Sarada merasakan hal yang ganjil malam ini. Hujan deras menyelimuti Konoha, dan ia merasa tidak tenang. Gadis itu terus merubah posisi tidurnya tiap lima menit sekali.

"Lalalala~"

Suara nyanyian misterius itu selalu ia dengar tatkala menutup matanya. Tapi ketika ia membuka kembali manik miliknya, hanya suara rintik air yang deras menghujam bumi.

'Apa hujan itu bernyanyi?'

Dengan cepat, gadis Uchiha itu menepis pikiran anehnya walau setiap kali berusaha ia malah merasakan hal lain.

'Sesuatu sedang memerhatikanku saat ini...'


Mikadzuki no Yoru

Disclaimer:

Naruto©Masashi Kisimoto

Mikadzuki no Yoru©Fuyune113

Warning:

OOC, jayus, abal, alur ngebut, typo menggunung, dll


Sarada berjalan menuju gerbang Stasiun Konoha. Tampak teman-temannya berkumpul di sana.

"Ohayou, Sarada!" si gadis tambun menyapanya sambil memakan keripik kentang. Sarada tersenyum. "Ohayou Chocho, minna."

"Aku tidak menyangka kita akan melaksanakan misi bersama seperti ini..." ujar Inojin. "Tapi ini pasti jadi menyenangkan." Mitsuki membalas. "Nah, sekarang ayo berangkat!" seru Boruto semangat. Sedangkan Shikadai hanya menguap bosan. "Keretanya saja baru datang lima belas menit lagi." Konohamaru dan Moegi hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan para muridnya yang beragam.

Konohamaru membaca kembali berkas di tangannya. "Jadi, misi kita kali memakan waktu sekitar tiga hari atau lebih. Perjalanan dari Konoha ke Kusagakure sekitar dua jam dengan kereta. Kita akan menyelidiki kematian warga yang tidak wajar di sana."

"Kematian tidak wajar itu maksudnya kena serangan virus massal, ya?" tanya Chocho. Konohamaru menggeleng pelan. "Kemungkinan seperti itu, tapi masih belum pasti. Karena itu kita diminta menyelidikinya."

Mereka memasuki wilayah dalam stasiun. Karena tiket sudah dibeli, mereka tinggal menunggu kereta saja.

"Mitsuki, temani aku ke toilet." Boruto menarik tangan si surai putih. Sarada melotot padanya. "Hei, sebentar lagi kereta datang! Nanti kalian bisa tertinggal!"

"Tenang, tidak akan lama kok!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Himawari POV

Aku memandang langit-langit kamar, tapi pikiranku melayang jauh entah kemana. Entah kenapa perasaanku kacau hari ini. Khawatir, sedih, takut, semuanya bercampur. Aku merasa tidak tenang semenjak onii-chan meninggalkan rumah.

Duduk di kursi, aku melihat ke bingkai yang terdapat foto keluargaku. Firasatku benar-benar tidak enak entah kenapa. Pandanganku beralih ke ponsel yang tergeletak di meja.

'Mungkin lebih baik aku menghubunginya...' pikirku.

Aku membuka pintu kamar, melihat mama tengah merapikan kamar onii-chan yang berantakan. "Mama, boleh aku pinjam ponselmu? Aku ingin menghubungi onii-chan."

Himawari POV end

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Boruto keluar dari toilet, ia berjalan di koridor yang langsung menghubungkan ke platform. Mitsuki mengikutinya.

"Misi kali ini sepertinya benar-benar serius, ya?" ujar si surai putih. Sang Uzumaki hanya tersenyum lebar. "Ya. Misi seperti ini yang sudah lama kutunggu!"

Drrrt...

Si pirang mengambil ponselnya yang bergetar di saku jaket. Ia membaca nama yang tertera.

"Tumben ada panggilan video dari kaa-chan..."

Mengangkat panggilan itu, ia malah terkejut karena yang muncul adalah wajah adiknya yang terlihat khawatir. "Hima? Kau kenapa?"

["Onii-chan di mana? Kau baik-baik saja?"]

Boruto semakin bingung dengan pertanyaan si bungsu. "Aku masih di stasiun. Hei, kau tidak apa-apa, 'kan?"

["Ya. Mungkin aku haya terlalu paranoid. Ahahaha..."]

Mitsuki jadi ikut heran melihat rekannya tampak kebingungan akibat ulah si gadis Uzumaki.

["Onii-chan, jangan sampai lengah dalam misi. Aku punya firasat buruk..."]

Raut gadis kecil itu berubah. Ia tampak sangat khawatir. Boruto tersenyum kecil. "Tenang saja. Musuh apapun juga pasti aku lawan. Bahkan yang tak terlihat orang lain, aku bisa mengatasinya!"

Kalimat sang kakak membuat Himawari tertawa kecil.

["Baiklah, aku tak terlalu khawatir lagi. Tapi onii-chan harus terus mengaktifkan jougan, ya! Musuh bisa menyarang kapan saja, lho..."]

Kini boruto yang tertawa. "Tapi tidak begitu juga. Jika sampai berhari-hari, mata kananku bisa rabun nanti."

"Pemberitahuan. Bagi penumpang yang akan berangkat ke Kusagakure, harap, segera memasuki gerbong karena kereta akan berangkat lima menit lagi. Terimakasih."

Mitsuki memandang Boruto. "Ayo. Kita bisa terlambat."

Si pirang mengangguk. "Hima, kau tidak perlu khawatir. Aku akan menuntaskan misi dengan cepat dan pulang ke rumah!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Naruto membaca ulang berkas permintaan dari Kusagakure. Ia menghela napas pelan. Kalau saja tim jounin atau chuunin masih ada yang tersisa, sudah pasti ia berikan misi ini. Tapi sayang, hanya tinggal sisa tim genin saja. Tim jounin dan chuunin masih sibuk bertugas, sedangkan ini adalah hal darurat.

"Kurasa ini terlalu mengerikan."

Shikamaru yang membantu menyelesaikan beberapa tugas di sebelahnya melirik sang Hokage. Pria berambut nanas itu tersenyum pada si pirang. "Kau khawatir?"

Tatapan tajam dilayangkan Nanadaime itu. "Memangnya kau tidak khawatir pada anakmu sendiri?"

Nyali si surai hitam ciut seketika. Salah bicara sedikit, bisa saja Kyuubi langsung menerkamnya. "Gomen. Aku juga khawatir pada Shikadai dan teman-temannya. Tapi tidak usah terlalu paranoid juga."

.

Naruto POV

Membaca berkasnya sedikit saja aku sudah merinding. Dari dulu, aku memang tidak suka hal-hal yang berbau kematian misterius, makhluk halus, dan segala macam yang berkaitan dengan itu. Bisa-bisanya Kusagakure mengajukan hal seperti ini ke Konoha.

Di sana tertulis, kematian mendadak menewaskan beberapa shinobi dan rakyat sipil dalam waktu relatif dekat. Sekitar dua sampai empat orang dapat meninggal dalam sehari di satu wilayah yang sama. Tapi anehnya, beberapa orang di wilayah lain sering melihat siluet orang-orang yang sudah mati itu. Singkat kata, mereka merasa dihantui dan meminta shinobi Konoha menyelidiki hal ini.

"Sepertinya aku akan sulit tidur malam ini..." gumamku.

Rasa takut kalah dengan rasa penasaranku. Aku terus membaca berkas di tanganku. Aku mengangkat sebelah alis ketika melihat data korban. Sudah dua puluh empat orang yang tewas dalam tujuh hari. Empat belas diantaaranya adalah shinobi.

Menaruh kembali berkas-berkas, aku melihat pemandangan Konoha di luar jendela. Awan kelabu pekat menjadi latar gedung-gedung tinggi. Ini sudah terlalu gelap untuk pagi hari. "Mungkin sekarang akan hujan lebat..."

Naruto POV end

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Kereta melaju di jalur setapak. Hanya pepohonan yang rimbun di kanan kiri rel. Boruto diam, melihat ke luar jendela gerbong. Satu tangan menyangga pipinya. Manik blue sapphire anak itu memandang rintik hujan yang turun ke sebelahnya, Sarada duduk melamun. Sisanya memilih untuk tidur. Mereka sudah sampai di wilayah Kusagakure, tinggal lima menit lagi mereka akan sampai di stasiun.

Mata sang Uzumaki sedikit memincing, memerhatikan 'sesuatu' yang menurutnya tampak janggal di antara pepohonan. Derasnya hujan, gelapnya langit, serta rimbun daun pohon dan semak-semak membuat si pirang tidak bisa melihatnya dengan jelas.

"Musuh bisa menyarang kapan saja, lho..."

Ingin mengabaikan firasatnya, ia teringat kata-kata sang adik. 'Mungkin saja aku salah lihat. Tapi jika benar-benar musuh...'

.

Sarada POV

Pikiranku melayang pada kejadian tadi malam. Hujan yang terdengar jelas, diikuti suara aneh orang bersenandung dan tertawa. Terlalu aneh bagiku, suara itu juga sangat asing.

Semuanya buyar ketika aku merasakan sesuatu yang cukup aneh di sini. Hanya aku dan Boruto yang masih terjaga, sedangkan sisanya tampak tertidur pulas. Tapi bukan itu masalahnya, hanya saja kereta ini sepi penumpang. Tapi kenapa rasanya aku bisa mendengar suara keramaian?

Situasi makin aneh ketika aku menengok ke samping. Boruto sepertinya memperhatikan sesuatu dan tampak serius. Aku sedikit terkejut ketika mata kanan si pirang berubah menjadi doujutsu yang cukup jarang ia gunakan, kecuali saat darurat.

Apa ini sangat serius?

"Boruto?"

Ia tidak menjawab. Matanya masih terus memerhatikan hutan di luar. "Sarada, kau merasa aneh?" ia bertanya padaku. Kenapa ia merasakan hal yang sama seperti itu? Pasti memang ada yang tidak beres di sini.

"Memangnya kau merasa begitu?" aku memastikan. Ia mengangguk pelan. "Coba saja kau lihat dengan sharingan, apa yang ada di sekitar sini."

Mengangkat sebelah alis bingung, aku mengurungkan niat untuk bertanya lebih jauh. Aku fokus mengarahkan chakra ke kedua mataku.

Tak lama, aku dapat melihat siluet orang-orang di tengah rimbunnya pepohonan. Pemandangan sekitar terlihat jelas, tapi entah kenapa orang-orang itu hanya terlihat samar.

"Kita sedang diawasi..."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC


A/N: Halo, saya balik lagi bawa ffn baru :D

Ini ffn pertama saya di fandom Naruto, jadi mohon maaf bila masih banyak kesalahan. Apalagi saya benar-benar masih pemula dan masih utuh bimbingan. Jadi saran senpai-tachi akan sangat membantu :D (tapi tolong jangan review yang kasar ya .)

Kali ini memang masih prolog, jadi cerita aslinya belum terlalu kelihatan dan baru sedikit. Untuk chapter selanjutnya, tentu akan lebih panjang dari ini :3

Oke, mungkin segitu saja dari saya. Sambai jumpa di chap depan yaa =^.^=

Review Please?