Confession
―Ketika sebuah mimpi yang hancur karena sebuah kalimat―
..
..
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
Confession [Fanfiction] © Shiraishi Itsuka
Akashi Seijuurou x Kuroko Tetsuna (Fem!Kuroko)
Romance, Angst
..
Warning: OOC, Teikou!Arc, Typos, failed angst, Genderbend!Kuroko, dan sebenarnya... ini fic untuk pelampiasan sih... mohon dimaafkan.
..
..
Kalau tidak suka, jangan dibaca, oke.
..
..
..
"Aku tidak menyukaimu."
Satu kalimat yang sungguh menohok untuk Kuroko Tetsuna, jawaban atas perasaan yang ia utarakan kepada kapten tim basket Teikou itu.
Mereka saling berhadapan sore itu. Akashi Seijuurou menatap datar pada Kuroko, sementara yang ditatap kini sedang menunduk. Kaku. Kuroko merasa seluruh tubuhnya kaku setelahnya. Nafasnya tercekat, dan matanya berkaca-kaca.
"...T-tapi... aku..." Kuroko meringis, memaksa dirinya untuk berbicara, dan menghasilkan suara serak menahan tangis pada akhirnya. "...Tak adakah... kesempatan..."
Kedua iris Akashi menyipit, ada sedikit tatapan sinis di matanya. "Kesempatan? Tentu saja tidak. Kalau aku berkata aku tidak menyukaimu, maka aku sudah tetap dengan keputusan itu."
Yang ini lebih menusuk perasaannya. Kuroko menunduk makin dalam. Tubuhnya yang kaku, kini lemas. Pandangan matanya kosong, dengan ekspresi datar dan bulir air mata yang menggantung di kedua bola matanya, siap meluncur kapan saja.
Langkah kaki Akashi terdengar menjauhinya, meninggalkannya sendirian di halaman sekolah mereka yang kini mulai basah akibat rintik hujan yang turun. Meninggalkan Kuroko dengan pikiran yang kacau, yang mulai basah akibat guyuran hujan yang semakin deras seiring waktu.
Otaknya tidak bisa berpikir jernih. Ia mulai mengulang masa dimana dirinya mulai menyukai Akashi, lalu waktu yang mereka habiskan bersama, sampai waktu kepribadian Akashi berubah.
Ah, mungkin karena perubahan itu, Akashi jadi tak mempedulikan hal kecil semacam cinta. Ia lebih terobsesi pada kemenangan yang absolut, sehingga rekan setimnya saja diabaikan. Mereka harus menang, apapun yang terjadi. Karenanya, Akashi tak peduli dengan hal selain kemenangan.
Kuroko masih terpaku disana. Meski seluruh tubuhnya basah karena air hujan, pikirannya masih belum dingin, masih terpukul atas penolakan tadi, dan tangisannya pecah. Ia terisak tanpa suara.
Ini... tiba-tiba saja ia merasa bahwa tetesan air hujan berhenti membasahinya. Kuroko mengangkat sedikit pandangannya, dan kedua irisnya menangkap sosok yang sedang memayunginya.
"Bodoh. Patah hati dan malah menyiksa diri sendiri. Kau orang terbodoh yang pernah kutemui."
Akashi Seijuurou.
"...biar saja..." ucap Kuroko pelan, nyaris berbisik. Ia menunduk lagi dan enggan menatap Akashi.
Akashi berdecak pelan. "Mau sok melankolis, eh? Kau hanya akan menyiksa dirimu sendiri. Hal itu tidak berguna." Pemuda itu mengulurkan sebelah tangannya yang bebas dari pegangan payung itu. "Ayo, kuantar."
Tak kunjung mendapat jawaban dari yang bersangkutan, Akashi menarik sebelah tangan Kuroko, memaksanya bertautan, dan berjalan dalam naungan satu payung. Mereka meninggalkan kompleks bangunan Teikou dan berjalan ke arah rumah Kuroko, dengan pelan. Untungnya Akashi hafal karena ia sudah beberapa kali ke rumah Kuroko, untuk mengerjakan tugas dan belajar bersama.
"...Akashi-kun..."
Tangan Akashi masih menggenggam miliknya, karena Akashi berasumsi jika gadis itu bisa saja lari dari hadapannya jika ia tak menautkan jemari mereka (walau Kuroko tak membalas genggaman itu).
"... Kenapa... melakukan ini...?"
Ucapan pelan nyaris bisikan itu terdengar lagi. Kali ini Akashi bisa mendengarnya karena mereka sedang berdua, dan lagi jalanan yang mereka lewati begitu sepi.
(Lewat perlakuan ini, bolehkah Kuroko berharap jika ia mendapat sedikiiit saja kesempatan yang mustahil itu?)
Akashi masih tetap dengan ekspresi datarnya. "Kalau kau berpikir aku lunak setelah meilhatmu patah hati seperti itu, kau salah. Keputusanku masih sama."
(Lalu, kepingan hati yang sedikit demi sedikit mulai tersusun itu, kini pecah kembali karena jawaban dan harapan yang sia-sia)
"Jangan naif. Mana mungkin aku membiarkan seorang gadis menangis sendirian disaat hujan, akibat patah hati karenaku. Aku merasa risih melihatnya, tahu." Akashi melanjutkannya, tatkala ia tak mendengar suara Kuroko.
Jadi sejak awal hingga sekarang, perasaanku tak berarti apapun. Jadi semua aktivitas itu, semua kenangan itu... hanya kami lalui sebagai status teman? Jadi semua perhatian itu, karena kami saling kasihan satu sama lain, tanpa ada perasaan cinta sedikitpun?
Jadi sejak awal... aku memang sudah ditolak?
Kurang lebih, begitulah pemikiran Kuroko.
(Dan Kuroko memilih menyerah, tatkala pipinya dibasahi oleh air mata yang kini mengalir lagi.)
..
Mereka sampai di depan rumah sederhana dengan sebuah papan nama yang bertuliskan kanji Kuroko di pagar depannya. Mereka berhenti, lalu terdiam di depan rumah itu untuk beberapa saat.
"Sudah sampai." Akashi tidak berniat mencairkan suasana, ia hanya mengingatkan. Ialah yang terlebih dahulu melepaskan genggaman mereka.
"Terima kasih banyak." Kuroko membungkuk sopan. Pandangan matanya masih tetap kosong. Ia berlalu memasuki rumahnya, dan menghilang di balik pintu kayu coklat itu.
Selamat tinggal, adalah ucapan terakhir yang Akashi dengar. Ia menatap datar Kuroko yang memasuki rumahnya, dan menghilang di balik pintu itu. Sampai akhir, pemuda itu tetap tak peduli padanya. Miris, memang. Begitulah seorang Akashi Seijuurou.
Kuroko pun sama. Tak menoleh ke belakang ketika memasuki rumahnya.
..
..
..
Hubungan mereka renggang setelahnya.
Kuroko tak pernah datang lagi ke gym tempat latihan tim basket Teikou. Akashi tak pernah lagi menyinggung soal Kuroko setiap Kiseki no Sedai membicarakan gadis itu―ia tetap pada obsesinya.
(Karena sepeninggal pertemuan mereka hari itu, Kuroko memilih menghilang dengan alasan ingin menenangkan suasana hati pasca penolakan seseorang. Namun nyatanya, gadis itu sedang mengubur kepingan perasaannya dengan rapat di dasar hati, agar sewaktu-waktu ia bertemu lagi dengan Akashi, setidaknya ia siap mental menghadapinya.
Akashi juga tak pernah mencoba menghubunginya. Bahkan meminta maaf saja tidak―tentu saja. Yang jelas, hubungan yang tadinya hangat itu perlahan retak, lalu hancur hanya karena sebuah pernyataan cinta. Kuroko yang sejak awal memiliki perasaan itu, ataukah Akashi yang hanya menganggapnya teman dan menolak pernyataan itu. Entah siapa yang salah disini.)
Ketika Inter High, Winter Cup, di hari kelulusan mereka di sekolah itu, Kuroko tak menampakkan diri lagi di hadapannya. Bahkan ketika Akashi memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Kyoto, Kuroko tetap di Tokyo. Dan kenangan Akashi akan hari itu juga sudah hilang di benaknya. Perlahan, eksistensi Kuroko Tetsuna juga ikut menghilang dari pikirannya, selaras dengan sang gadis yang tak pernah kembali di hadapannya.
Dengan perlahan pula, perasaan suka Kuroko Tetsuna kepada Akashi Seijuurou mulai redup, semenjak gadis itu memutuskan untuk meninggalkannya. Entah kapan perasaan itu akan kembali, yang pasti butuh proses lama untuk menghilangkan, dan membangunnya kembali.
..
..
..
END
..
..
..
Sesuai dengan warning di atas, fic ini memang pelampiasan saya atas... yah, kejadian yang lumayan sama, namun plotnya saya ubah. Mohon maaf jika ini terlalu menyinggung dan terkesan 'alay'. Habisnya saya jarang banget dapat ide ketika sedang galau karena suatu kejadian /dor.
Akhir kata, mind to review?
