Disclaimer: Haikyuu adalah milik Haruichi Furudate dan My Love From The Star ditulis oleh Park Ji-eun. Penulis tidak mengambil keuntungan material dalam penulisan fanfik ini

Warning: AU, Slash, OOC, OC, Alien!Kageyama, Violence, typo, etc.

Rating: T

Genre: Romance, Sci-Fie,Fantasy


INTERSTELLAR

By

Sky


Satu hal yang muncul dalam angan Tobio ketika pesawat ruang angkasanya mendarat di sebuah planet yang bernama Bumi adalah tempat itu merupakan alam liar yang ditumbuhi oleh berbagai macam pepohonan yang menjulang tinggi, begitu lebat dan ia sukar sekali melihat ke tempat lain yang tidak ditumbuhi oleh pepohonan besar seperti itu. Sepasang mata biru tersebut berpendar cemerlang, mengambil gambaran yang terhampar di hadapannya dengan penuh rasa ketakjuban yang muncul di dalam dirinya. Ia sudah sering berkunjung ke beberapa planet dalam perjalanannya selama 200 tahun terakhir ini, namun dari semua tempat yang Tobio pernah kunjungi, sejauh ini Bumi adalah tempat yang menurutnya sangat indah.

Raja muda tersebut memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celananya sebelum dia beranjak dari tempatnya mendarat beberapa saat yang lalu. Dia ingin melihat apa saja yang ada di dalam planet yang bernama Bumi ini, ia ingin membuktikan apakah penduduk yang mendiami planet Bumi ini juga seindah dengan alam yang ada di dalamnya. Tobio adalah seorang raja dari planet yang bernama Trestamara, jutaan tahun jauhnya dari planet ini, namun di satu sisi Tobio adalah seorang peneliti yang haus akan rasa penasaran. Sebuah alasan mengapa Tobio memutuskan untuk mengambil perjalanan selama 200 tahun lamanya mengarungi alam semesta ini, meneliti dan melihat beberapa planet yang ia kunjungi sampai dirinya tiba di planet hijau ini.

Hutan yang dia arungi pun bisa dikatakan cukup lebat, ada di balik bukit yang menjulang dan terlihat begitu asri. Ini kali pertama Tobio melihat warna hijau yang begitu lebat. Karena sejauh mata memandang dia tidak menemukan kehidupan manapun kecuali tumbuhan dan beberapa binatang, sang Raja muda itu pun sedikit ragu kalau planet Bumi memiliki kehidupan pintar seperti yang ada di Trestamara. Tapi, itu semua hanyalah keraguan yang muncul dalam benak Tobio saja, tidak lebih maupun kurang dari itu mengingat ini kali pertama sang Raja mengunjungi Bumi. Terlebih lagi, tidak ada informasi lain mengenai Bumi. Tidak ada peneliti maupun jurnal yang Tobio temukan mengenai Bumi, kurang lebihnya dia adalah makhluk antariksa pertama yang mendarat di Bumi.

Mendapat pengetahuan kalau Tobio adalah orang pertama yang berhasil menjelajahi Bumi pun membuatnya sedikit senang, ia akan bisa membuat beberapa jurnal mengenai informasi tentang Bumi untuk dia bawa pulang. Pemuda itu terus berjalan, mencoba untuk mencari kehidupan lain selain tumbuhan dan binatang di tempat itu, dan dia memiliki harapan untuk segera keluar dari dalam hutan.

Doa yang raja muda Trestamara miliki tersebut sepertinya didengar oleh sesuatu yang lebih kuat darinya. Ketika Tobio mendekati sebuah sungai yang mengalir di sana, dia mendengar sayup-sayup suara terdengar di sana. Penasaran, Tobio pun berjalan semakin cepat dan mendekat ke arah sungai yang ada di depannya tersebut. Harapan Tobio untuk bertemu dengan penduduk setempat mungkin saja terkabul di sana, namun situasi dimana ia bertemu dengan penduduk setempat itu benar-benar tidak tepat sama sekali. Berada di dalam aliran sungai yang begitu deras tersebut terlihat seorang remaja laki-laki.

Remaja itu memeluk batu besar yang ada di tengah aliran sungai deras tersebut dengan kuat-kuat, menggunakannya untuk menopang tubuhnya agar dia tidak terbawa oleh arus sungai yang begitu deras. Remaja itu mengutarakan kalimat minta tolong, tetapi suaranya tidak terlalu kentara akibat guyuran air sungai yang terus menerpa wajahnya, mencoba menenggelamkannya. Tobio melihat ke samping kiri di mana bentangan sungai berarus deras tersebut berhenti dan mengetahui alasan mengapa sungai itu memiliki aliran yang deras, di ujung sana ada sebuah air terjun yang besar. Tidak heran kalau remaja laki-laki yang tengah memeluk batu besar tersebut mencoba untuk bertahan agar dirinya tidak hanyut dibawa oleh aliran sungai.

Harus kah aku menolongnya? Tanya Tobio dalam hatinya, ekspresinya yang kalem tidak menunjukkan apapun. Sepasang matanya yang berwarna biru tersebut mencerminkan emosi kecil yang ia miliki. Kedua kaki jenjangnya yang dibalut oleh celana hitam formal berbahan kain itu pun berjalan mendekat, tidak sekalipun ia memindahkan pandangannya pada sosok remaja yang mencoba bertahan hidup tersebut.

Remaja itu berusaha sekuat tenaga untuk terus berada di permukaan, usahanya sedikit sia-sia karena arus yang begitu kencang dari sungai itu mencoba untuk membawanya pergi dan menenggelamkannya. Mulutnya terbuka lebar-lebar untuk mengambil napas, tapi karena itu air pun masuk ketika mereka menerpa wajahnya. Tubuhnya yang lemah itu mencoba untuk terus bertahan, dia belum mau untuk mati karena masih ada banyak hal yang ingin dia lakukan. Samar-samar remaja itu pun membuka kedua matanya, pandangannya blur dan kedua matanya perih akibat timpaan air. Tobio melihat bagaimana kerasnya remaja laki-laki itu bertahan untuk tetap hidup, usahanya tersebut mungkin tidak akan bertahan lama mengingat apa yang tengah dia hadapi adalah arus sungai yang keras. Tidak lama lagi sepasang lengan yang tengah memeluk batu besar di tengah derasnya arus sungai itu akan kehilangan tenaganya sebelum tubuh sang Remaja terseret oleh arus sungai.

Bibir Tobio berkedut, hembusan angin itu menerpa dirinya ketika sosoknya berdiri di tepi sungai. Tobio tidak serta merta langsung menolong sosok remaja itu, dia hanya berdiri dan melihat betapa kerasnya sang Remaja bertahan hidup. Kedua mata mereka pun bertemu, iris biru miliknya bertemu dengan sepasang mata berwarna cokelat hazelnut yang menatapnya dengan lantang namun dipenuhi oleh semangat ingin bertahan hidup. Tobio menyukai warna mata hangat milik remaja itu, dan untuk itulah ia membuat keputusan untuk menolongnya.

Apa yang Tobio perkirakan sebelumnya pun terjadi, sang Remaja yang kelelahan itu pun tidak kuat menahan tubuhnya dari terpaan arus sungai, tubuhnya pun langsung terbawa oleh arus air sungai yang begitu deras. Waktu yang berputar di sana pun tiba-tiba saja membeku. Hembusan angin berhenti, begitu pula dengan derasnya arus sungai maupun sosok remaja yang terbawa oleh alirannya. Waktu yang seharusnya berputar pun berhenti dan membekukan semuanya, satu-satunya yang tidak terpengaruh oleh membekunya waktu itu tidak lain adalah sang Raja muda planet Trestamara, Tobio, dia menggunakan kekuatannya untuk membekukan waktu untuk beberapa saat lamanya.

Pemuda itu maju ke depan, sepatu pantofel hitam yang ia kenakan pun kini berada di atas permukaan sungai yang membeku. Tidak ada cipratan air yang mengenai kakinya maupun dia tenggelam masuk ke dalam sungai, Tobio berjalan di atas permukaan sungai seolah-olah dia berjalan di atas permukaan yang datar dan tidak terbuat dari air. Sosoknya menghampiri sang Remaja berambut cokelat itu yang kini masih berada di tempatnya semula, tidak berpindah dengan ekspresi penuh ketakutan tergambar di wajahnya. Meski ia berada di ambang kematian, Tobio bisa melihat kalau di balik sepasang mata cokelat milik sang Remaja tidak sedikit pun tergambar ketakutan. Tobio pun kembali memantapkan niatnya, remaja ini tidak boleh mati begitu saja. Ia cukup tertarik padanya. Bukan berada dalam artian kalau Tobio menyukainya sebagai kekasih dimana dia jatuh cinta pada remaja itu pada pandangan pertama, namun Tobio tertarik sebagai seorang peneliti pada subyeknya di sini. Remaja itu adalah makhluk pertama yang dia temui di Bumi selain tumbuhan dan binatang.

"Anggap saja sekarang ini adalah hari keberuntunganmu," gumam Tobio pada remaja itu ketika dia berdiri di hadapan sosok remaja yang tengah tenggelam itu.

Perlahan, Tobio mengangkat sosok sang Remaja dari terkaman arus sungai, ia pun melingkarkan kedua tangannya pada punggung dan belakang lutut sang Remaja sebelum menggendongnya. Tubuh remaja laki-laki itu sedikit lebih kecil dari Tobio, sehingga sang Raja muda Trestamara itu bisa dengan mudah menggendongnya dan membiarkan remaja itu menyandarkan kepala serta tubuhnya pada dada Tobio ketika ia menggendongnya. Tanpa mengucapkan apapun lagi, Tobio yang tengah menggendong pemuda itu berjalan ke arah tepian sungai sebelum dia meletakkan sosok yang ada di dalam gendongannya untuk berbaring di atas tanah rerumputan di samping sungai. Tobio berada di sampingnya.

Ia pun menjentikkan ibu jari dan telunjuk tangannya, suara 'tak' pun terdengar untuk mengakhiri pemberhentian waktu yang dia hentikan tadi. Ketika semua itu terjadi, arus waktu pun kembali berjalan normal dan semuanya yang terhenti pun kembali bergerak.

Tobio melihat bagaimana remaja yang ia tolong tersebut terlihat panik dan juga bingung, ia sepertinya masih berpikir kalau dirinya tenggelam di sungai. Suara batuk pun terdengar dan beberapa air yang dia telan sebelumnya pun langsung keluar dari dalam mulutnya. Pemandangan yang tidak terlalu mengenakkan untuk dilihat, tapi Tobio tidak berjengit barang sedikit pun atau menampilkan ekspresi jijik pada matanya.

"Aaakh... aku pikir aku akan mati!" ujar remaja berambut cokelat yang Tobio tolong tersebut, dia terlihat terkejut sekali saat mendapati dirinya tidak lagi berada di dalam sungai. "Eh.. apakah ini surga? Atau aku bermimpi?"

Tobio yang duduk di samping remaja itu seperti terlupakan, namun ia tidak tersinggung barang sedikit pun. Melainkan ia merasa terhibur melihat sisi kekanakan remaja yang ia tolong itu karena keterkejutannya masih hidup, remaja itu sepertinya tidak sadar kalau ada Tobio di samping dirinya. Tobio tidak menyalahkannya, ia menunggu dengan sabar sampai keberadaannya terdeteksi oleh remaja itu.

Penantian Tobio pun tidak berlangsung lama, karena detik berikutnya ketika remaja berambut cokelat tersebut menoleh ke arah Tobio, sepasang matanya langsung terbelalak lebar ketika bertemu dengan milik Tobio yang balik menatapnya dengan kekaleman di sana. Satu detik berlalu, pun dengan dua detik berikutnya sebelum suara teriakan nyaring seperti teriakan para gadis yang mengetahui diri mereka diintip oleh lelaki ketika tengah mandi pun terdengar dari mulut remaja laki-laki tersebut.

Tobio hanya bisa duduk di sana dengan sabar, wajahnya tak memberikan ekspresi apapun kecuali kesabaran ekstra dan terus menatap sosok remaja –yang masih histeris dengan teriakan girly tersebut– yang mengacungkan tangannya ke arah wajah Tobio. Ia pun menghela napas lagi sebelum dirinya meletakkan tangan kanannya pada milik sang Remaja untuk tidak mengacungkan jari telunjuknya.

"Mengacungkan tangan pada orang yang barusan menolongmu itu sama sekali tidak sopan," ujar Tobio dengan tenang, ia hanya merasakan hiburan tersendiri ketika remaja itu membuka mulutnya dan kemudian menutupnya seperti seekor ikan. Apakah orang Bumi yang terkejut itu seperti ini?

"Wa-wa... Apakah kau itu Shinigami yang diutus Kami-sama untuk mencabut nyawaku? Tidak, aku terlalu tampan untuk mati!" Remaja itu berteriak lagi, penuh dengan kehisterisan di dalamanya sebelum dia mengambil beberapa langkah mundur menggunakan kedua tangannya, mencoba menjauh dari sosok Tobio namun tidak bertahan lama maupun terlalu jauh karena setelahnya remaja itu kembali terjatuh ke belakang akibat kedua lengannya tidak kuat menopang tubuhnya.

Shinigami? Kami-sama? Tobio bertanya-tanya dalam hati apakah Shinigami dan Kami-sama yang pemuda itu maksud. Ia akan mencari tahu nanti karena sekarang ini dia memiliki sebuah hal yang harus dia selesaikan, namun entah kenapa Tobio merasa dirinya sedikit menyesal karena sudah menolong remaja tersebut. Dia memiliki firasat kalau dirinya akan terlibat dalam banyak masalah yang melelahkan karena tindakan yang dia lakukan tersebut, dan lebih dari itu Tobio pun memiliki firasat kalau remaja tersebut akan menghantarkan drama pada dirinya. Bahkan sebelum mereka tahu satu sama lain pun Tobio bisa melihat betapa mendramatisirnya orang yang dia tolong tersebut, dalam hati Tobio berharap dirinya tidak akan menyesali tindakan mulianya yaitu menolong remaja yang hampir tenggelam tersebut.


AN: Terima kasih sudah mengunjungi dan membaca fanfik ini. Mohon maaf kalau bahasanya kaku sekali akibat terlalu lamanya hiatus. Fanfik ini ditulis karena terinspirasi oleh drama Korea "My Love From The Star" yang ditayangkan oleh SBS. Semoga ceritanya menghibur

Author: Sky