I Catch You, Babe!

Author: kurokuroninja

Disclaimer: Screenplays

Cast: ChanBaek/Park Chanyeol x Byun Baekhyun sligh KaiSoo.

Rate: M

Genre: Drama, Romance

Summary: I don't clever to make a summary. But i hope you are all enjoy with my story.

Warning! OOC, Yaoi, (Boy x Boy), NC, Lemon, Bad Language, Miss Typo dan berbagai macam you hate it, just leave it! No protest, no judge, no flame! Fanfic saya, suka-suka saya. -18 out. Ok? Thanks.

.

.

Chapter 1: Letter

.

Enjoy!

.

.

Sejak lama, aku menyukaimu yang polos dan ceria. Tanggal lima oktober, pukul tujuh malam. kutunggu di namsan park. Aku ingin kita bertemu.

-Dari yang mengagumimu-

.

.

-Kantor Kepolisian Gangnam, pukul 04.00 sore-

.

"Baekhyun?"

.

"BYUN BAEKHYUN!"

.

Bentakkan baritone yang keluar dari mulut seorang pemuda jangkung membuat Baekhyun terlonjak kaget. Sialan. Hampir saja ia terguling dari bangku.

"Yak! Park Chanyeol!" pekiknya tidak suka, "Kau berniat membuat jantungku copot, hah?"

Bukannya menjawab, pemuda tinggi yang diketahui bernama Park Chanyeol malah menghantam kepala Baekhyun dengan tumpukan dokumen tebal. Sang mpu mengiris pelan. Dalam hati ia bersumpah akan mengutuk pemuda itu.

"Yak!"

"Simpan dokumen ini ke meja Sungmin ahjussi." Chanyeol berkata datar tanpa rasa bersalah seraya menyodorkan tumpukan dokumen tadi.

Baekhyun mengambilnya kasar. Alisnya berkedut tajam. Ketara sekali jika si pemuda bermarga Byun sangat tidak menyukai sikap sahabat semasa kecilnya. Menyebalkan.

Kalau diingat-ingat, padahal dulu Chanyeol anak yang ramah dan murah senyum. Ia sosok yang selalu bisa membuat Baekhyun tertawa riang.

Entah setan apa yang membuatnya menjadi semenyebalkan kutu. Mungkin otaknya terlalu lelah. Atau mengalami tekanan hidup—Persetan! Baekhyun tidak peduli.

Suara—Brak!—keras terdengar ketika Baekhyun menutup pintu. Kai yang tengah terbuai dengan naungan peri tidur sontak langsung membuka kedua matanya lebar-lebar sambil berteriak, "Gempa bumi, gempa bumi. Tolong aku!"

Chanyeol mengendus prihatin melihat kelakuan kawannya yang kelewat idiot.

Klek—pintu terbuka pelan. Kai tersenyum lebar tatkala sosok Kyungsoo dalam balutan kaus lengan panjang dan celana jeans hitam berdiri diambang pintu. Dia memang selalu terlihat manis. Kai bersyukur memiliki kekasih sepertinya.

"Ah—ternyata kau, honey. Kau pasti mau menemuiku." Chanyeol memutar bola mata, jengah ketika Kai memulai aksi pamer kemesraan. Percaya diri sekali dia.

"Sayangnya aku kemari tidak untuk menemuimu, tuan Kim Jong In." Ujarnya dengan senyum malaikat namun menusuk, "Aku kesini untuk menemui Chanyeol."

Kai runtuh seketika saat jawaban sang kekasih tidak sesuai harapan. Diam-diam Chanyeol mensyukuri penderitaan pemuda berkulit hitam itu. Rasakan, kkamjong!

"Aku?" tunjuk Chanyeol pada dirinya sendiri. Kyungsoo mengangguk.

"Aku hanya ingin memberi tahu bahwa; Kepala Lee menyuruhmu untuk pergi ke ruangannya. Sekarang juga." Jelas Kyungsoo ramah.

"Aissh, si tua bangka itu—ada apa lagi?" erang Chanyeol, malas.

"Kau terlalu banyak bertanya, Yeol." Dengusnya. "Pergilah."

"Ok, fine." Chanyeol bergegas pergi, meninggalkan duo idiot dalam kemesraan.

Suasana awkward menerpa. Mereka berdua menghabiskan waktu dalam diam. Sesekali menggaruk tengkuk, canggung.

"Ehem—well—" Kyungsoo berdehem. Kedua matanya melirik arloji sekilas. "—aku harus pergi sekarang. Masih banyak yang harus kulakukan."

"Baiklah. Kau boleh pergi." Jawab Kai sedikit kecewa. Hanya begitu saja?—batinya tidak percaya.

Kyungsoo berhenti sejenak sebelum benar-benar pergi kemudian berbalik menghadap Kai, "Malam ini—di apartemenku." Bisiknya sensual. Sebelah matanya berkedip nakal. Benar-benar menggoda.

"Aku mencintaimu, chagiya~" teriaknya kegirangan.

.

.

-Kediaman Baekhyun, pukul 12.00 dini hari-

.

Apartemen milik seorang Byun Baekhyun bukanlah apartemen mahal layaknya artis dan pejabat negara. Hanya apartemen minimalis yang didominasi warna monokrom. Tidak terlalu besar tapi tidak terlalu kecil. Simple dan sederhana.

Suara—ting—terdengar menyapa indera pendengaran. Menandakan password yang ia masukkan benar. Tangan Baekhyun meraih pintu dan membukanya pelan.

Helaan napas lelah berhasil lolos. Efek mengarjakan laporan dan tugas-tugas mengerikan. Menjadi polisi memang bukan pekerjaan yang mudah. Setiap kali kau akan berhadapan dengan bahaya, juga kasus serumit rumus fisika.

Beruntung kali ini, si tua bangka—Lee Sooman memulangkan seluruh personil. Demi Tuhan, otaknya benar-benar sudah kebul.

Baekhyun melemparkan tas kesembarang arah lantas menjatuhkan diri kedalam singgasana ranjang yang empuk. Ah—sudah lama ia tidak merasa serileks ini.

Tiba-tiba potongan kecil memori bersama Park Chanyeol melintas. Tingkah, senyum, tawa, kehangatan dan keramahan. Semuanya. Betapa rindunya Baekhyun pada sosok itu.

Dulu mereka bagai perangko yang tidak dapat dipisahkan. Kemana-mana selalu bersama. Namun semua itu berubah ketika Chanyeol dan keluarganya hijrah ke negeri Paman Sam. Di luar dugaan, Chanyeol tidak pernah mengabarinya. Hubungan mereka benar-benar putus.

Setelah sepuluh tahun berlalu, akhirnya Tuhan mempersatukan mereka kembali dalam satu pekerjaan—sebagai polisi. Baekhyun senang bisa bertemu lagi dengannya. Tapi—tidak dengan Chanyeol.

Saat pertama bertemu, pemuda jangkung itu bahkan sempat bertingkah seolah 'aku tidak kenal'.

Baekhyun tidak mengerti. Apa salahnya sehingga Chanyeol bersikap acuh?—Kenapa ia memperlakukannya seperti musuh?—pertanyaan itu terus terngiang dalam otak.

Chanyeol sudah benar-benar berubah. Tidak ada senyum di raut wajahnya. Yang ada hanyalah wajah dingin ala diktator sadis. Bukan. Dia bukan Park Chanyeol ia kenal. Ya, benar. Park Chanyeol tidak seperti itu.

Mencoba mengalihkan perhatian dari Chanyeol, Baekhyun bangkit membuka laci nakas. Mencari sesuatu dan—

"Dapat!" pekiknya senang saat tangannya berhasil menemukan novel lama. Refreshing sejenak tidak ada salahnya, bukan? Lagi pula, sudah lama ia tidak membacanya.

Pluk—sepucuk amplop putih polos terjatuh saat Baekhyun mulai membuka halaman novel. Surat?—sebelah alis Baekhyun terangkat heran kemudian meraih benda tipis itu.

"Sejak kapan ada surat disini?" gumamnya pada diri sendiri. tangannya terangkat, menggaruk tengkuknya yang memang sedang gatal.

Penasaran dengan sesuatu yang tertulis di dalam, Baekhyun lekas membuka amplop dan membaca isinya dengan seksama.

.

Sejak lama, aku menyukaimu yang polos dan ceria. Tanggal lima oktober, pukul tujuh malam. Kutunggu di namsan park. Aku ingin kita bertemu.

-Dari yang mengagumimu-

.

Wha—ini kan surat cinta?—dia tidak salah lihat, kan? Ini benar-benar surat cinta?—pikir Baekhyun tidak percaya. Wajahnya memerah hebat. Jantungnya menggedor-gedor layaknya genderang perang.

Gadis mana yang berani mengirimkan surat macam ini padanya?—dalam hati Baekhyun berharap semoga Kim Taeyeon, senior cantik yang sudah lama diincar sejak pertama kali masuk kepolisian. Ya. Semoga.

Lima oktober itu berarti—besok?

Aish, Namsan Park, ya? Aku jadi tidak sabar. Tunggu aku Taeyeon-ssi.

.

.

.

-Kantor Kepolisian Gangnam, pukul 09.00 pagi-

.

Senyum Baekhyun sebenarnya memang sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Namun kali ini, senyumnya terlihat berbeda. Bagai bunga musim semi yang bermekaran. Seperti itulah senyumnya saat ini.

"Kau terlihat senang, Baek." Celetuk Kyungsoo sambil meminum kopinya.

Baekhyun meraih tangan Kyungsoo dan merematnya dengan tatapan berbinar. Membuat pemuda bermata besar terlonjak kaget. "Ya, kau benar. Aku sangat bahagia hari ini. Kau tahu kenapa?"

Belum sempat Kyungsoo membuka suara. Baekhyun menjawab, "Taeyeon-ssi—dia mengirimkan surat cinta padaku."

Mendengar ucapan Baekhyun barusan, nyaris membuat Kyungsoo menyemburkan kopinya. "Mwo?!"

"Bagaimana bisa?" Kai yang duduk disebelah Kyungsoo nampaknya mulai tertarik dengan arah pembicaraan dua pemuda manis.

Baekhyun tersenyum penuh arti seraya mengambil selembar kertas dalam kantung celana dan menyerahkannya pada Kyungsoo. Menyuruh pemuda itu untuk membacanya.

"Disini tertulis 'dari yang mengagumimu'." Ejanya, "Kenapa kau sangat yakin jika Taeyeon-sunbaenim yang mengirimkan surat ini padamu?"

"Oh ayolah, bung. Kata hati tidak bisa berbohong."

Kyungsoo memutar bola mata, malas. Kata hati?—sejak kapan bocah tengik ini bicara soal hati?

"Well aku turut senang." Juluran tangan Kai langsung disambut hangat oleh Baekhyun. Sekarang mereka bersalaman, "Selamat, Baek."

"Aku yakin—orang yang menyukaimu pasti sangat bodoh." cibir Chanyeol tiba-tiba tanpa menoleh dari komputernya. Tapi Baekhyun tidak tidak peduli. Ia hanya menganggap jika pemuda itu hanya iri saja.

Lagi pula, bertengkar dengan Chanyeol hanya akan memperburuk moodnya saat ini.

Klek—Choi Siwon datang dengan raut wajah serius. Jika sudah seperti ini berarti—

"Kalian berempat, ikut aku." tunjuknya pada Baekhyun, Chanyeol, Kyungsoo dan Kai.

—waktunya terjun ke lapangan. Mengangkap para penjahat yang berkeliaran dan berkelit dengan rangkaian kasus mengerikan. Oh man, ini melelahkan. Sejujurnya Baekhyun masih butuh istirahat.

.

.

.

.

"Kali ini kita akan melanjutkan penyelidikan para gembong narkoba." Tutur Siwon seraya menghentikan laju mobil tepat di sebuah kafe bernuansa garden park. "Berdasarkan laporan yang kuterima, biasanya mereka senang berkumpul disana."

"Aku mengerti. Tapi—" Baekhyun memberi jeda pada kalimat seraya memperhatikan penampilannya sendiri.

Rambut coklat terurai, bibir ranum yang terpoles lipgloss strawberry, seragam sekolah dengan rok mini sialan. Ew!—tidak ada yang lebih mengerikan selain berdandan ala perempuan.

"—kenapa harus aku yang menanggung penderitaan ini?"

Samar-samar, Baekhyun bisa mendengar kekehan geli dari ketiga sahabatnya. Terutama Chanyeol. Si jangkung itu pasti senang melihatnya menderita. Demi celana dalam neptunus, ia berjanji akan merobek bibir mereka suatu saat nanti.

Siwon mendesah lelah, "Well, tidak ada jalan lain. Ini demi misi." Jawaban sang ketua sama sekali tidak membuatnya senang, "Kita harus menyamar sebelum masuk."

"Tapi kenapa aku har—"

"Anggap saja itu hukumanmu karena sudah mengacaukan kantor kemarin lusa." Potong Siwon sarkastik. Hukuman Siwon benar-benar mengerikan. Lain kali, ia harus hati-hati.

"Lagi pula, kau terlihat sangat cantik dengan pakaian itu. Cocok sekali. Aku sampai tidak menyangka jika sosok gadis yang sedang duduk di depanku adalah Byun Baekhyun." Kai menimpali. Kyungsoo meng-iya-kan perkataan kekasihnya dengan anggukan.

"Jika seandainya aku belum memiliki Kyungsoo aku pasti—aw!" Kyungsoo menghentikan ocehan Kai dengan menyikut perutnya keras. Tatapan matanya seolah berkata, 'bicara lagi akan kubunuh!'

Siapa sangka jika Kyungsoo memiliki sifat kejam. Nyali Kai ciut seketika.

Siwon menepuk tangan sesaat. Meminta perhatian anak buahnya, "Okay guys, simpan pertengkaran bodoh kalian sejenak. Aku ingin kalian mencari orang ini—" ujarnya seraya memperlihatkan foto seorang pria paruh baya berwajah sangar dengan tato naga membingkai di lengan.

"Perhatikan baik-baik. Namanya Kim Youngmin—dia adalah ketuanya." sambungnya yang langsung disambut anggukan paham. Siwon bersyukur anak buahnya tidak sebodoh yang ia kira.

"Aku akan membagi kalian menjadi dua team—Jong In dan Kyungsoo." Tunjuknya, "Kalian tetap disini bersamaku. Awasi gerak gerik setiap penggunjung yang masuk dan keluar."

"Yes, sir!"

"Sedangkan kalian—" tunjuknya lagi pada sosok berbeda, "—kalian masuk kedalam dan berpura-puralah menjadi sepasang kekasih."

"WHAT THE HELL?!" yang ditunjuk memekik bersamaan. Sepasang kekasih?—yang benar saja. Siwon pasti bercanda.

"Aku tidak salah dengar, kan?" kedua mata Chanyeol terbelalak lebar seolah mendengar berita bahwa dirinya hendak dieksekusi detik itu juga.

"Ahahaha~ Choi seonsangnim, candaanmu benar-benar tidak lucu." Timpal Baekhyun dengan tawa hambar. Tangannya mengibas-ngibas di udara.

"Lebih baik aku memakan rumput liar selama setahun dari pada harus berpura-pura pacaran dengan kecebong sawah."

"Yak!" teriak Baekhyun keberatan dengan ucapan Chanyeol yang menurutnya sangat keterlaluan. Dia yakin, dia tidak sejelek itu sampai-sampai Chanyeol mengatainya dengan sebutan aneh. Dasar Slenderman.

"Pergi atau kuhukum?" ancam Siwon penuh penekanan. Dengan sangat terpaksa mereka berdua akhirnya turun dari dalam mobil dan memutuskan untuk menuruti perintah pimpinan.

Grep—Baekhyun memberanikan diri merangkul mesra tangan Chanyeol. Bermaksud menghidupkan suasana romantis. Sontak kedua mata si pemuda jangkung terbelalak. Pipinya bersemu merah, layaknya lobster rebus. Apa-apaan dia?—seenaknya saja.

"Ne~ chagiya. Ayo masuk." Ucap Baekhyun dengan aksen yang sengaja dibuat semanis mungkin. Entah kenapa, itu membuat Chanyeol ingin buang air mendadak.

"B—baiklah. Ayo." Jawabnya canggung seraya berjalan menuju cafe.

Dari dalam mobil; Siwon, Kyungsoo dan Kai menatap kepergian mereka penuh rasa takjub. Not bad, sejauh ini mereka terlihat sangat serasi—pikirnya bersamaan.

.

.

.

Pemandangan yang di suguhkan cafe bertema out door ini sangat indah. Warna hijau tumbuhan benar-benar mendominasi. Belum lagi bunga-bunga yang tersusun rapi. Terkesan natural dan fresh.

Sangat cocok dijadikan tempat bersantai.

Namun itu semua tidak membuat Chanyeol dan Baekhyun melupakan misi utama. Diam-diam mata mereka terus bergerak kesana kemari. Meneliti setiap orang.

Chanyeol duduk gelisah di atas bangku. Jujur saja, mengingat dirinya sedang berperan menjadi'kekasih Baekhyun' membuatnya jengah. Ingin rasanya ia pulang ke rumah dan tidur dengan nyenyak.

Tapi tidak. Mengingat hukuman Siwon adalah hukuman paling mengerikan di dunia. Pasrah adalah satu-satunya cara yang bisa dilakukan.

Membantah? Bersiaplah memakai wig norak, sepatu tinggi sialan, pakaian mengerikan dengan make up super tebal. Hell yeah!

Membayangkannya saja sudah membuatnya merinding disko.

"Oppa." Panggilan manja Baekhyun membuyarkan konsentrasi.

"Ayo buka mulutmu. Aaaa~" lanjutnya seraya menyodorkan satu sendok ice cream vanilla. Rupanya bocah tengik ini benar-benar mendalami peran. Harusnya ia jadi artis saja.

Chanyeol tidak serta merta membuka mulut. Ia menatap Baekhyun dengan sebelah alis terangkat, "Hei, apa yang kau lakukan?" bisiknya risih.

"Diam dan turuti saja, bodoh!" bisik Baekhyun tak kalah sarkastik.

Perlahan tapi pasti, Chanyeol membuka mulutnya ragu. Mempersilahkan Baekhyun untuk menyuapinya sesuka hati.

Tidak pernah terpikirkan dalam benak jika akan seperti ini jadinya. Tuhan, bisakah kau mempercepat waktu?—aku sudah muak, batin Chanyeol menjerit.

"Bagaimana? Humm? Enak, kan?"

"Hn." Jawaban irit Chanyeol membuat Baekhyun merasa jengkel. Seringai tipis terpatri saat sebuah ide gila terselip dalam benak. Dengan sengaja, Baekhyun menginjak kaki Chanyeol di bawah meja.

"Hggh!" Chanyeol mengerang tertahan. Sial!—injakan Baekhyun benar-benar membuat kakinya ngilu. "K—kau!—"geramnya murka.

"Ups!—maaf, honey. Aku tidak sengaja."

Tidak sengaja katanya?—cih! Kalau saja Chanyeol tidak ingat sedang menjalankan misi suci. Sudah dipastikan, Baekhyun akan bernasib sama dengan korban mutilasi. Tingkah pemuda itu benar-benar membuatnya geram.

Drrrrttt—getaran dari ponsel milik Baekhyun membuyarkan suasana. Satu pesan masuk dengan nama Choi Seonsangnim tertera di layar. Sang mpu ponsel buru-buru membuka pesan sebelum membacanya.

.

From: Choi – Seonsangnim

Bagaimana? Apakah dia berada disana?

.

Baekhyun menatap Chanyeol. Pemuda jangkung itu berbisik, "Siapa?"

"Choi seonsangnim." Jawab Byun muda lirih seraya menunjuk ponsel kemudian beralih membalas pesan singkat itu.

.

From: Baekhyun

Sejauh ini kami belum melihatnya. Tapi, disini ada sekitar lima orang bertatoo serupa dengan Kim Youngmin. Kurasa mereka anak buahnya.

.

Benar-benar merepotkan. Baekhyun berharap semua ini segera berakhir. Ddrrrrtt—satu pesan kembali masuk.

.

From: Choi – Seonsangnim

Baiklah, kalau begitu—bisakah kau mengirimkan foto mereka?

.

"Ehem!—" Baekhyun berdehem sejenak, menetralisir kegugupan. Ia menyerahkan ponselnya pada Chanyeol, "Chagiya~pemandangan disini sangat indah. Maukah kau memotretku?"

"Ha?"

Baekhyun memutar bola mata, jengah. Bitch please, Chanyeol memang bukan tipe orang yang peka dengan situasi.

"Turuti saja. Seonsangnim menyuruh kita untuk mengambil foto orang-orang itu." bisiknya jengkel sembari menunjuk kumpulan orang bertato di belakim mereka.

Chanyeol mengangguk paham lantas meraih ponsel Baekhyun dalam genggaman, "Oh, Baiklah."

"Ambillah sudut paling bagus, ne?"

"Hn."

.

Klik..

.

Klik..

.

Klik..

.

Tepat ketika Chanyeol selesai memotret 'sasaran'. Tiba-tiba tiga orang pelayan datang menebar konfeto. Sebenarnya ada apa ini?—apakah ada semacam perayaan? Tapi kenapa hanya bangku Chanyeol dan Baekhyun yang mereka singgahi.

"Selamat!—kalian berdua adalah pasangan ke seratus. Kalian berhak mendapatkan bonus tiket liburan gratis ke pulau jeju. Selamat!" Ujar antusias salah seorang pelayan. Satu pelayan lainnya menyodorkan kue ulang tahun dengan lilin berupa angka seratus di atasnya.

"Silahkan tiup lilinnya."

Meski ragu, tapi mereka berhasil meniup lilin secara bersamaan. Suara tepuk tangan serta ucapan selamat dari para pengunjung pun ikut memeriahkan suasana.

Baik Chanyeol maupun Baekhyun, keduanya segera mengalihkan pandangan. Berusaha menyembunyikan semburat merah padam di pipi masing-masing. Sial—ini tidak bagus.

"Oi, kalian harus ciuman!" usul salah seorang pria yang di duga adalah anggota gembong narkoba, membuat Baekhyun hampir menampar wajahnya sendiri.

Ia menatap wajah Chanyeol takut-takut seraya meminta pertolongan.

"Cium!"

"Cium!"

"Cium!"

Kata itu seolah menjadi momok menakutkan dalam benak. Ini adalah hal paling memalukan dari hal memalukan lainnya. God, damn it!—apa dosaku, Tuhan?—batin Baekhyun merana.

"Ummh.. c—chagiya. A—aku malu."—sial. Seharusnya ia berkata 'ayo kita pergi dari sini, yeol'. Kenapa malah kata itu yang keluar dari mulutnya?

Baekhyun, kau benar-benar bodoh!

"Malu?" kata Chanyeol dengan suara baritone seksi. Di luar dugaan; tangannya merayap, menekan tengkuk Baekhyun dan—menyatukan bibir mereka kedalam sebuah ciuman.

Hanya ciuman singkat tanpa pangutan lebih namun sensasinya mampu membuat seluruh organ tubuh Baekhyun meleleh. Kedua mata terbelalak. Park Chanyeol merampas ciuman pertamanya? Lelucon macam apa ini?

"Kenapa harus malu, hum?"

Sorak sorai serta tepuk tangan para pengunjung kembali terdengar semakin riuh memekikkan telinga. Seolah menjadi bumbu pelengkap romansa cinta keduanya.

.

Tiga orang yang tengah duduk malas di dalam mobil. Kai, Kyungsoo dan Siwon tak kuasa tersedak makanan mereka sendiri ketika secara tidak sengaja menyaksikan pemandangan langka di seberang sana.

Sulit dipercaya. Padahal jika di lihat dari kesehariannya, mereka sama sekali bukan koalisi yang klop. Bahkan terkesan memusuhi. Tiada hari tanpa bertengkar. Tapi—apa yang telah mereka lakukan sekarang? Berciuman? Oh yeah, fucking impossible!

"Seonsangnim, tampar aku."

Permintaan Kai langsung dituruti. Satu tamparan maut dilayangkan, "Aww—sakit! Ternyata ini bukan mimpi."

"Kau yang meminta." Kata Siwon tanpa mempedulikan keadaan pipi Kai yang sudah membengkak.

.

.

.

.

Selepas insiden beberapa menit lalu. Park Chanyeol dan Byun Baekhyun memutuskan untuk tidak berbicara satu sama lain. Walaupun begitu, mereka tetap berusaha terlihat profesional dan menjalankan misi sebagaimana mestinya.

Baekhyun memijat tombol send. Mengirimkan hasil foto tadi pada Siwon dan kawan-kawan. Sesekali melirik Chanyeol dengan ekor mata. Ia tidak mengerti, kenapa pemuda jangkung itu menciumnya? Damn it!—kenapa jantungnya masih berdebar?

"Berhenti menatapku seperti itu." kata Chanyeol tanpa mengalihkan pandangan. Sontak membuat Baekhyun gelisah.

"T—tidak!" bantahnya, "S—siapa yang menatapmu? Aku sedang menatap—" Baekhyun berpikir sejenak. Hingga akhirnya ia tidak sengaja bertemu pandang dengan—

"Vas bunga. Yeah, aku sedang menatap vas bunga." Sambungnya dengan kekehan hambar.

Chanyeol memutar bola mata, malas. Great! Alasan yang super bodoh. Kau pikir aku tidak melihatnya, eh?—rutuk Chanyeol dalam hati.

Hening kembali menyapa. Jujur, Baekhyun benci suasana seperti ini. Sejenak ia melirik arloji yang tersemat. Sial, masih pukul setengah dua siang. Masih ada waktu sekitar tujuh jam lagi untuk menemui sang pengirim surat cinta. Aish; kenapa waktu terasa begitu la—

"Mereka pergi." Gumam Chanyeol tiba-tiba. Baekhyun mengikuti arah pandang pemuda itu. "Kembali ke mobil. Kita ikuti mereka."

Baekhyun mengangguk kemudian melenggang pergi bersama Chanyeol. Meninggalkan hingar bingar cafe yang menjadi saksi bisu aksi ciuman mereka.

.

.

-Gedung Tua, pukul 03.10 siang-

.

Pistol, barel, borgol dan segala sesuatu sudah dipersiapkan matang-matang. Setelah mencari waktu yang pas, seluruh personil turun dari mobil dan mulai berpencar dengan langkah mengendap layaknya pencuri.

Kyungsoo dan Baekhyun, menyusup ke sayap kanan. Kai dan Chanyeol menyusup ke sayap kiri. Sedangkan Siwon, menyusup ke sayap tengah seorang diri.

Berdoa saja, semoga misi kali ini berhasil.

"Jadi—kau tetap memutuskan untuk bersaksi?" Suara berat seorang pria paruh baya di dalam bangunan berdengung. Dialah Kim Youngmin—sasaran yang sudah menjadi incaran sejak sebulan lalu.

Baekhyun—yang masih dibalut pakaian 'nista'—bersembunyi di balik dinding tua. Tangannya bersiap dengan pistol. Sesekali mengintip sedikit melalui celah jendela yang terbuka.

Bugh—terdengar bunyi hantaman keras mengenai seorang pria malang. Tubuhnya terhempas mencium dinginnya lantai bangunan kotor.

"Cuh!" Youngmin meludahinya lantas menundukkan diri untuk menjambak helai hitam korban, "Lihatlah, betapa menyedihkannya dirimu. Apa kau selalu semenyedihkan ini, hm?" seringainya.

"Arrgttt!" erang kesakitan terdengar lagi saat Youngmin kembali memukulinya dengan benda tumpul. Tidak ada waktu lagi. Baekhyun menoleh ke arah Kyungsoo, meminta persetujuan untuk segera menggebrak dan menangkap kerumunan manusia sampah itu.

Kyungsoo yang mengerti maksud sang sahabat menjawab dengan anggukan. Keduanya sepakat untuk mengakhiri semuanya kemudian berjalan mengendap menuju pintu masuk. Begitu pelan dan hati-hati.

.

Brak!

.

"Angkat tangan!" Baekhyun berseru lantang. Kedua tangannya terjulur ke depan, menggenggam pistol erat. Ia senang, kedatangannya disambut dengan ketegangan dan ketakutan dari wajah-wajah para kriminal.

"Jangan bergerak!" Kyungsoo menimpali. Selanjutnya sosok Kai, Chanyeol, pimpinan mereka—Choi Siwon juga satuan polisi lain datang membantu.

"Kim Youngmin." Seru Siwon dengan seringai penuh kemenangan, "Kami telah mengepungmu. Kau—skakmat." Pandangannya beralih pada Kai dan Kyungsoo, "Jong In, Kyungsoo—lekas amankan saksi."

"Yes, sir!" jawab mereka beriringan seraya membopong tubuh ringkih pria malang korban penyiksaan.

"Chanyeol—kau borgol Kim Youngmin." Lanjut Siwon tegas. "Sekarang."

Chanyeol merogoh kantung celananya lantas memborgol tangan sang pelaku dengan suara—krek—cukup keras, "Kau punya hak untuk menyewa pengacara dan membuat pernyataan kapan saja."

.

.

-Kantor Kepolisian Gangnam, pukul 06.30 sore-

.

Pekerjaan hari ini sangat melelahkan. Tenaga, otak dan harga diri dikuras habis. Sesaat ia merasa lega, sebab pakaian juga wig nista itu sudah tidak melekat di tubuhnya. Baekhyun yakin sekali jika berat badannya akan turun minggu ini akibat stress.

Sebenarnya ia ingin sekali mengistirahatkan seluruh jiwa raga. Sekedar menidurkan diri di atas sofa atau pulang ke rumah sembari bergelung dengan nyamannya kasur. Tapi mengingat bahwa hari ini ada yang harus ia temui. Ia memutuskan untuk pergi.

"Kau mau kemana?" tanya Kai, "Bukankah hari ini kita semua akan pergi makan bersama?"

Kyungsoo mengangguk, setuju "Kai benar."

"Sorry, guys. Aku harus pergi ke namsan park. Kalian tahu—ini soal surat cinta." Jelas Baekhyun merasa bersalah.

Kai menepuk bahunya pelan lantas berkata, "Aku mengerti—kau boleh pergi."

"Semoga beruntung." Timpal Kyungsoo tersenyum ramah.

Baekhyun bersyukur memiliki teman-teman yang mengerti dirinya, "Thanks. Kalau begitu aku pergi dulu." Ujarnya seraya melenggang pergi.

Tatapan Kai beralih pada sosok Chanyeol kemudian merangkulnya, "Patah hati, dude?"

"Berisik!" Chanyeol menepis kasar tangan sang rekan dari pundak. Entah kenapa pertanyaan Kai terdengar seperti ledekan. Menyebalkan.

"Ow ow, jangan marah begitu." Kai mengangkat tangan ke udara layaknya pencuri yang tertangkap basah. Benar-benar bodoh.

Chanyeol mendengus sejenak lalu bangkit. Ia tidak ingin berlama-lama bersama duo pasangan edan. Pergi dari sana merupakan pilihan yang tepat. Namun baru satu langkah berjalan. Ia terhenti.

Ada sesuatu yang mengganjal di bawah sepatunya. Sebuah kertas?—penasaran. Ia memungut kertas yang terlipat apik sebelum melihat isinya.

.

Sejak lama, aku menyukaimu yang polos dan ceria. Tanggal lima oktober, pukul tujuh malam. Kutunggu di namsan park. Aku ingin kita bertemu.

-Dari yang mengagumimu-

.

Seketika kedua matanya terbelalak sempurna. Tubuhnya menegang kaku seperti patung. "Ini kan—"

.

.

.

-Namsan Park, pukul 07.05-

.

Matahari sudah kembali ke peraduan. Cahaya bulan tak nampak, tertutup gumpalan awan kelabu. Nyanyian jangkrik terdengar bising memenuhi taman namsan yang terlihat sepi.

Byun Baekhyun berjalan panik. Sedari tadi Hazelnya hanya menangkap rupa pepohonan, bangku taman dan air mancur. Ia tidak juga menemukan orang yang di maksud. Menyerah?—tidak akan. Ia bersumpah akan terus mencari sampai dapat.

Tap—tap—samar-samar telinganya mendengar suara langkah kaki. Semakin lama semakin mendekat. Baekhyun yakin itu pasti—

"Chanyeol?" gumamnya. "Kenapa kau kemar—"

"Kau tidak ingat?" potong Chanyeol sembari merogoh saku. Membuat alis Baekhyun terangkat heran. Namun sedetik kemudian kedua matanya terbelalak sempurna ketika pemuda Park itu menunjukkan secarik kertas yang sangat ia kenal.

"Surat itu—kenapa bisa ada di tanganmu?"

Chanyeol berjalan mendekat. Tubuhnya menunduk, mensejajarkan diri dengan Baekhyun yang jauh lebih pendek dan menatapnya semakin intens. "Jadi kau benar-benar tidak mengingatnya, hum?"

Baekhyun menolehkan kepala ke samping. Bermaksud menghindari tatapan sang sahabat. Namun niat baiknya terhenti, karena Chanyeol segera menarik dagu itu untuk menghadapnya kembali.

"Selama ada aku—" Chanyeol mendekatkan bibirnya tepat di telinga Baekhyun, "—jangan pernah mengalihkan pandanganmu."

"Yeol—"

"Ini aku." potongnya lagi.

"Ha?"

Chanyeol menjauh sedikit. Sekedar memberi jarak pada keduanya sebelum berkata, "Surat ini—aku yang menulisnya."

"Kau—apa?" Katakan bahwa semua ini hanyalah mimpi. Hari ini Chanyeol menciumnya dan sekarang ia berkata jika dirinya yang menulis surat cinta itu?

Fucking hell! This is impossible. Yang dia tahu, Chanyeol membencinya. Walau ia sendiri pun tak tahu kenapa sang sahabat bersikap demikian.

"Aku bilang—surat ini aku yang menulisnya, bodoh!" ulangnya lagi.

"J—jangan bercanda!" Baekhyun mulai panik, "Surat ini terselip di—"

"Novelmu?" tebak Chanyeol dengan tawa aneh. Seperti psikopat. Bulu kuduk Baekhyun mengejang seketika. "Kau tahu—kenapa aku sangat membencimu?" tanyanya yang langsung mendapat gelengan pelan dari lawan bicara.

"Itu karena kau membuatku menunggu. Kau kejam, Baekky."

"Menunggu?"

Sekali lagi, Chanyeol mendekatkan wajah mereka dan menatapnya intens, "Yeah. Sepuluh tahu lalu, Aku hampir mati kedinginan diterjang hujan selama berjam-jam karena dirimu. Tapi aku tidak menyerah dan terus menunggu seseorang yang tidak pernah datang. Disini."

Baekhyun merasa kedua matanya akan keluar detik itu juga, "Mwo? Sepuluh tahun lalu? Itu berarti—"

"Ya, kau benar. Seminggu sebelum kepergianku ke Amerika. Aku menyelipkan surat itu di novel kesukaanmu. Berharap kau akan membacanya. Berharap kau akan mengetahui perasaanku. Aku terus berharap dan berharap seperti orang bodoh."

Okay, sekarang Baekhyun sudah tidak bisa melakukan apapun lagi. Tubuhnya seolah kaku bak mannequin. Bernapas pun rasanya tersegal. Jadi inikah alasan Chanyeol terus bersikap menyebalkan?

"K—kenapa? Kenapa kau m—melakukan itu?"

"Sudah jelas bukan?" Chanyeol menarik dagu Baekhyun. Untuk kedua kalinya ia mempertemukan bibir mereka dalam sebuah ciuman hangat yang singkat.

"Karena aku menyukaimu. Aku benci mengatakannya tapi—perasaan ini tidak pernah berubah. Sampai saat ini—"

.

"—aku masih menyukaimu, Byun Baekhyun."

.

.

-TBC-

.

.

Hallo jambaners, perkenalin—saya kurokuroninja. Panggil aja 'sayang' *author digebukin* makasih udah mampir di fic abal milik saya. Semoga kalian suka, yak ;) maap, author hanya manusia biasa yang banyak kekurangan. Kalo ceritanya jelek harap dimengerti. Maklum masih author baru hehehe *nyengir kuda*

Oya, untuk lemonnya—tunggu aja.

Saya harap kalian suka dan gabosen-bosen pantengin fic gaje saya :*

Sampai berjumpa di chapter selanjutnya.

Riview please...