愛の悲しみ

.

Ai no Kanashimi – Love Sorrow – Kesedihan Cinta

Disclaimer : Tadotoshi Fujimaki

Genre(s) : Romance, Hurt/Comfort, Music

Rated : T

Pair : AkaKuro

Warning : AU, Typo(s), Shounen-Ai, Akashi Pov, Canon(?)

~Read and Review Please~

.

Happy Reading

KirigayaKyuu©

.

.


Tokyo. 1 April 2015


Sama saja.

Kemarin, hari ini, besok. Akan –pasti– sama saja.

Semua yang kulihat selalu monotone. Tidak ada warna. Hitam dan putih.

Ironis? Sangat.

Akashi seijuro, seorang pianis. Terlahir di keluarga yang –sangat– mapan. Dengan surai berwarna merah, dan manik heterochrome. Berumur 15 tahun, dan hari ini aku masuk ke SMA.

Teman? Aku tidak punya. Tak ada yang mau berteman denganku. Aku juga tidak terlalu menyukai hubungan yang bernama 'teman' itu. Well, aku punya sebenarnya. Satu. Midorima Shintaro namanya. Tapi dia sudah pindah ke luar negeri.

Dengan seragam yang sudah melekat di tubuhku, dan tas yang sudah bertumpu di bahu ku, aku segera turun ke bawah untuk sarapan.

.


.

Sendiri dan sepi.

Dua hal yang selalu mengisi sarapan di pagi hariku. Oto-san sibuk dengan pekerjaanya. Sedangkan Oka-san, sudah meninggal saat aku berumur lima tahun. Meskipun di rumah yang tergolong megah ini ada banyak Maid dan Butler, tetap saja rasanya sendiri dan sepi. Buktinya toh mereka tidak ngobrol dengan ku.

Dengan rasa sakit di kepalaku, aku berjalan menuju sekolah baruku. Teiko Gakuen. Itu namanya. Semoga saja tidak seburuk SMP ku yang dulu.

.


.

Semua orang menatapku dengan aneh.

Kenapa?

Mungkin karena aku diantar dengan mobil mewah, rambut berwarna merah terang ini serta iris mata yang berbeda warna. Oh, dan tambahan. Badan ku ini yang tergolong 'kecil' untuk ukuran SMA.

Kepalaku yang sedang sakit, ditambah sakit lagi dengan bisikkan-bisikkan aneh. Ugh. Rasanya aku ingin muntah.

"O-ssu! Akashi-cchi!"

Ugh. Boleh kah aku muntah sekarang? Perut dan kepalaku sudah mecapai batas. Sepertinya.

"Akashi-cchi, kenapa mukamu lesu sekali, hm? Pasti karena kangen denganku ya?" seseorang yang sedang memeluk leherku ini. Sangat punya banyak kepercayaan diri ya?

"Hanase." Ujarku ketus.

"Hiii…hidoi-ssu Akashi-cchi…" ugh. Tatapan matanya…mata yang berkerlip-kerlip itu.

"Ck, jangan terlalu dekat denganku, Kise." Ucapku seraya meninggalkannya di belakang –yang masih memakai wajah memelas–.

Manusia tadi yang memelukku dari belakang, bukan lah temanku. Aku tegaskan sekali lagi. Dia bukan teman-ku. Namanya Kise Ryota. Lelaki bersurai kuning yang 'gila' mau menghabiskan waktu untuk mengobrol denganku –yang terus menerus ku abaikan–. Aku cukup senang karena ada yang mau berbicara denganku. Tetapi…kalau orang seperti dia? Aku sudah kalap duluan deh.

Manusia yang berkepribadian sangat 'ceria' –yang kontras denganku– itu terlalu bersinar. Mataku sakit jika terus berdekatan dengannya. Seperti contoh: kau sedang berada di dasar laut yang sangat dalam. Gelap bukan? Dan tiba-tiba, ada cahaya yang berada di sampingmu entah dari mana datangnya. Silau bukan? Terkejut bukan? Ya. Hampir seperti itu.

"Akashi-cchi! Aku harap kita sekelas-ssu!" teriaknya dari belakang. Aku yang mempercepat langkah kakiku hanya bisa mengulang kalimat 'dia bukan temanku' dan 'aku tidak kenal dia'. Walau sebenarnya, aku cukup –sedikit– nyaman dengannya. Dia bisa dibilang 'baik' untuk menjadi teman.

Serasa mulai aman darinya. Aku menghentikan langkahku. Tepat di depan papan pengumuman.

Aku menemukan namaku di kelas 1-2. Beruntung. Tidak ada nama 'Kise Ryota' di dalamnya. Aku bisa bernafas lega sekarang.

"Heeeeee?! Aku tidak sekelas sama Akashi-cchi?!"

Glek!

Aku menelan kembali nafasku. Eh? Apa nafas bisa di telan kembali? Eng, itu bukan masalahnya sekarang.

"Yokatta" ujarku. Aku melihat perubahan mimik wajahnya yang sangat cepat. Aku tidak tega, tetapi kalau ada yang berfikir aku –yang sudah di cap aneh duluan di sini– memiliki teman yang 'rada-rada'. Bisa-bisa hancur ceritaku di sekolah ini. Sama seperti di SMP.

"Aduh!" lenguh Kise. Aku yang mendengar suara 'bruk' segera menengok kebelakang. Dan ku temukan Kise dalam keadaan tersungkur.

Entah bagaimana kenapa dia bisa tersungkur seperti itu. Aku mencoba menahan tawaku. "Ck, ayo berdiri" dan mau tidak mau aku harus membantunya bukan? Aku menjulurkan tanganku untuk membantunya berdiri.

"Arigato, Akashi-cchi" ucapnya. Hm, beruntung bukan teriakkan cempreng yang memekikkan telinga dan pelukan secara tiba-tiba yang ku dapatkan.

.


.

Upacara pembukaan masih sekitar lima belas menit lagi. Kise –yang katanya berbaik hati mau mencarikan duduk untuk kita berdua– duluan menuju gedung Gym.

Aku?

Seperti biasa.

Mencari ruangan yang berisi peralatan musik, terlebih lagi piano. Dan berharap tidak ada satu orang pun yang mau menggunakannya.

"Biasanya ruangan musik selalu di lantai satu dan di pojok" batinku. Dan benar. Aku menemukan ruangan dengan tempelan kayu di atasnya bertuliskan 'Ruangan Musik'.

Membuka pintu. Itu adalah hal yang selalu dilakukan orang lain untuk melihat ruangan kan? Dengan perlahan seperti tidak ingin membangukan orang yang tengah tertidur, aku membuka pintu tersebut.

"Uh?" aku mendapatkan seorang lelaki bersurai biru muda seperti warna langit pada siang hari sedang bermain…biola?

"Um? Ah! Shitureishimasu!" ucapnya setelah melihatku.

Dengan cepat lelaki itu menaruh kembali biola kedalam case, dan menentengnya di bahunya. Aku yang melihat orang itu terpogoh-pogoh –dengan tas dan case biola di kedua bahunya– menuju pintu keluar, segera mundur selangkah untuk memberi jalan padanya.

Tanpa melihat kearah mataku, dia hanya lewat begitu saja.

Itu hal biasa. Semua orang yang melihatku selalu begitu. Semua. Beruntung tidak untuk Kise. Bahkan Midorima begitu juga saat bertemu denganku.

Melihat jam tanganku. Masih sekitar 10 menit lagi. Aku memasuki ruangan musik dan mendapati piano classic besar berwarna hitam bermerek 'Steinway & Sons'. Hampir mirip dengan miliku yang berada di rumah.

Aku mendekati piano itu. Menekan salah satu tutsnya. Akhirnya, aku memilih untuk bermain.

Mendudukan diriku pada kursi piano. Membenarkan posisinya, dan memluai menekan tuts satu per satu.

"Kreisler, Liebesleid. Love sorrow" kataku yang tengah memainkan piano. Ya, lagu ini. Lagu yang menjadi 'teman' saat aku sendiri. Saat aku tidak memiliki siapapun untuk berbagi cerita. Lagu ini, lagu yang selalu mengingatkanku jika aku sudah lupa tentang kecupan kasih sayang dari Oka-san.

Ting.

Tuts terakhir aku tekan. Sekitar 4 menit kau memainkan lagu ini dengan penuh penghayatan. "Oka-san, tolong jaga aku di setiap langkahku, dan apapun yang kulakukan" batinku saat meninggalkan piano dan ruang musik–yang akan menajdi tempat mengahbiskan waktu istirahatku nantinya–.

"Hm?" aku melihat lelaki tadi yang bermain biola–meski aku tidak sempat mendengar satu nada pun darinya–tadi berdiri mematung membelakangi pintu.

Dia…menangis? Kenapa? T-tunggu…jangan-jangan, dia masih berada di sini saat aku bermain piano?

Aku tidak terlalu mengurusi orang yang suka 'curi-curi dengar' permainan piano-ku. Tapi jika orang itu sampai bisa menangis, itu sepertinya agak sedikit 'aneh' dan akan menjadi 'urusanku'.

"Hey. Kau tak apa?" tanyaku sambil menepuk pelan pundaknya, membangunkan lelaki ini dari lamunannya.

"Uh? Eh? AH!" lelaki itu dengan cepat menghapus air matanya, dan berlari dengan cepat.

Meninggalkanku yang masih bingung dengan tingkah lakunya. "Huh?"

.


.

Aku sampai di gedung Gym dengan tepat waktu dan tanpa hambatan. Walau sedari tadi aku jalan melewati banyak orang, banyak yang berbisik sambil melihat ke arahku.

"Akashi-cchi!" Kise melambai-lambaikan tangannya ke arahku. Aku pun berjalan menuju tempatnya.

"Akashi-cchi dari mana saja? Oh! Aku tahu! Pasti mencari ruang musik ya?" tanyanya. Aku hanya mengangguk dan tersenyum kecil. Masih memikirkan kenapa dengan lelaki tadi.

Baru beberapa menit setelah semua orang duduk, sang kepala sekolah dan para perwakilan siswa sudah berdiri di atas panggung. Dan aku, tidak mendengar apa yang kepala sekolah katakan. Otak-ku masih memikirkan lelaki bersurai biru muda itu. Antara aku atau dia yang aneh.

.

Semua orang di berikan waktu bebas sekarang. Boleh mengobrol di kelas, ber olah raga, jajan, bahkan pulang. Tentu. Tujuanku pertama adalah ruang kelas, dan yang kedua adalah, ruang musik.

"Hm? Sepi sekali?" ucapku yang melihat hanya beberapa siswa dan siswi di koridor kelas. Mungkin di karenakan kata 'boleh melakukan apapun hari ini, bahkan pulang' membuat semua murid memilih berjalan-jalan dengan teman-teman mereka. Bahkan aku tidak tahu dimana Kise sekarang.

Kelas 1-2 berada di pojok bersama dengan kelas 1-1. Kalau di malam hari, sepertinya tempat ini sudah menjadi sarang hantu karena terlalu sepi.

"Uh? Ada seseorang rupany-" kalimatku terpotong.

Saat membuka pintu kelas, aku melihat wajah itu lagi. Lelaki bersurai biru muda yang sedari tadi berada di pikiranku. Aku melihatnya–yang sedikit menghadap ke jendela–meneteskan air mata lagi. Dia punya masalah atau cengeng sih?

"Ah! Shi-shitureishimasu." Dia melihatku. Degan buru-buru membungkuk seraya keluar dari kelas. Aku yang tidak setuju dengan apa yang dilakukannya barusan, langsung menahan lengannya.

"Mengapa kau menangis?" tanyaku datar.

"Ah, itu. Uhm, a-aku i-itu…" ucapnya gugup, sangat gugup.

"Kau tidak menangis lagi karena mendengar permainan piano ku 'kan?" tanyaku lagi.

"Uh, um, i-itu…" masih gugup.

Aku menghela nafas panjang. "Siapa namamu?" kali ini, semoga dia menjawabnya.

"Kuroko…Tetsuya"

"Aku-" sebelum kalimatku selesai, dia sudah berlari dengan kencangnya keluar. Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku.

"Kuroko Tetsuya, hm? Ada apa dengannya ya?" tanyaku sendiri.

Dan mungkin, ini pertama kalinya aku perduli dengan seseorang. Setelah sekian lama.

.

.

TBC


A/n:

Hai semua! ini fic pair AkaKuro pertama ku! maklumi kalau ada banyak kesalahan yo! :v

aku ngebet ngetik cerita ini abis nonton 'Your lie in april' yah mungkin agak sedikit canon ke sana ya, tapi beda kok! nanti kelihatan bedanya! (kalo di lanjutin ceritanya :v)

aku orangnya no bacot ya:v jadi langsung komen aja. lanjut or delet?

Sonja,

Kirigaya Kyuu