Yosha! Fanfic kedua saia di fandom Hetalia Axis Powers. Arigatou buat yang udah review di fanfic debut saia di fandom ini! *bows* Yang belom review, ditunggu loh! *bletak!*

Yaah, pokoknya kali ini saia lagi pengen bikin cerita triangular love. Sebenernya ini berdasarkan kisah nyata yang author ubah sesuka hati, hwahahahaha~! *digusur reader* Dan saia mengusung pairing (ini bisa disebut pairing nggak?) Aus-Hung-Prus. Semoga suka aja deh!


Title: Aku Ada Rahasia

Summary: Roderich-Elizaveta-Gilbert, a truly best friends story or a truly triangular love story?

Disclaimer: I'm not the owner of Hetalia Axis Powers, of course. The owner is, one and only, Hidekazu Himaruya-sensei (padahal, saia selalu berharap bisa punya Prussiaaa aja… *dibunuh fangirl Gilbert*). Aku Ada Rahasia juga bukan punya saia, lagu ini punya Ten 2 Five. Saia juga tidak memiliki jalan cerita ini, saia hanya menyampaikan apa yang terjadi. Author miskin… *nangis di pojokan*

Pairing: Austria-Hungary-Prussia

Rating: T

Warning: OOC (mungkin?), OC (pelayannya Eliza…), miss typo (mungkin juga…), character name used, plus triangular love story! Jadi bagi yang gak suka tema utamanya, silakan klik tombol back di pojok kiri atas! ^ ^v

Ya udah, let's begin desu~!


"Um… Eliza," kata-katanya tercekat begitu saja di tenggorokan. Tak mampu melanjutkan lagi.

"Ya, kenapa Roderich?" tanya gadis bernama Eliza itu pada pemuda berkacamata di hadapannya.

"Aku… mau tanya sesuatu," Roderich menahan lagi kata-katanya.

"Tanya apa?" Eliza memandang penuh selidik.

"Maukah kau… jadi pacarku…?"

Seketika, dunia tampak membingungkan di mata Eliza.


"Argh!" Eliza mengerang kesal. Ia membanting tubuhnya ke atas ranjang. Wajahnya ia sembunyikan di balik bantal, berusaha menyamarkan suara-suara yang terus terngiang di telinganya. Kata-kata dari Roderich terlalu sulit untuk dilupakan, bahkan untuk ditepis sekalipun.

'Pacar? Apakah persahabatan tak cukup untukmu, Roddie…?'

Ingin rasanya Eliza mengucapkan kalimat itu pada Roderich saat nation-tan itu mengutarakan perasaannya. Tapi apa daya, ia tak mampu mengatakannya secara frontal begitu. Ia hanya mampu menjanjikan jawaban secepatnya, padahal ia hanya berusaha menghindari pemuda itu.

Setidaknya, ia hanya perlu menenangkan diri sebentar…


Sore menjelang, dan rintik hujan turun di teritori Hungaria. Gadis berambut cokelat panjang itu tampak melamun sembari memandangi jendela. Dan tak lama, lamunannya buyar dengan sebuah ketukan pintu lembut.

"Ya, masuk," Eliza membuka mulutnya, mempersilakan siapapun itu masuk.

"Permisi, Nona Eliza. Tuan Muda Gilbert menunggu Anda di ruang keluarga," seorang wanita setengah baya membuka pintu. Tampaknya beliau adalah pelayan Eliza.

"Gilbert?" Eliza mengerutkan kening. Wanita itu menunduk hormat.

"Benar, Nona," pelayan itu berkata dengan lembut. Eliza bangkit dari posisinya.

"Tolong pinta ia menunggu sebentar, aku akan segera datang," Eliza melangkah ke arah meja rias untuk memperbaiki rambutnya.

"Baik, Nona," wanita itu menghilang di balik pintu, sementara Eliza melanjutkan kegiatannya. Namun kemudian, pintunya dibuka (baca: didobrak) oleh seseorang. Sepertinya, sekarang Eliza tak perlu turun ke ruang keluarga lagi…


"Gilbert?" Eliza memekik kaget, sementara ruby sewarna darah itu balik menatapnya kesal.

"Tega sekali kau membuatku yang awesome ini menunggumu lama?" suara pemuda berambut perak itu membahana di kamar Eliza. Tapi bukannya menjawab, Eliza malah melemparinya dengan beberapa bantal yang ada di sofa dan kasurnya.

"Dasar tak tahu tatakrama! Seenaknya saja masuk ke kamar gadis tanpa permisi! Pergi!" Eliza mengusir Gilbert sembari tetap melemparinya dengan bantal.

"Salah sendiri membuatku ore-sama ini menunggumu selama 30 menit hanya dengan alasan merapikan rambut!" Gilbert berusaha mengelak dari lemparan bantal Eliza. Meskipun beberapa diantaranya telak mengenai wajah awesome-nya.

"Ti-tiga puluh menit?" Eliza serta-merta menghentikan serangannya dan melirik ke arah jam antik di kamarnya. Ternyata apa yang dikatakan Gilbert itu benar! Eliza terduduk lemas di sofa kamarnya. Ia terlalu banyak melamun tadi.

"Sekarang kau percaya padaku, 'kan?" Gilbert melangkah menuju kursi rias, menariknya hingga berada tepat di hadapan Eliza dan mendudukinya terbalik, sehingga sandarannya menopang bagian depan tubuhnya.

"Haah, aku bingung," gumam Eliza pelan, tapi cukup bagi Gilbert untuk mendengar keluhan lirih itu.

"Aku tahu apa masalahmu," kata-kata Gilbert mengagetkan Eliza.

"K-kamu tahu dari siapa? Dari Roderich?" selidik Eliza. Gilbert menggeleng yakin.

"Pokoknya dari sumber yang terpercaya deh! Tapi yang jelas bukan dari Roderich," sangkal Gilbert pasti. Eliza mendengus mendengar jawaban mencurigakan Gilbert. Sementara Gilbert tertawa geli.

"Oke, oke. Berarti aku tak perlu cerita apa-apa lagi, 'kan? Lalu, ada apa kamu tumben-tumbennya berkunjung?" Eliza mengendurkan ketegangannya dengan bersandar ke sofa.

"Untuk melihat keadaanmu," jawab Gilbert sembari memasang ekspresi polos.

"Hah?" Eliza melongo mendengar jawaban sahabatnya itu. Seketika wajahnya merona bak mentari senja.

"Iya, aku yang awesome ini khawatir kamu jadi banyak melamun gara-gara si Roddie. Makanya ore-sama datang ke sini," ia menepuk-nepuk dadanya bangga.

"Jadi, bagaimana menurutmu? Ya, atau tidak?" tanya Eliza setelah terdiam beberapa saat. Ruby darah itu terlihat membesar, tak percaya gadis di hadapannya itu bersedia mendengar sarannya. Tapi kemudian ia tersenyum lembut.

"Apa yang menurutmu baik, itu yang harus kamu lakukan. Itu saja," jawab Gilbert singkat, tapi mencakup semua jawaban yang tersedia untuk pertanyaan Eliza. Pemuda itu memalingkan tatapannya ke luar jendela, memandangi hujan yang telah berubah menjadi rintik-rintik gerimis.

Sementara itu, Eliza kembali melongo mendengar jawaban sahabatnya yang tumben-tumbennya awesome itu. Ia bangkit dari sofanya, lalu memeluk sahabatnya itu.

"Terima kasih, Gil. Aku sungguh berterima kasih," Eliza berbisik senang. Gilbert yang awalnya terkejut, kini tanpa ragu membalas pelukan Eliza.

"Tak perlu berterima kasih begitu, Liz," Gilbert mengelus rambut cokelat Eliza yang halus.

'Ternyata belajar merelakan itu sulit sekali,' batin Gilbert sedih. Dan hujan di luar sana kembali membesar.


Eliza terdiam di halaman belakang manor-nya yang luas. Ia menunggu seseorang. Dan ia harap, orang itu akan segera datang.

"Eliza," seseorang memanggilnya. Ia menoleh, dan di belakangnya ia melihat sosok yang ia tunggu sedari tadi.

"Roderich, duduklah," Eliza bergeser sedikit, memberi tempat supaya Roderich bisa ikut duduk di atas bangku taman itu.

"Ada apa mengundangku ke rumahmu?" tanya Roderich setelah duduk di samping Eliza.

"Aku mau menjawab permintaanmu waktu itu," jawab Eliza tegas. Jantungnya berdegup keras saat ia mengatakan kalimat itu. Ditambah lagi, kini Roderich menatapnya dalam-dalam.

"Jadi, apa jawabanmu?" tanya Roderich langsung. Eliza menarik napas, berusaha menenangkan dirinya.

"Ya, aku mau jadi pacarmu," Eliza menjawab setelah menarik napas dalam-dalam, entah untuk berapa lama. Roderich tampak terkejut dengan jawaban Eliza.

"S-serius?" tanya Roderich berusaha memastikan. Dan anggukan serta senyuman Eliza lebih dari cukup untuk menjawab semuanya. Tanpa ragu, Roderich mendekap Eliza senang. "Terima kasih, Liz!" dapat ditangkap nada senang dari kalimat itu. Eliza cuma menjawab dengan anggukan pelan.

'Ada apa ini? Harusnya aku senang, tapi kenapa aku jadi merasa sesedih ini?' Eliza membatin ragu, berharap ini adalah jalan terbaik. Tampaknya tak semua yang mereka perkirakan bisa berjalan lancar, sebagaimana mestinya.


Well, chapter pertama jadi! Arigatou buat yang dengan setia membaca fic ini!

My Special Thank's for:

- Adela, temen saia di FB yang dengan senang hati menjadi reader pertama. Arigatou! ^ ^

- Ausi, temen FB saia juga yang sudah meluangkan waktu membaca fic ini meskipun gak kena tag saia! Arigatou ia!

- Seseorang (yang gak akan saia sebut namanya) yang telah memberikan saia cerita spektakuler ini. Seseorang yang dengan teganya bikin saia ambruk sakit dan nangis semaleman, demo daijoubu da yo! Terima kasih tak terhingga untuknya deh!

Tanpa menunggu lama, review onegai~? *bows*