Summary: Hujan…. Aku benci hujan… aku berharap tak ada lagi hujan.. Sakura POV.. AU….

Disclaimer: Masih punya Masashi Kishimoto kok… Belum pindah tangan.. *Di lempar shuriken*

Huhuhu… padahal fic yang laen belum selesai tapi nongol yang baru… apa boleh buat XD RNR...

The Rainy Story

By: Uzuki_chan

Chapter 1

Hujan.....

Musim hujan sudah tiba. Hujan juga dinanti nantikan oleh sejumlah orang. Tapi, tidak berlaku dengan diriku....

Sakura, yah itu namaku, seorang gadis berusia 17 tahun yang sangat membenci hujan.

Setiap hujan turun, aku selalu mengurung diri di kamar. Menutup mata dan telinga, tak ingin dirinya mendengar suara rintik hujan atau petir yang bergemuruh, karena?

Aku lebih memilih musim selain musim hujan, merasa hidup dimusim lain. Dimusim hujan? Entahlah hanya aku yang tahu....

Hujan telah berhenti.... tapi matahari belum menampakkan dirinya. Langit masih gelap, disertai suara kecil dari petir. Tapi aku tak mau beranjak dari tempatnya berlindung. Berlindung di bawah selimut yang hangat, tanpa cahaya lampu atau seseorang yang menemani diriku, sendiri, sepi, gelap itulah yang sekarang bersama denganku.

Tapi jam wekernya sudah menunjukkan angka 7. itu berarti, mau tidak mau aku harus bangkit dan mempersiapkan dirinya untuk pergi kesekolah.

"Nona Sakura." Panggil seseorang dibalik pintu kamarku.

"Iya, masuk saja.. Shizune-nee." Jawabku.

"Ah, iya." Akhirnya dia mendorong knop pintu kamarku, lalu melihat sekeliling kamar ku yang menurutnya 'agak berantakan'.

"Ah Nona, makan pagi sudah siap.... begitu juga dengan mobilnya." Ujar Shizune.

"Ah iya.... aku mengerti." Ujar ku pelan.

"Oh iya.... maafkan aku, kau jadi harus merapihkan kamar ku lagi." Tambahnya lagi.

"Ah, tidak apa – apa kok Nona. Ini sudah tugas saya." Jawabnya.

Namaku Sakura Haruno. Umurku 17 tahun. Sekarang aku bersekolah Hanaoka High School. Sekolahku adalah sekolah khusus gadis. Apa saja yang kupelajari? Banyak! Sebagian besar sama seperti kalian, belajar sains, bahasa, hitungan, dan olahraga. Tapi sekolahku lebih menekankan cara seorang gadis bertindak. Gaya belajarnya pun agak seperti gaya belajar jaman putri eropa, lebih keras, disiplin dan yang paling penting! Tak ada kata pria dikamus pendidikan kami..

Seharusnya seumur ku, pasti sudah menggandeng pria, tapi tidak berlaku disini. Yang ada hanyalah sekelompok gadis yang kecantikannya mengalahkan putri – putri bangsawan. Bagaimana denganku? Aku cantik? Menurutku biasa saja. Walaupun tidak ada tebar pesona disekolahku, tetap saja setiap siswi harus terlihat manis dan cantik. Untuk siapa? Untuk senior. Kenapa senior? karena sekolah ini adalah sekolah khusus gadis. Untuk siapa lagi kau akan berlomba – lomba menjadi cantik kalau bukan untuknya!

Aku tidak suka masuk sekolah ini. Aku lebih memilih campuran. Tapi, apa dayaku. Masih mending aku boleh menyandang marga keluargaku di belakang namaku. Haruno? Yah itu namaku, Sakura Haruno. Tapi sekarang aku tinggal bersama keluarga Uzumaki. Keluarga Uzumaki sudah merawatku dari aku kecil. Kenapa dengan keluargaku? Sudah meninggal.

Keluarga Uzumaki memiliki satu anak laki – laki, bernama Naruto. Sama dengan ku, Naruto juga bersekolah di sekolah khusus pria. Kami seumuran. Naruto memiliki sifat periang dan setia kawan. Aku selalu senang jika ia dirumah dan mengobrol dengan diriku ini. Sekarang Naruto terlalu sibuk dengan urusan sekolahnya, aku jadi kesepian. Ia adalah satu – satunya temen laki – laki yang kukenal.

"Sakura! Pagi." Sapa hangat temanku, TenTen.

"Pagi Ten." Jawabku.

"Eh, Sakura. Tadi malam hujannya deras yah. Padahal aku ingin bolos tapi ayah menyuruhku untuk bangun, uhuuuu sebel~!" Cemberut Tenten.

"Eh Iya, deras banget. Aku sampai harus menyumpal kupingku biar gak kedengaran suara petirnya."

"Tapi, hujannya lebih deras dari malam – malam sebelumnya. Aku gak tahu kenapa."

"Ah menurutku sama saja. Tapi tetep saja aku membenci hujan. Walaupun hanya gerimis saja." Ujar ku lagi.

"Kenapa? Kalau gerimis biasa sih aku suka, kalau yang gedenya kayak tadi malem mah nggak."

"Gak suka aja."

"Ah Sakura ini." Tenten pun menyerah.

Flashback.

Hujan...

Tak ada yang kusuka dari fenomena alam ini. Yang ada hanyalah duka, duka akan kehilangan orang yang kusayangin, kucintai dan sangat kurindukan. Aku selalu berharap mereka masih ada dan menemani aku disini setiap hujan turun.

Memori ku serasa berputar. Hujan deras ketika itu tak dapat kulupakan. Dingin, hampa, ketakutan itulah yang kurasakan ketika itu. Aku membuka pintu rumah, berharap dapat melihat senyum mereka. Tapi yang ku lihat malah tak pernah kubayangkan sebelumnya, melihat dengan tubuh kaku, baju terkoyak, darah segar keluar dari tubuh tersebut. Tak ada yang dapat mendengarku, seakan ada pemisah diantara kami. Aku memanggil nama mereka, "Ayah, Ibu, kenapa dengan kalian siapa yang melakukan ini? Ayah, ibu please dont leave me alone!!!Bangun!!!!" tangisku pun pecah.

Diriku yang tak kuat melihat kejadian itupun jatuh. Diriku mulai tak terkendali. Akupun menggoyang – goyangkan tubuh mereka, tapi tak ada respon dari mereka. Hatiku hampa, aku langsung keluar dari rumah, berteriak kencang berharap ada orang yang mendengarku, membantuku, dan menyadarkan aku bahwa ini hanyalah mimpi belaka. Suara sirine mobil polisi dapat kudengar jelas, dan berharap bahwa mereka tak datang kemari. Tapi dugaanku salah, mereka menuju kemari, dekat semakin dekat.

Aku semakin ketakutan, aku ingin seseorang berkata padaku bahwa ini hanya mimpi. Tapi ketika seseorang datang dan menyadarkan aku dari kenyataan ini, dia memelukku dan berbisik pelan di kupingku, "Maafkan kami, kami datang telat. Maafkan kami, karena tidak bisa menolong orangtuamu, Sakura-chan."

Aku tak kuasa menahan semua itu, tubuh dan pikiranku terasa ringan,tak ada yang kuingat setelah itu. Yang kuingat adalah ketika aku sadar aku sudah berada di dalam sebuah bercat pink, kulihat seseorang tengah tertidur. Tempat itu sangat asing bagiku. Seingatku, aku belum pernah kemari. Aku mencoba mengumpulkan kembali memori ku, tak bisa, yang kudapatkan malah kepalaku terasa sakit. Denyut jantungku tak beraturan. Aku menengok ke arah jendela, lalu melihat langit gelap serta dapat mendengar petir gemuruh.

Cklek...

Aku melihat kearah pintu, dan melihat seorang wanita cantik berambut merah panjang yang sangat kukenal.

"Ah, Sakura-chan kau sudah bangun?" Tanya ramah wanita itu.

"Ah iya..." Jawabku pelan mungkin nyaris tak terdengar.

"Sudah tak usah bangun dulu, tidurlah lagi. Aku kesini Cuma ingin melihat keadaanmu. Kau tahu kau sudah tidur 3 hari. Aku cemas sekali saat Minato membawamu kemari, kau dalam keadaan tak sadar, pucat sekali. Tapi syukurlah kalau kau sudah baikkan." Jelas wanita itu.

"Apa yang terjadi padaku?" Tanyaku.

"Kau pingsan, setelah........" Dia tak melanjutkan ucapannya dan langsung memelukku.

"Sudahlah, yang penting kau aman disini. Tidurlah lagi.. lagipula Naruto belum pulang sekolah. Naruto sangat cemas saat melihatmu, dia terus berdoa agar kau cepet sadar dan kembali tersenyum." Tambahnya lagi.

"Kenapa denganku, Tante Kushina? Mana orang tuaku? Kenapa aku ada disini? Kenapa kepalaku terasa sakit sekali?" Tanyaku bertubi – tubi.

"Sudahlah, istirahatlah." Dia melepaskan pelukannya dan merebahkan diriku di atas kamur yang empuk, menyelimutin diriku, dan mencium keningku.

"Tapi?"

"Tidurlah Sakura-chan." Ucapnya lembut.

"Baiklah." Jawabku pasrah.

End Flashback..

Tahun demi tahun telah kujalani. Bukan perjalanan hidup yang mudah. Pada akhirnya aku mengetahui di balik kematian orangtuaku. Mereka dibunuh oleh adik ayah, alias pamanku sendiri. Aku tak menyangka bahwa pamanku tega menghabisi nyawa orangtuaku, cuma masalah harta. Ayahku adalah pemilik dari Haruno clinic. Ayahku adalah seorang dokter. Kakekku memberikan clinic itu untuk kelangsungan hidup keluarga kami. Tapi pamanku mengklaim bahwa clinic itu seharusnya menjadi miliknya karena nenekku lebih dulu memberikan clinic itu kepada pamanku. Pamanku yang tak terima atas pembicaraan itupun pergi dari rumah kakek, dan yang mengejutkan dia kembali ke rumahku. Ayah yang tak mau menyerahkan clinic itu membuat pamanku marah. Tanpa berpikir panjang dia mengeluarkan sebilah pisau dan membunuh kedua orangtuaku dengan keji.

Keji, sadis, itulah gambaranku tentang pria yang membunuh orangtuaku dengan sadis. Aku tak habis pikir kenapa dia tega berbuat serendah itu. Apa tak ada hati nurani lagi, hingga harta menjadi lebih penting daripada nyawa? Entahlah apa orang – orang seperti dia akan menjadi buta bila menginginkan harta?

Sekarang umurku sudah 17 tahun. 7 tahun telah berlalu, tapi tetap membekas di hatiku. Sakit hatiku tak dapat tergantikan, walaupun pria itu sudah mati! Hidup bersama orang lain selama 7 tahun bukan yang kuinginkan, tapi ketika aku ingin meninggalkan keluarga ini, hatiku terasa berat. Minato adalah sahabat ayahku. Bahkan aku sudah dianggap sebagai putrinya sendiri, disayangi, dicintai, dan diberikan apapun yang aku inginkan. Aku seharusnya bersyukur atas keadaan ini. Tapi setahun lagi aku akan lulus dari SMA, aku harus bisa memutuskan bagaimana hidupku, yang tak tergantung terus kepadanya. Aku terus berunding kepada papa Minato, tapi beliau tak ingin aku hidup sendiri. Dia ingin aku bahagia dengan orang yang kusayangi. Tapi siapa?

Papa Minato ingin aku bertunangan dengan menantu pilihannya. Aku tidak setuju, karena aku bahkan tak pernah bertemu dengannya. Tapi dia meninginkan aku untuk bertemu dulu dengan pria itu. Bahkan aku tak tahu siapa nama pria itu! Papa Minato terus menyembunyikan hal itu dariku. Dia hanya bilang, "Kau tenang saja, menantu pilihan papa pasti cocok untukmu, lagian umur kalian juga tak begitu jauh, orangnya juga lumayan, sudah memiliki pekerjaan. Dan yang paling penting papa suka orang itu. Soalnya dia adalah anak sahabat papa kok, sahabat papamu juga Sakura." Aku cuma bisa menghela napas saja mendengar ucapannya.

18tahun menuju ultahku tinggal menghitung hari. Papa Minato janji akan mempertemukan aku dengan pria tersebut. Hatiku sangat tidak siap, kenapa? Karena dia adalah pria yang akan bersamaku seumur hidup. Yah, kalau kami cocok, kami akan menikah.

Tentu saja, sebenarnya Narutopun tidak setuju dengan keputusan papanya. Menurut Naruto itu tidak lazim, mengingat ini menentukan masa depanku. Naruto sangat menyayangiku. Dulu Naruto sempat menyukaiku. Tapi setelah aku tinggal bersamanya, dia menganggapku sebagai adiknya. Aku tahu hatinya pasti berat, tapi itu sudah keputusan final papa Minato dan mama Kushina. Ia ingin melihatku bahagia dengan seorang pria, menjalin kehidupan dan melindungi diriku dan selalu menyayangiku.

Hari ulang tahunku datang. Aku didandanin layaknya seorang gadis yang akan menuju pelaminan. Baru kali ini aku didandani sangat cantik. Gaun berwarna soft pink selutut membalut tubuhku. Dikakiku terpasang sepasang high heel berwarna putih. Rambutku dibiarkan tergerai. Wajahku dimake up dengan warna natural. Aku melihat diriku, 'sangat cantik' pikirku.

"Ah, Shizune sudah selesai?" ujar mama Kushina kepada Shizune, dia yang mendandaniku.

"Nyonya, sudah selesai. Bagaimana cantik tidak Sakura?" Ujarnya.

"Wah cantik, kau pintar sekali Shizune. Dia tampak seperti seorang putri." Puji mama Kushina.

"Terima kasih nyonya."

"Sakura, kau sudah siap? Bertemu dengannya?" Ujar mama Kushina sambil memegang pundakku dan tersenyum lembut.

"Entahlah." Jawabku.

"Kok? Yasudahlah kau pasti tegang. Tapi kegelisahanmu akan hilang ketika kau melihatnya. Mama jamin kau pasti segera menyukainya."

"Iya ma, makasih yah, ma."

"Tak usah berkata seperti itu sayangku. Kau akan selalu menjadi putri mama kok. Mama akan selalu mendoakan kebahagiaabnu." Ujar lembut mama Kushina kepadaku.

"Sudah siap Saku...ra?" Ujar Naruto terpana saat melihatku.

"Iya Naruto sudah."

"Cantikkan Sakura, Naruto?" Ujar mama Kushina.

"Iya, sangat cantik." Ujar Naruto.

"Terimakasih." Ujarku pelan.

Akupun turun dari kamarku bersama mama Kushina dan Naruto. Perasaanku tidak enak. Aku takut dengan hal ini. Aku takut dapat mengecewakan dia lalu mengecewakan mama dan papa bila aku berkata tidak suka. Akhirnya aku dapat melihat 4 orang diruang tengah. Aku melihat papa Minato serta 3 orang yang sama sekali tidak aku kenal.

Aku melihat seorang pria, benar kata papa Minato, dia seumur denganku. Dia memakai jas hitam dengan kemeja putih, dan berkulit putih.. Aku dapat melihat jelas wajahnya kini. Dingin, tak ramah, itulah pendapatku tentang pria ini. Hatiku ragu bila aku harus bersama dengannya.

"Sakura." Ujar papa Minato kepadaku.

"Jadi ini yang bernama Sakura? Manisnya... dan saya yakin cocok sekali dengan putraku, iya kan istriku?"

"Iya, pa, aku setuju."

"Sakura ayo duduk disini." Ujar mama Kushina kepadaku.

"Iya"

"Wah ayo kalian kenalan dulu. Kalaian pasti baru berjumpa, iya kan?"

"Iya, sahut kami berdua."

"Ah aku Sakura." Ujarku sambil mengulurkan tanganku kepadanya.

"Aku......."

To be Continued......

End Chapter 1....

Wah gantung nih.... gak tahu kudu akhirin chapter 1 kayak apa? Mau tebak siapa calon suami Sakura?

Makanya Review.....