada mansetnya. Dia mengenakan kancing manset platinum - yang di ukir dengan jalinan huruf B dan C - hadiah pernikahanku untuknya. Saat aku memindahkannya, di mengambil kancing manset itu dariku dan menggenggam benda itu ditangannya. Lalu dia mencium genggamannya dan memasukkan benda itu ke dalam kantong celananya.
"Sangat romantis, Mr. Park."
"Untukmu, Mrs. Park. Bunga dan hati, selalu."
Aku mengambil tangannya, dan menatapnya melalui bulu mataku. Aku mencium cincin pernikahan platinumnya yang sederhana. Dia mengerang dan menutup matanya.
"Baekhyun." Bisiknya dan namaku adalah sebuah doa. meraih kancing kedua bajunya dan meniru apa yang dilakukannya sesaat tadi, aku menanamkan ciuman lembut di dadanya setiap aku melespakan satu per satu kancing bajunya dan berbisik diantara ciumanku.
"Kau. Membuatku. Sangat. Bahagia. Aku. mencintai. Mu."
Dia mengerang dan dalam satu gerakan cepat dia menjepitku di sekitar pinggangnya dan mengangkatku ke kasur, mengikutiku berada diatasnya. Bibirnya menemukan bibirku, lengannya menggulung di sekitar kepalaku, memegangku, memposisikanku saat lidah kita mengagungkan satu sama lain.
Tiba-tiba Chanyeol berlutut, meninggalkanku terengah-engah dan menginginkan lebih.
"Kau sangat cantik...istriku" dia melarikan tangannya menuruni kakiku lalu merenggut kaki kiriku. "Kau punya kaki yang begitu indah. Aku ingin mencium setiap inchinya. Dimulai dari sini." Dia menekan ciumannya pasa tumit kakiku lalu menyentuh alasnya dengan giginya. Semua bagian bawah pinggangku mengejang. Lidahnya meluncur ke ujung kakiku dan tangannya menyendoki tumitku dan naik ke pergelangan kakiku. Dia menjalankan ciumannya di bagian dalam betisku; ciuman basah nan lembut. Aku bergeliang di bawahnya.
"Diam, Mrs. Park" dia memperingatkan dan tiba-tiba dia membalikku untuk bersandar pada perutku. Dan melanjutkan perjalanan tergesa-gesanya dengan mulutnya naik ke bagian belakang kakiku, kepahaku, ke punggungku, dan lalu dia berhenti. Aku mengerang.
"Kumohon..."
"Aku ingin kau telanjang," gumamnya dan melepas kaitan korsetku dengan perlahan, melepasnya satu per satu. Ketika corsetnya tergeletak di kasur di bawahku, dia melarikan lidahnya pada sepanjang tulang punggungku.
"Chanyeol, kumohon."
"Apa yang kau inginkan, Mrs. Park." kata-katanya sungguh lembut dan dekat dengan kupingku. Dan dia hampir bersandar pada tubuhku...aku bisa merasakan dia menjadi keras dibelakangku.
"Kau."
"Dan aku menyayangimu, cintaku, hidupku...," bisiknya, dan sebelum aku mengetahuinya, dia membalik tubuhku telentang. Dia berdiri dengan cepat dan dalam satu gerakan efisien dia membuka celana dan celana boxernya dengan begitu tubuh telanjangnya dan besar menjulang dan siap untukku. Kabin kecil ini memudar oleh ketampanannya yang menyilaukan mata dan dia menginginkanku dan mebutuhkan aku. Dia membungkuk ke bawah dan melepaskan celana dalamku lalu menatap ke bawah padaku.
"Milikku," ucapnya.
"Tolonglaah," aku memohon dan dia menyeringai...Cabul, jahat, menggiurkan, semua senyuman Fiftyku.
Dia merangkak kembali diatas kasur dan menjalankan ciumannya di atas kaki kiri ku kali ini...sampai ia mencapai puncak dari pahaku. kakiku terbuka lebar.
"Ah...Istriku." dia bergumam dan mulutnya menemukan mulutku. Aku menutup mataku dan menyerah pada lidahnya yang oh-sangat-gesit. Tanganku menggenggam rambutnya saat pinggulku berayun dan bergoyang, diperbudak oleh ritmenya, dan lalu melawan pada ranjang kecil itu. Dia meremas pinggulku untuk membuatku tetap diam...tapi tidak menghentikan siksaan lezatnya. Aku dekat, sangat dekat.
"Chanyeol," Erangku.
"Belum," dia bernapas dan menaikkan tubuhku, lidahnya menggali ke dalam pusarku.
"Tidak!" Sialan! Aku merasa dia tersenyum diatas perutku saat lidahnya berjalan terus ke atas. "Sangat tidak sabar Mrs. Park. Kita punya waktu sampai kita mendarat di Emerald Isle (sebutan lain untuk Irlandia). Dengan rasa hormat dia mencium payudaraku dan menarik puting kiriku diantara bibirnya. Menatap padaku, matanya gelap seperti badai tropis saat dia menggodaku.
Oh my... Aku lupa. Eropa.
"Suamiku, aku menginginkanmu. Kumohon."
Tubuhnya yang besar berada di atasku, tubuhnya menutupiku, menyandarkan berat tubuhnya pada bahunya. Dia menyentuhkan hidungnya pada hidungku, dan aku melarikan tanganku pada pantatnya yang lentur dan kuat, pantat polosnya.
"Mrs. Park...istriku. Kita bertujuan untuk menyenangkan." bibirnya menyapu. "Aku mencintaimu."
"Aku juga mencintaimu."
"Buka mata. Aku ingin melihatmu."
"Chanyeol...ah...," Aku merintih, saat dia perlahan tenggelam dalam diriku. "Baekhyun, oh Baekhyun," dia menarik napas dan mulai bergerak.
"Kau pikir apa yang sedang kau lakukan?" Chanyeol berteriak. Membangunkanku dari mimpiku yang menyenangkan. Dia berdiri, basah kuyup dan tampan diujung kursi berjemurku dan menatap ke bawah padaku.
Apa yang sudah aku lakukan? Oh tidak...aku berbaring pada punggungku...Sial, sial, sial dan dia marah. Brengsek. Dia benar-benar marah.
.
.
.
Tbc.
.
.
.
V'notes :
Ini remake ya.. dan akan dibuat sesuai dengan apa yg ditayangkan dalam film aslinya. Jadi ga sepenuhnya satu novel diremake.
Bagi yg belum nonton atau baca versi aslinya silahkan di tonton dan dibaca (kalau yg minat) wakakakaka. Saran aja nih ya.. kalau baca jangan terlalu dihayatin. Kenapa? Nanti basah .
Okey.. see you next chapternya. Dimohon kesabarannya karena masih banyak hutang FF.
Bye~
