SAMA

A/N: Happy Birthday, Pack Brother Remus J Lupin!

Bulan bulat penuh bersinar keperakan lembut. Sesekali tersaput awan tipis, tetapi tidak sampai menghalangi pancaran sinarnya. Perlahan meniti dari Timur, hingga kini telah sampai di puncaknya.

Angin semilir. Tak bertiup kencang, tetapi cukup untuk menusuk tulang. Membuat lebih banyak orang, penyihir maupun bukan, memilih berselimut daripada menikmati pemandangan malam.

Seekor serigala melolongkan lagu kesunyian. Tidak biasanya seekor serigala berkeliaran sendiri. Mereka biasanya berada dalam satu rombongan. Dengan seekor pemimpin, Alpha Pack. Dengan struktur hirarki yang jelas.

Tidak serigala ini. Dia sendirian.

Ia melanjutkan lolongannya, panjang dan menyayat.

Dari puncak bukit yang lain sayup terdengar lolongan serigala yang lain. Terdengar mantap dan tidak sendirian. Suara itu di-back up oleh Beta Pack-nya. Serigala-serigala yang lebih muda, lebih rendah hirarkinya dalam struktur organisasi kumpulan mereka.

Suara itu seolah bertanya, "Siapa kau? Dari kumpulan mana kau berasal? Jangan menghalangi jalan kami."

Serigala yang sendiri itu melolong lagi, "Aku hanya pengembara. Sendiri. Dan aku tidak akan menghalangi jalan siapapun."

Serigala sendiri itu tiba-tiba terdiam. Kupingnya tegak. Hidungnya mengendus-endus. Tapi kemudian sikapnya mengendur. Ekornya mengibas. Ia menyalak pendek.

"Woof!"

"Hm. Kau tidak akan menghalangi jalan siapa-siapa? Kau hanya pengembara?" yang datang ternyata seorang penyihir. Tinggi dan kurus. Tidak bisa disembunyikan oleh jubah. Rambutnya hitam dan lurus, berkibar tertiup angin semilir, jatuh membingkai wajahnya. Jubah gelapnya diselubungkan menutupi keseluruhan tubuhnya. Tangannya dilipat keduanya di depan dada.

"Woof!" serigala itu duduk tegak dengan kedua kaki belakang dilipat.

Penyihir itu juga duduk di sebuah batu, berhadap-hadapan dengan Serigala. Menghela napas.

"Aku tidak suka mengatakan ini, tetapi aku harus," ia menelan ludah, "Terima kasih telah mempercayaiku selama ini."

Serigala menggeram pelan. Bulu coklat mudanya berkibaran ditiup angin malam yang kian menggigit.

"Aku tahu. Kau sangat kehilangan. Potter, beberapa anak Weasley. Dan terutama .. Tonks," penyihir itu menghela napas lagi. Uap hangat menghambur dari mulutnya.

Serigala memandang jauh.

Hening sejenak. Hanya suara angin perlahan membekukan.

Penyihir itu melanjutkan, seolah bisa membaca pikiran Serigala, "Dan Dumbledore."

Serigala menggeram.

"Ya," penyihir itu mengangguk, "Kau kehilangan Dumbledore. Aku kehilangan Dumbledore," penyihir itu menunduk, "Dumbledore selalu memberi kesempatan pada kita. Yang oleh orang lain tak akan dipandang sebelah mata."

"Woof! Woof!"

Penyihir itu tersenyum sinis. "Kau betul. Nasib kita sama. Kita pengembara dalam kehidupan ini. Dan akan selalu sendiri."

Serigala berdiri pada keempat kakinya, mengibas ekornya, mengarahkan kepalanya kembali pada bulan purnama.

Dan ia mulai melolong panjang. Lolongan menyayat hati.

Penyihir itu merapatkan jubahnya. Tapi ia bergeming. Tidak pergi dari situ.

Hingga fajar menjelang.

FIN