Differences
Disclaimer: Semua karakter milik Kubo Tite.
Title: Differences
Subtitle: Rain
Warning: Diskripsi minim bin payah, AU(?), typo(s), OoC terutama Inoue Orihime, die hard IchiRuki fic!
Special Warning! Cerita ini BUKAN untuk IchiHime shipper! Jika Anda salah satu dari mereka, lebih baik TEKAN TOMBOL BACK! Saya tidak mau ada yang sakit hati setelah membaca imajinasi paling liar saya ini. . . Terima Kasih ^_^
ICHIHIME SHIPPER, CLICK BACK IMMEDIATELY
»«
.
«»
.
Sore itu hujan turun cukup lebat. Seorang pemuda terlihat duduk di salah satu bangku kayu yang menghadap pemandangan kota dari atas bukit. Tak peduli pakaian dan rambutnya yang tersiram tetesan langit, seakan ia menikmatinya. Matanya terpejam erat, kerutan di dahinya terlihat semakin dalam, wajahnya ia tengadahkan pada langit seolah siap menerima apapun hukuman yang akan ia terima. Bibirnya mebiru menahan dingin yang sudah merayapi seluruh tubuh kekarnya. Namun ia tak peduli itu semua. Ia hanya berharap hari menyesakkan ini segera berakhir, berganti esok hari yang lebih cerah.
"Kurosaki-kuuun~"
Samar-samar ia mendengar namanya dipanggil. Oleh suara tinggi yang sedikit melengking. Tapi ia sama sekali belum beranjak se-senti pun dari posisinya.
"Kurosaki-kun!"
Suara itu semakin terdengar jelas di telinganya. Sampai ia merasakan tetesan hujan tidak menghujam wajahnya lagi.
"Aku mencarimu kemana-mana sejak tadi, dan kau malah hujan-hujanan di sini!" gadis itu terlihat kesal atas kelakuan orang yang disukainya tersebut.
Ichigo tersadar dari dunianya sendiri, dan memberikan senyum pada orang yang duduk disampingnya. Ia masih memegang payung untuk dirinya dan Ichigo. "Maaf, ini sudah menjadi kebiasaanku setiap tahun untuk duduk di sini, Inoue."
"Tapi tidak perlu sampai hujan-hujanan begini, kan? Ayah dan kedua adikmu khawatir saat kau tidak kembali saat hujan bertambah deras," gadis itu memperhatikan mata cokelat Ichigo yang tampak merah. "Matamu terlihat merah Kurosaki-kun, apa kau sakit?"
"Ah tidak, mungkin ini karena aku terlalu lama wajahku terkena hujan," jawab Ichigo seraya mengucek matanya yang memerah.
Ichigo dan Inoue, berteman sejak awal masuk Karakura Gakuen. Tidak sedikit yang bilang bahwa mereka pasangan yang cocok. Dengan warna rambut yang hampir sama, dan juga kepopuleran di sekolahnya.
Mereka berdua kali ini tengah berada di komplek pemakaman umum Karakura. Tempat dimana orang paling berharga bagi mereka beristirahat untuk selamanya dari kesibukan dan kegilaan dunia fana. Mungkin sebuah kebetulan jika ibu Ichigo dan kakak Inoue meninggal pada hari yang sama. Namun hal itu digunakan alasan si gadis untuk meyakinkan dirinya bahwa ia dan Kurosaki-kun ditakdirkan untuk bersama.
"Apakah kau menyukai hujan, Inoue?" Ichigo memecah keheningan yang tercipta diantara mereka.
"Eh?" gadis itu menatap bingung pada pemuda di sampingnya sebelum menjawab. "Iya, aku sangat menyukai hujan. Karena menurutku hujan adalah satu-satunya cara bagi langit untuk menyampaikan rasa rindunya pada bumi. Aku... jika bisa ingin menjadi hujan."
'Agar aku bisa menyampaikan perasaan tependamku padamu selama ini, Kurosaki-kun,' imbuhnya dalam hati.
"Begitu ya? Lalu kenapa kau memakai payung jika kau sangat menyukai hujan?" Ichigo kembali bertanya atas fakta dan ucapan Inoue yang berlawanan.
Inoue tersenyum geli mendengar pertanyaan pemuda berambut oranye terang. "Aku bilang kalau aku menyukai hujan, tapi itu bukan berarti aku suka hujan-hujanan Kurosaki-kun~ ihihihihihi."
CTTAARRRR
"Kyyyaaaa!" Inoue reflek menjerit akibat cambuk langit memecah keheningan malam.
Gemuruh petir membahana membelah angkasa. Hujan semakin rapat dan turun semakin deras. Langit yang semula masih berwarna abu-abu gelap, semakin hitam seiring awan mendung yang berdansa bersama di atas.
"Ayo kita kembali Kurosaki-kun, semua pasti khawatir jika kita tidak segera kembali," Inoue mulai beranjak dari duduknya.
Ichigo menatap gadis di depannya, membiarkan dinginnya hujan kembali menyapa kulitnya yang sudah dingin. "Kau duluan saja, nanti aku menyusul."
"Baiklah, tapi jangan lama-lama. Nanti kau sakit, dan merepotkan keluargamu yang lain," ujarnya mencoba bercanda.
"Ya, terima kasi banyak atas pengertianmu, Inoue. Paling tidak aku tidak merepotkanmu," pemuda bermata cokelat itu berusaha tersenyum selebar mungkin.
Sepeninggal gadis seksi tersebut, Ichigo kembali pada posisinya tadi. Menengadahkan wajah ke langit, seakan menantang untuk menjatuhkan hukuman lebih berat untuknya. Mencoba mengingat kembali kenangan indah bersama mendiang ibunya, sebelum hujan membuat memori menyenangkan itu berubah menakutkan baginya. Hingga saat ini.
"Kau tahu Inoue, aku sangat membenci hujan. Karena hujan memberikan kenangan terburuk untuk kuingat. Dan sampai sekarang aku belum bisa menghentikannya."
.
.
.
.
— Thank you Rukia, thanks to you. I think the rain has finally stoped... —
.
.
.
.
Seorang gadis mungil berjalan santai di tengan hujan yang bisa dibilang cukup lebat. Kakinya terayun melangkah pelan, karena ia sudah tahu pasti di mana orang yang kini dicarinya berada. Bibir tipis merah mudanya menyunggingkan senyum saat sejumput warna oranye terang menyapa mata ungu gelapnya.
Ia menghampiri pemuda yang masih belum menyadari jika ia ada di hadapannya. Gadis berambut hitam sepundak langsung mengambil tempat di sebelah pemuda oranye.
Merasakan ada beban lain di kursi yang di dudukinya, Ichigo menoleh dan mendapati teman yang baru-baru ini dikenalnya menengadahkan wajah cantiknya ke atas, sama seperti yang dilakukannya beberapa deik yang lalu. "Ru-rukia! Apa yang kau lakukan di sini!"
"Hujan-hujanan."
"Bodoh! Bagaimana nanti jika kau sakit?!" ucap Ichigo khawatir dan menghadapkan seluruh tubuhnya menyamping.
Mendengar orang bodoh menyebutnya bodoh, alis Rukia berkedut. "Aku juga bisa mengatakan hal yang sama padamu bodoh!" kini gadis itu juga menghadapkan tubuhnya pada Ichigo. "Oh aku lupa jika orang bodoh tidak bisa sakit!" Rukia menyeringai penuh kemenangan melihat reaksi pemuda di depannya yang semakin menekuk keningnya dalam.
Mereka berpandangan dalam diam. Mencoba membaca apa yang ada dalam hati masing-masing. Meskipun mereka baru berkenalan beberapa bulan yang lalu, kedua remaja itu terlihat saling melengkapi. Ichigo, pemuda cukup bermasalah dalam pergaulan sosial yang membutuhkan seseorang yang bisa membuatnya berjalan pada jalur yang seharusnya. Dan itu hal berada dalam diri Rukia. Gadis itu tak segan-segan membentak, memukul, bahkan menendang agar si pemuda kembali pada sense-nya.
Begitu pula dengan Ichigo. Ia adalah orang yang membuat hubungan dingin antara Rukia dengan kakak iparnya membaik setelah sekian lama. Pemuda itu bahkan sampai menantang Byakuya—kakak ipar Rukia, untuk bertarung gara-gara alasan keluarga yang tidak memperbolehkan gadis Kuchiki pulang di atas jam 6 petang. Saat itu mereka pulang terlambat karena jalur kereta tertutup salju. Ia bahkan sempat membawa Rukia pulang ke rumahnya dan mengancamnya bahwa gadis mungil itu akan menjadi bagian dari keluarga Kurosaki jika keluarga besar Kuchiki masih memperlakukannya sebagai orang asing, sebelum Byakuya menjemputnya lima menit kemudian.
Melihat mata Ichigo yang kemerahan Rukia mendesah pelan, sekarang ia tahu alasan strawberry memilih hujan-hujanan daripada berteduh bersama yang lainnya. "Kau tahu, seseorang tidak perlu menunggu hujan untuk menangis."
"Tak perlu kau sangkal Ichigo, karena setiap kali ucapanku benar, kau selalu mengangkat sebelah alismu. Walaupun sedikit," Ichigo baru membuka mulutnya sekadar untuk menyangkal ucapan Rukia sebelum perkataan gadis itu membuatnya harus menutup lagi.
"Aku tidak pernah bilang jika seorang laki-laki dilarang menangis. Hujan juga bukan alat yang bagus untuk menutupi kesedihanmu. Jika kau malu karena dianggap cengeng, aku bersedia menjadi tameng untukmu. Kau bisa menangis sepuasmu di belakang punggungku. Sampai kau puas, sampai kau merasa tidak ada lagi sisa air mata yang keluar."
Rukia kini mengubah posisi duduknya dengan bersandar pada bangku.
"Kau bukanlah satu-satunya orang yang memiliki kenangan buruk saat hujan Ichigo. Aku tidak mau membandingkannya, jika pada kenyataanya kita sama-sama merasa bersalah pada diri kita sendiri. Tapi satu yang perlu kau ingat, kematian bukanlah sesuatu yang bisa diprediksi sebelumnya. Sesedih apapun kita, meski menjerit dan memohon pada langit agar mengembalikan orang yang kita sayangi, itu hal yang hampir mustahil."
Mereka kembali terdiam. Ichigo yang masih memandangi gadis mungil di hadapannya. Rukia, ia menatap lurus ke depan. Memutar kembali kenangan buruk saat ia kehilangan seseorang yang sangat dihormatinya—Kaien.
"Hei Rukia, bisakah kau berbalik?" tanya Ichigo sesaat kemudian.
Tanpa banyak bertanya, Rukia menghadapkan punggungnya pada Ichigo. Sepasang tangan kecokelatan melingkari lehernya dari belakang. Memeluknya sangat erat. Rukia mulai merasakan tangan pemuda yang dingin, juga hembusan napas Ichigo menerpa telinganya. Mereka terdiam dalam kehangatan yang memancar.
"Kau benar, aku tidak perlu lagi menunggu hujan turun untuk menumpahkan seluruh kesedihanku. Aku juga tidak perlu menjadikan hujan untuk menutupi air mataku. Yang kubutuhkan sekarang hanya dirimu, dan juga punggung mungilmu ini," ucapan asal itu membuat Ichigo menahan sakit diperutnya akibat tusukan dari siku Rukia, tapi tetap tidak melonggarkan pelukannya sedikitpun.
Tanpa terasa, hujan yang turun dengan lebat tadi kini hanya berupa gerimis kecil dan akhirnya berhenti total.
"Hei Ichigo, hujannya sudah reda. Dan lihat, ada pelangi di ujung cakrawala."
Ichigo tersenyum hangat mendengar ucapan gadis yang masih dipeluknya. "Ya, terima kasih Rukia. Terima kasih banyak. Berkatmu, hujan dihatiku juga ikut berhenti."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
» SELESAI «
A/N: *speechlesssss* inilah akibatnya jika terlalu banyak membaca forum di bleach. Jujur, aku tidak menyentuh M. word sekitar 3-4 hari gegara kecanduan pada forum yang membahas IchiRuki/IchiHime. Bisa diliat perbandingannya kan?
Uumh, sepertinya 'hujan' menjadi bahan yang sudah lawas jika dibahas, tapi aku masih suka, hehehehh ^^
Seperti biasa, jika ada keluhan, kritik, saran, pertanyaan, atau IDE agar fiksi ngawur dapat tetap berjalan, silahkan tulis dikotak reviu di bawah :*
Oh ini hanya kumpulan one-shot, dan untuk chapter berikutnya Smoker! *lamethemeagain*
